Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

68 VI ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

6.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

6.1.1 Pengujian Asumsi Klasik Regresi Linier

Syarat model regresi linier fungsi produksi dikatakan baik jika model terbebas dari normalitas, multikoloneritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas Herawati 2008. Sedangkan menurut Soekartawi et al. 1984 ada dua parameter statistik yang penting dan perlu diperhatikan, yaitu koefisien determinasi dan uji T. Pengujian normalitas data dapat dideteksi melalui analisa grafik histogram dan P-plot yang dihasilkan dari perhitungan regresi oleh perangkat lunak SPSS 16.0 dan berikut ini grafik histogram dan P-plot untuk menguji normalitas data. Histogram Dependent Variable: PRODUKSI Regression Standardized Residual 1,50 1,00 ,50 0,00 -,50 -1,00 -1,50 -2,00 -2,50 F re q u e n c y 8 6 4 2 Std. Dev = ,88 Mean = 0,00 N = 24,00 Gambar 11. Grafik Histogram Uji Normalitas Sumber: Data Primer 2011 69 NORMAL P-P Plot of Regression Standarized Residual Dependet Variabel: PRODUKSI Dependent Variable: PRODUKSI Observed Cum Prob 1,0 ,8 ,5 ,3 0,0 E xp e ct e d C u m P ro b 1,0 ,8 ,5 ,3 0,0 Gambar 12. Grafik P-P Plot Uji Normalitas Sumber: Data Primer 2011 Berdasarkan hasil grafik histogram dan grafik P-plot di atas, dapat disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi normalitas, hal ini dapat dilihat dari grafik histogram yang memiliki kesetangkupan yang simetris dan memiliki nilai tengah yang jelas. Selain itu pada grafik P-plot menunjukan titik-titik yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, sehingga model regresi ini layak untuk memprediksikan fungsi produksi dari pembenihan patin di Kota Metro Lampung. Pengujian model yang kedua, yaitu menggunakan uji multikolineritas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan korelasi di antara variabel bebas. Model yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi di antara variabel bebasnya. Berikut ini tabel nilai VIF untuk menguji multikolineritas. Berdasarkan Tabel 22, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolineritas dalam model fungsi produksi, dikarenakan nilai Variance 70 Inflation Factor VIF yang kurang dari 10 dan mendekati satu, dan nilai tolerance yang mendekati satu. Tabel 23. Nilai VIF Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Benih Ikan Patin di Kota Metro Tahun 2011 Model Collinearity Statistics Tolerance VIF Constant Modal 0.934 1.071 Artemia 0.824 1.213 Cacing sutera 0.909 1.101 Pakan indukan 0.939 1.065 Jam kerja 0.812 1.232 Sumber: Data Primer 2011 Pengujian model ketiga, yaitu menggunakan uji autokorelasi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan korelasi antara error pada periode t dengan error pada periode t- 1 periode sebelumnya. Pengujian ini menggunakan angka Durbin Watson dalam Tabel Model Summary hasil dari pengolahan dari SPSS 11.50. Tabel 24. Uji Autokorelasi Model Std. Error of the Estimate dL 4-dL dU 4-dU Durbin- Watson 0,193132 0,9249 3,0751 1,9018 2,0982 2.266 Sumber: Data Primer 2011 Gambar 13. Grafik Daerah Uji Autokorelasi Sumber: Rangkuti 2005 Berdasarkan Tabel nilai Durbin Watson menunjukan angka 2,266 dengan tingkat signifikan 0,05 dengan jumlah sampel N=24 dan variabel bebas K=5, maka berdasarkan tabel Durbin Watson fungsi ini memiliki batas bawah dL 71 sebesar 0,9249 dan batas atas dU sebesar 1,9018. Nilai Durbin Watson 2,266 berada di antara nilai dU dan 4-dL yaitu antara 1,9 dan 3,1 hal ini berarti tolak H , atau model pendugaan fungsi produksi terbebas dari autokorelasi. Pengujian model keempat, yaitu menggunakan uji heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas berguna untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan terhadap periode pengamatan yang lainnya atau gambaran hubungan antara nilai yang dipredikisi dengan standardized delete residual nilai tersebut. Berikut ini grafik scatterplot untuk pengujian heteroskedastisitas. Scatterplot Dependent Variable: PRODUKSI Regression Standardized Residual 2 1 -1 -2 -3 R e g re s s io n S ta n d a rd iz e d P re d ic te d V a lu e 2,0 1,5 1,0 ,5 0,0 -,5 -1,0 -1,5 -2,0 Gambar 14. Scatterplot Pengujian Heteroskedastisitas Sumber: Data Primer 2011 Berdasarkan grafik scatterplot di atas, dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari heteroskedastisitas, hal ini ditunjukan dari titik-titik yang menyebar dan tidak mengumpul membentuk pola tertentu. Berdasarkan pengujian asumsi klasik di atas, maka model dianggap baik untuk memodelkan fungsi produksi benih patin di Kota Metro. Scatterplot Dependent Variable: PRODUKSI 72

6.1.2 Pendugaan Model Fungsi Produksi Menggunakan Metode OLS

Pendugaan model fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan metode Ordinary Least Square bertujuan untuk mengetahui kinerja rata-rata dari dari proses produksi ditingkat pembenih. Berikut ini tabel mengenai parameter dugaan fungsi produksi menggunakan metode OLS. Tabel 25. Pendugaan Fungsi Produksi Benih Ikan Patin di Kota Metro dengan Menggunakan Pendekatan OLS Tahun 2011 Variabel OLS Koefisien T-hitung Intersep ln Besar modal ln X 1 Artemia ln X 2 Cacing Sutera ln X 3 Pakan indukan ln X 4 Jam Kerja ln X 5 1,204 0,090 0,090 0,793 0,633 0,794 1,300 0,886 0,438 4,60 3,67 2,46 Adjusted R 2 0,594 Keterangan : nyata pada α = 10 Sumber: Data Primer 2011 Hasil pendugaan fungsi produksi menggunakan OLS menghasilkan kinerja rata-rata best fit dengan nilai koefisien determinasi atau Adjusted R 2 sebesar 59,4 persen, artinya keragaman produksi benih patin di Kota Metro dapat dijelaskan oleh variabel bebas dalam model sebesar 59,4 persen dan sisanya sebesar 40,6 dijelaskan oleh error atau variabel lain yang tidak terdapat pada penelitian ini. Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap produksi benih ikan patin di Kota Metro, yaitu cacing sutera X 3 , pakan indukan X 4 , dan jam kerja X 5 . Sedangkan besar modal X 1 , dan artemia X 2 tidak berpengaruh secara signifikan, tetapi memiliki koefisien variabel yang bernilai positif. Selain itu dilakukan pengujian hipotesis untuk melihat pengaruh secara keseluruhan dan parsial dari variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Pengujian secara keseluruhan Serempak atau Uji F dilakukan dengan membandingan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel, jika F-hitung lebih besar dari F-tabel maka tolak H dan terima H 1 . Uji parsial atau Uji T dilakukan dengan membandingakn nilai T-hitung dengan nilai T-tabel, jika T-hitung lebih besar dari 73 T-tabel maka tolak H dan terima H 1 . Berikut ini Tabel Ringkasan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Benih Ikan Patin Di Kota Metro Tahun 2011. Tabel 26. Ringkasan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Benih Ikan Patin di Kota Metro Tahun 2011 Model R Change Statistics Durbin- Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 ,826a ,682 7,737 5 18 ,000 2,266 a Predictors: Constant, JAM, PAKAN, MODAL, CACING, ARTEMIA b Dependent Variable: PRODUKSI Sumber: Data Primer 2011 Model yang dihasilkan memiliki nilai F-hitung sebesar 7,737 dengan tingkat kepercayaan λ5 persen atau nyata pada α = 5 persen. Nilai kritis distribusi F dengan kebebasan pembilang 5 dan derajat kebebasan penyebut sebesar 18, maka diperoleh nilai F-tabel sebesar 2,195 karena F-hitung lebih besar F-tabel maka tolak H dan terima H 1 , artinya secara bersama-sama variable X 1 Besar modal, X 2 Jumlah artemia, X 3 Jumlah cacing sutera, X 4 Pakan indukan, dan X 5 Jumlah jam berpengaruh nyata terhadap produksi benih patin. Fungsi produksi Stochastic Frontier dibangun melalui dua tahap. Tahap pertama dalam memodelkan fungsi produksi dilakukan dengan pendugaan menggunakan metode Ordinary Least Square OLS. Pendugaan parameter fungsi produksi dengan metode Ordinary Least Square OLS menunjukan gambaran kinerja rata-rata best fit dari produksi petani pada tingkat teknologi yang ada. Tahap kedua menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator MLE yang menggambarkan kinerja terbaik best practice dari perilaku petani dalam berproduksi.

6.1.3 Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Untuk mengetahui kinerja terbaik best practice dapat diketahui dengan melakukan pendugaan fungsi produksi menggunakan pendekatan MLE Maximum Likelihood Estimator. Berikut ini tabel pendugaan fungsi produksi menggunakan pendekatan MLE. 74 Tabel 27. Pendugaan Fungsi Produksi Benih Ikan Patin di Kota Metro dengan Menggunakan Pendekatan MLE Tahun 2011 Variabel MLE Koefisien T-hitung Intersep ln Besar modal ln X 1 Artemia ln X 2 Cacing sutera ln X 3 Pakan indukan ln X 4 Jam Kerja ln X 5 1,776 0,073 0,094 0,796 0,430 0,662 2,63 1,040 0,716 7,59 0,744 2,01 Log Likelihood LR test of one side error 14,62 13,15 Keterangan : nyata pada α = 10 Sumber: Data Primer 2011 Berdasarkan hasil pendugaan menggunakan metode MLE, dihasilkan faktor- faktor produksi yang berpengaruh nyata pada α = 10 persen, dengan nilai koefisien variabel positif adalah cacing sutera X 3 , dan jam kerja X 5 . Sedangkan besar modal X 1 , artemia X 2 , dan pakan indukan X 5 memiliki koefisien bernilai positif, namun tidak berpengaruh secara signifikan. Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat nilai LR test of one side error dari fungsi produksi stochastic frontier adalah 13,15 , nilai ini lebih besar dari nilai χ 2 7 pada tabel Chi Square Kodde dan Palm pada α = 10 persen yaitu 11,383, sehingga terdapat inefisiensi teknis pada model ini, dan fungsi produksi stochastic frontier dapat menerangkan keberadaan efisiensi dan inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi benih patin. Secara statistik nilai = 1,78 yang diperoleh berbeda signifikan atau nyata dari nol Z=96,25 pada α = 5 persen menggunakan Z- statistik. Berikut ini model stochastic frontier dan interpretasinya.

1. Besar Modal X

1 Besar modal memiliki pengaruh positif dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produksi benih patin. Nilai elastisitas besar modal terhadap produksi adalah sebesar 0,073 hal ini menunjukan bahwa dengan meningkatkan satu persen besar modal yang diinvestasikan, dapat meningkatkan produksi benih ln Y = 1,776 + 0,073 lnX 1 + 0,094 lnX 2 + 0,796 lnX 3 + 0,430 lnX 4 + 0,662 lnX 5 + v i -u i 75 patin sebesar 0,073 persen. Selain itu hasil pendugaan di atas juga dapat menjelaskan bahwa elasatisitas besar modal pada fungsi produksi stochastic frontier lebih kecil dari elastisitas besar modal pada fungsi produksi rata-rata, yaitu 0,090. Hal ini menunjukan bahwa besar modal pada fungsi produksi stochastic frontier kurang elastis dibandingkan dengan besar modal pada fungsi produksi rata-rata. Namun dilihat dari nilai elastisitas besar modal yang kurang dari satu, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh besar modal terhadap produksi benih ikan patin bersifat inelastis. Jumlah rata-rata modal yang diinvestasikan pembenih ikan patin di Kota Metro adalah Rp12.704.167.

2. Artemia X

2 Artemia atau kutu air merupakan pakan alami bagi larva benih ikan patin patin. Pakan ini diberikan selama empat hari pada awal masa pemeliharaan larva. Artemia memiliki pengaruh positif dan berpengaruh nyata pada taraf yang tidak signifikan terhadap produksi benih patin di Kota Metro. Nilai elastisitas artemia terhadap produksi adalah sebesar 0,094. Hal ini menunjukan bahwa dengan meningkatkan satu persen jumlah artemia yang diberikan dengan input lainnya tetap, maka dapat meningkatkan produksi benih patin sebesar 0,094 persen. Selain itu hasil pendugaan di atas juga dapat menjelaskan bahwa elasatisitas artemia pada fungsi produksi stochastic frontier lebih besar dari elastisitas artemia pada fungsi produksi rata-rata, yaitu 0,090. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan artemia pada fungsi produksi stochastic frontier lebih elastis dibandingkan dengan penggunaan artemia pada fungsi produksi rata-rata. Namun dilihat dari nilai elastisitas artemia yang kurang dari satu, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan artemia bersifat inelastis. Artemia diperoleh dari kultur artemia. Artemia memiliki nilai elastisitas yang lebih kecil dibandingkan dengan variabel bebas cacing sutera, hal ini dikarenakan jumlah artemia yang diberikan hampir seragam di semua pembenih, hal ini dapat terjadi karena keberadaan artemia yang selalu tersedia, berbeda dengan ketersediaan cacing sutera. 76

3. Cacing Sutera X

3 Cacing sutera merupakan pakan alami ketika benih berumur lebih dari lima hari, pada umur ini larva benih ikan ikan patin sudah memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan kuat. Cacing sutera memiliki pengaruh positif dan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90 persen terhadap produksi benih patin. Nilai elastisitas cacing sutera terhadap produksi adalah sebesar 0,796 hal ini menunjukan bahwa dengan meningkatkan satu persen jumlah cacing sutera dengan input yang lainnya tetap, maka masih dapat meningkatkan produksi benih patin sebesar 0,796 persen. Selain itu hasil pendugaan di atas juga dapat menjelaskan bahwa elasatisitas cacing sutera pada fungsi produksi stochastic frontier lebih besar dari elastisitas cacing sutera pada fungsi produksi rata-rata, yaitu 0,793. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan cacing sutera pada fungsi produksi stochastic frontier lebih elastis dibandingkan dengan penggunaan cacing sutera pada fungsi produksi rata-rata. Namun dilihat dari nilai elastisitas cacing sutera yang kurang dari satu, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan cacing sutera bersifat inelastis. Cacing sutera diberikan selama 14-16 hari pada masa pemeliharaan larva. Cacing sutera menjadi sangat berpengaruh terhadap produksi benih patin, hal ini berkaitan dengan peningkatan masa hidup survival rate benih sebelum dipanen. Selain itu keberadaan cacing sutera di Kota Metro masih fluktuatif bergantung pada kondisi curah hujan.

4. Pakan Indukan X

4 Pakan indukan merupakan pakan bagi indukan yang akan dipijahkan. Pakan indukan yang diberikan sebagai pakan akan berpengaruh terhadap matang fisiologis dari indukan yang akan dipijahkan sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan. Pakan indukan memiliki pengaruh positif, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi benih patin di Kota Metro. Nilai elastisitas pakan indukan terhadap produksi adalah 0,430. Hal ini menunjukan bahwa dengan meningkatkan satu persen jumlah pakan indukan yang diberikan dengan input lainnya tetap, maka dapat meningkatkan produksi benih patin sebesar 0,430 persen. Selain itu hasil pendugaan di atas juga dapat menjelaskan bahwa 77 elasatisitas pakan indukan pada fungsi produksi stochastic frontier lebih kecil dari elastisitas pakan indukan pada fungsi produksi rata-rata, yaitu 0,633 Hal ini menunjukan bahwa penggunaan pakan indukan pada fungsi produksi stochastic frontier kurang elastis dibandingkan dengan penggunaan pakan indukan pada fungsi produksi rata-rata. Namun dilihat dari nilai elastisitas pakan indukan yang kurang dari satu, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan pakan indukan bersifat inelastis. Hal ini berarti bahwa jumlah pakan indukan yang diberikan masih mungkin untuk ditambah. Kondisi variabel fungsi frontier berada di bawah variabel fungsi rata-rata ini diduga karena pemberian pakan indukan yang diberikan cukup seragam yaitu 30 kg, dan tidak berdasarkan feeding rate indukan patin.

5. Jumlah Jam Kerja X

5 Jumlah jam kerja menunjukan lamanya pembenih dalam melakukan kegiatan usahataninya. Jam kerja memiliki pengaruh positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi benih ikan patin di Kota Metro pada taraf nyata 90 persen. Nilai elastisitas dari koefisien jam kerja menunjukan nilai 0,622 hal ini menunjukan bahwa peningkatan satu persen lama jam kerja dengan input lainnya tetap, maka dapat meningkatkan produksi benih ikan yang di panen sebesar 0,622 persen. Selain itu hasil pendugaan di atas juga dapat menjelaskan bahwa elasatisitas jam kerja pada fungsi produksi stochastic frontier lebih kecil dari elastisitas jam kerja pada fungsi produksi rata-rata, yaitu 0,794. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh jumlah jam kerja pada fungsi produksi stochastic frontier kurang elastis dibandingkan dengan fungsi produksi rata-rata. Namun dilihat dari nilai elastisitas jam kerja yang kurang dari satu, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan jam kerja bersifat inelastis. Penambahan jumlah jam kerja masih dapat meningkatkan produksi benih ikan, hal ini dikarenakan sifat benih patin yang sangat sensitif, sehingga lama jam kerja untuk manajemen usahatani dapat meningkatkan jumlah produksi benih ikan patin, karena mampu mempertahankan survival rate dari benih patin agar tetap tinggi. 78

6.1.4 Skala Usaha

Analisis mengenai pengujian skala usaha pembenihan dilakukan untuk mengetahui tahapan produksi yang dialami oleh pembenih apakah constant return to scale, decreasing return to scale, atau increasing return to scale. Pengujian skala usaha dilakukan dengan cara meretriksi jumlah koefisien elastisitas variabel bebas pada fungsi produksi dengan menggunakan metode OLS Tabel 25. Dari hasil penjumlahan koefisien variabel bebas didapatkan nilai 2,4 hasil ini menunujukan bahwa ∑ j ≠ 1, sehingga skala usaha pembenihan ikan patin di Kota Metro berada pada tahap increasing return to scale, artinya peningkatan input secara proporsional sebesar 10 persen, dapat meningkatkan produksi benih ikan patin lebih dari 10 persen.

6.2 Analisis Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Teknis