makan, dan penyewaan tikar dan ban untuk keperluan wisatawan, terutama wisatawan lokal.
Salah seorang responden mengemukakan bahwa usaha warung kopi dan pisang goreng yang dimilikinya sudah berlangsung sekitar 2 tahun dengan
penghasilan antara Rp. 30.000,- sampai Rp. 50.000,- per hari. Sementara itu, pemilik usaha warung makan yang terdapat di Tanjungkarang satu-satunya
warung makan yang terdapat di Kawasan Tanjungkarang Pusentasi mengemukakan bahwa kegiatannya mengelola warung makan di lokasi wisata ini
dapat memberikan pendapatan rata-rata Rp. 200.000,- sampai Rp. 300.000,- per minggu, yang dapat digunakan secukupnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari
dan kebutuhan sekolah anak-anaknya. Untuk usaha penyawaan tikar, ban, dan kacamata renang, mereka dapat memperoleh pendapatan antara Rp. 150.000,-
sampai Rp. 200.000,- per minggu dari usaha tersebut. Berdasarkan pengakuan responden bahwa usaha ini yang sementara dapat mereka lakukan untuk
menambah penghasilan yang terbatas dari kegiatan keluarga sebagai nelayan dan dengan keterampilan yang masih terbatas.
5.3. Kearifan Sosial Budaya Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya
Alam
Penduduk yang bermukim di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi sebagian besar merupakan masyarakat lokal etnik Kaili dengan dialek Unde.
Oleh karena itu maka tatanan sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat di wilayah ini adalah tatanan sosial budaya masyarakat Kaili yang sangat
menghargai hubungan antar sesama manusia dan hubungan antara manusia dan alam sekitarnya. Hubungan antara manusia dan alam sekitarnya, dalam
pandangan masyarakat, tidak hanya sekedar hubungan fungsional semata, dimana alam berfungsi memberikan kehidupan bagi manusia, tetapi memiliki
hubungan yang sangat luas mencakup aspek sosial budaya dan religiusitas Nugraha dan Murtijo, 2005.
Hubungan-hubungan yang diyakini oleh masyarakat dengan alam sekitarnya biasanya diimplementasikan kedalam sikap keseharian mereka dalam
memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia. Dalam hal ini, sebagian masyarakat di Kawasan Tanjung Karang Pusentasi sebagaimana masyarakat
Kaili pada umumnya menerapkan hal tersebut kedalam pola pemanfaatan lahan dengan berbagai kepentingannya. Pola pemanfaatan lahan oleh masyarakat
dikemukakan pada Tabel berikut. Tabel 24. Pola pemanfaatan lahan pada masyarakat Kaili di Tanjung Karang
Pusentasi
Pola pemanfaatan dan kepemilikan
Deskripsi Vegetasi
Pemanfaatan
Ngapa Perorangan dan
komunal Wilayah yang
diperuntukan bagi pemukiman.
Tanaman buah, sayuran, dan
tanaman obat. Perumahan dan
prasarana masyarakat.
Pampa Perorangan
Lahan kebun atau ladang yang ditanami
tanaman berumur pendek.
Umbi-umbian, jagung, tanaman
sayuran, dan tanaman obat.
Subsisten, sebagai penyanggah
kehidupan sebelum talua berproduksi.
Talua Perorangan
Lahan kebun yang ditanami tanaman yang
berumur panjang. Kelapa, cokelat,
kopi, tanaman jangka panjang
lainnya, dan padi ladang umur pada
ladang ± 6-7 bulan.
Kebutuhan jangka panjang, termasuk
kebutuhan pangan tahunan.
Ova Perorangan dan
komunal Lahan hutan bekas
kebun yang telah mengalami masa bera.
Tanaman keras terutama buah-
buahan, tanaman kayu, dan belukar.
Cadangan lahan dan produksi buah-
buahan lokal.
Pangale Komunal
Hutan yang pernah dimanfaatkan atau
dikelola tetapi telah pulih kembali.
Tanaman kayu, rotan, dan berbagai
jenis lainnya Produksi rotan,
tanaman obat, dan perburuan satwa
Olo Adat
Wilayah hutan yang sama sekali tidak dapat
dikelola Tanaman kayu dan
berbagai vegetasi lainnya
Sumber mata air dan perlindungan
alam.
Pola pemanfaatan lahan masyarakat di kawasan ini, merupakan pola pemanfaatan tradisional yang yang sudah digunakan oleh masyarakat sejak lama.
Meskipun aturan tentang pemilikan lahan telah diatur oleh pemerintah melalui kebijakannya, namun dalam beberapa hal seperti yang dikemukakan pada tabel
diatas pola pemanfaatannya masih diatur oleh kesepakatan masyarakat, terutamam yang berkaitan dengan lahan yang dikelola secara komunal dan adat.
Melalui diskusi kelompok dikemukakan bahwa sebagai besar lahan yang dimiliki secara perorangan oleh masyarakat lokal saat ini adalah lahan yang diwariskan
secara adat kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan pemukiman dan kebutuhan ekonomi masyarakat. Lahan komunal merupakan lahan yang dimiliki
secara kelompok dan dimanfaatkan serta diatur penggunaannya oleh kelompok. Pengelolaan secara kelompok ini dikenal dengan sebutan nosialampale.
Sementara itu, kepemilikan lahan secara adat dilakukan untuk mengatur penggunaan lahan agar kepentingan masyarakat dan kepentingan pelestarian alam
dapat berjalan seimbang. Kegiatan pelestarian alam dilakukan oleh masyarakat selain untuk
kepentingan cadangan untuk kebutuhan masa depan juga ditujukan untuk melindungi tata air bagi suatu lokasi tertentu. Pada beberapa desa di Kecamatan
Banawa, termasuk di kawasan ini, terdapat lokasi yang dilindungi oleh masyarakat melalui mekanisme adat. Suatu lokasi tertentu yang dilindungi selain
dikeramatkan juga dikuti oleh aturan-aturan tertentu yang mengikat dan harus ditaati oleh masyarakat. Resiko yang akan ditanggung bila melanggar, disamping
sanksi adat yang diberikan juga diyakini akan menyebabkan bencana berupa gangguan hama tanaman, banjir, hilangnya sumber air, dan dapat pula
menyebabkan timbulnya wabah penyakit yang menimpa masyarakat. Keseimbangan dalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam ini, selain
di aktualisasikan dalam pola pemanfaatan lahan, juga dilakukan oleh masyarakat dalam pengelolaan lahan pertanian. Kegiatan pertanian dilakukan oleh
masyarakat dengan menggunakan mekanisme yang sama dengan umumnya berlaku pada masyarakat lainnya. Meskipun demikian, bagi masyarakat Kaili di
kawasan ini, proses pengelolaan lahan pertanian dilakukan dengan menggabungkan teknik pertanian dan prosesi adat yang dianut dan diyakini
manfaatnya oleh masyarakat. Mekanisme pengelolaan usahatani yang dilakukan oleh masyarakat dikemukakan pada Tabel 25.
Tabel 25. Tatacara masyarakat dalam pengelolaan usahatani.
Tahap pengelolaan
Kegiatan Deskripsi
Penyiapan lahan Nompepoyu
Penentuan lokasi usahatani yang tepat agar selaras dengan kepentingan alam. Kegiatan
dimulai dengan upacara adat.
Nontalu Pemarasan lokasi dilakukan dengan mengikuti
aturan yang telah disepakati secara adat oleh masyarakat. Hal ini berkaitan dengan jenis dan
ukuran tanaman tertentu yang tidak boleh ditebang.
Penanaman Notuja
Kegiatan penanaman benih tanaman yang akan diusahakan.
Pemeliharaan tanaman
Nomperava Pembersihan gulma yang terdapat pada lahan
usahatani. Panen dan paska
panen Nokato
nompui Kegiatan pemanenan hasil usaha tani. Istilah
nokato diperuntukan
bagi panen
padi, sedangkan nompui untuk tanaman jagung dan
buah-buahan. Novunja
Kegiatan adatspiritual
sebagai tanda
kesyukuran atas berhasilnya kegiatan usahatani. Kelembagaan
Nosialampale Sistim usaha bersama yang dilakukan dalam
mengelola lahan usahatani. Nosialampale berarti bergandengan tangan.
Sobo - Pemangku adat
totua nu’ada yang diangkat sebagai
pemimpin petani
melalui musyawarah adat.
- Sangat memahami
kondisi alam
dan memiliki pengetahuan bertani yang baik.
Berperan sebagai pengambil keputusan terhadap semua proses dalam kegiatan
usahatani.
Kegiatan nompepoyu merupakan tahapan yang paling menentukan dalam proses pengelolaan usahatani yang dilakukan oleh masyarakat karena pada
tahapan ini mereka menentukan lokasi lahan usahatani yang dapat diusahakan. Kegiatan ini dipimpin oleh seorang sobo yang akan melakukan dialog nogane
dengan alam agar dapat diberi petunjuk lokasi usahatani yang tepat sehingga tidak berakibat bagi rusaknya alam. Proses tersebut akan menghasilkan
keputusan diizinkan atau tidaknya lokasi yang direncanakan dikelola sebagai lahan usahatani. Bila keputusan akhir menyatakan bahwa lokasi tersebut tidak
dapat dikelola maka masyarakat yang akan membuka lahan harus mencari lokasi lain yang tepat. Pertimbangan yang diambil dalam penentuan lokasi oleh sobo
merupakan perpaduan antara pertimbangan-pertimbangan topografi, ekologi, dan metafisik.
Demikian pula dengan tahapan-tahapan selanjutnya seperti pengolahan lahan, penanaman, panen dan kegiatan paska panen. Penentuan waktu
dimulainya pengolahan lahan dan penanaman ditentukan berdasarkan tanda- tanda alam. Keseluruhan rangkaian kegiatan tersebut, terutama nompepoyu,
notuja, dan nokatonompui selalu didahului dengan kegiatan ritual yang dipimpin oleh sobo dengan disertai semacam dialog dengan alam yang oleh masyarakat
disebut dengan nogane. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh masyarakat secara gotong royong yang disebut nosialampale.
Untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang terdapat di laut, masyarakat di kawasan ini juga memiliki pengetahuan dan kearifan tertentu agar
potensi tersebut dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan secara turun temurun. Masyarakat masih memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan ketersediaan
sumberdaya perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Pengetahuan-pengetahuan tersebut diantaranya adalah waktu yang tepat untuk
melakukan penangkapan berdasarkan tanda-tanda alam seperti perbintangan, kondisi permukaan air laut, dan kondisi pasang surutnya air laut, serta
pengetahuan tentang habitat yang menjadi tempat hidup dan berkembangnya jenis-jenis ikan tertentu.
Masyarakat yang terdapat di kawasan ini menyebut lokasi yang menjadi habitat dari ikan-ikan tersebut berdasarkan jenis ikan yang dominan di lokasi
tersebut. Sebagai contoh misalnya, pasi pogo yang merupakan habitat tempat berkembangnya sejenis ikan karang yang mereka sebut dengan bau pogo. Dalam
bahasa Kaili, pasi berarti gugusan terumbu karang, sedangkan bau berarti ikan. Pengetahuan mereka tentang keadaan ini juga termasuk kapan waktu yang tepat
untuk dilakukan penangkapan agar supaya potensi yang terdapat pada lokasi tersebut punah. Oleh karena itu dalam menjaga keberlanjutan pemanfaatan
sumberdaya tersebut maka masyarakat Kaili memiliki kearifan tertentu yang disebut ombo.
Tabel 26. Kearifan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya laut.
Aspek Kegiatan
Deskripsi
Sistim pengelolaan
sumberdaya Ombo
Aturan yang berlaku dalam masyarakat untuk tidak memanfaatkan hasil alam tertentu dalam batas
waktu yang ditentukan bersama oleh masyarakat. Untuk daerah tangkapan ikan seperti pada suatu
gugusan karang, waktu jeda tersebut bermanfaat untuk memulihkan populasi ikan dan perbaikan
terumbu karang.
Pemanfaatan sumberdaya
perikanan Panambe
Kegiatan yang dilakukan untuk memancing ikan dengan menggunakan perahu dan melemparkan
umpan yang terdapat di pancing kemudian menariknya secara perlahan untuk mengundang
perhatian ikan dan menangkap umpan yang terkait di pancing tersebut. Kegiatan ini biasanya dilakukan
secara berkelompok dengan jumlah 3
– 5 orang. Maninti
Kegiatan memanfaatkan sumberdaya laut yang terdapat pada tepi pantai hingga gugusan karang
saat air laut berada pada surut terendah dengan menggunakan tombak bermata kecil, parang, dan
jaring tangkap yang mirip jaring kupu-kupu.
Adatspiritual Nompaura
Posesi adat yang dilakukan sekali setahun yang dilakukan sebagai tanda syukur serta memberi
peringatan kepada masyarakat agar memanfaatkan potensi
alam dengan
sebaik-baiknya tanpa
melakukan perusakan.
Kearifan lokal yang dihasilkan dari pengetahuan mereka tentang sumberdaya laut tersebut merupakan potensi yang dapat dikelola untuk
kepentingan pengelolaan pariwisata. Ombo sebagai sebuah sistim pengelolaan terumbu karang untuk menjaga kelestariannya tidak hanya bermanfaat bagi
kepentingan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat tetapi juga sangat bermanfaat untuk pariwisata sebagai salahsatu daya tarik yang
dimiliki oleh kawasan ini. Disamping itu, kegiatan perikanan yang dilakukan oleh nelayan seharusnya juga dapat memperoleh manfaat dari dikembangkannya
pariwisata di kawasan ini. Manfaat yang didapatkan tidak hanya bersumber dari penjualan hasil tangkapan ikan nelayan kepada wisatawan yang berkunjung tetapi
juga melalui keikutsertaan wisatawan pada aktifitas yang dilakukan oleh nelayan. Salahsatu peluang untuk hal tersebut adalah menjadikan kegiatan panambe
sebagai atraksi wisata.
Menurut informasi yang dikemukakan oleh masyarakat pernah terjadi secara spontan wisatawan meminta untuk diikutsertakan dalam kegiatan tersebut,
dan ini menurut mereka merupakan sebuah kebanggaan dimana orang luar memberikan apresiasi terhadap aktifitas yang mereka lakukan. Dengan demikian
maka aktifitas masyarakat ini dapat dikembangkan menjadi salahsatu daya tarik wisata yang juga bermanfaat untuk menambah pendapatan masyarakat serta
mendorong mereka melindungi sumberdaya yang menjadi tempat dilakukannya aktifitas tersebut.
Disamping pengetahuan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam seperti yang dikemukakan dimuka, masyarakat juga memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam menghasilkan produk-produk budaya baik yang berbentuk benda budaya maupun seni musik dan tari.
Berbagai bentuk produk budaya masyarakat di kawasan wisata ini disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27. Produk budaya masyarakat Kaili dalam bidang kerajinan.
Kegiatan Jenis produk
Nama lokal
Deskripsi
Menenun Nontanu
Buya Sabe Suatu bentuk ekspresi seni budaya masyarakat Kaili
yang dituangkan kedalam bentuk pembuatan kain sarung dari benang sutera dengan berbagai motif.
Pembuatan alat-alat
rumahtangga Sindu
Sendok sayur yang terbuat dari tempurung kelapa dengan menggunakan kayu sebagai tangkainya.
Bobo Alat penyimpan air yang terbuat dari tempurung
kelapa bulat yang telah dikeluarkan dagingnya. Pemanjo
Belahan tempurung
kelapa yang
berbentuk mangkok sebagai tempat cuci tangan. Bentuk yang
seperti ini kadang juga digunakan oleh masyarakat sebagai tempat hidangan sayur.
Suge Sendok nasi yang terbuat dari bahan kayu yang
terdapat disekitar desa.
Salahsatu produk budaya masyarakat di wilayah ini yang saat ini telah memiliki nilai ekonomi adalah pembuatan sarung Donggala yang diproduksi
dengan menggunakan alat tenun tangan. Pembuatan sarung ini merupakan keterampilan yang telah dimiliki secara turun temurun oleh masyarakat di
wilayah ini serta pada masyarakat Kaili di beberapa wilayah lainnya. Pada
masyarakat Kaili, kegiatan ini biasa disebut dengan kegiatan nontanu yang dalam bahasa Indonesia berarti menenun.
Nontanu adalah kegiatan membuat kain sarung yang juga merupakan salahsatu bentuk ekspresi seni budaya masyarakat lokal Kaili yang yang
dituangkan kedalam kain sarung yang ditenun secara manual dengan menggunakan alat tenun tangan. Kegiatan masyarakat ini sudah berlangsung
sejak zaman dahulu, meskipun tidak diperoleh informasi yang menyatakan sejak kapan kegiatan ini dilakukan, dan merupakan keterampilan dan aktifitas yang
dilakukan oleh seorang gadis disamping aktifitas-aktifitas lainnya yang dilakukan di rumah. Meskipun dahulu produksi sarung ini bukan untuk kepentingan
ekonomi tetapi hanya merupakan aktifitas yang berorientasi sosial dan budaya, namun saat ini telah menjadi sebuah kegiatan yang memberikan nilai ekonomi
bagi masyarakat.
Gambar 7. Kegiatan nontanu yang dilakukan oleh seorang gadis di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. Foto : Yayasan BEST
Masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi juga memiliki keterampilan untuk menghasilkan barang-barang kerajinan yang berasal dari
kayu, tempurung, dan bambu yang terdapat di kawasan ini, yang biasanya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Produk kerajian tersebut biasanya
berupa barang-barang rumahtangga seperti sendok masak, serta alat makan dan minum. Namun demikian barang-barang tersebut sudah jarang dibuat karena
tergeser oleh produk-produk industri. Peluang yang dapat dilakukan adalah menjadikan barang-barang tersebut sebagai cinderamata yang dapat dibeli oleh
wisatawan serta dapat dijadikan sebagai perlengkapan makan bagi wisatawan. Selain produk budaya yang berupa barang kerajian tersebut, di wilayah
ini juga masih terdapat berbagai produk kesenian seperti seni tari dan musik. Kegiatan seni tari yang masih dimiliki oleh masyarakat dan merupakan tarian
yang sering dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai kegiatan adalah tari Pontanu, Peulucinde dan Pomonte. Produk-produk kesenian tersebut
dikemukakan pada Tabel 28. Tabel 28. Produk budaya masyarakat Kaili dalam bidang kesenian.
Kegiatan Jenis
Nama lokal Deskripsi
Tari Pomonte
Tarian yang menggambarkan proses pemanenan padi yang dilakukan oleh beberapa orang baik pria maupun wanita,
yang dipimpin oleh seorang tadulako. Pontanu
Tarian yang menggambarkan proses pembuatan sarung. Peulucinde
Tarian penyambutan tamu yang dilakukan oleh tiga orang wanita.
Meaju Suatu prosesi penyambutan tamu-tamu penting, biasanya
dilakukan pada saat tamu masih berada di batas desa atau arena suatu kegiatan.
Musik Kakula
Seni musik yang menggunakan kulintang dan gong yang terbuat dari kuningan, dan gendang, dan biasanya
dimainkan pada acara-acara tertentu. Dadendate
Dadendate berarti nyanyian panjang, diiringi oleh alat musik berupa suling. Dilakukan menjelang kepergian
seseorang ke perantauan yang berisi pesan-pesan moral. Saat ini dadendate telah digunakan pula sebagai media
penyampaian pesan-pesan lingkungan.
Tari Pomonte merupakan tarian yang menggambarkan tentang proses pemanenan padi yang ditarikan oleh beberapa orang baik wanita maupun pria,
yang didalamnya menggambarkan tentang peran seorang pemimpin atau Tadulako didalam melakukan sebuah kerja kelompok. Tari Pontanu merupakan
tarian yang dilakukan oleh beberapa gadis yang menggambarkan tentang proses pembuatan sarung Donggala. Sedangkan tari Peulucinde adalah tarian yang
dilakukan untuk menyambut kedatangan tamu dan ditarikan pula oleh beberapa orang gadis.
Kegiatan budaya lainnya yang masih dijumpai adalah Meaju yang merupakan sebuat prosesi penerimaan tamu secara resmi. Kegiatan dilakukan
oleh sekelompok pria dengan menggunakan pakaian tertentu dan menggunakan tombak yang melakukan arak-arakan dari tempat diterimanya tamu hingga ke
tempat dilakukannya suatu acara tertentu. Meaju ini biasa dilakukan pada saat menjemput kedatangan tamu-tamu penting yang datang ke daerah ini.
Seni musik tradisional yang masih terdapat pada masyarakat Kaili yang bermukim di wilayah ini adalah Kakula dan Dadendate. Kakula merupakan seni
musik yang dapat dimainkan tanpa atau mengiringi seorang penyanyi. Kegiatan seni ini biasa dilakukan pada saat beberapa hari sebelum hingga menjelang pesta
pernikahan tanpa penyanyi, serta pada acara-acara tertentu lainnya dengan menggunakan penyanyi. Sedangkan dadendate nyanyian panjang merupakan
sebuah jenis kesenian yang biasanya dilakukan menjelang kepergiaan seseorang ke perantauan dan berisi pesan-pesan moral tertentu, dinyanyikan oleh seseoang
dengan diiringi oleh oleh beberapa alat musik tertentu. Selain digunakan untuk mengantar kepergian seseorang saat ini dadendate telah digunakan pula untuk
menyampaikan pesan-pesan lingkungan kepada masyarakat.
5.4. Konsep Pemerintah dan Pihak Lainnya Dalam Pengelolaan Pariwisata