8 sekelompok warga masyarakat; biasanya berbentuk kelompok tani hutan atau
koperasi. Model HKm jarang disebut sebagai hutan rakyat, dan umumnya dianggap terpisah.
Istilah hutan rakyat tidak dikenal dalam kelompok-kelompok masyarakat pengelola hutan, kata tersebut tidak lazim dalam kelompok masyarakat. Istilah
yang digunakan sehari-hari berbeda-beda antar kelompok masyarakat, ada talun, leuweung Jawa Barat, wono Jawa Tengah, lembo Kutai, simpukng Dayak
Benuaq, repong Sumatera dan lain-lain sebutan Hendra 2009. Keberadaan hutan rakyat tidaklah semata-mata akibat interaksi alami
antara komponen botani, mikro organisme, mineral tanah, air, dan udara, melainkan adanya peran manusia dan kebudayaannya Suharjito 2000. Tradisi
yang muncul tumbuh setahap demi setahap, sebagai proses kreatif rakyat mengolah dan mengelola sumberdaya alam yang ada di sekitarnya, untuk
kepentingan mempertahankan hidupnya. Tradisi tersebut berbasis pada pengalaman dan kearifan serta pengetahuan lokal. Hingga kini tradisi tersebut
terus berkembang dan dipertahankan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat.
2.1.2 Luas dan produktifitas kayu hutan rakyat
Menurut Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan pada tahun 19921993 luas hutan rakyat di pulau Jawa berkisar 105.354 ha, sedangkan pada
tahun 19931994 berkembang menjadi 228.520 ha dan pada tahun 2000 hutan rakyat sudah mencapai 1.265.460,26 ha, di mana sebagian besar 1.151.653,13 ha
merupakan swadaya masyarakat Jauhari 2003. Khusus di Jawa Barat dan Banten luas hutan rakyat masing-masing adalah 166.524,41 ha dan 19.611,66 ha
Mindawati et al. 2006. Luas dan produksi kayu hutan rakyat terus meningkat, pada tahun 2008 BPKH Wilayah XI 2009 menyatakan luas hutan rakyat di
Pulau Jawa - Madura mencapai ± 2,58 juta ha dengan potensi kayu ± 74,75 juta m
3
. Sebaran luas dan produksi kayu untuk setiap propinsi dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
9
Gambar 2. Luas HR ha per propinsi di P. Jawa -Madura sd tahun 2008
Gambar 3. Potensi kayu juta m3 per propinsi di P. Jawa-Madura sd tahun 2008
Luas hutan rakyat di Jawa Barat menempati posisi terbesar yaitu sekitar 37 dari total luas hutan rakyat di P. Jawa-Madura demikian pula dengan potensi
kayu yang dihasilkan mencapai 26,2 juta m
3
atau 35 dari total produksi kayu hutan rakyat di Jawa-Madura pada tahun 2008.
Peranan hutan rakyat dari segi ekonomi cukup penting mengingat kurang lebih 70 konsumsi kayu di pulau Jawa berasal dari hutan rakyat, baik untuk
10 kayu pertukangan, pemasok industri maupun kayu bakar Perum Perhutani 1995;
LP IPB 1990. Umumnya kayu dari hutan rakyat tersebut dimanfaatkan oleh industri kecil pengolahan kayu untuk dijadikan barang jadi maupun barang
setengah jadi.
2.1.3 Pemilihan jenis di hutan rakyat
Menurut Herawati 2005 dikatakan bahwa berbagai pertimbangan dalam pemilihan jenis yang akan dikembangkan di hutan rakyat diutamakan pada aspek
ekonomi, teknis, sosial dan lingkungan agar jenis yang diusahakan dan dikembangkan dapat menghasilkan secara optimal. Aspek ekonomi yaitu dapat
memberikan penghasilan dan mudah dipasarkan serta memenuhi standar bahan baku industri. Aspek teknis yaitu mudah dibudidayakan. Aspek sosial yaitu jenis
yang dipilih harus jenis yang cepat menghasilkan setiap saat, dikenal dan disukai masyarakat. Aspek lingkungan yaitu dimana jenis yang dipilih harus sesuai
dengan iklim, jenis tanah dan kesuburan serta keadaan fisik wilayah. Hasil penelitian Supangat et al. 2002 menunjukkan bahwa petani
memilih atau menentukan suatu jenis tanaman yang ditanam di lahannya tidak selalu berdasarkan kesesuaian lahan tapi lebih ke faktor lain, seperti faktor bibit
yang tidak membeli 41, pemasaran bagus 38, kayunya mempunyai nilai jual tinggi 17 dan meniru nenek moyang 4. Jenis-jenis yang ditanam di
hutan rakyat umumnya adalah jenis asli setempat indigenous species maupun jenis-jenis introduksi exotic species.
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.P.33Menhut-II2007 terdapat uraian jenis-jenis kayu yang dihasilkan dari hutan hak atau hutan rakyat,
diantaranya adalah mindi. Selain mindi, jenis eksotik lainnya yang termasuk jenis kayu rakyat menurut PP.33Menhut-II2007 adalah mahoni, gmelina dan karet.
Pengembangan jenis-jenis eksotik, khususnya di hutan rakyat adalah karena jenis- jenis tersebut mampu tumbuh dengan baik dan telah melalui tahap adaptasi,
aklimatisasi dan domestikasi sehingga mampu tumbuh dan beregenerasi dengan baik. Selain itu kayu yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomis dan dikenal di
pasaran.
11
2.1.4 Pengadaan benih di hutan rakyat
Penanaman di hutan rakyat secara umum belum menggunakan benih dan bibit yang berkualitas, padahal kualitas tersebut akan mempengaruhi keragaan
perfomance dan produktivitas tegakan. Kualitas benih ditentukan salah satunya oleh asal dimana benih tersebut dikumpulkan atau tipe sumber benih yang
digunakan. Berdasarkan hasil penelitian Widiarti 2005 terhadap masyarakat sekitar Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Lampung menyatakan hanya
7,8 petani yang membeli bibit yang berasal dari tempat lain, selebihnya petani menggunakan bibit yang berasal dari tegakannya sendiri, baik dari benih ataupun
cabutan. Hal ini dilakukan pula oleh masyarakat di Desa Sukaraja, Bogor, umumnya mereka menanam pohon dengan menggunakan benih yang berasal dari
tegakan sekitar Komunikasi pribadi dengan pemilik penggergajian rakyat di Desa Sukaraja 2007. Keterbatasan pengetahuan dan informasi tentang penggunaan
benih berkualitas menyebabkan petani hutan masih menggunakan benih yang berasal dari tegakan yang ada dan biasanya dari 1 atau 2 pohon saja, tanpa
memperhitungkan penampakan fenotipe dari pohon tersebut atau kriteria yang disyaratkan dalam pemilihan pohon induk untuk sumber benih.
Menurut Roshetko et al. 2004, sebagian besar benih yang digunakan petani hutan dikumpulkan dari pohon-pohon di lahan petani dan adat. Kelebihan
proses ini adalah benih segera tersedia, proses pengumpulannya tidak mahal dan pohon-pohon tidak memerlukan pengelolaan khusus. Namun pada awal
penanaman, benih untuk sumber benih ini seringkali dikumpulkan dari beberapa pohon 1 hingga 5 pohon, asalnya tidak diketahui dan diduga keragaman
genetiknya sempit. Selain itu kriteria pemilihan pohon benih yang utama adalah melimpahnya panen benih bukan kualitas pohon, juga benih dikumpulkan dari
pohon yang terisolir, sehingga faktor-faktor ini menyebabkan benih yang dihasilkan mutu fisiologik dan genetiknya di bawah optimal.
2.2 Profil Tanaman dan Kayu Mindi
Pohon mindi atau sering disebut geringging merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan menggugurkan daun
pada musim kemarau. Mindi mampu pula tumbuh di daerah beriklim sedang
12 temperate, hingga ketinggian diatas 1200 m diatas permukaan laut dpl. Di
Himalaya mindi mampu tumbuh pada ketinggian 1800-2200 m dpl dan tahan terhadap suhu dingin 3-10ºC, bahkan pada tanaman tua mampu bertahan pada
suhu -15ºC. Tanaman mindi suka cahaya, agak tahan kekeringan dan agak toleran terhadap salinitas tanah, namun tidak toleran terhadap tanah asam Ahmed dan
Idris 1997.
2.2.1 Habitus
Tinggi pohon dapat mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8- 20 m, diameter sampai 60 cm. Tajuk menyerupai payung, percabangan melebar, kadang
menggugurkan daun. Pohon mindi termasuk jenis yang tumbuh cepat, dengan batang lurus, bertajuk ringan, berakar tunggang dalam dan berakar cabang banyak
Ahmed dan Idris 1997. Pohon mindi di kebun rakyat Cimahpar, Bogor umur 10 tahun mempunyai tinggi bebas cabang sekitar 10 m dan diameter 38,20 cm
Badan Litbang Kehutanan 2001.
2.2.2 Morfologi
Batang silindris, tegak, tidak berbanir, kulit batang pepagan abu-abu coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Pada pohon yang masih muda
memiliki kulit licin dan berlentisel. Daun majemuk ganda menyirip ganjil, anak daun bundar telur atau lonjong, pinggir helai daun bergerigi. Bunga majemuk
malai, pada ketiak daun, panjang malai 10-22 cm, warna keunguan, berkelamin dua biseksual atau bunga jantan dan bunga betina pada pohon yang sama. Buah
bulat atau jorong, tidak membuka, ukuran 2-4 cm x 1-2 cm, kulit luar tipis, licin, berkulit kering keriput, kulit dalam keras, buah muda hijau, buah masak kuning,
dalam satu buah umumnya terdapat 4-5 biji. Biji kecil 3,5 x 1,6 mm, lonjong, licin, warna coklat, biji kering warna hitam Ahmed dan Idris 1997.
2.2.3 Hama Penyakit
Pohon mindi mudah diserang penggerek pucuk Hypsipyla robusta Moore
dan batangnya kadang-kadang diserang kumbang ambrosia Xyleborus ferrugineus
Martawijaya et al. 1989 yang mengakibatkan kualitas kayunya menurun.