ANALISIS ELEKTROFORESIS HASIL DAN PEMBAHASAN

40 dilakukan guna melihat apakah subunit-subunit protein dan rasio-rasio subunit protein tersebut berkontribusi terhadap keragaman elastisitas dan daya kunyah yang terdapat pada tahu-tahu komersial. Analisis ini dimulai dengan mengambil supernatan yang didapatkan dari pelarutan protein sebelumnya kemudian dianalisis dengan menggunakan metode elektroforesis SDS-PAGE untuk mengetahui berat molekul subunit protein yang menyusun protein terlarut. Dengan mengetahui kadar protein masing-masing sampel melalui metode Bradford, maka jumlah protein yang akan disuntikan ke dalam mini slab elektroforesis dapat dibuat sama. Jumlah protein yang disuntikan yaitu sebanyak 2 µg. Analisis protein metode elektroforesis ini membutuhkan pewarna coomassie yang memiliki sensitivitas terhadap protein hingga 0.1 µg untuk masing-masing pita protein Bolag dan Edelstein, 1991. Oleh sebab itu jumlah protein yang disuntikan ke dalam slab elektroforesis harus tidak kurang dari batas deteksi pewarna coomassie untuk keseluruhan pita protein. Hal ini bila tidak dilakukan akan membuat pita protein pada gel elektroforesis yang telah diinjeksikan protein dan telah masuk ke tahap staining pewarnaan dan destaining penghilangan warna tidak akan terlihat dengan jelas. Teknik elektroforesis ini sering digunakan dalam penelitian untuk memisahkan molekul- molekul biologi, khususnya protein. Menurut Bachrudin 1999 selain elektroforesis tidak mempengaruhi struktur biopolimer, elektroforesis juga sangat sensitif terhadap perbedaan muatan dan berat molekul yang cukup kecil. Pomeranz dan Meloan 1994 menyatakan bahwa prinsip teknik elektroforesis dalam memisahkan molekul-molekul yang bermuatan berbeda ini adalah pengaliran protein dalam medium yang mengandung medan listrik sehingga senyawa protein yang bermuatan akan bergerak ke arah elektroda yang polaritasnya berlawanan dengan muatan molekul protein. Migrasi partikel bermuatan ini dapat terjadi akibat adanya perbedaan muatan total, ukuran dan bentuk partikel. Mercaptoethanol yang terdapat dalam tabung eppendorf yang berisi sampel yang telah dipanaskan dapat memecah struktur tiga dimensi protein, terutama ikatan disulfida menjadi subunit- subunit polipeptida secara individual. Sodium Dodecyl Sulfate SDS kemudian akan bereaksi dengan protein membentuk kompleks SDS-protein yang bermuatan negatif, sehingga protein akan bergerak dalam medan listrik hanya berdasarkan ukuran molekul. Kompleks SDS-protein memiliki muatan yang identik dan bergerak pada gel hanya berdasarkan ukuran protein Wijaya dan Rohman, 2005. Ukuran molekul suatu protein dapat diketahui melalui berat molekulnya. Kompleks SDS-protein yang memiliki ukuran besar berat molekul besar akan mempunyai mobilitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kompleks SDS-protein yang memiliki ukuran kecil berat molekul kecil Karsono, 2010. Marker, yang digunakan sebagai standar protein, dalam penelitian ini terdiri atas protein- protein yang berberat molekul kecil. Marker Fermentas tersebut mengandung tujuh jenis protein standar, yaitu β-galactosidase BM : 116 kDa, bovine serum albumin BM : 66.2 kDa, ovalbumin BM : 45 kDa, lactase dehidrogenase Bε μ 35 kDa, REase BSP λ81 Bε μ 25 kDa, β- Lactoglobulin BM : 18.4 kDa, dan lysozime BM : 14.4 kDa. Penentuan berat molekul sampel dihitung berdasarkan kurva standar marker, yang diperoleh melalui hubungan antara mobilitas elektroforetik Rf dengan nilai logaritma berat molekul Log BM marker Fahmi, 2010. Gel hasil elektroforesis SDS-PAGE lalu didokumentasikan dalam bentuk gambar dengan menggunakan alat Gel-Doc Bio-rad. Hasil dokumentasi gel menggunakan GEL-DOC tersebut dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13. Gambar 12 dan Gambar 13 menunjukkan pola pita protein yang serupa dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syah et al. 2010 yang memperlihatkan bahwa pita protein tahu terbagi menjadi lima subunit protein yaitu α′ dan α, β, asam A 3 , A 1 , A 2 , A 4 , basa, dan A 5 . 41 a b M: marker; Sampel 1, 12, 13,dan 19: tahu sutra regular; 24: tahu tradisional regular; 6, 28, dan 31: tahu sutra telur; Sampel 46: tahu tradisional regular; 36: tahu sutra telur udang Gambar 12. Profil SDS-PAGE total protein tahu berdasarkan elastisitas: a sampel 1 hingga 31, b sampel 36 dan 46 116 66.2 45 35 25 18.4 14.4 MW, kDa M 1 6 12 13 19 24 28 31 Asam A 1 ,A 2 ,A 4 MW, kDa 116 66.2 45 35 25 18.4 14.4 M 36 46 Asam A 1 ,A 2 ,A 4 α α΄ β A 3 Basa A 5 α α΄ β A 3 Basa A 5 42 M: marker; Sampel 28, 33, dan 31: tahu sutra telur; 34 dan 36: tahu sutra telur dan udang; 32: tahu sutra udang; 29: tahu tradisional regular Gambar 13. Profil SDS-PAGE total protein tahu berdasarkan chewiness Pembagian pita protein mengacu pada pembagian yang telah dipublikasikan oleh Mujoo et al. 2003. Menurutnya pita protein kedelai pada gel SDS-PAGE terdiri atas α′, α, β yang merupakan subunit 7S β-konglisinin dan pita golongan Asam A 1 , A 2 , A 3 , A 4 , A 5 dan Basa B 1 , B 2 , B 3 , B 4 yang merupakan subunit 11S Glisinin. Hal ini senada dengan pernyataan Fukushima 2004 yang menyatakan bahwa sekitar 90 protein kedelai merupakan protein simpanan yang sebagian besar terdiri atas glisinin 11S dan β-konglisinin 7S. Polipeptida A 5 memiliki berat molekul yang paling rendah dibandingkan dengan polipeptida lain penyusun glisinin 11S dan β-konglisinin 7S. Hal ini menyebabkan A 5 memiliki mobilitas yang paling tinggi dan menempuh jarak terjauh dalam gel elektroforesis. Sementara polipeptida α′ memiliki berat molekul tertinggi sehingga mobilitasnya juga paling rendah dan menempuh jarak terpendek dalam gel elektroforesis Karsono, 2010. Sampel 42, 40, dan 43 dalam kelompok chewiness tidak diikutsertakan dalam penyuntikkan ke dalam slab gel elektroforesis, karena konsentrasi total proteinnya yang terlalu rendah. Ketebalan pita protein pada gel elektroforesis menggambarkan tingkat intentsitas dari protein dalam sampel. Semakin tebal pita protein maka semakin tinggi konsentrasi protein dalam sampel, begitu juga sebaliknya. Densitas dari semua pita protein pada gel dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16. Sampel tahu yang ditambahkan sumber protein lainnya selain protein dari kedelai pada saat pembuatannya, tetap dibandingkan hasilnya dengan tahu yang tidak ditambahkan sumber protein lainnya. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah subunit protein yang didapatkan memberikan korelasi terhadap elastisitas dan daya kunyah walaupun protein dari telur dan udang diabaikan. Lebih dari 75 dari protein kedelai adalah subunit 7S dan 11S, oleh sebab itu penelitian ini hanya difokuskan pada dua jenis protein tersebut. Berat molekul dari α′, α, β, asam A 3 , A 1 , A 2 , A 4 , basa, dan A 5 secara berturut-turut adalah 57-80, 57-75, 45-52, 34-45, 15-20, dan 10 kDa Yamauchi et al., 1981; Utsumi et al., 1981; Peng et al., 1984; Wolf Briggs, 1985; Mujoo et al., 2003 Densitas pita protein pada gel-gel SDS-PAGE dianalisis dengan menggunakan ImageJ 1.42q sebuah software komputer dari Wayne Rasband, National Institute of Health, USA http:rsb.info.nih.govij. Pengukuran densitas pita protein tersebut bertujuan untuk mengetahui persentase dari masing-masing pita. Perhitungan persentase subunit merupakan perbandingan luas 116 66.2 45 35 25 18.4 14.4 MW, kDa M 28 34 33 36 32 31 29 Asam A 1 ,A 2 ,A 4 α α΄ β A 3 Basa A 5 43 area masing-masing pita dibagi dengan luas area seluruh pita, sehingga jumlah total seluruh pita adalah 100. Khusus untuk subunit α′ dan α, peneliti menggabungnya menjadi satu karena sulitnya memisahkan keduanya akibat kurang jelasnya pita protein yang terdapat pada gel. Dapat dilihat pada Tabel 15, densitas protein untuk masing-masing sampel elastisitas. Persentase subunit α′ α berkisar antara 6.88 hingga 24.42 . Persentase subunit β berkisar antara 5.66 hingga 13.13 . Persentase subunit kelompok asam A 3 , A 1 , A 2 , A 4 berkisar antara 40.61 hingga 61.25 . Persentase subunit kelompok basa berkisar antara 7.29 hingga 25.86 . Setelah itu persentase subunit asam A 5 berkisar antara 2.69 hingga 25.19 . Persentase subunit seluruh kelompok asam A berkisar antara 45.40 hingga 72.70 . Persentase subunit 7S α, α, dan β berkisar antara 17.06 hingga 31.71 . Persentase subunit 11S golongan asam A 1 , A 2 , A 3 , A 4 , A 5 dan basa berkisar antara 68.29 hingga 82.94 . Rasio 11S7S berkisar antara 2.15 hingga 4.86. Tabel 15 juga menunjukkan bahwa semua sampel memiliki protein yang mayoritas berberat molekul 30-45 kDa atau dengan kata lain subunit protein mayoritasnya adalah subunit kelompok asam A 3 , A 1 , A 2 , A 4 . Subunit 11S dari seluruh sampel jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan subunit 7S-nya. Selain itu subunit-subunit protein yang tertera pada Tabel 15 dicari rasionya masing- masing dengan tujuan mencari tahu apakah terdapat korelasi antara rasio tersebut dengan tingkat elastisitas. Hasil analisis ragam untuk melihat perbedaan nyata di antara nilai-nilai persentase densitas dilampirkan pada Lampiran 7. Rasio subunit-subunit protein dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada dasarnya penghitungan rasio ini didasarkan pada rasio 11S7S yang ditemukan oleh Mujoo 2003 yang diyakini memiliki pengaruh terhadap tekstur tahu. Rasio yang dihitung adalah rasio subunit anggota dari 11S dengan subunit anggota 7S. Rasio antara seluruh subunit kelompok asam A dengan subunit αα Aα+α berkisar antara 2.38 hingga 10.56. Rasio antara seluruh subunit kelompok asam A dengan subunit β Aβ berkisar antara 5.54 hingga 10.37. Rasio antara subunit kelompok basa B dengan subunit αα Bα+α nilainya berkisar antara 0.41 hingga 1.77. Rasio antara subunit kelompok basa B dengan β Bβ nilainya berkisar antara 0.56 hingga 4.44. Hasil analisis ragam untuk melihat perbedaan nyata di antara nilai-nilai rasio subunit protein dilampirkan pada Lampiran 9. Nilai densitas protein untuk tahu kelompok chewiness dapat dilihat pada Tabel 16. Sama seperti sampel kelompok elastisitas subunit α′ dan α digabungnya menjadi satu karena sulitnya memisahkan keduanya akibat kurang jelasnya pita protein yang terdapat pada gel. Densitas protein sampel 42, 40, dan 43 tidak ada nilainya, karena konsentrasi protein terekstrak yang didapatkan melalui metode pelarutan nilainya terlalu rendah. Tabel 16 menunjukkan bahwa densitas protein untuk masing-masing sampel chewiness. Persentase subunit α′ α berkisar antara 5.49 hingga 21.34 . Persentase subunit β berkisar antara 6.36 hingga 14.63 . Persentase subunit kelompok asam A 3 , A 1 , A 2 , A 4 berkisar antara 45.51 hingga 55.76 . Subunit kelompok basa persentasenya berkisar antara 11.80 hingga 18.73 . Setelah itu persentase subunit asam A 5 berkisar antara 8.75 hingga 15.05 . Subunit seluruh kelompok asam A memiliki persentase berkisar antara 54.26 hingga 68.90 . 44 Tabel 15 . Persentase densitas protein tahu kelompok elasitisitas Kode sampel Tipe Tahu Jenis Koagulan Densitas Protein Berat molekul kDaSubunit protein kedelai 60-80 45-55 30-45 15-25 10-14 A 7S 11S 11S7S α α β A 3 , A 1 , A 2 , A 4 Basa A 5 1 Silken GDL, Garam 20.16 f 7.33 bc 47.08 c 11.74 c 13.69 g 60.77 d 27.49 cd 72.51 bc 2.64 ab 6 Silken egg GDL, Garam 6.88 a 13.13 e 47.51 c 7.29 a 25.19 h 72.70 f 20.01 b 79.99 d 4.00 c 12 Silken GDL. Garam 22.27 g 6.03 ab 51.52 d 9.15 b 11.03 e 62.55 d 28.30 d 71.70 b 2.53 ab 13 Silken GDL, CaSO 4 , MgCl 2 24.42 h 7.28 bc 44.04 b 21.45 e 2.81 a 46.84 ab 31.71 e 68.29 a 2.15 a 19 Silken GDL, CaSO 4 , MgCl 2 23.45 gh 8.01 cd 42.71 bc 23.14 f 2.69 a 45.40 a 31.45 e 68.55 a 2.18 a 24 Hard Garam 13.40 d 5.66 a 53.36 de 23.78 f 3.79 b 57.15 c 19.07 ab 80.93 de 4.25 c 28 Silken egg GDL, CaSO 4 11.03 c 9.29 d 53.49 de 14.50 d 11.70 ef 65.18 e 20.32 b 79.68 d 3.92 c 31 Silken egg GDL, CaSO 4 8.58 b 8.49 cd 55.24 e 15.08 d 12.62 f 67.85 e 17.06 a 82.94 e 4.86 d 36 Silken egg and shrimp Garam 17.58 e 7.72 c 61.25 f 8.03 a 5.43 c 66.68 e 25.30 c 74.70 c 2.95 b 46 Soft Garam 20.20 f 5.83 a 40.61 a 25.86 g 7.49 d 48.11 b 26.03 c 73.97 c 2.84 b Nilai pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda adalah berbeda signifikan pada p=0.05 45 Tabel 16. Persentase densitas protein tahu kelompok chewiness Kode sampel Tipe Tahu Jenis Koagulan Densitas protein Berat molekul kDaSubunit protein kedelai 60-80 45-55 30-45 15-25 10-14 A 7S 11S 11S7S α α β A 3 , A 1 , A 2 , A 4 Basa A 5 28 Silken egg GDL, CaSO 4 5.49 a 14.76 e 46.68 a 17.45 d 15.62 f 62.30 c 20.25 c 79.75 c 3.94 c 34 Silken egg and shrimp Tidak diketahui 9.58 c 10.61 c 48.43 b 18.73 f 12.64 d 61.08 b 20.19 c 79.81 c 3.95 c 33 Silken egg GDL, CaSO 4 7.28 b 12.03 d 48.14 b 17.51 d 15.05 f 63.19 d 19.31 b 80.69 d 4.18 d 36 Silken egg and shrimp Garam 14.63 d 10.88 c 50.73 c 13.20 b 10.55 b 61.28 b 25.52 d 74.48 b 2.92 b 42 Silken egg Garam - - - - - - - - - 32 Silken shrimp GDL, CaSO 4 8.96 c 9.32 b 55.76 d 14.48 c 11.48 c 67.24 e 18.28 a 81.72 e 4.47 e 31 Silken egg GDL, CaSO 4 8.94 c 10.36 c 55.18 d 11.80 a 13.72 e 68.90 f 19.30 b 80.70 d 4.18 d 40 Silken egg Garam - - - - - - - - - 43 Silken egg Garam - - - - - - - - - 29 Soft Garam 21.34 e 6.36 a 45.51 a 18.04 e 8.75 a 54.26 a 27.70 e 72.30 a 2.61 a Nilai pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda adalah berbeda signifikan pada p=0.05 46 Persentase subunit 7S α, α, dan β berkisar antara 18.28 hingga 27.70 . Subunit 11S golongan asam A 1 , A 2 , A 3 , A 4 , A 5 dan basa persentasenya berkisar antara 72.30 hingga 81.74 . Rasio 11S7S nilainya berkisar antara 2.61 hingga 4.47. Tabel 16 menunjukkan bahwa densitas protein untuk masing-masing sampel chewiness. Persentase subunit α′ α berkisar antara 5.49 hingga 21.34 . Persentase subunit β berkisar antara 6.36 hingga 14.63 . Persentase subunit kelompok asam A 3 , A 1 , A 2 , A 4 berkisar antara 45.51 hingga 55.76 . Subunit kelompok basa persentasenya berkisar antara 11.80 hingga 18.73 . Setelah itu persentase subunit asam A 5 berkisar antara 8.75 hingga 15.05 . Subunit seluruh kelompok asam A memiliki persentase berkisar antara 54.26 hingga 68.λ0 . Persentase subunit 7S α, α, dan β berkisar antara 18.28 hingga 27.70 . Subunit 11S golongan asam A 1 , A 2 , A 3 , A 4 , A 5 dan basa persentasenya berkisar antara 72.30 hingga 81.74 . Rasio 11S7S nilainya berkisar antara 2.61 hingga 4.47. Dapat dilihat juga pada Tabel 16 bahwa semua sampel memiliki protein yang mayoritas berberat molekul 30-45 kDa atau dengan kata lain subunit protein mayoritasnya adalah subunit kelompok asam A 3 , A 1 , A 2 , A 4 . Subunit 11S dari seluruh sampel jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan subunit 7S-nya. Sama seperti tahu kelompok elastisitas, subunit-subunit protein yang tertera pada Tabel 16 dicari rasionya masing-masing dengan tujuan mencari tahu apakah terdapat korelasi antara rasio tersebut dengan tingkat chewiness. Hasil analisis ragam untuk melihat perbedaan nyata di antara nilai-nilai persentase densitas dilampirkan pada Lampiran 10. Rasio subunit-subunit protein dapat dilihat pada Lampiran 11. Rasio antara seluruh subunit kelompok asam A dengan subunit αα Aα+α berkisar antara 2.54 hingga 11.36. Rasio antara seluruh subunit kelompok asam A dengan subunit β Aβ berkisar antara 4.22 hingga 7.21. Rasio antara subunit kelompok basa B dengan subunit αα Bα+α nilainya berkisar antara 0.85 hingga 3.18. Rasio antara subunit kelompok basa B dengan β Bβ nilainya berkisar antara 1.14 hingga 1.76. Hasil analisis ragam untuk melihat perbedaan nyata di antara nilai-nilai rasio subunit protein dilampirkan pada Lampiran 12. Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara subunit atau rasio subunit protein dengan profil tekstur, dalam hal ini elastisitas dan chewiness, maka digunakan program SPSS 13.0. Dengan menggunakan Pearson correlation dapat dilihat nilai korelasi beserta signifikansi korelasi tersebut. Hasil mentah dari pengolahan data yang didapatkan dari program SPSS ini dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Hasil gabungan dari kesemua pengolahan data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16. Lampiran 15 menunjukkan korelasi yang ada antara subunit protein dan rasio subunit protein dengan tingkat elastisitas. Semua subunit protein maupun rasio subunit protein, tak satupun di antaranya yang memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat elastisitas yang ditunjukkan dengan nilai R bervariasi R α‘+α = -0.103, R β = -0.306, R Acidic A3, A1, A2, A4 = 0.248, R Basic = 0.5, R A5 = -0.55, R A = -0.227, R 7S = -0.253, R 11S = 0.253, R 11S7S = 0.268, R Aα‘+α = -0.117, R Aβ = 0.109, R Bα‘+α = 0.518, R Bβ = 0.469 dan tidak signifikan pada p0.05. Menurut Blazek 2008, glisinin berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dan kekokohan gel, sedangkan β-konglisinin memberikan pengaruh terhadap elastisitas gel curd yang dihasilkan. Itu berarti seharusnya β-konglisinin 7S mempengaruhi tingkat elastisitas curd tahu. Hasil yang yang didapat dari analisis, 11S justru tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap tingkat elastisitas dengan nilai R rendah 0.253 dan tidak signifikan pada p0.05. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kondisi koagulasi, jenis koagulan dan kualitas kedelai saat pembuatan tahu oleh produsennya. Selain itu protein lain yang berasal telur dan udang kemungkinan juga menyebabkan hasil tidak sesuai dengan teori yang dilaporkan oleh Blazek 2008. 47 Lampiran 16 menunjukkan hasil pengolahan data mengenai korelasi yang ada antara subunit protein dan rasio subunit protein dengan tingkat chewiness dengan nilai R yang bervariasi R α‘+α = 0.883, R β = -0.868, R Acidic A3, A1, A2, A4 = -0.119, R Basic = 0, R A5 = -0.728, R A = -0.48, R 7S = 0.632, R 11S = 0.632, R 11S7S = -0.574, R Aα‘+α = -0.694, R Aβ = 0.908, R Bα‘+α = -0.67, R Bβ = 0.809. Subunit protein α α memiliki korelasi positif yang cukup signifikan dengan nilai R yang cukup tinggi 0.833 dan signifikan pada p0.05. Artinya semakin banyak kandungan subunit protein α α subunit protein berberat molekul 60-80 kDa, maka semakin besar juga tingkat daya kunyah tahu. Subunit β memiliki korelasi negatif yang cukup signifikan dengan nilai R yang cukup rendah dan signifikan pada p0.05. Itu berarti semakin banyak kandungan subunit β subunit protein berberat molekul 45-55 kDa maka semakin kecil tingkat daya kunyah tahu. Sedangkan untuk rasio Aβ terdapat korelasi positif yang signifikan yang ditunjukkan dengan nilai R tinggi 0.908 dan signifikan pada p0.01. Itu berarti semakin tinggi rasio Aβ, maka tahu akan semakin tinggi daya kunyahnya. Rasio Bβ memiliki korelasi positif yang signifikan yang ditunjukkan dengan nilai R yang cukup tinggi 0.809 dan signifikan pada p0.05. Dengan kata lain semakin tinggi nilai rasio Bβ maka akan semakin tinggi daya kunyah tahu. Menurut Cai dan Chang 1999 di dalam Blazek 2008, perbedaan komposisi protein yang terkandung dalam curd kedelai, khususnya glisinin dan β-konglisinin, sangat berpengaruh terhadap rendemen, kekerasan, dan mutu sensori curd kedelai. Semakin tinggi kekerasan sampel dan semakin kompak struktur sampel tersebut akan membuat daya kunyahnya menjadi semakin tinggi Fahmi, 2010. Dengan demikian glisinin dan β-konglisinin akan mempengaruhi tingkat daya kunyah. Mujo et al. 2003 berpendapat bahwa kandungan protein 11S dan rasio 11S7S memberikan korelasi positif terhadap kekerasan gel dari protein kedelai. Glisinin 11S berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dan kekokohan gel, sedangkan β-konglisinin memberikan pengaruh terhadap elastisitas gel yang dihasilkan Blazek, 2008. Hettiarachchy dan Kalapathy 1998 menyebutkan bahwa ikatan disulfide terdapat dalam protein glisinin 11 dan tidak terdapat dalam protein β-konglisinin 7S. Oleh sebab itu, semakin besar proporsi glisinin 11S, semakin keras dan kokoh curd yang terbentuk. Hal yang sebaliknya berlaku untuk β-konglisinin, semakin besar proporsi β-konglisinin 7S, curd yang terbentuk akan semakin lunak dan elastis Karsono, 2010. Hasil yang didapat yang bisa dilihat pada Lampiran 16, menunjukkan sebaliknya. Kadar glisinin 11S tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan nilai R yang rendah -0.632 dan tidak signifikan pada p0.05. Selain itu korelasi kadar subunit α α juga bertentangan dengan teori menurut Blazek 2008, karena memiliki korelasi positif yang signifikan. Seharusnya semakin tinggi subunit α α maka akan semakin kecil daya kunyahnya, karena semakin besar proporsi 7S maka semakin kecil daya kunyahnya. Tetapi hasil korelasi kadar subunit β dengan daya kunyah tidak bertentangan dengan teori menurut Blazek, yaitu semakin tinggi kadar subunit β maka akan semakin kecil daya kunyahnya karena semakin lunak tahunya. Hasil korelasi rasio Aβ justru tidak bertentangan dengan teori, karena terdapat korelasi positif yang signifikan antara rasio Aβ dengan tingkat daya kunyah. Hal ini senada dengan teori yang dinyatakan Blazek 2008, yaitu glisinin 11S berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dan kekokohan gel, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya subunit golongan Asam A 1 , A 2 , A 3 , A 4 , A 5 merupakan bagian dari subunit 11S glisinin. Hal itu juga berarti bahwa semakin tinggi β maka akan semakin rendah daya kunyah tahu. Karena β merupakan bagian dari β-konglisinin maka pernyataan tersebut senada dengan yang dinyatakan oleh Karsono 2010, yaitu semakin besar proporsi β- konglisinin, curd yang terbentuk akan semakin lunak dan elastis. 48 Hasil korelasi rasio Bβ juga tidak bertentangan dengan teori, karena terdapat korelasi positif yang cukup signigikan antara rasio Bβ dengan tingkat daya kunyah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, subunit protein golongan basa merupakan bagian dari subunit glisinin 11S. Hal itu juga berarti semakin tinggi proporsi subunit protein β maka akan semakin rendah daya kunyah tahu. Perbedaan-perbedaan hasil analisis korelasi subunit dan rasio subunit protein dengan tingkat elastisitas dan daya kunyah, dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi koagulasi, jenis koagulan dan kualitas kedelai saat pembuatan tahu oleh produsennya. Selain itu protein lain yang berasal telur dan udang kemungkinan juga menyebabkan hasil tidak sesuai dengan teori yang dilaporkan oleh Blazek 2008. Sulitnya protein untuk terekstrak dapat menyebabkan beberapa protein yang berperan dalam koagulasi protein tahu saat pembuatannya masih tertinggal dalam matriks tahu. Hal ini kemungkinan mempengaruhi hasil pita-pita protein yang muncul pada slab elektroforesis. Protein yang tertinggal pada matriks tahu jadi tidak terikut dalam analasis elektroforesis sehingga band-band yang muncul dalam slab elektroforesis tidak sesuai dengan kandungan protein sebenarnya yang terdapat dalam tahu komersial. Dengan demikian hasil elektroforesis jadi tidak maksimal, tapi peneliti telah mencoba mengoptimalkan pengekstrakkan protein melalui pengunaan metode pelarutan yang dilakukan oleh Mujo 2003 yang telah dimodifikasi. Awalnya pengekstrakkan hanya berlangsung sekali, namun dalam metode yang telah dimodifikasi ini proses pelarutan diulang hingga tiga kali dengan harapan pengekstrakkan protein menjadi optimal. Hal ini mungkin masih kurang membantu, karena bisa saja protein terikat kuat dalam matriks tahu sehingga sulit untuk diekstrak dengan metode termodifikasi ini. Protein yang terbawa dari penambahan telur dan udang juga akan mempengaruhi pita-pita protein yang muncul pada gel elektroforesis. Protein-protein yang terdapat pada telur diantaranya adalah ovalbumin, ovotransferrin, ovomucoid, ovomucin, lyzosyme, cystatin, ovomacroglobulin, ovoinhibitor, dan avidin. Ovalbumin memiliki berat molekul 45 kDa, ovomucoid memiliki berat molekul 28 kDa, ovomacroglobulin memiliki berat molekul 175 kDa, ovoinhibitor memiliki berat molekul antara 46 hingga 49 kDa Mine dan Kovacs-Nolan, 2006, dan avidin memiliki berat molekul 66 kDa Sewald dan Jakubke, 2002. Cherian 2006 mengatakan bahwa ovoalbumin merupakan protein mayoritas dari protein putih telur yang membangun sekitar 54 dari total protein putih telur. Ovotransferrin dan ovomucoid secara berturut-turut menyusun sekitar 12 dan 11 protein. Dengan demikian yang menjadi perhatian utama adalah ovalbumin yang memiliki berat molekul 45 kDa. Protein ini akan ikut muncul pada pita protein dengan berat molekul 45 kDa, pita ini adalah pita subunit protein β dari kedelai. Protein yang terbaca pada pita dengan berat molekul 45 kDa untuk sampel 6, 28, 31, 36, 33, 34, dan 42. Semua sampel tersebut mengandung telur. Protein yang didapat dari udang juga memberi kontribusi yang kecil pada pita-pita protein yang muncul pada gel elektroforesis. Udang yang dipakai dalam membuat tahu ini hanyalah sebagai flavor atau dengan kata lain penambahan dilakukan dalam jumlah yang sedikit karena harga udang yang tinggi. Ada produsen yang menambahkan ekstrak udang sebagai flavor, tapi juga ada produsen yang hanya menambahkan flavor udang. Hal inilah yang menyebabkan pengaruh protein udang pada pita protein pada gel elektroforesis lemah. Menurut Haejung et al. 1987 protein sarkoplasma larut air dari udang teridentifikasi 5 pita protein mayoritasnya untuk udang putih yang masing-masing berberat molekul 88.6, 81.7, 79.9, 77.7 dan 75.7 kDa. Dengan demikian pita protein untuk udang ini masuk ke pita protein subunit protein kedelai α dan α, khusus sampel 36, 34, dan 32. 49

4.5 ANALISIS KADAR AIR

Gel dari protein kedelai atau yang dikenal sebagai curd, memiliki kemampuan menahan air, lemak, polisakarida, flavor dan komponen lainnya Zayas, 1997. Menurut Obatolu 2007, peningkatan kekerasan curd seringkali dihubungkan dengan penurunan kemampuan matriks dalam menahan air Water Holding Capacity. Curd atau tahu yang keras memiliki struktur matriks yang padat karena molekul-molekul protein berdekatan satu dengan lainnya akibat hilangnya air pada tahap koagulasi. Tahu dengan kekerasan tinggi memiliki kemampuan menahan air WHC yang rendah. Hal ini disebabkan oleh matriks curd yang lebih rapat sehingga menurunkan kemampuannya dalam menahan air. Sebaliknya tahu yang lunak memiliki matriks yang renggang sehingga air dapat terperangkap dalam jumlah yang lebih banyak. Tahu lunak memiliki kandungan air yang tinggi yaitu sekitar 84 hingga 90. Dengan kata lain, tingkat kekerasan tahu dipengaruhi kadar air yang terperangkap dalam matriks tahu. Hal itu terjadi pada kekerasan, hal yang sama belum tentu terjadi pada tingkat keelastisitasan dan daya kunyah tahu. Analisis kadar air ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat pada tahu ikut mempengaruhi tingkat kelesatisitasan dan daya kunyah tahu, khususnya tahu komersial. Hasil perhitungan kadar air dari beberapa tahu komersial terpilih dapat dilihat pada Lampiran 17. Data kadar air untuk tahu kelompok elastisitas dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Data kadar air untuk sampel elastisitas Kode Kadar Air Nilai Elastisitas Tipe Tahu Jenis Koagulan Sampel bb 1 88.00 g 0.5964 a Silken GDL, Garam 6 84.31 c 0.6770 bcd silken egg GDL, Garam 12 85.77 d 0.7361 d Silken GDL. Garam 13 86.74 f 0.8161 e Silken GDL, CaSO 4 , MgCl 2 19 86.33 e 0.8729 efgh Silken GDL, CaSO 4 , MgCl 2 24 82.94 b 0.9140 hijk Hard Garam 28 85.51 d 0.9320 hijk Silken egg GDL, CaSO 4 31 85.53 d 0.9389 ijk Silken egg GDL, CaSO 4 36 89.26 h 0.9479 ijk Silken egg and shrimp Garam 46 80.91 a 0.9786 k Soft Garam Nilai pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda adalah berbeda signifikan pada p=0.05 50 tidak signifikan pada p0.05 Gambar 14. Grafik korelasi kadar air dengan elastisitas Tabel 17 menunjukkan bahwa kadar air untuk sampel kelompok elastisitas berkisar antara 80.91 hingga 89.26 bb. Sampel berkode 12, 28, dan 31 tidak berbeda nyata pada p=0.05. Sampel 28 dan 31 bertipe sama, yaitu silken egg, sedangkan sambel 12 bertipe silken. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa tahu bertipe silken baik silken, silken egg, atau silken egg and shrimp memiliki kadar air yang tinggi, sedangkan tahu bertipe hard dan soft memiliki kadar air yang rendah. Hal ini disebabkan tahu bertipe silken memiliki matriks yang renggang sehingga air dapat terperangkap dalam jumlah yang lebih banyak. Sebaliknya tahu bertipe hard dan soft memiliki matriks curd yang lebih rapat sehingga menurunkan kemampuannya dalam menahan air, selain karena tahu tipe ini ditekan pada saat pembuatannya yang menyebabkan air dalam matriks curd keluar dan membuatnya menjadi lebih keras. Gambar 14 menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kadar air dengan tingkat keelastisitasan tahu yang ditunjukkan dengan nilai R yang rendah -0.306 dan tidak signifikan pada p0.05. Tingkat keelastisitasan merupakan jumlah pengembalian ke bentuk semula dari gaya deformasi atau tingkat di mana material yang dideformasi kembali ke kondisi sebelum dideformasi setelah gaya deformasi dihilangkan. Sedangkan kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu pangan antara gigi geraham untuk padat atau antara lidah dan langit-langit mulut untuk semi padat kepada pangan yang diberikan deformasi atau penetrasi Kramer dan Szczesniak, 1973. Dengan demikian elastisitas berbeda dengan kekerasan. Kekerasan pangan diketahui bila sampel pangan diberi gaya hingga berubah bentuk tapi tidak kembali ke kondisi semula, sebaliknya elastisitas pangan diketahui bila sampel pangan diberi gaya hingga berubah bentuk tapi kemudian kembali ke kondisi semula. Menurut Obatolu 2007, tahu dengan kekerasan tinggi memiliki kemampuan menahan air WHC yang rendah. Dengan kata lain, kadar air yang sedikit pada tahu yang diakibatkan rapatnya matriks tahu akan menyebabkan tahu menjadi keras dan butuh gaya deformasi yang sangat besar untuk membuatnya berubah bentuk. Kadar air yang tinggi pada tahu yang diakibatkan renggangnya matriks tahu, sehingga air mudah terperangkap, akan menyebabkan tahu tidak keras lunak dan hanya butuh gaya deformasi yang kecil untuk membuatnya berubah bentuk. R = -0.306 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 80 82 84 86 88 90 E la st is it a s Kadar Air