ini sangat penting untuk dilakukan. Sumber pendanaan tidak hanya berasal dari bantuan-bantuan pemerintah, tetapi dapat bersumber dari bantuan pihak swasta
dan lembaga-lambaga pendaanaan serta sumber-sumber dana yang bersifat hibah dari berbagai pihak yang memiliki kepedulian.
Disamping itu, suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah bagaimana mengurangi intervensi pendanaan dari luar yang dapat memberatkan
masyarakat, dengan jalan mengembangkan sumberdaya yang bersumber dari potensi lokal untuk menciptakan sumber pendanaan bagi masyarakat. Dengan
demikian maka, masyarakat lokal akan memiliki kontrol yang kuat terhadap sumberdaya Agrawal dan Gibson, 1999 yang terdapat di kawasan tersebut.
Dukungan lainnya yang juga sangat penting adalah kegiatan penelitian dan pengembangan. Hal ini dilakukan untuk menemukan pemecahan terhadap
masalah yang dihadapi oleh masyarakat lokal dan pihak-pihak lainnya yang terlibat langsung didalam kegiatan pariwisata. Keterbatasan yang mereka miliki
dalam kaitan ini, harus dilakukan oleh pihak lain yang lebih berkompeten dan memiliki kemampuan yang tepat. Dalam hal ini, perah pihak lainnya seperti
Perguruan Tinggi, lembaga-lembaga penelitian dan pengkajian yang ada baik di daerah maupun pusat sangat diperlukan. Dengan demikian maka upaya untuk
membangun sinergi dengan memadukan kekuatan yang berbeda yang dimiliki oleh masing-masing pihak dapat tercipta, dan upaya untuk mebangun pariwisata
berbasis masyarakat dapat diwujudkan.
5.5.4. Analisis Peran Stakeholder Dalam Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat
Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, seperti telah dikemukakan sebelumnya, menuntut adanya peranserta atau partisipasi semua pihak secara
luas. Partisipasi merupakan suatu proses dimana berbagai pihak stakeholders bersama-sama memberi pengaruh dan pengawasan terhadap inisiatif
pembangunan, pengambilan keputusan, dan pemanfaatan sumberdaya yang memberikan pengaruh kepada kehidupan mereka World Bank, 1996 dalam Karl,
2000. Untuk melihat posisi serta peran masyarakat lokal dan berbagai stakeholder lainnya dalam kegiatan pariwisata dilakukan analisis stakeholder
dengan menggunakan mekanisme seperti yang disarankan oleh Rietbergen- McCracken dan Narayan 1998.
Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok yang dilakukan dengan masyarakat di kawasan wisata Tanjungkarang Pusentasi ditetapkan
beberapa pihak yang merupakan stakeholder kunci dalam pengembangan kegiatan pariwisata di wilayah ini. Para pihak yang tergali didalam kegiatan
wawancara kemudian diklarifikasi dan dikelompokan kedalam beberapa kelompok stakeholder ketika dilakukan diskusi kelompok terfokus. Melalui
proses tersebut diperoleh beberapa kelompok stakeholder Tabel 37 yaitu masyarakat lokal, pengusaha pariwisata, pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, dan lembaga-lembaga lokal masyarakat yang terdapat di kawasan wisata Tanjungkarang Pusentasi.
Kelompok masyarakat
lokal mewakili
kepentingan-kepentingan masyarakat lokal di kawasan ini baik yang memiliki aktifitas berkaitan dengan
pariwisata maupun yang tidak berhubungan ataupun berhubungan langsung dengan pariwisata seperti yang diuraikan pada pembahasan sebelumnya.
Sementara kelompok pengusaha wisata sebagai stakeholder utama, disamping masyarakat lokal, mewakili pemilik penginapan dan cottage, serta biro perjalanan
yang berasal dari kota Donggala dan Palu. Kelompok pemerintah terdiri atas Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala serta Pemerintah Desa dan Kelurahan
yang terdapat di wilayah ini. Kelompok LSMKSM terdiri dari lembaga non- profit yang berasal dari Donggala dan Palu yang memiliki aktifitas di Kawasan
Wisata Tanjungkarang Pusentasi, dan kelompok swadaya masyarakat untuk kepentingan pariwisata. Sementara yang terakhir adalah kelompok organisasi
masyarakat lokal yang masih aktif terdiri atas kelompok tani dan nelayan, PKK, kelompok arisan, kelompok pengajian, dan lembaga adat. Hasil identifikasi
kepentingan dan pengaruh kegiatan pariwisata terhadap kepentingan kelompok- kelompok stakeholder tersebut dikemukakan pada Tabel 37.
Tabel 37
. Identifikasi kepentingan dan pengaruh pariwisata terhadap kepentingan
stakeholder di Kawasan Wisata Tanjungkarang-Pusentasi saat ini diadopsi dari Rietbergen-McCracken dan Narayan,1998.
Pihak yang berkepentingan
stakeholders Kepentingan
interest Efek pariwisata
terhadap interest Masyarakat lokal
- Membuka kesempatan kerja - Menambah pendapatan
- Menjual hasil usaha pertanian, perikanan, dan kerajinan
- Perlindungan terhadap kebudayaan lokal
+ +
+- -
Pengusaha pariwisata - Peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan - Pengembangan usaha
+ +
Pemerintah Dinas Pariwisata
- Pengaturan obyek wisata - Pemberian izin dan pengawasan
usaha pariwisata - Peningkatan jumlah pemasukan
dari retribusi usaha pariwisata +
+ +
Pemerintah Desa Kelurahan
Pembangunan desakelurahan +-
LSMKSM - Perlindungan potensi alam dan
budaya - Perbaikan lingkungan
+- +-
Lembaga Lokal Kelompok tani dan
nelayan Pemasaran hasil pertanian dan
perikanan -
Karang Taruna Pengembangan SDM pemuda
- PKK-Dasa Wisma
Keindahan lingkungan desa -
Kelompok Arisan Pengembangan modal usaha
+- Kelompok Pengajian Kepentingan sosio-religius
- Lembaga Adat
Kepentingan sosial budaya -
Berdasarkan informasi yang dikemukakan pada Tabel 37, terlihat bahwa terdapat berbagai kepentingan yang diharapkan oleh para stakeholder dapat
terpenuhi + melalui kegiatan pariwisata yang berlangsung saat ini. Bagi masyarakat lokal, kegiatan pariwisata dapat memenuhi + kepentingan mereka
untuk mendapatkan pekerjaan dan menambah pendapatan tetapi belum dapat sepenuhnya memenuhi +- kepentingan mereka untuk menjual hasil pertanian
dan perikanan. Disamping itu, kegiatan pariwisata saat ini belum dapat memenuhi - kepentingan masyarakat lokal dalam mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaan lokal. Sedangkan kepentingan pengusaha
pariwisata, seperti yang terungkap dalam wawancara yang dilakukan, adalah meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan berkembangnya usaha yang
mereka jalankan. Dikemukakan bahwa kegiatan pariwisata yang berlangsung saat ini dapat memenuhi + kepentingan mereka untuk mengembangkan usaha.
Pemerintah sebagai pemegang kendali kebijakan memegang peranan yang penting didalam mengembangkan kegiatan pariwisata di wilayah ini. Dinas
pariwisata sebagai instansi yang diberi kepercayaan untuk menjalankan fungsi tersebut memiliki beberapa kepentingan dalam kegiatan pariwisata di wilayah
penelitian. Kepentingan-kepentingan tersebut adalah pengaturan obyek wisata, pemberian izin dan pengawasan usaha pariwisata, dan peningkatan jumlah
pemasukan dari retribusi usaha pariwisata. Dari wawancara yang dilakukan dengan asparat pemerintahan pada tingkat kabupaten diperoleh informasi bahwa
kepentingan mereka dapat terlaksana + dengan baik di kawasan wisata ini. Sedangkan pemerintah pada tingkat desa dan kelurahan mengharapkan adanya
kemajuan bagi wilayahnya sebagai akibat dari berkembangnya pariwisata. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terlihat bahwa kepentingan
pemerintahan pada level bawah ini tidak dapat tepenuhi sepenuhnya +-. Hal ini disebabkan karena mereka tidak sepenuhnya memiliki wewenang untuk
mengatur dan mengambil keputusan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata.
Bagi lembaga swadaya masyarakatkelompok swadaya masyarakat, kegiatan pariwisata yang berlangsung saat ini belum sepenuhnya +- memenuhi
kepentingan mereka sebagai kelompoklembaga yang memperjuangkan perlindungan terhadap potensi sumberdaya alam dan budaya, serta perbaikan
lingkungan. Menurut mereka, konsep pengelolaan pariwisata yang ada selama ini masih belum memberikan peran yang luas bagi semua stakeholder untuk
banyak berperan, termasuk lembagakelompok swadaya masyarakat sebagai kelompok yang berupaya untuk memediasi peran masyarakat dalam setiap proses
pengembangan pariwisata. Demikian pula halnya dengan lembaga masyarakat lokal yang terdapat di wilayah penelitian. Seluruh lembaga masyarakat lokal
tersebut, seperti terlihat pada tabel diatas menyatakan bahwa kepentingan- kepentingan mereka belum terpenuhi - melalui kegiatan pariwisata yang
berlangsung saat ini. Hal ini terjadi karena dalam proses pengembangan pariwisata belum menempatkan masyarakat lokal dan kelembagaan yang terdapat
didalam masyarakat sebagai subyek, tetapi masih diposisikan sebagai obyek dalam setiap proses pengembangan pariwisata. Padahal keberhasilan kegiatan
pengelolaan sumberdaya alam, dimana pariwisata sebagai salahsatu bentuk pemanfaatan tersebut, sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat Damanik
dan Weber, 2006 dan institusi lokal Uphoff, 1987 dalam Brandon, 1993 ; Rasmunsen dan Meinzen-Dick, 1995 ; Selman, 2001 ; Damanik dan Weber,
2006 yang terdapat didalamnya. Meskipun secara eksplisit terlihat bahwa terdapat perbedaan kepentingan
pada masing-masing kelompok stakeholder tersebut, namun sebenarnya terdapat kaitan yang sangat erat antar masing-masing kepentingan yang berbeda tersebut
jika dikaitkan dengan upaya pengembangan kegiatan pariwisata. Kepentingan pengusaha pariwisata dalam upaya meningkatkan jumlah wisatawan dapat
memberikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan melalui keikutsertaan dalam kegiatan usaha penunjang pariwisata, memberikan pengaruh
terhadap peningkatan jumlah pemasukan dari retribusi usaha pariwisata bagi pemerintah, serta hubungan-hubungan atar kepentingan stakeholder yang lainnya.
Tetapi disisi lain, peluang untuk terjadinya benturan antar kepentingan berbagai stakeholder tersebut juga memungkinkan terjadi. Sebagai contoh
misalnya, pengembangan usaha yang dilakukan oleh pengusaha pariwisata dapat pula menjadi masalah bagi masyarakat lokal, jika upaya pengembangan usaha
tersebut lebih dititik beratkan pada ekspansi usaha ke wilayah usaha yang selama ini dapat dilakukan oleh masyarakat. Pengalaman yang terjadi di Tanjungkarang,
berdasarkan informasi masyarakat, pada tahun 1990an pengusaha yang memiliki penginapan dan cottage masih membagi peran dengan masyarakat lokal dalam
pelayanan kepada wisatawan. Saat itu pihak pengusaha hanya menyediakan penginapan, sementara untuk pelayanan konsumsi diserahkan kepada masyarakat
dibawah pengawasan pengusaha terutama yang berkaitan dengan kebersihannya. Namun, peran tersebut sejak beberapa tahun terakhir tidak lagi dimiliki oleh
masyarakat lokal. Disamping dapat menggeser peran masyarakat lokal, pengembangan usaha yang dilakukan oleh pengusaha pariwisata dapat pula
mengurangi atau bahkan menghilangkan akses masyarakat terhadap sumberdaya alam, dan mengancam hak kepemilikan masyarakat, seperti yang menjadi
kekhawatiran mereka selama ini. Berkaitan dengan keadaan yang diuraikan dimuka, maka analisis terhadap
kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder terhadap kegiatan pariwisata berbasis masyarakat sangat diperlukan untuk memberi arahan bagi
pengembangan peran masing-masing stakeholder tersebut. Hal ini merupakan bagian yang sangat penting didalam memulai proses pengelolaan pariwisata
berbasis masyarakat, seperti yang digambarkan pada skema pengelolaan Gambar 9, terutama pada tahapan pertama dari proses pengelolaan. Oleh karena itu,
penguraian peran masyarakat dan berbagai stakeholder lainnya secara detail baru dapat dilakukan setelah semua pihak tersebut melakukan penggalian assessment
secara bersama-sama pada tahapan tersebut.
87
Pengembangan pengetahuan dan kesadaran tentang pariwisata ramah
lingkungan Mengidentifikasi elemen-elemen penting
untuk penyusunan pedoman dan aturan pelaksanaan pariwisata berbasis
masyarakat Mengidentifikasi hubungan antar
stakeholder Iventarisasi peran,
pengalaman, perhatian, dan harapan masing-masing
stakeholder, serta hal-hal yang berkaitan dengan
pengembangan produk
Prengembangan program dan produk wisata
Pengembangan infrastruktur dan pelayanan wisata
Pengembangan mekanisme dan aturan pengelolaan
Produk wisata, pelayanan wisata dan implementasi
program Kesiapan sistem dan
mekanisme pengelolaan serta evaluasi hasil
1 TAHAP
ASSESSMENT DAN PENGORGANISASIAN
MASYARAKAT
2 PERENCANAAN
DAN PERSIAPAN 3
TAHAP PELASANAAN
DAN PENDAMPINGAN
4 TAHAP
MONITORING DAN EVALUASI
Publikasi dan pemasaran
Inventarisasi sumberdaya
pariwisata Dalam konteks
pengembangan masyarakat dan
wilayah yang luas
Dukungan kebijakan
Pemda Jaringan
kerjasama dan kemitraan
Pendidikan dan pelatihan
Bantuan pendanaan
Penelitian dan pengembangan
Gambar 9. Skema konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi Diadaptasi dari Pinel, 1999
DAFTAR PUSTAKA
Adhikari, J. R. 2001. Community-based Natural Resource Management in Nepal with Reference to Community Forestry : A Gender Perspective. A Journal
of the Environment. 67 : 9 – 12.
Adiputro, B. S. 1999. Persepsi dan Prilaku Masyarakat Sehubungan Dengan Pencemaran Lingkungan dan Sungai. Studi Kasus Ciliwung di Kelurahan
Bukit Duri, Jakarta Selatan. Jurnal Lingkungan Pembangunan, 192:108-119.
Agrawal, A dan C. C. Gibson. 1999. Enchantment and Disenchantment : The Role of Community ini Natural Resource Conservation. World
Development. 274 : 629 – 649.
Agusniatih, A. 2002. Kajian Pengembangan Kawasan Wisata dan Pengaruhnya Pada Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Teluk Palu Propinsi
Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Allmendinger, P. 2002. Towards A Post-Positivist Typology of Planning Theory.
In Planning Theory. 1 1: 77 – 99. SAGE Publications. London.
APEIS-RISPO. 2003a. Good practices for Community-based Tourism in Rinjani National Park, Indonesia. Asia-Pacific Environmental Innovation
Strategies. Research on Innovative and Strategic Policy Options. http:www.iges.or.jpAPEISRISPOinventorydbpdf0030.pdf
[2 Mei 2007]
APEIS-RISPO. 2003b. Community-based Tourism at Gunung Gede Pangrango National Park, Indonesia. Asia-Pacific Environmental Innovation
Strategies. Research on Innovative and Strategic Policy Options. http:www.iges.or.jpAPEISRISPOinventorydbpdf0029.pdf
[2 Mei 2007]
Ashley, C., C. Boyd and H. Goodwin. 2000. Pro-Poor Tourism : Putting Poverty At the Hearth of the Tourism Agenda. Natural Resource Perspectives.
Overseas Development
Institute. Number
52, March
2000. http:www.odi.org.uknrp51.html
[27 April 2007] Bappeda Kabupaten Donggala. 1999. Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW
Kabupaten Donggala Tahun 1999-2009. Laporan Akhir. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Donggala.
Behr, C., G. Lamb, A. Miller, S. Sadowske and R. Shaffer. 1995. Building Community Based Initiatives in Rural Coastal Communities. Center for
Community Economic Development. University of Wisconsin-Extention. Staff Paper 95.2.
http:www.aae.wisc.educced952.pdf [24 Pebruari
2007].
Brandon, K. 1993. Langkah-langkah Dasar Untuk Mendorong Partisipasi Lokal Dalam Proyek-proyek Wisata Alam. Dalam K. Lindberg dan D. E.
Hawkins [Editor]. Ekoturisme : Petunjuk Untuk Perencana dan Pengelola. Private Agencies Collaborating Together PACT dan Yayasan Alam
Mitra Indonesia ALAMI, penerjemah. The Ecotourism Society. North Bennington, Vermont.
Campbell, J. 2002. A Critical Appraisal of Participatory Method in Development Research. Int. J. Social Research Methodology. 51 : 19 - 29.
Carr, D. S., Steven W. Selin and Michael A. Schuett. 1998. Managing Public Forests : Understanding the Role of Collaborative Planning.
Environmental Management. 225 : 767 – 776.
Cooper, C., J. Fletcher, D. Gilbert and S. Wanhill. 1999. Tourism Principles and Practice. Second Edition. Addison Wesley Longman Publishing. New
York. Damanik, J dan H. F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke
Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta. Danim, S. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatf. Penerbit Pustaka Setia. Bandung.
Decrop, A. 1999. Triangulation in Qualitative Tourism Research. Tourism
Management 20: 157 – 161.
Denscombe, M. 1998. The Good Research Guide : For Small Scale Social Research Projects. Open University Press. Buckingham-Philadelphia.
Disparsenibud Donggala. 2002. Program dan Kegiatan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Donggala. Bahan Rapat Sinkronisasi Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sulawesi Tengah dengan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya KabupatenKota se Sulawesi Tengah, tanggal
22 April 2002.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Donggala. 2002. Profil Perikanan dan Kelautan Kabupaten Donggala. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Donggala. Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Tengah. 2003. Penyususnan Tata Ruang
Pesisir dan Pula-pulau Kecil di Kabupaten Donggala dan Banggai Propinsi Sulawesi Tengah. Laporan Akhir. Sarana Antar Nusa Perekayasa
Consultants. Jakarta.
Doe, S. R. dan M. S. Khan. 2004. The boundaries and limits of community management: Lessons from the water sector in Ghana. Community
Development Journal. 394 : 360 – 371.
Dowling, R. K.. 1998. Ecotourism in Southeast Asia: Appropriate Tourism or Environmental Appropriation?. Paper Presented at Third International
Conference on Tourism and Hotel Industry in Indo-China Southeast Asia: Development, Marketing, and Sustainability. June 1998.
http:www.hotel- online.comTrendsAsiaPacificJournalJuly98_EcotourismSoutheastAsia.
html [19 Maret 2007].
Forgus, R.H. dan L. E. Melamed. 1976. Perception A Cognitive Stage Approach. McGraw Hill Book Company.
Flyman, M. V. 2002. Towards Developing A Community-based Natural Resources Assesssment System. Gumare-Qangwa Workshop Report.
Agency for Cooperation and Researh in Development. Bostwana.
Frank, F dan A. Smith. 1999. The Community Development Handbook : A Tool to Build Community Capacity. Human Resources Development. Minister
of Public
Works and
Government Services.
Canada. http:www.hrsdc.gc.caenepbsidciacomm_devecdhbooke.pdf
[26 Januari 2007]
Garrot, B. 2003. Local Participation in the Planning and Management of Ecotourism : A Revised Model Approach. Journal of Ecotourism. 21 :
33 –53.
Garrod, B., R. Wornell, and R Youell. 2006. Re-conceptualising Rural Resources As Countryside Capital : the Case of Rural Tourism. Journal of Rural
Studies 22 : 117 – 128.
Godde, P. 1998. Community-based Mountain Tourism : Practices for Linking Conservation with Enterprise. Synthesis of an Electronic Conference of
The Mountain
Forum, 13
April – May 18, 1998.
http:www.mtnforum.orgresourceslibrarycbmt_txt.pdf [30
April 2004].
Hall, C. M. 2000. Tourism Planning: Policies, Processes and Relationships. Prentice Hall.
Harris, G and D. Vogel. 2004. E-Commerce for Community-based Tourism in Developing Countries.
http:rogharris.orge-CBT.pdf [30 April 2004].
Huguinen, R., B. Musso, J. Tait and S. Herbert. 2000. Community-based Planning for Natural Resource Management : Learning from Experience
and Communicating the Lesson. International Landcare. Queensland.
Illahi, A. K. 2000. Analisis Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Penerapan Teknik-teknik Konservasi Tanah dan Air di DAS Gimanuk Hulu, Jawa
Barat. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Indonesia Culture and Tourism. 2003. Kunjungan Wisatawan Mancanegara
Wisman dan Perolehan Devisa Dari Tahun 1969 sampai 2003. http:www.indonesiatourism.go.idstatistik.html
[4 Mei 2004]. Innes, J. E. 1996. Planning Through Consensus Building : A New View of the
Comprehensive Planning Ideal. Journal of the American Planning Association. 624 : 460
– 472. International Council on Local Environmental Initiative. 1999. Sustainable
Tourism : A Local Authority Perspective. Background Paper No. 3. Commision on Sustainable Development, Seventh Session 19-30 April
1999. Department of Economic and Social Affair. New York.
International Institute of Rural Reconstruction. 1998. Participatory Methods in Community-based Coastal Resource Management. International Institute
of Rural Reconstruction, Silang, Cavite, Philippines. Karl, M. 2000. Monitoring and Evaluating Stakeholder Participation in
Agriculture and Rural Development Projects : A Literature review. FAO. http:www.fao.orgsdPPdirectPPre0074.htm
[9 Januari 2007]. Lahandu, J. 2007. Analisis Kebijakan Pengelolaan Akses Sumberdaya Alam oleh
Masyarakat Kaili di Taman Hutan Raya TAHURA Sulawesi Tengah. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Laurence, K. 1994. Sustainable Tourism Development. In M. Munasinghe and J. McNeely [Editors]. Protected Area Economic and Policy : Lingking
Conservation and Sustainable Development. The World Bank. Washington, D.C.: pp. 263-272.
Laws, E. 1995. Tourist Destination Management: Issues, Analysis and Policies. Routledge. London and New York.
Liu, A and G. Wall. 2006. Planning Tourism Employment : A developing Country Perspective. Tourism Management. 27 : 159
– 170. Marpaung, H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Edisi Revisi. Penerbit
Alfabeta. Bandung. Mathieson,A. and G. Wall. 1992. Tourism: Economic, Physical and Social
Impact. Longman Scientific Technical. Singapore.
Metcalfe, S. 1996. Community Based Conservation and Community Self- Governance:
Whose Resources
Are at
Stake? www.resourceafrica.orgdocuments19961996_whose_resources.pdf
[6 Maret 2006] Mikkelsen, B. 2001. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Ngece, K. 2002. Community Based Ecotourism : What Can the People of
East Africa Learn from Success Stories Elsewhere?. East African Ecotourism Development and Conservation Consultans. Nairobi.
http:www.cbnrm.netpdfnicholas_kn_001 [28 Maret 2004].
Nirwandar, S. 2007. Pembangunan Sektor Pariwisata di Era Otonomi Daerah. http:www.pemda-diy.go.idberitamodfilemanfilesPEMBANGUNAN
_SEKTOR_PARIWISATA.pdf [25 Pebruari 2007]
Nugraha, A dan Murtijo. 2005. Antropologi Kehutanan. Penerbit Wana Aksara. Tangerang, Banten.
Oppermann, M. 2000. Triangulation – A Methodological Discussion. Int. J.
Tourism Res. 2 : 141 – 146.
Pemda Kabupaten Donggala. 2005. Program Pembangunan Daerah PROPEDA Kabupaten Donggala Tahun 2006-2010. Pemerintah daerah Kabupaten
Donggala. Pendit, N. S. 2003. Ilmu pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Cetakan
ketujuh. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Pinel, D. P. 1998. A Community-based Tourism Planning Process Model :
Kyoquot Sound Area, B.C., M.Sc. Thesis. University School of Rural Planning and Development. University of Guelph.
Pinel, D. P. 1999. Create A Good Fit : A Community-based Tourism Planning Model.
http:nsgl.gso.uri.eduwashuwashuw9900328-Pinel.pdf [8 Agustus 2006]
Pitana, I.G dan P. G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Pleumaron, A. 1997. Open Questions Conserning the Concept, Policies and Practices of Ecotourism. In J. Bornemeier, M. Victor and P. B. Durst
[Editors] Ecotourism for Forest Conservation and Community Development. Proceedings of an International Seminar held in Chiang
Mai, Thailand 28-31 January 1997. RECOFTC-FAO. : pp. 26-43.
Purba, J [Editor]. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Yayasan Obor. Jakarta.
Raik, D. B. 2002. Capacity Building for Co-management of Wildlife in North America. HDRU Series No. 02-2. Human Dimensions Research Unit
Department of Natural Resources Cornell University. Ithaca, New York. www.dnr.cornell.eduhdruPUBSHDRUReport02-2.pdf
[6 April 2006] Rasmussen, L. N. and R. Meinzen-Dick. 1995. Local Organization For Natural
Resource Management : Lesson from Theoretical and Empirical Literature. Discussion Paper No. 11. Environment and Production
Technology Division. International Food Policy Research Institute. Washington, D.C.
Rietbergen-McCracken, J and D. Narayan. 1998. Participation and Social Assessment : Tools and Techniques. International Bank for
Reconstruction and DevelopmentThe World Bank. Washington, D.C. Ross, G. F. 1998. Psikologi Pariwisata. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Ross, S and G. Wall. 1999. Ecotourism: Towards Congruence between Theory
and Practice. Tourism Management. 20 : 123 –132.
Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Balai Pustaka. Jakarta.
Sasidharan, V., E. Sirakaya, D. Kerstetter. 2000. Developing Countries and Tourism Ecolabels. Tourism Management. 23 : 161-174.
Scheyvens, R. 1999. Ecotourism and Empowerment of Local Communities. Tourism Management. 20 : 245
– 249. Selman, P. 2001. Social Capital, Sustainability and Environmental Planning.
Planning Theory and Practice. 21 : 13 – 30.
Sevilla. C. G., J. A. Ochave, T. G. Punsalan, B. P. Regala dan G. G. Uriarte. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penerbit Universitas Indonesia.
Soehartono, I. 1999. Metode Penelitian Sosial. Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung. Soeratno dan L. Arsyad. 1993. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis.
Edisi Revisi. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Managemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta.
Spillane, J. J. 1987. Ekonomi Pariwisata : Sejarah dan Prospeknya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sumardjo. 2003. Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia. Modul Magister Managemen Pembangunan Daerah. Program Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Suranti, R. 2005. Pariwisata Budaya dan Peran Serta Masyarakat. Makalah yang
Disampaikan pada Workshop Wisata Budaya Bagi Kelompok Masyarakat Propinsi
DKI Jakarta,
12 Juli
2005. http:www.budpar.go.idfiledata495_81-
PariwisataBudayadanPeranSertaMasyarakat.pdf [25 Pebruari 2007].
Syahyuti. 2005. Pembangunan Pertanian dengan Pendekatan Komunitas : Kasus Rancangan Program Prima Tani. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 232
: 102 – 115.
Tisdell, C. A. 1987. Tourism, The Environment and Profit. Economic Analysis Policy. 17 1 : 13
–30. Cetak Ulang dalam Tisdell, C. A., 2001. Tourism Economics, the Environment and Development: Analysis and Policy.
Edwar Elgar. Cheltenham, UK - Northampton, MA, USA. : pp. 19-36. Tosun, C and D. J. Timothy. 2003. Arguments for Community Participation in
the Tourism Development process. The Journal of Tourism Studies. 142 : 2 -15.
Tribuwana, W. 2002. Sekali Lagi Pariwisata Alam, Pariwisata Berkelanjutan dan Ecotourism. Warta Pariwisata. Vol. V 3 Juni 2002. P2PAR-ITB.
Bandung. Trigg, S.N dan D.P. Roy, 2007. A focus group study of factors that promote and
constrain the use of satellite-derived fire products by resource managers in southern Africa. Journal of Environmental Management. 82 : 95
–110 UNEP. 2002a. Economic Impacts of Tourism. United Nation Environment
Program. http:www.uneptie.orgpctourismsust-
tourismeconomic.htmcontribute-econ [1 Maret 2003].
UNEP. 2002b. How Tourism Can Contribute to Socio-cultural Conservation. United
Nation Environment
Program. http:www.uneptie.orgpctourismsust-tourismsoc-global.htm
[1 Maret 2003].
Uphoff, N. 1992. Local Institution and Participation for Suatainable Development. Gatekeeper Series No. SA31. Sustainable Agriculture and
Rural Livelihoods Programme. International Institute for Environment and Development. London.
Uphoff, N. 2002. Community-Based Natural Resource Management: Connecting Micro and Macro Processes, and People with their Environments.
http:info.worldbank.orgetoolsdocslibrary97605conatremconatremht mluphoffpaper.htm
[2 Mei 2007] USDA, 2005. Rural Development : Community Development Technical
Assisstance Handbook. Community Development Programs. United State Department of Agriculture.
Winarso, G. N. 2004. Kajian Pengembangan Wisata di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Propinsi Lampung. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB.
Bogor. Ying, T and Y. Zhou. 2007. Community, Government and External Capitals in
China’s Rural Cultural Tourism : A Comparative Study of Two Adjacent Villages. Tourism Management. 28 : 96-107.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Garis Besar Pertanyaan Yang Diajukan Pada Wawancara dengan
Masyarakat Lokal Dalam Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi Donggala
1.
Data diri responden meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan responden.
2.
Persepsi mengenai kegiatan pariwisata, yang meliputi :
Pengetahuan dan sikap mereka terhadap kegiatan pariwisata. Manfaat dan kerugian yang diperoleh dari kegiatan pariwiwisata.
Harapan keterlibatan dan peran mereka pada kegiatan pariwisata. Pandangan terhadap konsep pengelolaan pariwisata yang baik dan sesuai
dengan kepentingan dan keinginan mereka.
3. Keterlibatan dalam kegiatan pariwisata saat ini, yang meliputi : Bentuk keterlibatan dalam kegiatan pariwisata.
Lama waktu keterlibatan dalam kegiatan pariwisata. Pengalaman dalam kegiatan pariwisata.
Pendidikan dan keterampilan khusus yang dimiliki berkaitan dengan pariwisata. Keberadaan kelompok masyarakat yang berkaitan dengan pariwisata dan
keterlibatannya mereka didalamnya. Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan pariwisata.
Masalahhambatan yang ditemukan dalam keikutsertaan pada kegiatan pariwisata.
4. Potensi alam, sosial, dan budaya yang mendukung pariwisata menurut masyarakat. 5. Saran dan pikiran masyarakat dalam pengembangan pariwisata kedepan.
Lampiran 2.
Pedoman Wawancara Bagi Aparat Pmerintahatah, Pengusaha Wisata dan LSM Mengenai
Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Tanjung Karang- Pusentasi Donggala
I. Identitas Responden yang meliputi, nama, instansilembaga, jabatan, dan
alamat. II.
Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan : 1. Pandangan
mereka terhadap
kegiatan pariwisata
yang dikembangkan di kawasan ini.
2. Akibat positif dan negatif dari kegiatan pariwisata. 3. Pendapat mereka tentang peran masyarakat dalam pengelolaan
pariwisata. 4. Pendapat mereka bila pengelolaan pariwisata di kawasan wisata
ini dikembangkan
dengan sistim
pengelolaan berbasis
masyarakat.Diceritakan sekilas konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat menurut peneliti
5. Bila setuju terhadap sistim pengelolaan tersebut, bagaimana sebaiknya peran masyarakat dalam kaitannya dengan :
a. Keikutsertaan dalam perencanaan b. Keikutsertaan
dalam pengelolaan
usahakegiatan pariwisata
6. Bila tidak setuju, bagaimana bentuk keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pariwisata tersebut.
7. Pendapat mereka yang berkaitan dengan aspek sosial budaya masyarakat dan tentang pengelolaan sumberdaya alam untuk
pariwisata. Sebagai contoh misalnya, pengetahuan lokal dan kearifan yang
dimiliki oleh masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia. Apakah hal ini dapat dijadikan referensi untuk
mendukung pengembangan pariwisata ? Akan didialogkan beberapa contoh kasus
8. Faktor-faktor apa yang dapat mendukung dan menghambat pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata ini.
Dilihat dari sudut pandang potensikesiapan pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Lampiran 3
Pedoman Pertanyaan Dalam Diskusi Kelompok Terfokus
1. Pandangan mereka peserta diskusi terhadap kegiatan pariwisata yang dikembangkan di kawasan ini.
2. Apa akibat negatif dari kegiatan tersebut. 3. Apa akibat positif dari kegiatan tersebut.
4. Apakah mereka masyarakat berminat untuk ikut terlibat dalam kegiatan
tersebut. 5. Apakah model pengelolaan yang dikembangkan saat ini sudah memberi
peluang bagi mereka untuk ikut terlibat. 6. Bila terdapat peluang, apakah masih diperlukan bantuan pihak lain,
termasuk pemerintah. 7. Apa saran dan pendapat mereka bila kegiatan pariwisata dikembangkan
dengan konsep pengelolaan yang berbasis masyarakat.
.
Lampiran 4.
Rangkuman Hasil Diskusi kelompok Terfokus
Di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi
1. Kegiatan pariwisata di Kawasan Wisata Tanjung Karang Pusentasi sudah berlangsung lama Tanjung Karang sejak tahun 1970an sementara Boneoge
dan Pusentasi sejak awal tahun 1990an. Terbukanya Tanjung Karang sebagai lokasi wisata yang dikunjungi oleh wisatawan asing telah mendorong lokasi di
sekitarnya untuk berkembang sebagai lokasi kegiatan wisata.
2. Akibat negatif dari kegiatan wisata : Lokasi wisata yang sering digunakan oleh orang-orang dari kota untuk
tempat berpesta-pesta dan beberapa kegiatan lainnya yang sering mengganggu ketenangan masyarakat.
Masuknya minuman keras dan kemungkinan telah adanya penggunaan narkoba yang dapat merusak moral masyarakat lokal.
Berkembangnya Tanjung Karang sebagai lokasi wisata, terutama sebagai lokasi penyelaman diving telah menimbulkan konflik kepentingan antara
masyarakat lokal dengan pariwisata. Terumbu karang yang terdapat di Tanjung karang merupakan lokasi yang biasa digunakan oleh masyarakat
sebagai sumber ikan alternatif pada musim barat tidak dapat lagi diakses karena diperuntukan bagi kegiatan pariwisata.
Rencana pemerintah dan swasta untuk mengembangkan Tanjung Karang sebagai satu kawasanresort yang diperuntukan khusus dengan
memindahkan lokasi pemukiman menimbulkan keresahan di masyarakat. Kondisi ini pula yang menyebabkan masyarakat pada lokasi lain melihat
perkembangan pariwisata sebagai ancaman bagi status kepemilikan lahan mereka.
Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memperlebar jalan menuju Tanjung Karang dengan menggusur gunung dan membuang
gusuran ke laut dapat mengganggu kondisi pantai. 3. Akibat positif dari kegiatan wisata :
Manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat melalui pendapatan tambahan yang didapatkan dari berjualan, melayani transportasi sebagai ojek,
menjual hasil laut siap saji, dan menjual buah kelapa segar muda. Keberadaan kegiatan pariwisata mendorong keinginan masyarakat untuk
kembali menggali potensi sosial budaya yang saat ini sebagian sudah tenggelam.
Kegiatan pariwisata yang ada saat ini telah mendorong masyarakat untuk menata desakelurahan dan pemukiman mereka agar lebih bersih dan
teratur. Dari aspek motivasi, sebenarnya telah mendorong masyarakat untuk ikut
berpartisipasi lebih jauh dalam proses pengelolaan kegiatan pariwisata. Namun, keinginan ini masih terhambat oleh kendala berupa modal,
keterampilan, dan terutama dukungan pemerintah setempat.
4. Minat masyarakat untuk terlibat cukup tinggi, yang dibuktikan oleh keikutsertaan mereka dalam melayani kebutuhan wisatawan akan bahan
makanan, sarana transportasi dan lokasi peristrahatan. Munculnya minat masyarakat tersebut tidak hanya didasarkan pada kepentingan ekonomi semata,
tetapi juga berkaitan dengan upaya untuk mengambil peran yang lebih jauh agar supaya mereka dapat langsung ambil bagian dalam mencegah terjadinya
akibat-akibat negatif.
5. Model pengelolaan yang lebih bersifat top-down yang dikembangkan saat ini masih
kurang memberikan
peluang bagi
masyarakat untuk
terlibatberpartisipasi. Beberapa aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah selama ini misalnya aktifitas Pekan Budaya dan Promosi Wisata yang
dilakukan disini tidak melibatkan masyarakat tidak dikomunikasikan dengan baik ke masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat sepakat bahwa model
pengelolaan yang dapat memberi kesempatan keterlibatan mereka secara luas sangat diperlukan untuk mengembangkan wilayah ini.
6. Keterlibatan masyarakat didalam kegiatan pariwisata disini tetap memerlukan bantuan dari pihak lain terutama pemerintah. Masyarakat masih sangat
membutuhkan upaya
untuk meningkatkan
keterampilannya dalam
mengembangkan usaha-usaha yang berhubungan dengan pariwisata. Misalnya, pelatihan keterampilan pembuatan cindera mata, perencanaanpembuatan paket
wisata, serta perencanaan dan pengelolaan hunian bagi wisatawan. Disamping itu, diharapkan bahwa sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat
dapat dijadikan sebagai modal keikutsertaan atau saham masyarakat didalam mengembangkan usaha dibidang pariwisata. Kegiatan-kegiatan usaha
masyarakat pertanian, peternakan, dan perikanan diharapkan dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata yang dapat dikunjungi oleh wisatawan,
sehingga hasil usaha masyarakat dapat dapat pula dibeli oleh wisatawan sehingga masyarakat lokal dapat memperoleh pendapatan langsung.
7. Masyarakat sependapat bila pengelolaan pariwisata dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbasis masyarakat. Meskipun demikian, hal
ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang sesuai yang dapat mendorong kearah pendekatan tersebut. Pengalaman pada beberapa
kegiatan yang dilakukan dengan mengatasnamakan partisipasi masyarakat harusnya tidak terulang dalam upaya pengembangan pariwisata di kawasan
ini.
Lampiran 5.
Sketsa lokasi wisata pantai Tanjung Karang
text
Teluk Palu
Teluk Palu Selat
Makassar A
rea D
ivi ng
Ke D ongg
ala
Ke B oneo
ge
Harmoni Cottages Natural Cottages
Prince John Cottages
Rumah penduduk Pondok peristrahatan milik penduduk
Cottage milik N Bidja Kebun penduduk
Jalan Tugu Selamat Datang
Pos retribusi masuk lokasi wisata Masjid
Keterangan :
Lampiran 6.
Sketsa lokasi wisata Boneoge
text
Dari Tg K
arang
Ke K aluku
P’ntasi
Selat Makassar
Keterangan : Tugu Selamat Datang
Madjid Cottage
Sekolah Rumah penduduk
Kebun penduduk Jalan aspal
Jalan setapak Cottage milik Pemda
Lampiran 7.
Sketsa lokasi wisata Kaluku-Pusentasi
text
Selat Makassar Vatu Nolanto
Vatubula Dusun
Kaluku Lokasi “Panambe”
Ke Do ngga
la
Pusentasi
Keterangan : Jalan beraspal
Jalan tidak beraspal Rumah penduduk
Cottage Kaluku Beach
Kebun Pisang penduduk Kebun kelapa
Lampiran 8.
Peralatan tenun yang digunakan masyarakat lokal
Beberapa motif hasil tenunan masyarakat lokal
Lampiran 9.
Foto beberapa peralatan rumahtangga masyarakat Tanjung Karang Pusentasi
Tempat air minum terbuat dari tempurung kelapa yang disebut bobo
Belanga tanah sebagai alat masak masyarakat
Tempat kue kiri dan buah-buahan kanan
Alas belanga yang diproduksi dan digunakan masyarakat lokal
Sendok sayur dan nasi yang digunakan masyarakat lokal
Tempurung kelapa yang telah dibersihkan sebagai alat makan
Lamapiran 10.
Foto beberapa lokasi di Kawasan Wisata Tanjung Karang Pusentasi
Pintu gerbang memasuki lokasi Tanjung Karang
Lokasi wiasata Tanjung Karang dengan latar belakang Kota Donggala
Salahsatu sudut pantai Tanjung Karang
Lokasi di Pantai Boneoge
Salahsatu pemandangan di Pusentasi
Pusentasi sumur air laut
Cottage yang terdapat di pantai Kaluku
Lokasi pertanian masyarakat lokal di Kaluku-Pusentasi
ABSTRACT ABDULBASIR LANGUHA. Community Based Tourism Management in the
Beach Tourism Area of Tanjung Karang Pusentasi Donggala. Under Supervision of ANI MARDIASTUTI and E. K. S. HARINI MUNTASIB.
Beach tourism area in Tanjung Karang Pusentasi is one of tourism area in the Donggala District, which has diversity and interesting tourism objects. Because
of this diversity, the Government of Donggala District has defined the area to become the important area for tourism development. This tourism area is located
at the end of the Palu Bay and is directly toward the Makassar Strait, in Tovale, Limboro, Boneoge, and Labuan Bajo villages. To develop this important tourism
area, a lot of researches need to be conducted. The objective of this research is to study and develop community based tourism concept, based on: 1 community
perception on tourism activity and their expectation of involvement in developing this sector; 2 traditionallocal wisdom particularly on natural resources
management that can be used as a basis for a community based tourism management; and 3 government concept and other stakeholder views related
with community based tourism management. This research indicated that local community has a positive viewperception on
the tourism activity. This is indicated by most of community 61.43 stated that tourism sector has provided benefits to them. Local community has indicated
that they are interested to fully involved in the planning, managing and evaluating tourism activity in their area. Local community has their local wisdom in the
natural resources management for agriculture and fishery uses, such as site selection for agriculture nompepoyu, and having break period in the natural
resources management ombo. Additionally, there are some traditionalcultural activitiesproducts that potentially can be used as tourism attractions.
Government policy supports in the implementation of community based tourism management will be the main factor to develop this initiative and to integrate
tourism as part of community activities. The development of this sector should be based on community interests and approaches. Private sectors stated that their
involvement in this sector is by recruiting local community in their business, as well as encouraging local community to protect their natural resources.
Meanwhile, community group and non-government organization views that there is a need on cooperative-management between stakeholders in this tourism area.
This research has recommended that there is a need to increase local community capacity and their organization, as well as preparation of regulation and clear
mechanism in the community involvement and other stakeholders in the tourism management in Tanjung Karang Pusentasi.
Keywords: tourism, beach area, community based natural resource management
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kabupaten Donggala merupakan salahsatu wilayah yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah 10.472 km² yang terdiri atas 16
wilayah kecamatan. Daerah ini memiliki potensi pariwisata yang sudah dikenal hingga mancanegara seperti Taman Nasional Lore Lindu, Taman Wisata Laut
Pulau Pasoso, dan Pantai Tanjung Karang. Disamping lokasi-lokasi tersebut, daerah ini juga memiliki potensi lokasi wisata lainnya yang secara tradisional
sudah dimanfaatkan oleh masyarakat seperti Air Terjun Loli, Air Terjun Vera, Air Panas Mantikole, Pantai Parimpi, Pantai Pusentasi, Danau Talaga, dan Danau
Rano. Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah Kabupaten Donggala
menetapkan pariwisata sebagai salahsatu sektor unggulan disamping pertanian, perkebunan, dan perikanan Pemda Kabupaten Donggala, 2005. Rencana tata
ruang Kabupaten Donggala tahun 1999-2009 menetapkan lokasi-lokasi tersebut sebagai kawasan pengembangan pariwisata. Penetapan tersebut didasarkan pada
minat masyarakat untuk berkunjung juga disebabkan lokasi-lokasi tersebut memiliki pemandangan alam yang indah, potensi budaya yang dimiliki oleh
masyarakat sekitarnya, dan potensi flora dan fauna yang dimilikinya Bappeda Kabupaten Donggala, 1999.
Salahsatu lokasi tujuan wisata di Kabupaten Donggala yang saat ini sedang berkembang adalah Kawasan Wisata Pantai Tanjungkarang dan Pusentasi
yang terletak di wilayah Kecamatan Banawa. Kegiatan pariwisata di kawasaan pantai ini telah berlangsung sejak lama, dan secara tradisional merupakan lokasi
wisata masyarakat Donggala dan sekitarnya, termasuk yang berasal dari Kota Palu. Karena potensi alam yang dimiliki, maka saat ini lokasi tersebut telah
dikelola oleh pemerintah dan swasta serta dijadikan sebagai salah satu lokasi kunjungan wisatawan mancanegara wisman yang cukup dikenal terutama yang
berasal dari Eropa. Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala dalam rencana strategis
pembangunan pariwisata telah menetapkan salahsatu arahan kebijakan
pembangunan pariwisata, yaitu meningkatkan peran aktif masyarakat di dalam mengelola dan mengembangkan kegiatan pariwisata Disparsenibud Donggala,
2002. Kebijakan ini memang sangat beralasan karena pada dasarnya kawasan yang dikembangkan menjadi obyek wisata tersebut merupakan wilayah usaha
masyarakat setempat yang dilakukan dengan berbagai aktifitas seperti perikanan, pertanian dan peternakan. Disamping itu pada kawasan ini juga terdapat kegiatan
industri rumah tangga penduduk setempat berupa pembuatan sarung tenun Donggala, yang merupakan ciri khas sarung tenunan lokal Sulawesi Tengah serta
potensi sosial budaya masyarakat yang dapat dikembangkan menjadi produk- produk wisata. Meskipun demikian, berdasarkan studi yang telah dilakukan pada
lokasi wisata Tanjungkarang dan sekitarnya menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat belum terlibat langsung pada kegiatan pengelolaan pariwisata Agusniatih, 2002.
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, penelitian ini berusaha untuk menggali dan mempelajari aspek-aspek yang berkaitan dengan konsep
pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, terutama yang berkaitan dengan aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat, konsep dan kebijakan pemerintah
serta keterlibatan pihak lain diluar masyarakat dan pemerintah seperti pihak swasta yang bergerak di bidang pariwisata dan lembaga swadaya masyarakat.
Studi ini beranjak dari asumsi bahwa berbagai persoalan yang timbul dari suatu pengelolaan sumberdaya alam, termasuk pariwisata, disebabkan tidak
dilibatkannya masyarakat berdasarkan kepentingan dan potensi sosial budaya yang dimilikinya. Padahal, menurut Huguinen 2000 masyarakat memiliki
pengalaman empirik dan pengetahuan yang berkaitan dengan kondisi sumber daya alam yang terdapat disekitar lingkungan kehidupannya. Pengetahuan
tersebut kemudian, menurut Flyman 2002 membentuk sistim pengelolaan oleh masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupannya.
Salah satu sifat dari kegiatan pariwisata adalah “konsumsi dilakukan di tempat dan pada saat yang sama dengan produksi”, sehingga wisatawan yang
datang akan mempengaruhi tempat tujuan wisata secara ekonomi, sosial dan budaya Cooper et al., 1999. Hal ini menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat
potensial untuk dikembangkan pada saat krisis karena disamping untuk