ANALISIS KADAR PROTEIN METODE KJELDAHL

55 protein. Total protein tertinggi justru terdapat pada tahu tipe silken, sedangkan tahu bertipe hard dan soft total proteinnya berada di bawahnya. Hal ini disebabkan oleh tidak sepenuhnya protein tahu yang dianalisis berhasil diekstrak, akibat tertahan oleh matriks tahu. Di atas itu semua, kadar protein bahan basah ini kemungkinan masih terdapat pengaruh kadar air. Tabel 20. Data kadar protein metode Kjeldahl untuk sampel elastisitas Kode Sampel Kadar Protein g100g bahan kering Kadar Protein g100g bahan basah Total Protein mg100mg Nilai Elastisitas Tipe Tahu Jenis Koagulan 1 49.52 a 5.94 a 2.95 0.5964 a Silken GDL, Garam 6 52.73 b 8.34 d 1.92 0.6770 bcd silken egg GDL, Garam 12 49.94 a 7.11 b 3.30 0.7361 d Silken GDL. Garam 13 52.88 b 7.01 b 4.60 0.8161 e Silken GDL, CaSO 4 , MgCl 2 19 56.14 c 7.75 c 4.38 0.8729 efgh Silken GDL, CaSO 4 , MgCl 2 24 53.91 bc 9.59 e 2.73 0.9140 hijk Hard Garam 28 49.03 a 7.04 b 1.53 0.9320 hijk Silken egg GDL, CaSO 4 31 49.41 a 7.19 b 1.00 0.9389 ijk Silken egg GDL, CaSO 4 36 54.33 bc 5.87 a 0.94 0.9479 ijk Silken egg and shrimp Garam 46 56.54 c 11.08 f 3.15 0.9786 k Soft Garam Nilai pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda adalah berbeda signifikan pada p=0.05 Menurut Chang 2006, tekanan dan durasi penekanan akan mempengaruhi kandungan air, hasil dan tekstur dari tahu. Gandhi dan Bourne 1988 menunjukkan bahwa ketika penekanan ditingkatkan dari 4.79 ke 19.1 gcm 2 , kandungan air dari tahu menurun dari 82 hingga 60 dan hasil menurun dari 2.0 kg hingga 1.2 kg per kg seluruh kedelai kering. Dengan kata lain tahu yang ditekan dengan tekanan dan durasi tertentu akan membuat proteinnya semakin terkonsentrasi, walaupun produk yang didapat lebih sedikit dibandingkan bila tidak ditekan akibat terbuangnya whey tahu selama penekanan. Dengan demikian ± 240 mg tahu hard dan soft yang diambil untuk pengukuran kadar nitrogennya, akan memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan ± 240 mg tahu silken. Hal ini dikarenakan kadar air yang dimiliki oleh tahu silken, kontribusinya dalam ± 240 mg lebih besar dibandingkan dengan kontribusi kadar air tahu hard atau soft. Sebaliknya kontribusi kadar protein tahu silken dalam ± 240 mg lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi kadar protein tahu hard dan soft. Hal ini khusus untuk kadar protein berdasarkan bahan basah. Data kadar protein berdasarkan bahan basah ini masih dipengaruhi oleh kadar air. Kadar protein bisa juga dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi koagulan. Seperti yang dijelaskan oleh Blazek 2008, perbedaan penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan, pengadukan yang dilakukan selama koagulasi, dan tekanan terhadap curd akan memberikan variasi tahu mulai dari keras hingga lunak dengan kandungan air berkisar antara 70 hingga 90 dan kandungan protein 5 hingga 16 berdasarkan berat basah. Menurut Fahmi 2010, protein yang terkoagulasi menggunakan koagulan CaSO 4 .2H 2 O membentuk matriks curd dengan kandungan protein yang lebih rendah 56 dibandingkan dengan curd yang terbentuk oleh koagulan CH 3 COOH. Semakin tinggi konsentrasi koagulan CaSO 4. 2H 2 O yang digunakan untuk membuat curd, akan membuat protein yang terkoagulasi semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh peningkatan konsentrsi ion Ca 2+ untuk membentuk jembatan penghubung protein. Sementara itu, pada curd CH 3 COOH, peningkatan konsentrasi koagulan akan membuat protonasi pada gugus COO - semakin banyak sehingga koagulasi protein akan meningkat. Dapat dilihat pada Tabel 20, tampaknya penambahan bahan lainnya seperti telur dan udang, belum tentu menyebabkan kandungan protein tahu menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh, tahu berkode 1 yang tidak mengandung telur, dengan nilai elastisitas 0.5964 , memiliki nilai kadar protein 49.52 g100g bahan kering. Tahu berkode 31 yang mengandung telur, dengan nilai elastisitas 0.9389 yang berbeda nyata pada p=0.05 dengan nilai elastisitas tahu berkode 1, memiliki nilai kadar protein 49.41 g100g bahan kering yang tidak berbeda nyata pada p=0.05 dengan kadar protein tahu berkode 1. Hal ini dikarenakan kadar protein jauh lebih dipengaruhi oleh kemampuan dari jenis koagulan beserta besar konsentrasinya dalam mengkoagulasi protein. Koagulan yang ditambahkan ke dalam susu kedelai, baik yang telah ditambahkan dengan telur dan udang ataupun yang tidak ditambahkan dengan telur dan udang, akan mengkoagulasikan protein tertentu sesuai dengan jenis dan banyaknya koagulan. Jadi penambahan telur dan udang bukan berarti akan meningkatkan kadar protein, karena jumlah protein yang dikoagulasikan oleh koagulan akan sama sesuai dengan jenis koagulan. Selain itu suhu koagulasi juga mempengaruhi banyaknya protein yang terkoagulasi. Hal ini senada dengan pernyataan Karsono 2010 yang mengatakan suhu awal proses koagulasi yang tinggi 83 o C menyebabkan partikel protein bergerak lebih cepat dan intensitas untuk berinteraksi membentuk agregat juga semakin besar, atau dengan kata lain agregasi protein pada suhu awal proses koagulasi 83 o C berlangsung cepat. Sebaliknya suhu awal proses koagulasi 63 o C menyebabkan agregasi berlangsung lambat sehingga dalam waktu yang ditentukan 10 menit masih banyak koagulat protein yang belum teragregasi membentuk curd. Sehingga dibutuhkan suhu koagulasi yang tepat untuk mendapatkan kadar protein yang optimum. Total protein yang didapat melalui pelarutan protein sebenarnya tidak dapat dibandingkan dengan total protein yang didapatkan melalui metode Kjeldahl. Hal ini disebabkan total protein yang didapat dari metode pelarutan, tahu yang dipakai sudah dihilangkan kandungan lemaknya. Total protein yang didapatkan dari metode Kjeldahl, tahu yang dipakai kandungan lemaknya tidak dihilangkan. Selain itu total protein metode Kjeldahl berdasarkan bahan kering terlihat jauh lebih besar dibandingkan dengan total protein dari metode pelarutan. Hal ini terjadi karena nilai tersebut berdasarkan berat kering atau dengan kata lain dengan mengecualikan kandungan airnya. Total protein metode Kjeldahl berdasarkan bahan basah sedikit lebih mendekati total protein metode pelarutan, karena keduanya sama-sama tidak mengecualikan kadar air. Perbedaan yang ada hanya terdapat pada kandungan lemaknya, yaitu total protein metode pelarutan tidak memiliki kandungan lemak karena sudah dihilangkan sebelumnya. Kandungan lemak dari tahu sebenarnya tidaklah sebesar kadar air yaitu hanya sekitar 4.8 g100g tahu Anonim a , 2011, sehingga perbedaan yang dihasilkan penghilangan lemak tidak akan sebesar pengecualian kadar air. Selain itu kadar lemak telur juga tidak terlalu berpengaruh karena penambahan telur ke dalam tahu tidaklah banyak. Sama halnya dengan udang, penambahan udang ke dalam tahu hanyalah sebagai flavor, dan udang yang ditambahkan pun hanya sedikit, bahkan ada yang hanya menambahkan flavor udang. Hal ini dikarenakan harga udang yang cukup tinggi. Atas dasar ini peneliti mencoba sedikit menghubungkan antara total protein metode Kjeldahl berdasarkan bahan basah dengan total protein metode pelarutan. Total protein yang didapat melalui pelarutan protein terlihat lebih kecil dibandingkan dengan total protein yang didapatkan melalui metode Kjeldahl berdasarkan bahan basah. Total protein terlarut dari tahu kelompok elastisitas berkisar antara 0.94 hingga 4.60 mg100mg, hasil ini jauh lebih kecil 57 dibandingkan dengan hasil yang didapat dari metode Kjeldahl 5.87 hingga 11.08 g100g bahan basah atau 5.87 hingga 11.08 mg100mg. Padahal total protein dari metode pelarutan sudah mengecualikan lemak, seharusnya justru nilainya lebih besar. Hal ini disebabkan oleh tidak semua protein berhasil terekstrak akibat tertahannya protein dalam matriks tahu yang dianalisis saat dilarutkan. Sedangkan total protein yang diukur dengan metode Kjeldahl adalah total nitrogen N yang ada di dalam curd, baik N yang berasal dari protein maupun N yang berasal dari komponen non protein Karsono, 2010. Total nitrogen ini kemudian dikonversi menjadi kadar protein dengan cara mengalikannya dengan faktor konversi. Faktor konversi yang dipakai dalam penelitian ini adalah 6.25. Ini yang menyebabkan hasil total protein metode Kjeldahl terlihat lebih banyak dibandingkan dengan metode pelarutan protein. tidak signifikan pada p0.05 Gambar 16. Grafik korelasi kadar protein Kjeldahl bahan kering dan elastisitas Guna melihat apakah terdapat hubungan antara nilai total protein metode Kjeldahl berdasarkan bahan kering dengan nilai elastisitas tahu maka dianalisis korelasinya menggunakan korelasi Pearson. Kadar protein yang digunakan adalah yang berdasarkan berat kering. Hal ini dilakukan untuk menghindari ikut terbawanya pengaruh kadar air terhadap nilai elastisitas tahu. Dapat dilihat pada Gambar 16 bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kadar protein metode Kjeldahl dengan profil tekstur elastisitas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R yang rendah 0.392 dan tidak signifikan pada p0.05. Itu berarti meningkatnya kadar protein belum tentu akan meningkatkan keelastisitasan tahu. Hal ini didukung oleh data yang ada pada data Tabel 20. Seperti kode bersampel 1 dan 31 yang telah dijelaskan sebelumnya, sampel berkode 12 dengan nilai kadar protein 49.94 g100g bahan kering memiliki nilai elastisitas 0.7361 yang berbeda nyata pada p=0.05 dengan nilai elastisitas sampel berkode 31 0.9389 yang memiliki nilai kadar protein 49.41 g100g bahan kering yang tidak berbeda nyata pada p=0.05 dengan sampel berkode 12. Untuk melihat seperti apa korelasi antara nilai total protein metode Kjeldahl berdasarkan bahan basah dengan nilai elastisitas tahu, dengan maksud membandingkannya dengan korelasi antara total protein berdasarkan bahan kering dengan nilai elastisitas, maka korelasi tersebut peneliti analisis menggunakan korelasi Pearson. Hasil yang didapat yang dapat dilihat pada Gambar 17 adalah sama, yaitu tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kadar protein Kjeldahl berdasarkan bahan basah R = 0.392 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 48.00 50.00 52.00 54.00 56.00 58.00 E la st is it a s Kadar Protein g100g bahan kering 58 dengan nilai elastisitas tahu yang ditunjukkan dengan nilai R yang rendah 0.372 dan tidak signifikan pada p0.05. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa kadar air tampaknya tidak mempengaruhi korelasi antara nilai kadar protein bahan basah dengan nilai elastisitas. Hal tersebut juga didukung dengan data kadar air yang telah didapatkan sebelumnya dan dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar tersebut menunjukkan bahwa kadar air tidak mempengaruhi nilai elastisitas yang ditunjukkan nilai R yang rendah dan negatif -0.306 dan tidak signifikan pada p0.05. tidak signifikan pada p0.05 Gambar 17. Grafik korelasi kadar protein Kjeldahl bahan basah dan elastisitas Tabel 21. Data kadar protein metode Kjeldahl untuk sampel daya kunyah Kode Kadar Protein Kadar Protein g100g bahan basah Total Protein mg100mg Nilai Chewiness kg Tipe Tahu Jenis Koagulan Sampel g100g bahan kering 28 49.03 a 7.04 c 1.53 0.7259 gh Silken egg GDL, CaSO 4 34 52.69 bc 6.22 b 0.82 0.7554 gh Silken egg and shrimp Tidak diketahui 33 50.26 ab 6.99 c 1.10 0.8039 ghij Silken egg GDL, CaSO 4 36 54.33 c 5.87 a 0.94 0.8303 ghij Silken egg and shrimp Garam 42 54.29 c 7.14 c - 0.8779 hij Silken egg Garam 32 51.00 ab 7.04 c 1.35 0.9176 hijk Silken shrimp GDL, CaSO 4 31 49.41 a 7.19 c 1.00 0.9667 hijk Silken egg GDL, CaSO 4 40 49.09 a 6.27 b - 1.0510 jk Silken egg Garam 43 52.46 bc 6.36 b - 1.1344 kl Silken egg Garam 29 52.57 bc 12.45 d 4.11 1.3413 l Soft Garam Nilai pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda adalah berbeda signifikan pada p=0.05 R = 0.372 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 2 4 6 8 10 12 E la st is it a s Kadar Protein g100g bahan basah 59 Tabel 21 menunjukkan nilai kadar protein untuk tahu kelompok chewiness atau daya kunyah berkisar antara 49.03 hingga 54.33 g100g bahan kering. Sampel berkode 28, 33, 32, 31 dan 40 memiliki kadar protein yang tidak berbeda nyata pada p=0.05. Sampel berkode 34, 33, 32, 43 dan 29 memiliki kadar protein yang tidak berbeda nyata pada p=0.05. Sampel berkode 34, 36, 42, 43 dan 29 memiliki kadar protein yang tidak berbeda nyata pada p=0.05. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa tahu silken egg and shrimp memiliki kadar protein berdasarkan berat kering yang paling tinggi, alih-alih tahu soft. Tahu tipe soft kadar protein berdasarkan berat keringnya masih lebih rendah dibandingkan dengan tahu tipe silken berkode 34 silken egg and shrimp, 36 silken egg and shrimp, dan 42 silken egg. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi koagulasi yang berbeda, tapi untuk jenis koagulan ternyata tahu tipe soft yang berkode 29 dan tahu bertipe silken berkode 36 dan 42 sama- sama menggunakan koagulan jenis garam, walaupun tidak jelas garam apa yang digunakan. Dengan demikian hal yang membuat perbedaan ini tampaknya adalah kondisi koagulan, penekanan, dan garam koagulan jenis apa yang dipakai. Tabel 21 juga mendukung pernyataan sebelumnya bahwa penambahan telur belum tentu menyebabkan kadar protein pada tahu menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh, tahu berkode 29 yang tidak mengandung telur maupun udang, dengan nilai daya kunyah 1.3413 kg memiliki nilai kadar protein 52.57 g100g bahan kering. Tahu berkode 33 yang mengandung telur, dengan nilai daya kunyah 0.8039 kg yang berbeda nyata pada p=0.05 dengan nilai elastisitas tahu berkode 29. Hal ini dikarenakan kadar protein jauh lebih dipengaruhi oleh kemampuan dari jenis koagulan beserta besar konsentrasinya dalam mengkoagulasi protein. Koagulan yang ditambahkan ke dalam susu kedelai, baik yang telah ditambahkan dengan telur dan udang ataupun yang tidak ditambahkan dengan telur dan udang, akan mengkoagulasikan protein tertentu sesuai dengan jenis dan banyaknya koagulan. Jadi penambahan telur dan udang bukan berarti akan meningkatkan kadar protein, karena jumlah protein yang dikoagulasikan oleh koagulan akan sama sesuai dengan jenis koagulan. Nilai kadar protein berdasarkan bahan basah untuk tahu kelompok chewiness atau daya kunyah yang dapat dilihat pada Tabel 21 adalah berkisar antara 5.87 hingga 12.45 g100g bahan basah. Sampel berkode 28, 33, 42, 32, dan 31 memiliki kadar protein yang tidak berbeda nyata pada p=0.05. Sampel berkode 34, 40, dan 43 juga tidak berbeda nyata pada p=0.05. Data pada tabel ini juga menunjukkan bahwa sampel bertipe silken egg dan silken egg and shrimp memiliki kadar protein di bawah kadar protein dari tahu bertipe soft. Kadar protein tahu bertipe soft merupakan yang tertinggi karena pada data ini kadar air masih mempengaruhi. Pada tahu tipe ini terdapat aplikasi penekanannya saat pembuatannya, sehingga kadar air semakin rendah. Semakin rendah kadar air suatu sampel maka kadar protein bahan kering akan lebih rendah dengan kadar protein bahan kering dari sampel yang memiliki kadar air tinggi. Data tersebut juga mendukung pernyataan mengenai penambahan bahan lain seperti udang yang belum tentu mempengaruhi besarnya kadar protein tahu. Data tersebut juga mendukung pernyataan mengenai penambahan bahan lain seperti udang yang belum tentu mempengaruhi besarnya kadar protein tahu. Dapat dilihat pada Tabel 21, sampel berkode 34 yang mengandung telur dan udang memiliki kadar protein 52.69 g100g bahan kering yang tidak berbeda nyata pada p=0.05 dengan kadar protein sampel berkode 43 52.46 g100g bahan kering yang hanya mengandung telur, padahal nilai elastisitas sampel berkode 34 dan 43 berbeda nyata pada p=0.05, yaitu secara berturut- turut 0.7554 dan 1.1344 kg. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kadar protein jauh lebih dipengaruhi oleh kemampuan dari jenis koagulan beserta besar konsentrasinya dalam mengkoagulasi protein. Koagulan yang ditambahkan ke dalam susu kedelai, baik yang telah ditambahkan dengan telur dan udang ataupun yang tidak ditambahkan dengan telur dan udang, akan mengkoagulasikan 60 protein tertentu sesuai dengan jenis dan banyaknya koagulan. Jadi penambahan telur dan udang bukan berarti akan meningkatkan kadar protein, karena jumlah protein yang dikoagulasikan oleh koagulan akan sama sesuai dengan jenis koagulan. Hasil yang didapatkan dari ekstraksi protein berbeda dengan hasil dari metode Kjeldahl. Hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 21 yang menunjukkan bahwa nilai total protein tahu kelompok daya kunyah 0.82 hingga 4.11 mg100mg jauh lebih kecil dibandingkan dengan total protein tahu yang didapat dari metode Kjeldahl yang berkisar antara 5.91 hingga 12.45 g100g bahan basah 5.91 hingga 12.45 mg100mg bahan basah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, protein yang dianalisis dengan metode pelarutan protein belum tentu semuanya berhasil diekstrak oleh larutan buffer yang mengandung mercaptoethanol akibat tertahan oleh matriks tahu. Total protein tertinggi pada tahu kelompok daya kunyah metode pelarutan protein justru terdapat pada tahu tipe soft. Hasil ini sama dengan hasil yang ditunjukkan oleh total protein yang didapatkan dari metode Kjeldhal. Hasil analisis ragam untuk melihat perbedaan nyata di antara kadar protein bahan kering tahu-tahu komersial baik kelompok elastisitas maupun kelompok daya kunyah terdapat pada Lampiran 22. tidak signifikan pada p0.05 Gambar 18. Grafik korelasi kadar protein Kjeldahl bahan kering dan daya kunyah Berdasarkan Gambar 18, dapat dilihat bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat chewiness atau daya kunyah dengan nilai kadar protein Kjeldahl. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R yang rendah 0.085 dan tidak signifikan pada p0.05. Itu berarti kadar protein tidak mempengaruhi tingkat daya kunyah. Semakin tinggi kadar protein belum tentu akan membuat tingkat daya kunyah semakin meningkat pula. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Karsono 2010 yang menyatakan bahwa kadar protein curd berkorelasi positif terhadap kekerasan dan kohesivitas pada taraf 5 . Tektur curd yang dihasilkan semakin keras dan kompak seiring dengan meningkatnya kadar protein curd. Kekerasan dengan daya kunyah saling berhubungan, semakin tinggi kekerasan maka semakin dibutuhkan banyak kunyahan untuk mengubah bahan makanan menjadi bentuk kecil- kecil yang siap untuk ditelan. Seperti yang dinyatakan oleh Fahmi 2010, semakin tinggi kekerasan sampel dan semakin kompak struktur sampel tersebut akan membuat daya kunyahnya menjadi semakin tinggi. Daya kunyah dipengaruhi oleh kekerasan serta kekompakan sampel DeMan, 1985. Dengan kata lain semakin tinggi kekerasan akan menyebabkan daya kunyah semakin tinggi pula. R = 0.085 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 48.00 49.00 50.00 51.00 52.00 53.00 54.00 55.00 C h e w in e ss k g Kadar Protein g100g bahan kering 61 Perbedaan kondisi koagulasi dan jenis koagulasi tampaknya menyebabkan perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Karsono. Selain itu varietas kedelai dan aplikasi penekanan juga mempengaruhi. Karsono 2010 menggunakan jenis koagulan whey, dan kondisi koagulasinya antara 63 dan 83 o C. Jenis koagulan yang dipakai oleh produsen untuk memproduksi tahu-tahu komersial kelompok daya kunyah yaitu GDL, Ca 2 SO 4 , dan garam, sedangkan kondisi koagulasi tidak diketahui. Karsono selain itu juga menghitung kadar proteinnya berdasarkan bahan basah, sehingga kadar air juga tampaknya ikut berpengaruh terhadap kadar protein bahan basahnya. signifikan pada p0.05 Gambar 19. Grafik korelasi kadar protein Kjeldahl bahan basah dan daya kunyah Untuk melihat seperti apa korelasi antara nilai total protein metode Kjeldahl berdasarkan bahan basah dengan nilai daya kunyah tahu, dengan maksud membandingkannya dengan korelasi antara total protein berdasarkan bahan kering dengan nilai daya kunyah, maka korelasi tersebut peneliti analisis menggunakan korelasi Pearson. Hasil yang didapat yang dapat dilihat pada Gambar 19 adalah berbeda, yaitu terdapat korelasi positif yang signifikan antara kadar protein Kjeldahl berdasarkan bahan basah dengan nilai daya kunyah tahu yang ditunjukkan dengan nilai R yang cukup tinggi 0.692 dan signifikan pada p0.05. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa kadar air tampaknya mempengaruhi korelasi antara nilai kadar protein bahan basah dengan nilai daya kunyah. Hal tersebut juga didukung dengan data kadar air yang telah didapatkan sebelumnya dan dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar tersebut menunjukkan bahwa kadar air mempengaruhi nilai daya kunyah yang ditunjukkan nilai R yang sangat rendah dan negatif -0.666 dan signifikan pada p0.05. Yang perlu diperhatikan adalah korelasi kadar protein Kjeldahl bahan basah dengan nilai daya kunyah adalah positif, sedangkan korelasi kadar air dengan daya kunyah adalah negatif. Itu artinya semakin tinggi kadar protein bahan basah maka semakin tinggi nilai daya kunyah tahu, lalu semakin tinggi kadar air maka semakin rendah daya kunyah. Hal tersebut tampaknya diakibatkan oleh kadar air itu sendiri. Semakin tinggi kadar air maka semakin rendah daya kunyah, itu berarti semakin rendah juga kadar protein bahan basah tahu kelompok daya kunyah. Seperti yang telah disebutkan, kejadian itu disebabkan oleh kadar air, kadar air yang ikut dihitung memberikan kontribusi berat pada berat sampel. Dengan demikian protein pada tahu ikut hadir bersama-sama dengan kadar air, maka semakin tinggi kadar air menyebabkan kadar R = 0.692 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 2 4 6 8 10 12 14 C h e w in e ss k g Kadar Protein g100g bahan basah 62 protein semakin kecil, karena persentase kadar air pada berat bahan semakin besar, dan semakin besar kadar air maka akan semakin rendah daya kunyahnya. Hasil mentah korelasi Pearson kadar protein Kjeldahl bahan kering dengan tekstur baik untuk sampel elastisitas maupun sampel daya kunyah yang didapatkan dari program SPSS 13.0 disajikan pada Lampiran 23. Hasil analisis ragam kadar protein Kjeldahl bahan basah dapat dilihat pada Lampiran 24, sedangkan hasil mentah korelasi Pearson kadar protein Kjeldahl bahan basah dengan tekstur baiku untuk sampel elastisitas maupun sampel daya kunyah disajikan pada Lampiran 25. 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Tahu yang terdapat di pasar Indonesia, khususnya di wilayah Bogor, memiliki variasi dalam tekstur, khususnya elastisitas dan chewiness. Nilai elastisitas tahu di pasaran bervariasi dari 0.5964 hingga 0.9786 . Nilai daya kunyah tahu di pasaran bervariasi dari 0.7259 hingga 1.3413 kg. Untuk mengetahui penyebab sehingga tahu-tahu tersebut memiliki profil tekstur yang bervariasi, maka penelitian dilakukan untuk melihat kontribusi subunit protein serta rasio subunit protein terhadap nilai profil tekstur tahu komersial melalui metode elektroforesis SDS-PAGE. Kadar atau total protein terekstrak hasil dari metode pelarutan untuk tahu kelompok elastisitas berkisar antara 0.94 hingga 4.60 mg100mg. Total protein metode pelarutan untuk tahu kelompok daya kunyah berkisar antara 0.82 hingga 4.11 mg100mg. Total protein terekstrak tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat elastisitas yang ditunjukkan dengan nilai R yang rendah - 0.254 dan tidak signifikan pada p0.05. Namun total protein terekstrak justru memiliki korelasi yang signifikan yang ditunjukkan dengan nilai R yang cukup tinggi 0.882 dan signifikan pada p0.01. Ketebalan pita protein pada gel elektroforesis menggambarkan tingkat intentsitas dari protein dalam sampel. Semakin tebal pita protein maka semakin tinggi konsentrasi protein dalam sampel, begitu juga sebaliknya. Khusus untuk subunit α′ dan α, peneliti menggabungnya menjadi satu karena sulitnya memisahkan keduanya akibat kurang jelasnya pita protein yang terdapat pada gel. Dari gel elektroforesis didapatkan nilai persentase subunit-subunit protein. Untuk semua sampel baik tahu kelompok elastisitas maupun daya kunyah memiliki protein yang mayoritas berberat molekul 30-45 kDa atau dengan kata lain subunit protein mayoritasnya adalah subunit kelompok asam A 3 , A 1 , A 2 , A 4 . Lalu subunit 11S dari seluruh sampel jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan subunit 7S-nya. Untuk tahu kelompok elastisitas, semua subunit protein maupun rasio subunit protein tak satupun yang memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat elastisitas yang ditunjukkan dengan nilai R yang dapat dilihat pada Lampiran 15 dan tidak signifikan pada p0.05. Hasil berbeda dengan teori, seharusnya β-konglisinin 7S mempengaruhi tingkat elastisitas curd tahu. Kemudian untuk tahu kelompok daya kunyah, subunit protein α α memiliki korelasi positif yang cukup signifikan dengan nilai R yang cukup tinggi 0.833 dan signifikan pada p0.05. Artinya semakin banyak kandungan subunit protein α α subunit protein berberat molekul 60-80 kDa, maka semakin besar juga tingkat daya kunyah tahu. Untuk subunit β memiliki korelasi negatif yang cukup signifikan dengan nilai R yang cukup rendah dan signifikan pada p0.05. Itu berarti semakin banyak kandungan subunit β subunit protein berberat molekul 45-55 kDa maka semakin kecil tingkat daya kunyah tahu. Sedangkan untuk rasio Aβ terdapat korelasi positif yang signifikan yang ditunjukkan dengan nilai R tinggi 0.908 dan signifikan pada p0.01. Itu berarti semakin tinggi rasio Aβ, maka tahu akan semakin tinggi daya kunyahnya. Lalu untuk rasio Bβ terdapat korelasi positif yang signifikan yang ditunjukkan dengan nilai R yang cukup tinggi 0.809 dan signifikan pada p0.05. Dengan kata lain semakin tinggi rasio Bβ maka akan semakin tinggi daya kunyah tahu. Kadar protein Kjeldahl bahan basah untuk tahu kelompok elastisitas berkisar antara 5.94 hingga 11.54 g100g bahan basah. Kadar protein Kjeldahl bahan basah untuk tahu kelompok daya kunyah berkisar antara 5.91 hingga 12.45 g100g bahan basah. Kadar protein Kjeldahl bahan basah tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat elastisitas yang ditunjukkan dengan nilai R rendah 0.385 dan tidak signifikan pada p0.05. Sebaliknya, kadar protein Kjeldahl bahan basah 64 justru memiliki korelasi positif yang signifikan yang ditunjukukkan dengan nilai R 0.692 dan signifikan pada p0.05. Sampel bertipe silken baik silken, silken egg, maupun silken egg and shrimp memiliki kadar protein lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein dari tahu bertipe hard dan soft. Kadar protein Kjeldahl bahan kering untuk tahu kelompok elastisitas berkisar antara 49.03 hingga 56.54 g100g bahan kering. Kadar protein Kjeldahl bahan kering untuk tahu kelompok daya kunyah berkisar antara 49.03 hingga 54.33 g100g bahan kering. Kadar protein Kjeldahl bahan kering tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat elastisitas yang ditunjukkan dengan nilai R rendah 0.392 dan tidak signifikan pada p0.05. Begitu juga pada tahu kelompok daya kunyah yang kadar protein Kjeldahl bahan keringnya tidak memiliki korelasi signifikan yang ditunjukukkan dengan nilai R yang sangat rendah 0.085 dan tidak signifikan pada p0.05. Kadar air untuk tahu kelompok elastisitas berkisar antara 80.91 hingga 89.26 bb. Sedangkan kadar air untuk tahu kelompok daya kunyah berkisar antara 76.32 hingga 89.26 bb. Kadar air tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat elastisitas yang ditunjukkan dengan nilai R rendah - 0.306 dan tidak signifikan pada p0.05. Namun hal yang sebaliknya terjadi pada tingkat daya kunyah, kadar air memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan tingkat daya kunyah yang ditunjukkan dengan nilai R yang cukup rendah -0.666 dan signifikan pada p0.05. Tahu bertipe silken baik silken, silken egg, atau silken egg and shrimp memiliki kadar air yang tinggi. Sedangkan tahu bertipe hard dan soft memiliki kadar air yang rendah. Tahu tipe soft yang berkode 29 dan 46 memiliki kadar air yang berbeda nyata, tetapi nilai elastisitas dan daya kunyahnya tidak berbeda nyata pada p=0.05. Tahu tipe hard yang berkode 24 dan 17 memiliki kadar air yang berbeda nyata pada p=0.05. Nilai Elastisitas dari tahu berkode 24 0.9140 berbeda nyata dengan tahu berkode 17 0.8449 pada p=0.05. Hal yang sama juga terjadi pada nilai daya kunyah. Nilai daya kunyah tahu berkode 24 0.7516 kg berbeda nyata dengan tahu berkode 17 1.8724 kg pada p=0.05. Perbedaan-perbedaan hasil analisis korelasi subunit dan rasio subunit protein dengan tingkat elastisitas dan daya kunyah, dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi koagulasi, jenis koagulan dan kualitas kedelai saat pembuatan tahu oleh produsennya. Selain itu protein lain yang berasal telur dan udang kemungkinan juga menyebabkan hasil tidak sesuai dengan teori.

5.2 SARAN

Penelitian ini menggunakan tahu-tahu yang terdapat di pasaran yang ada di Indonesia, khususnya di wilayah Bogor. Tahu yang dipilih memiliki tipe yang bervariasi, yaitu silken, silken egg, silken egg and shrimp, hard dan soft. Maka dari itu diperlukan penelitian lanjutan yang mengelompokkan tahu sesuai dengan tipe-tipe tahu tersebut. Dengan demikian subunit protein tahu dapat dibandingkan dengan tingkat elastisitas dan daya kunyah sesuai dengan tipe tahunya. Selain itu, untuk tahu tipe silken egg dan silken egg and shrimp dibutuhkan juga penelitian lanjutan untuk memisahkan antara protein kedelai dengan protein dari telur dan udang. Dengan adanya pemisahan tersebut, maka dapat dilihat juga kadar protein yang berasal dari telur dan udang tersebut dan pengaruhnya terhadap tingkat elastisitas dan daya kunyah tahu. Untuk penelitian selanjutnya, diperlukan juga kunjungan ke pabrik pembuatan tahu-tahu yang terpilih dalam kelompok elastisitas dan daya kunyah, sehingga dapat diketahui bagaimana proses pembuatan tahu-tahu tersebut. Dengan demikian akan diketahui kondisi koagulasi baik suhu, pH, maupun perlakuan lainnya beserta dengan jenis koagulan dan bahan lain apa saja yang digunakan dalam pembuatan tahu oleh produsennya. Pada akhirnya dapat diketahui korelasi antara perbedaan kondisi koagulasi, perlakuan, jenis koagulan dan bahan lain yang ditambahkan terhadap tingkat elastisitas dan daya kunyah.