6
menunjukan angka 19.565 ton
6
, dengan target peningkatan produksi 70 persen pertahun, maka target produksi ikan patin di Propinsi Lampung pada tahun 2011
mencapai 33.260,5 ton, berdasarkan target tersebut maka jumlah kebutuhan benih ikan patin di Lampung pada tahun 2011 adalah 66.521.000 ekor. Jumlah tersebut
didapat dari asumsi target produksi ikan patin di tahun 2011 yaitu 33.260.500 kg dengan ukuran konsumsi satu kilogram ikan patin adalah dua ekor, maka jumlah
produksi ikan patin di Indonesia di targetkan sebanyak 66.521.000 ekor ikan patin. Jumlah kebutuhan tersebut masih sangat jauh berbeda dengan total produksi
rata-rata benih ikan patin di Lampung, sehingga diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi
benih ikan patin di Lampung. Selain
dengan mendatangkan benih dari luar daerah, usaha lain yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan produksi benih ikan patin adalah dengan mengefisienkan kegiatan usahatani pembenihan, sehingga dalam melakukan usahataninya kombinasi input-
input yang dibutuhkan oleh petani akan sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi benih ikan patin yang dihasilkan. Tingkat efisiensi akan berdampak pada
penerimaan, sehingga efisiensi dalam produksi sangat diperlukan oleh pembenih agar keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Tuntutan bekerja secara
efisien tidak dapat dihindari dalam bisnis, termasuk budidaya perikanan, seringkali ditemukan bahwa biaya produksi dirasa semakin meningkat, sementara
nilai produksi dirasakan relatif meningkat lebih lamban Soekartawi 2003.
1.2 Perumusan Masalah
Pengembangan produksi benih ikan patin memiliki potensi yang luas untuk memenuhi permintaan pasar. Di dalam hal ini Lampung merupakan salah
satu sentra pembesaran ikan patin, komoditas ini menjadi produksi perikanan budidaya terbesar jika dibandingkan dengan komoditas perikanan budidaya
lainnya
7
. Namun ironisnya pengembangan produksi ikan patin ini belum didukung oleh perkembangan pembenihan di daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan data
6
Taryono. 2011. Menggenjot Produksi Perikanan Budidaya 1. http:lampung.tribunnews.com20111120menggenjot-produksi-perikanan-budidaya [12
Desember 2011]
7
Sugih Gunung. 2010. Produksi ikan Patin di Lampung Tengah selama tahun 2010 ini mencapai 150 ton. http:lampung.tribunnews.commreadartikel18685Produksi-Ikan-Patin-Lamteng-150-
Ton [24 Maret 2011]
7
dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2011 yang menggambarkan bagaimana kondisi pembenihan ikan patin yang telah bersertifikat di Indonesia.
Tabel.5 Pembenihan yang Bersertifikat di Indonesia Tahun 2011
No Nama Kelompok
UsahaPerusahaan Comodity
Location Production
year
1 BPBAT Cijengkol
Patin Sukamandi, Subang,
Jawa Barat 18.300.000
2 BBIS Sei Tibun
Patin Padang Mutung,
Kampar, Riau 1.000.000
3 Ohara Sakti Indo
Pratiwi Patin
Padang Mutung, Kampar, Riau
18.000.000 4
UPR Graha Pratama Fish
Patin Koto Masjid, Kampar,
Riau 4.500.000
5 Dolphin Farm
Patin Kec. Lima Puluh,
Pekanbaru, Riau 3.400.000
6 UPR Stanum Hatchery
Patin Bangkinang,
Kampar,Riau 3.600.000
7 CV. Mika Distrindo
Patin Kota Metro Lampung
3.000.000 Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, KKP 2010
8
Berdasarkan Tabel di atas, hanya terdapat satu pembenih ikan patin bersertifikat di Lampung yaitu di Kota Metro. Salah satu fakotr yang
menyebabkan masih sedikitnya pembenih ikan patin di Kota Metro adalah baru berkembangnya pembenihan ikan patin di Kota Metro, sehingga usaha ini
dianggap belum stabil. Selain itu cukup besarnya modal awal untuk melakukan pembenihan menjadi faktor lain yang mempengaruhi jumlah pembenih dan
produksi benih patin di Kota Metro, rata-rata modal yang harus diinvestasikan untuk pembenihan ikan patin adalah sebesar Rp.21.214.191. Besarnya modal awal
yang diinvestasikan dalam pembenihan ikan patin dapat menjadi barrier to entry dalam pembenihan ikan patin di Kota Metro. Risiko dalam pembenihan ikan patin
pun tergolong tinggi. Menurut Penelitian Saputra 2011 terdapat beberapa sumber risiko produksi yang dihadapi oleh pembenih ikan patin yang memicu
terjadinya kematian benih ikan patin mortalitas rate dan produksi telur oleh indukan diantaranya penyakit, perubahan suhu air yang ekstrim, musim kemarau,
dan kanibalisme. Penyakit yang biasa menyerang benih ikan patin adalah jenis bakteri Aeromonas dan penyakit white spot. Kedua penyakit ini berasal dari
lingkungan yang tidak terkontrol, sehingga menyebabkan benih ikan kehilangan
8
Certified Hatchery. http:perikanan-budidaya.kkp.go.id [24 Maret 2011]
8
nafsu makan, dan lemas, hingga menyebabkan kematian. Perubahan suhu air yang ekstrim mengharuskan benih beradaptasi dengan lingkungan, namun benih yang
lemah tidak dapat bertahan pada perubahan tersebut, sehingga menyebabkan kematian. Musim kemarau menyebabkan produksi telur oleh indukan berkurang,
hal ini lebih disebabkan respon ikan terhadap lingkungannya, pengaruh musim kemarau dapat menurunkan produksi telur hingga 50 persen. Kanibalisme terjadi
setelah telur menetas, ketika cadangan makanan yolk suck habis, benih ikan patin membutuhkan makanan dan dapat bersifat kanibal atau karnivora.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, produksi benih patin di Kota Metro masih relatif sedikit, dalam satu pembenihan hatchery hanya mampu
memproduksi 3.000.000 ekor benih patin per tahun, sedangkan menurut literatur potensi produktivitas indukan patin mampu mencapai 35.000-200.000 butir
telurkg indukan Khairuman dan Amri 2008, Mahyudin 2010, dan Saparitno 2010. Kondisi pembenihan di Kota Metro berbeda jauh dengan pembenihan patin
di Subang yang mampu memproduksi 18.300.000 ekor benih patin per tahun, dan di daerah Bogor yang mampu menghasilkan benih patin rata-rata per tahun
sebesar 49.047.000. Berikut ini Tabel mengenai produksi benih patin di Kabupaten Bogor tahun 2007-2010.
Tabel.6 Produksi Benih Ikan Patin di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010.
No Tahun
Produksi Benih Ikan Patin ekor
1 2007
58.126.000 2
2008 79.893.000
3 2009
26.358.000 4
2010 32.047.000
Rata-rata Produksi Per Tahun 49.106.000
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2011
Berdasarkan tabel di atas, dapat dikatakan produksi benih patin di Kota Metro masih sangat jauh tertinggal dari daerah di Jawa Barat. Masih rendahnya
produksi benih patin di Kota Metro diduga disebabkan masalah inefisiensi dalam usahatani pembenihan ikan patin yang merupakan masalah yang sering ditemui
oleh para pembenih, seperti keterbatasan sumberdaya modal, ketersediaan cacing sutera, jumlah tenaga kerja pembenihan dan pengetahuan mengenai teknologi
pembenihan yang terbatas, mengingat kondisi pembenihan di Lampung belum
9
berkembang jika dibandingkan dengan pembenihan di Jawa Barat, hal ini sesuai dengan pendapat Bukit 2007 dalam penelitiannya yaitu hal yang menyebabkan
belum berkembangnya pembenihan di Lampung adalah dikarenakan oleh kondisi cuaca, iklim, dan pH air yang kurang menunjang pembenihan, serta pakan yang
berupa cacing sutera yang terbatas. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi
pada pembenihan di Lampung, diantaranya: 1
Faktor apa sajakah yang mempengaruhi produksi benih patin di Kota Metro?
2 Bagaimana efisiensi teknis usahatani pembenihan patin di Kota
Metro? 3
Bagaimana tingkat pendapatan usahatani pembenihan ikan patin di Kota Metro?
1.3 Tujuan