Profil Tanaman dan Kayu Mindi

12 temperate, hingga ketinggian diatas 1200 m diatas permukaan laut dpl. Di Himalaya mindi mampu tumbuh pada ketinggian 1800-2200 m dpl dan tahan terhadap suhu dingin 3-10ºC, bahkan pada tanaman tua mampu bertahan pada suhu -15ºC. Tanaman mindi suka cahaya, agak tahan kekeringan dan agak toleran terhadap salinitas tanah, namun tidak toleran terhadap tanah asam Ahmed dan Idris 1997.

2.2.1 Habitus

Tinggi pohon dapat mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8- 20 m, diameter sampai 60 cm. Tajuk menyerupai payung, percabangan melebar, kadang menggugurkan daun. Pohon mindi termasuk jenis yang tumbuh cepat, dengan batang lurus, bertajuk ringan, berakar tunggang dalam dan berakar cabang banyak Ahmed dan Idris 1997. Pohon mindi di kebun rakyat Cimahpar, Bogor umur 10 tahun mempunyai tinggi bebas cabang sekitar 10 m dan diameter 38,20 cm Badan Litbang Kehutanan 2001.

2.2.2 Morfologi

Batang silindris, tegak, tidak berbanir, kulit batang pepagan abu-abu coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Pada pohon yang masih muda memiliki kulit licin dan berlentisel. Daun majemuk ganda menyirip ganjil, anak daun bundar telur atau lonjong, pinggir helai daun bergerigi. Bunga majemuk malai, pada ketiak daun, panjang malai 10-22 cm, warna keunguan, berkelamin dua biseksual atau bunga jantan dan bunga betina pada pohon yang sama. Buah bulat atau jorong, tidak membuka, ukuran 2-4 cm x 1-2 cm, kulit luar tipis, licin, berkulit kering keriput, kulit dalam keras, buah muda hijau, buah masak kuning, dalam satu buah umumnya terdapat 4-5 biji. Biji kecil 3,5 x 1,6 mm, lonjong, licin, warna coklat, biji kering warna hitam Ahmed dan Idris 1997.

2.2.3 Hama Penyakit

Pohon mindi mudah diserang penggerek pucuk Hypsipyla robusta Moore dan batangnya kadang-kadang diserang kumbang ambrosia Xyleborus ferrugineus Martawijaya et al. 1989 yang mengakibatkan kualitas kayunya menurun. 13 Pengendalian hama penggerek pucuk dapat dilakukan dengan tindakan silvikultur, antara lain menggunakan bibit tanaman yang tahan serangan hama, dapat pula dengan membuat hutan tanaman campuran. Cara pemberantasan lainnya adalah dengan menyuntikkan insektisida Nuvacron 20 SCW, Dimecron 50 SCW atau Gusadrin 15 WSC melalui takikan di batang Badan Litbang Kehutanan 2001.

2.2.4 Sifat kayu

Kayu teras berwarna merah coklat muda keunguan, gubal berwarna putih kemerahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Serat lurus atau agak berpadu, berat jenis rata-rata 0,53. Penyusutan dari keadaan basah sampai kering tanur 3,3 radial dan 4,1 tangensial. Kayu mindi tergolong kelas kuat III-II. Pengeringan alami, pada papan tebal 2,5 cm dari kadar air 37 sampai 15 memerlukan waktu 47 hari, dengan kecenderungan pecah ujung dan melengkung. Pengeringan dalam dapur pengering dengan bagan pengeringan yang dianjurkan adalah suhu 60-80 dengan kelembaban nisbi 80-40 Martawijaya et al. 1989.

2.2.5 Manfaat kayu

Kayu mindi merupakan salah satu jenis kayu dari hutan rakyat yang sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel untuk ekspor dan domestik. Kayu mindi sesuai untuk mebel karena kayunya bercorak indah, mudah dikerjakan termasuk kelas kuat III-II dan dapat mengering tanpa cacat Basri dan Yuniarti 2006. Mebel kayu mindi dapat terdiri dari kayu utuh atau merupakan kombinasi antara kayu utuh dan panel kayu yang dilapisi venir mindi. Produk lantai kayu biasanya berupa parket atau mozaik. Bahan baku untuk lantai mindi yang berupa parket berupa kayu lapis indah multipleks dan berupa produk perekatan terdiri dari 3 lapis kayu gergajian atau bagian bawah venir sedangkan bagian atas dan tengah berupa kayu gergajian. Pada saat ini kayu gergajian mindi tebal 5 mm dipakai untuk bagian atas lantai parket 3 lapis dan produknya di ekspor. Di sisi lain, kayu mindi yang berukuran kecil dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat barang kerajinan Badan Litbang Kehutanan 2001. 14

2.2.6 Manfaat non kayu

Daun dan biji mindi telah dilaporkan dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Kandungan bahan aktif mindi yaitu azadirachtin, selanin dan meliantriol, dikandung pula oleh tumbuhan mimba. Ekstrak daun mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Charleston et al. 2006 menyatakan bahwa ekstrak daun mindi yang disemprotkan pada tanaman kubis, mampu mengurangi kerusakan pada tanaman kubis yang disebabkan oleh serangan hama Plutella xylostella. Kulit mindi dipakai sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit, daun dan akar mindi telah digunakan sebagai obat rematik, demam, bengkak dan radang. Suryati 2006 melaporkan bahwa komponen kimia yang terkandung dalam ekstrak kulit batang mindi adalah senyawa triterpen dan steroid. Senyawa ini bersifat antifeedant, penghambat pertumbuhan serangga, antijamur, antivirus, antibakteri dan antikanker. Pemanfaatan lebih lanjut dari senyawa ini untuk bidang pengobatan dan bidang pertanian bioinsektisida.

2.2.7 Nilai ekonomi

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengrajinindustri pengolahan kayu mindi di Bogor, Sukabumi dan Jakarta pada tahun 2000 Badan Litbang Kehutanan 2001, nilai ekonomi kayu mindi tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Biaya produksi dan pendapatan usaha dari pemanfaatan kayu mindi No. Jenis Produk Harga jual Rp Biaya Produksi Rp Pendapatan Rp Pelaku 1. Tegakan Pohon 250.000,- 250.000,- Petani Pemilik 2. Kayu bundar m 3 300.000,- 250.000,- 50.000,- Pedagang pengumpul 3. Kayu gergajian m 3 850.000,-sd 1.900.000,- 710.000,- 140.000,-sd 1.190.000,- Industri penggergajian 4. Meubel - Dalam negeri unit 250.000,-sd 500.000,- 175.000,- sd 441.000,- 26.000,- sd 75.000,- Perajin Meubel - Ekspor,FOB unit 935.000,- 1.995.000,- 935.000,- 1.995.000,- Industri mebel kursi,meja dan tempat tidur 15 No. Jenis Produk Harga jual Rp Biaya Produksi Rp Pendapatan Rp Pelaku 2.975.000,- 2.975.000,- Sumber :Badan Litbang Kehutanan 2001 Berdasarkan Tabel 1 di atas, kayu mindi yang telah diolah mempunyai nilai tambah, sedangkan jika kayu dijual dalam bentuk tegakan atau kayu bundar, nilai tambahnya masih lebih rendah.

2.3 Perbenihan Jenis Mindi

Kegiatan perbenihan suatu jenis tanaman hutan meliputi semua aspek yang berkaitan dengan sebaran tempat tumbuh, keragaman genetika populasi, sistem pengadaan benih, teknik penanganan benih dan perkecambahan hingga sistem distribusi dan sertifikasi benih.

2.3.1 Sebaran tempat tumbuh dan habitat mindi

Mindi Melia azedarach L. termasuk dalam famili Meliaceae. Tanaman ini berasal dari bagian Selatan Asia menyebar hingga Afrika Timur, Timur Tengah, benua Amerika serta Indonesia. Di Indonesia tumbuh di Jawa, khususnya di dataran tinggi. Di Jawa Barat dapat ditemukan di daerah Bogor, Sukabumi, Cianjur dan Bandung. Di Jawa Timur tumbuh di Bondowoso juga tumbuh di Bali dan Nusa Tenggara. Mindi tumbuh subur pada tanah berdrainase baik, tanah yang dalam, tanah liat berpasir dengan pH 5,5 – 6,5. Mindi dapat tumbuh di bukit-bukit rendah hingga dataran tinggi ketinggian 700– 1400 m diatas permukaan laut, curah hujan di atas 900 mmtahun, termasuk tipe iklim A-C Wulandini et al. 2004; Martawijaya et al. 1989; Soerianegara et al. 1995. Informasi mengenai sebaran tumbuh dan kondisi tempat tumbuh yang sesuai untuk jenis mindi akan sangat diperlukan untuk membangun sumber benih jenis ini. Selain itu informasi ini sangat diperlukan untuk mengetahui keragaman genetik dari populasi mindi yang sudah ada saat ini sebagai modal dalam pembangun sumber benih, yaitu sebagai sumber plasma nutfah.

2.3.2 Keragaman genetik populasi tanaman mindi

16 Untuk meningkatkan produktivitas tegakan maka diperlukan upaya peningkatan mutu genetik. Peningkatan ini dapat dicapai melalui kegiatan pemuliaan pohon. Modal utama dalam kegiatan ini adalah adanya keragaman genetik. Keragaman genetik adalah variasi yang dapat diwariskan dalam suatu populasi sebagai hasil dan perbedaan alel yang ada dalam gen. Oleh karena itu penggunaan keragaman genetik dalam program pemuliaan merupakan modal dasar yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan pengembangan jenis dengan sifat unggul seperti dalam kecepatan adaptasi lingkungan, pengembangan tanaman yang resisten terhadap hama dan penyakit dan lain lain Jayusman 2006; Zobel dan Talbert 1984. Timbulnya keragaman genetik pada suatu jenis tanaman dapat disebabkan antara lain oleh keragaman antar provenansi, keragaman antar tempat tumbuh, keragaman antar pohon dan keragaman di dalam pohon itu sendiri. Keragaman genetik antar individu atau populasi suatu jenis tanaman penting untuk diketahui sebagai dasar dalam melakukan seleksi. Seleksi dilakukan dalam rangka memilih sifat-sifat yang diinginkan dari suatu pohon, yang selanjutnya akan dikembangkan dalam suatu tegakan. Untuk mengetahui adanya keragaman genetik dapat digunakan beberapa metode seperti metode isoenzim dan analisis asam deoksinukleat DNA. Salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan adalah teknik mengamplifikasi DNA yang didasarkan pada penggunaan primer atau oligonukleotida dengan susunan acak Aritonang et al. 2007. Teknik ini dikenal dengan teknik Random Amplified Polimorphic DNA RAPD dan dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat keragaman DNA antara spesies-spesies yang mempunyai hubungan dekat juga dapat mendeteksi adanya variasi susunan nukleotida dalam DNA. Teknik ini sudah dilakukan untuk mendeteksi keragaman genetik berbagai populasi tanaman hutan di antaranya adalah jenis dukuh Song et al. 2000, jeruk Karsinah et al. 2002, jambu mete Samal et al. 2003, Melia volkeensii Runo et al. 2004, sandalwood Rimbawanto et al. 2006, ulin Rimbawanto et al. 2006, merbau Rimbawanto dan Widyatmoko 2006, mimba Kota et al. 2006, Pulai Hartati et al. 2007, sungkai Imelda et al. 2007, meranti Siregar et al. 2008. gaharu Siburian 2009; Widyatmoko et al 2009 dan jelutung Purba dan Widjaya 2009.