ANALISIS KADAR AIR HASIL DAN PEMBAHASAN

50 tidak signifikan pada p0.05 Gambar 14. Grafik korelasi kadar air dengan elastisitas Tabel 17 menunjukkan bahwa kadar air untuk sampel kelompok elastisitas berkisar antara 80.91 hingga 89.26 bb. Sampel berkode 12, 28, dan 31 tidak berbeda nyata pada p=0.05. Sampel 28 dan 31 bertipe sama, yaitu silken egg, sedangkan sambel 12 bertipe silken. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa tahu bertipe silken baik silken, silken egg, atau silken egg and shrimp memiliki kadar air yang tinggi, sedangkan tahu bertipe hard dan soft memiliki kadar air yang rendah. Hal ini disebabkan tahu bertipe silken memiliki matriks yang renggang sehingga air dapat terperangkap dalam jumlah yang lebih banyak. Sebaliknya tahu bertipe hard dan soft memiliki matriks curd yang lebih rapat sehingga menurunkan kemampuannya dalam menahan air, selain karena tahu tipe ini ditekan pada saat pembuatannya yang menyebabkan air dalam matriks curd keluar dan membuatnya menjadi lebih keras. Gambar 14 menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kadar air dengan tingkat keelastisitasan tahu yang ditunjukkan dengan nilai R yang rendah -0.306 dan tidak signifikan pada p0.05. Tingkat keelastisitasan merupakan jumlah pengembalian ke bentuk semula dari gaya deformasi atau tingkat di mana material yang dideformasi kembali ke kondisi sebelum dideformasi setelah gaya deformasi dihilangkan. Sedangkan kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu pangan antara gigi geraham untuk padat atau antara lidah dan langit-langit mulut untuk semi padat kepada pangan yang diberikan deformasi atau penetrasi Kramer dan Szczesniak, 1973. Dengan demikian elastisitas berbeda dengan kekerasan. Kekerasan pangan diketahui bila sampel pangan diberi gaya hingga berubah bentuk tapi tidak kembali ke kondisi semula, sebaliknya elastisitas pangan diketahui bila sampel pangan diberi gaya hingga berubah bentuk tapi kemudian kembali ke kondisi semula. Menurut Obatolu 2007, tahu dengan kekerasan tinggi memiliki kemampuan menahan air WHC yang rendah. Dengan kata lain, kadar air yang sedikit pada tahu yang diakibatkan rapatnya matriks tahu akan menyebabkan tahu menjadi keras dan butuh gaya deformasi yang sangat besar untuk membuatnya berubah bentuk. Kadar air yang tinggi pada tahu yang diakibatkan renggangnya matriks tahu, sehingga air mudah terperangkap, akan menyebabkan tahu tidak keras lunak dan hanya butuh gaya deformasi yang kecil untuk membuatnya berubah bentuk. R = -0.306 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 80 82 84 86 88 90 E la st is it a s Kadar Air 51 Hal yang terjadi pada kekerasan tersebut tidak terjadi pada keelastisitasan. Tahu dengan kadar air yang rendah belum tentu menjadi elastis ataupun tidak elastis. Begitu juga sebaliknya, tahu dengan kadar air yang tinggi belum tentu menjadi elastis ataupun tidak elastis. Dapat dilihat pada Tabel 17, sampel berkode 12 dengan kadar air 84.31 bb memiliki nilai elastisitas yang rendah 0.6770 . Sampel berkode 31 dengan kadar air 85.53 bb yang tidak berbeda nyata pada p=0.05 dengan kadar air sampel berkode 12, justru memiliki nilai elastisitas yang tinggi 0.9389 yang berbeda nyata pada p=0.05 dengan nilai elastisitas sampel berkode 12. Tabel 18. Data kadar air untuk sampel daya kunyah Kode Kadar Air Nilai Chewiness kg Tipe Tahu Jenis Koagulan Sampel bb 28 85.51 b 0.7259 gh Silken egg GDL, CaSO 4 34 88.20 g 0.7554 gh Silken egg and shrimp Tidak diketahui 33 86.07 c 0.8039 ghij Silken egg GDL, CaSO 4 36 89.26 h 0.8303 ghij Silken egg and shrimp Garam 42 86.85 d 0.8779 hij Silken egg Garam 32 86.19 c 0.9176 hijk Silken shrimp GDL, CaSO 4 31 85.53 b 0.9667 hijk Silken egg GDL, CaSO 4 40 87.28 e 1.0510 jk Silken egg Garam 43 87.98 f 1.1344 kl Silken egg Garam 29 76.32 a 1.3413 l Soft Garam Nilai pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda adalah berbeda signifikan pada p=0.05 Dapat dilihat pada Tabel 18 bahwa kadar air untuk sampel kelompok chewiness berkisar antara 76.32 hingga 89.26 bb. Sampel berkode 28 dan 31 tidak berbeda nyata pada p=0.05. Sampel berkode 33 dan 32 juga tidak berbeda nyata pada p=0.05. Sampel berkode 28, 31, dan 33 bertipe silken egg, sedangkan sampel berkode 32 bertipe silken shrimp. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat tahu bertipe silken baik silken egg, silken shrimp, maupun silken egg and shrimp, memiliki kadar air yang tinggi. Tahu bertipe soft justru memiliki kadar air yang rendah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada tahu kelompok elastisitas, hal ini disebabkan tahu bertipe silken memiliki matriks yang renggang sehingga air dapat terperangkap dalam jumlah yang lebih banyak. Sebaliknya tahu bertipe soft memiliki matriks curd yang lebih rapat sehingga menurunkan kemampuannya dalam menahan air. Hasil analisis ragam untuk melihat perbedaan nyata di antara tahu-tahu komersial baik untuk kelompok elastisitas maupun kelompok daya kunyah dapat dilihat pada Lampiran 18. Dapat dilihat pada Gambar 15 bahwa terdapat korelasi negatif yang cukup signifikan antara tingkat daya kunyah chewiness dengan kadar air yang ditunjukkan dengan R yang cukup rendah yaitu -0.666 dan signifikan pada p0.05. Chewiness atau daya kunyah adalah lamanya waktu atau jumlah dari kunyahan yang dibutuhkan untuk mengunyah pangan padat ke tahap yang siap untuk penelanan. Chewiness merupakan produk dari kekerasan, daya kohesif, dan elastisitas Kramer dan Szczesniak, 1973. 52 signifikan pada p0.05 Gambar 15. Grafik korelasi kadar air dengan chewiness Dengan demikian chewiness memiliki hubungan dengan kekerasan yang dipengaruhi oleh kadar air. Seperti yang telah dijelaskan oleh Fahmi 2010 yang menyatakan bahwa semakin tinggi kekerasan sampel dan semakin kompak struktur sampel tersebut akan membuat daya kunyahnya menjadi semakin tinggi. Selain itu menurut Obatolu 2007, tahu yang memiliki kekerasan yang tinggi memiliki kemampuan menahan air Water Holding Capacity yang rendah. Semakin tinggi kadar air curd, semakin rendah nilai kekerasan, kohesivitas, dan daya kunyah Karsono, 2010. Oleh sebab itu, tahu yang keras memiliki kadar air yang sedikit yang disebabkan oleh rapatnya matriks tahu. Tahu yang lunak memiliki kadar air yang banyak yang disebabkan oleh renggangnya matriks tahu sehingga dapat memerangkap air. Hal yang sama terjadi juga pada tingkat daya kunyah. Sehingga semakin rendah kadar air, maka semakin tinggi daya kunyah. Sebaliknya semakin tinggi kadar air, maka semakin rendah daya kunyah. Dengan kata lain, lama dan banyaknya kunyahan tahu yang memiliki kadar air yang rendah akan jauh lebih banyak dibandingkan dengan lama dan banyaknya kunyahan tahu yang memiliki kadar air yang tinggi. Perbedaan penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan, pengadukan yang dilakukan selama koagulasi, dan tekanan terhadap curd akan memberikan variasi tahu mulai dari keras hingga lunak dengan kandungan air berkisar antara 70 hingga 90 dan kandungan protein 5 hingga 16 berdasarkan berat basah Blazek, 2008. Dengan demikian kadar air yang terkandung dalam tahu juga dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi koagulan yang digunakan pada saat koagulasi pembuatan tahu oleh produsennya. Amat disayangkan karena informasi mengenai jenis koagulan yang digunakan pada pembuatan tahu-tahu yang diteliti, tidak semuanya tercantum dengan jelas pada kemasan tahu-tahu tersebut seperti yang tertera pada Tabel 7 atau Tabel 8. Menurut Fahmi 2010, curd dari koagulan CaSO 4 .2H 2 O memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan curd dari koagulan CH 3 COOH. Trisna 2011 menyatakan bahwa pengaruh konsentrasi GDL Glucono Delta Lactone terhadap kadar air curd menjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi koagulan menyebabkan penurunan kadar air curd. Selain itu, kadar air juga dipengaruhi oleh kondisi koagulasi saat pembuatan tahu seperti temperatur koagulasi. Curd yang dihasilkan melalui koagulasi pada suhu awal 63 o C memiliki kandungan air yang lebih tinggi R = -0.666 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 74 76 78 80 82 84 86 88 90 Ch e w in e ss k g Kadar Air 53 dibandingkan curd yang dihasilkan pada suhu awal 83 o C Karsono, 2010. Hasil mentah korelasi Pearson yang didapatkan dari program SPSS 13.0 baik untuk sampel elastisitas maupun sampel daya kunyah dapat dilihat pada Lampiran 19. Tabel 19. Perbandingan kadar air tahu jenis firm Kode Tipe Tahu Jenis Koagulan Kadar Air bb Nilai Elastisitas Nilai Chewiness kg Sampel 29 Soft Garam 76.32 a 0.9347 hijk 1.3413 l 46 Soft Garam 80.91 c 0.9786 k 1.1331 kl 24 Hard Garam 82.94 d 0.9140 hijk 0.7516 gh 17 Hard Tidak diketahui 80.16 b 0.8449 efg 1.8724 no Nilai pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda adalah berbeda signifikan pada p=0.05 Tabel 19 menunjukkan bahwa tahu tipe soft yang berkode 29 dan 46 memiliki kadar air yang berbeda nyata pada p=0.05. Nilai elastisitas dari keduanya tidak berbeda nyata pada p=0.05, begitu juga dengan nilai daya kunyahnya. Dari jenis koagulan yang dipakai untuk memproduksi kedua tahu tersebut diketahui bahwa koagulan yang digunakan adalah koagulan jenis garam. Tampaknya perbedaan jenis koagulan garam yang dipakai juga bertanggung jawab akan perbedaan kadar air tahu. Nilai kadar air juga dipengaruhi oleh kondisi koagulasi dan penekanan. Penekanan yang lebih keras dan lama umumnya akan menghasilkan tahu yang kadar airnya jauh lebih rendah, karena penekanan menyebabkan air yang terdapat di dalam tahu terbuang dan menyebabkan matriks curd menjadi lebih rapat sehingga menurunkan kemampuannya dalam menahan air. εerek tahu berkode 2λ adalah ―Gemelli Tahu Bandung Kunyit Padat Halus‖, sedangkan merek tahu berkode 46 adalah ―Gemelli Tahu Potong Kunyit Halus‖. Berdasarkan keterangan yang terdapat pada label, tahu berkode 29 menyatakan bahwa tahu tersebut padat dan halus, dengan demikian tahu tersebut lebih padat dibandingkan dengan tahu berkode 46. Itu artinya tahu berkode 29 mengalami penekanan yang lebih tinggi dan lebih lama dibandingkan dengan tahu berkode 46, untuk mendapatkan tekstur yang padat. Hal inilah yang menyebabkan tahu berkode 29 memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan tahu berkode 46. Nilai daya kunyah untuk tahu berkode 29 juga sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahu berkode 46, walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini dikarena semakin padat tahu, maka kekerasan akan menjadi lebih tinggi, sehingga dibutuhkan kunyahan yang banyak jumlahnya untuk mengubahnya menjadi bentuk yang kecil-kecil sebelum ditelan. Selain itu semakin rendah kadar air juga akan menyebabkan nilai daya kunyah semakin tinggi, sesuai dengan hasil yang dijelaskan sebelumnya dari Gambar 15. Dapat dilihat pada Tabel 19, tahu tipe hard yang berkode 24 dan 17 memiliki kadar air yang berbeda nyata pada p=0.05. Nilai Elastisitas dari tahu berkode 24 0.9140 berbeda nyata dengan tahu berkode 17 0.8449 pada p=0.05. Hal yang sama juga terjadi pada nilai daya kunyah. Nilai daya kunyah tahu berkode 24 0.7516 kg berbeda nyata dengan tahu berkode 17 1.8724 kg pada p=0.05. Dari jenis koagulan yang dipakai untuk memproduksi kedua tahu tersebut diketahui bahwa koagulan yang digunakan untuk tahu berkode 24 adalah garam, sedangkan untuk tahu berkode 17 koagulannya tidak diketahui. Dengan demikian perbedaan dari segi kadar air, nilai elastisitas dan nilai daya kunyah dapat disebabkan oleh jenis koagulan yang dipakai. Selain itu kondisi koagulasi serta besar tekanan dan lama penekanan juga mempengaruhi perbedaan-perbedaan tersebut. Nilai daya kunyah untuk tahu berkode 24 lebih rendah dibandingkan dengan tahu berkode 17, juga disebabkan 54 oleh kadar air. Kadar air tahu berkode 24 lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air tahu berkode 17. Hal ini juga sesuai dengan hasil yang dijelaskan sebelumnya dari Gambar 15. Hasil analisis ragam untuk kadar air keempat sampel tersebut disajikan pada Lampiran 20.

4.6 ANALISIS KADAR PROTEIN METODE KJELDAHL

Salah satu yang diteliti untuk mengetahui penyebab terdapatnya perbedaan nilai elastisitas dan daya kunyah pada tahu-tahu komersial adalah kadar proteinnya. Analisis kadar protein menggunakan metode Kjeldhal ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara kadar protein total dengan nilai elastisitas dan daya kunyah pada tahu komersial. Metode Kjeldahl mengukur kandungan nitrogen dalam sampel. Kandungan protein dapat dikalkulasi dengan mengasumsi rasio protein untuk pangan spesifik yang dianalisis Chang, 2003. Metode Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian: 1 penghancurandigestion, 2 destilasi, dan 3 titrasi. Pada tahap penghancuran, nitrogen organik diubah menjadi ammonium dengan kehadiran katalis pada suhu sekitar 370 o C. Pada tahap destilasi sampel yang telah dihancurkan dibuat basa dengan menggunakan NaOH dan nitrogen didestilasi sebagai NH 3 . Senyawa NH 3 kemudian dijerat dalam larutan asam borat. Jumlah dari nitrogen ammonia dalam larutan ini dihitung melalui titrasi dengan larutan HCl standar Chang 2003. Hasil analisis protein metode Kjeldahl dapat dilihat pada Lampiran 21. Hasil analisis kadar protein kelompok tahu elastisitas dapat dilihat pada Tabel 20. Dapat dilihat pada Tabel 20 nilai kadar protein untuk tahu kelompok elastisitas berkisar antara 49.03 hingga 56.54 g100g bahan kering. Sampel berkode 1, 12, 28 dan 31 memiliki kadar protein yang tidak berbeda nyata pada p=0.05. Sampel berkode 6, 13, 24, dan 36 memiliki kadar protein yang tidak berbeda nyata pada p=0.05. Sampel berkode 19, 24, 36 dan 46 memiliki kadar protein yang tidak berbeda nyata pada p=0.05. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa tahu soft memiliki kadar protein berdasarkan berat kering yang paling tinggi, namun tidak untuk tahu hard. Tahu tipe hard kadar protein berdasarkan berat keringnya masih lebih rendah dibandingkan dengan tahu tipe silken berkode 19. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi koagulasi yang berbeda dan jenis koagulan yang berbeda. Tahu tipe hard yang berkode 24 menggunakan koagulan jenis garam, sedangkan tahu silken berkode 19 menggunakan koagulan GDL, CaSO 4 , dan MgCl 2 . Hal ini membuat perbedaan kadar protein yang berhasil dikoagulasikan, sehingga menyebabkan kadar protein untuk tahu tipe hard berdasarkan berat kering menjadi lebih rendah dibandingkan tahu bertipe silken. Tahu tipe silken tidak hanya dibuat dengan memakai koagulan jenis lakton, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tahu tipe silken juga dapat dibuat dengan menggunakan koagulan tipe nigari dan kalsium sulfat, begitu juga dengan tipe hard yang dapat memakai koagulan tipe lakton serta kalsium sulfat. Jadi untuk kasus tahu silken dan tahu firm yang memakai koagulan yang sama, hal yang membuat terjadinya perbedaan tekstur hanyalah variasi kondisi koagulasi, dan khusus untuk tahu tipe firm hard atau soft adanya aplikasi penekanan. Berdasarkan berat basah, nilai kadar protein untuk tahu kelompok elastisitas yang dapat dilihat pada Tabel 20 berkisar antara 5.87 hingga 11.08 g100g bahan basah. Sampel berkode 12, 13, 28 dan 31 memiliki kadar protein yang tidak berbeda nyata pada p=0.05.Dapat dilihat juga pada tabel tersebut bahwa sampel bertipe silken baik silken, silken egg, maupun silken egg and shrimp memiliki kadar protein di bawah kadar protein dari tahu bertipe hard dan soft. Kadar protein tahu bertipe hard dan soft merupakan yang tertinggi karena tahu tersebut mengalami penekanan saat pembuatannya oleh produsennya. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapatkan dari metode pelarutan 55 protein. Total protein tertinggi justru terdapat pada tahu tipe silken, sedangkan tahu bertipe hard dan soft total proteinnya berada di bawahnya. Hal ini disebabkan oleh tidak sepenuhnya protein tahu yang dianalisis berhasil diekstrak, akibat tertahan oleh matriks tahu. Di atas itu semua, kadar protein bahan basah ini kemungkinan masih terdapat pengaruh kadar air. Tabel 20. Data kadar protein metode Kjeldahl untuk sampel elastisitas Kode Sampel Kadar Protein g100g bahan kering Kadar Protein g100g bahan basah Total Protein mg100mg Nilai Elastisitas Tipe Tahu Jenis Koagulan 1 49.52 a 5.94 a 2.95 0.5964 a Silken GDL, Garam 6 52.73 b 8.34 d 1.92 0.6770 bcd silken egg GDL, Garam 12 49.94 a 7.11 b 3.30 0.7361 d Silken GDL. Garam 13 52.88 b 7.01 b 4.60 0.8161 e Silken GDL, CaSO 4 , MgCl 2 19 56.14 c 7.75 c 4.38 0.8729 efgh Silken GDL, CaSO 4 , MgCl 2 24 53.91 bc 9.59 e 2.73 0.9140 hijk Hard Garam 28 49.03 a 7.04 b 1.53 0.9320 hijk Silken egg GDL, CaSO 4 31 49.41 a 7.19 b 1.00 0.9389 ijk Silken egg GDL, CaSO 4 36 54.33 bc 5.87 a 0.94 0.9479 ijk Silken egg and shrimp Garam 46 56.54 c 11.08 f 3.15 0.9786 k Soft Garam Nilai pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda adalah berbeda signifikan pada p=0.05 Menurut Chang 2006, tekanan dan durasi penekanan akan mempengaruhi kandungan air, hasil dan tekstur dari tahu. Gandhi dan Bourne 1988 menunjukkan bahwa ketika penekanan ditingkatkan dari 4.79 ke 19.1 gcm 2 , kandungan air dari tahu menurun dari 82 hingga 60 dan hasil menurun dari 2.0 kg hingga 1.2 kg per kg seluruh kedelai kering. Dengan kata lain tahu yang ditekan dengan tekanan dan durasi tertentu akan membuat proteinnya semakin terkonsentrasi, walaupun produk yang didapat lebih sedikit dibandingkan bila tidak ditekan akibat terbuangnya whey tahu selama penekanan. Dengan demikian ± 240 mg tahu hard dan soft yang diambil untuk pengukuran kadar nitrogennya, akan memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan ± 240 mg tahu silken. Hal ini dikarenakan kadar air yang dimiliki oleh tahu silken, kontribusinya dalam ± 240 mg lebih besar dibandingkan dengan kontribusi kadar air tahu hard atau soft. Sebaliknya kontribusi kadar protein tahu silken dalam ± 240 mg lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi kadar protein tahu hard dan soft. Hal ini khusus untuk kadar protein berdasarkan bahan basah. Data kadar protein berdasarkan bahan basah ini masih dipengaruhi oleh kadar air. Kadar protein bisa juga dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi koagulan. Seperti yang dijelaskan oleh Blazek 2008, perbedaan penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan, pengadukan yang dilakukan selama koagulasi, dan tekanan terhadap curd akan memberikan variasi tahu mulai dari keras hingga lunak dengan kandungan air berkisar antara 70 hingga 90 dan kandungan protein 5 hingga 16 berdasarkan berat basah. Menurut Fahmi 2010, protein yang terkoagulasi menggunakan koagulan CaSO 4 .2H 2 O membentuk matriks curd dengan kandungan protein yang lebih rendah