memandang penting bahwa perjalanan mereka dapat menikmati kondisi alam yang masih baik.
Demikian pula dengan aspek lingkungan sosial sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari aspek lingkungan secara keseluruhan Soetaryono, 2002 dalam
Purba, 2002. Pertimbangan aspek lingkungan sosial memiliki kepentingan yang luas karena hal ini akan mempengaruhi berbagai sendi kehidupan masyarakat
termasuk pengaruhnya terhadap lingkungan alam. Berbagai kasus memberikan contah bahwa ketidakserasian dan keseimbangan aspek sosial memberikan
pengaruh pada upaya untuk melestarikan potensi sumberdaya alam. Selain itu, perhatian terhadap aspek ini juga berkaitan dengan keinginan pasar pariwisata
dimana daya tarik budaya, kondisi sosial, dan politik lokal dijadikan bahan pertimbangan bagi wisatawan dalam memilih lokasi kunjungan Damanik dan
Weber, 2006.
5.5.3. Konsep Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Tanjung Karang Pusentasi
Berdasarkan berbagai isu strategis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka diperlukan konsep yang dapat memberikan peluang peran masyarakat
bersama stakeholder lainnya untuk mengembangkan sistim pengelolaan pariwisata yang berbasis masyarakat. Pengalaman yang telah dilakukan di
berbagai tempat seperti pada beberapa Taman Nasional di Indonesia APEIS- RISPO, 2003a dan 2003b dapat pula dijadikan acuan sebagai bahan
perbandingan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata berbasis masyarakat di Tanjung Karang Pusentasi. Berbagai pengalaman tersebut menempatkan
masyarakat lokal dan lembaganya sebagai bagian dari proses perencanaan dan pengelolaan pariwisata.
Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat yang juga merupakan kegiatan pengembangan masyarakat community development dimana mereka
dapat berpartisipasi didalamnya secara penuh. Pengembangan masyarakat merupakan upaya yang dilakukan untuk mendorong dan membantu masyarakat
dalam menetapkan kebutuhannya dan memberi ruang bagi mereka untuk menentukan standar pencapaiannya Cochrane, 1971 dalam Pinel, 1998.
Pengembangan masyarakat
bertujuan untuk
mendorong masyarakat
meningkatkan kapasitas dalam memperbaiki kualitas hidupnya. Hal tersebut membutuhkan kepercayaan diri, pengalaman, pengetahuan dan kemampuan baik
bagi individu, kelompok, dan organisasi yang membentuk masyarakat tersebut Reid et al, 1993 dalam Pinel, 1998.
Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa upaya pengembangan masyarakat dilakukan agar mereka dapat memiliki kemampuan untuk
menstrukturkan pengalaman, pengetahuan, dan harapan mereka kedalam sebuah aktifitas dan perencanaannya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya
yang terdapat di sekitarnya. Dengan kata lain, pengembangan masyarakat merupakan upaya pemberdayaan empowerment diri dan potensi yang
dimilikinya baik yang berupa sumberdaya alam maupun potensi sosialnya. Hal ini penting karena upaya pemberdayaan pada level akar rumput grassroot
adalah hal penting yang dalam memformulasikan perencanaan yang bersifat komprehensip dan merupakan sarana yang penting dan menentukan bagi
kelayakan kegiatan yang berbasiskan mayarakat Tosun dan Timothy, 2003. Berkaitan dengan pemikiran yang yang dikemukakan tersebut, maka
konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi dikembangkan dalam konteks pengembangan masyarakat dan
wilayah yang luas. Dengan demikian berarti bahwa konsep pengelolaan yang ditawarkan tetap mempertimbangkan kepentingan dan melibatkan berbagai
stakeholder lainnya seperti pemerintah, swasta, LSM, dan perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena terdapat berbagai masalah yang tidak dapat diselesaikan
oleh masyarakat pada tingkat lokal tetapi harus melibatkan pihak lain pada level yang lebih tinggi dan lebih luas Uphoff, 1992.
Konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat mencakup 4 empat tahapan proses yaitu tahap assessment dan pengorganisasian masyarakat, tahap
perencanaan dan persiapan, tahap pelaksanaan dan pendampingan, dan tahap monitoring dan evaluasi. Secara skematis, konsep pengelolaan tersebut disajikan
pada Gambar 9.
Diisi dengan skema, gambar 9 landscape
Tahap assessment dan pengorganisasian masyarakat dilakukan berupa menginventarisasi pengetahuan, pengalaman, perhatian, dan harapan masyarakat
terhadap potensi dan pengelolaan pariwisata, serta menggali berbagai aspek yang berkaitan dengan potensi dan pengembangan produk pariwisata. Tahapan ini
bertujuan untuk ; pertama, mengembangkan pengetahuan dan kesadaran bersama tentang pariwisata yang ramah lingkungan ; kedua, mengidentifikasi
elemen-elemen penting untuk penyusunan pedoman dan aturan pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat ; ketiga, mengidentifikasi hubungan dan
keterkaitan antar berbagai stakeholder. Assessment dan pengorganisasian masyarakat melibatkan berbagai
stakeholder, baik masyarakat lokal dan non-lokal maupun berbagai pihak lain yang berkepentingan terhadap pengembangan pariwisata. Mereka diposisikan
sebagai pihak yang sangat memiliki pemahaman terhadap situasi dan kondisi serta kepentingannya masing-masing. Aktifitas wawancara yang bersifat formal
dan informal serta diskusi kelompok dapat dilakukan bersama melalui fasilitasi pihak independen untuk menggali dan berbagi pengalaman serta pengetahuan
agar terbangun wawasan dan pengertian yang dalam tentang kepentingan dan peran masing-masing stakeholder.
Keluaran dari assessment yang dilakukan dapat berupa hal-hal yang dapat dijadikan materi penyusunan konsep dan mekanisme pengelolaan tangible
outputs maupun hal-hal yang berfungsi sebagai moral pendukung less-tangible outputs bagi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat Pinel, 1998.
Secara umum keluaran yang mencakup kedua aspek tersebut disajikan pada Tabel 36.
Tebel 36. Keluaran dalam tahap assessment dan pengorganisasian masyarakat.
Keluaran untuk penyusunan konsep dan mekanisme pengelolaan
Keluaran yang
bersifat moral
pendukung
Informasi-informasi dasar yang dapat dijadikan
bahan pertimbangan
perencanaan dan
upaya pengembangan
pariwisata, dan
berbagai informasi yang tentang dinamika
perkembangan kepariwisataan.
Informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek
yang akan
mempengaruhi perkembangan
pariwisata dimasa datang. Informasi
tentang keberadaan
stakeholder langsung maupun tak langsung.
Sekumpulan informasi penting yang dapat
dijadikan dasar
bagi penyusunan aturan dan mekanisme
sebagai pedoman
pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat.
Informasi yang berkaitan dengan berbagai hambatan dan tantangan
dalam pengelolaan
pariwisata berbasis masyarakat.
Terdorongnya kepedulian semua stakeholder terhadap implikasi
dan kemungkinan-kemungkinan yang
terdapat dalam
pengembangan pariwisata. Terjadinya suatu kondisi dimana
masyarakat dan
stakeholder lainnya dapat berbagi informasi
tentang kepentingan
masing- masing yang selama ini tdak
terungkap pada
diskusi dan
pertemuan formal lainnya. Terangkatnya
potensi dan
kearifan kolektif masyarakat dan mengkombinasikannya
dengan masukan,
pengalaman dan
keahlian yang
dimiliki oleh
stakeholder lainnya. Terdorongnya kondisi diskusi
yang konstruktif dan kooperatif, dan
jelasnya hubungan
dan keterkaitan serta kebutuhan antar
berbagai stakeholder. Ketepatan
hubungan atau
matarantai antar berbagai isu, keputusan dan inisiatif.
Keluaran-keluaran yang mengandung materi penyusunan konsep dan mekanisme pengelolaan tersebut diharapkan dapat menjadi informasi yang
penting dalam pembahasan tentang pengembangan dan pelaksanaan kegiatan pariwisata, penyusunan organisasi pengelolaan, perencanaan pengelolaan, dan
evaluasi pengelolaan dimasa datang. Sementara keluaran yang bersifat sebagai moral pendukung akan berfungsi sebagai daya dorong yang diperlukan oleh
semua stakeholder untuk memulai dan menjalankan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat yang akan memberi pengaruh bagi kehidupan dan
wilayah mereka. Tahap perencanaan dan persiapan merupakan tahapan yang dibangun
berdasarkan keluaran-keluaran dan kesepakatan yang telah dilahirkan dari proses pengorganisasian pada tahap pertama. Tahapan ini bertujuan untuk : pertama,
merancang dan mengembangkan program dan produk-produk wisata; kedua, mengembangkan infrastruktur dan konsep pelayanan wisata ; dan ketiga,
mengembangkan mekanisme dan aturan pengelolaan pariwisata. Untuk melengkapi informasi yang diperlukan dalam tahapan ini, dilakukan pula aktifitas
yang berkaitan dengan inventarisasi terhadap sumberdaya pariwisata yang tersedia. Pada tahapan ini, proses pengembangan kapasitas masyarakat lokal
seperti yang telah dimulai pada tahapan pertama semakin diperkuat. Aktifitas yang dapat dilakukan adalah berupa pelatihan-pelatihan dan bimbingan teknis.
Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan konsepprogram pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Pada tahapan ini produk wisata, konsep
pelayanan wisata, dan konsep pengelolaan wisata yang dirumuskan pada tahapan sebelumnya diimplementasi dan dikomunikasikan kepada semua pihak yang
berkepentingan. Disisi lain, aktifitas publikasi dan pemasaran produk yang telah dihasilkan dapat dilakukan pada tahapan ini.
Tahapan yang terakhir adalah monitoring dan evaluasi. Pada tahapan ini semua stakeholder secara bersama melakukan peran pemantauan dan penilaian
terhadap keseluruhan aktifitas dan produk yang telah dihasilkan. Dalam hal ini juga mencakup penilaian terhadap tahapan-tahapan proses sebelumnya sehingga
didapatkan suatu mekanisme proses, keluaran proses, dan produk wisata yang lebih baik. Hal ini penting dilakukan agar sistim pengelolaan yang
dikembangakn dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan dinamika perkembangan pariwisata dan masyarakat.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di Tanjung Karang Pusentasi dikembangkan
dalam konteks pengembangan masyarakat dan wilayah yang luas, maka diperlukan beberapa faktorelemen penting yang berfungsi sebagai penunjang.
Selain berfungsi sebagai penunjang, faktor-faktorelemen-elemen tersebut diharapkan dapat menjamin keberlanjutan dari konsep bersama yang telah
dilahirkan. Faktor-faktor tersebut adalah dukungan kebijakan pemerintah daerah, jaringan kerjasama dan kemitraan, pendidikan dan pelatihan, bantuan pendanaan,
dan penelitian dan pengembangan.
Kebijakan pemerintah merupakan faktor yang sangat penting bagi terciptanya suatu proses pengelolaan pariwisata yang berbasis masyarakat. Hal
ini penting karena pemerintah memiliki peran kontrol, pendukung, pemberdayaan, dan penasehat advisory bagi setiap aktifitas yang dibangun
berdasarkan inisiatif dan kekuatan masyarakat Pomeroy dan Williams, 1994 dalam Metcalfe, 1996. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996
mengisyaratkan hal tersebut, dimana pemerintah berperan tidak hanya melakukan pengaturan tetapi juga berperan dalam melakukan bimbingan, pengawasan dan
pengendalian terhadap kegiatan usaha pariwisata. Peran tersebut berpedoman pada tujuan pembangunan pariwisata nasional yang salahsatu diantaranya adalah
meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang didasarkan atas nilai-nilai agama, adat istiadat, serta
pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dalam era otomonomi daerah saat ini, pemerintah daerah memegang
peranan yang sangat penting. Penyiapan sistim perencanaan yang matang, yang salahsatunya dalam bentuk penyiapan Rencanan Induk Pengembangan Pariwisata
daerah sudah harus dimulai dengan pendekatan yang lebih mampu menemukenali wilayah yang akan dijadikan lokasi pengembangan kegiatan pariwisata
Nirwandar, 2007. Hal ini harus dilakukan lebih mendalam dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya alam dan budaya serta berbagai
permasalahannya agar semua pihak yang berkepentingan, meskipun berbeda, terhadap suatu wilayah dapat secara bersama memanfaatkannya. Dengan
demikian maka diperoleh pemahaman yang luas dan mendalam terhadap potensi tersebut dan dapat dilahirkan suatu kebijakan yang tepat.
Salahsatu upaya yang dapat dilakukan untuk membangun kerjasama antar berbagai stakeholder adalah dengan membangun jaringan dan kemitraan. Dengan
membangun jaringan dan kemitraan, masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang belum mereka miliki
yang berasal dari pihak lainnya diluar mereka, dan pihak lain tersebut dapat pula memahami dengan benar pengetahuan, keterampilan, dan kebutuhan masyarakat
lokal. Hal ini penting karena, dengan demikian, akan terbangun suatu proses dan prinsip-prinsip checks and balances diantara berbagai pihak Agrawal dan
Gibson, 1999 sebagai salahsatu prasyarat pengembangan kegiatan pariwisata berbasis masyarakat.
Pengembangan jaringan dan kemitraan yang dilakukan tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan syarat kelembagaan dari suatu proses
pengembangan kegiatan pariwisata berbasis masyarakat tetapi juga merupakan suatu proses edukasi bagi semua pihak yang terlibat didalamnya. Pentingnya
proses edukasi ini karena berbagai pihak yang terlibat akan memiliki cara pandang yang berbeda dalam memandang masalah yang harus diselesaikan.
Disatu sisi pihak-pihak lain diluar masyarakat lokal akan memiliki pandangan dengan cara pandang “orang luar” sementara masyarakat lokal, disisi lain
memiliki pengetahuan lokal, yang oleh Behr et al 1995 disebutkan sebagai cara pandang dari dalam untuk mendefiniskan masalah dan menformulasikan
pemecahannya. Dengan demikian maka pendekatan ini akan memberikan peluang terjadinya pertukaran informasi dan cara pandang sehingga diperoleh
suatu keputusan bersama dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Pendidikan dan pelatihan merupakan salahsatu kunci bagi keberhasilan
pengembangan masyarakat lokal dalam kaitan dengan pengembangan peran mereka dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Dengan tingkat
pendidikan masyarakat di kawasan Tanjung Karang Pusentasi, yang sebagian besar hanya sampai pada tingkat sekolah dasar akan menyebabkan terjadinya
kesenjangan pengetahuan dan keterampilan dengan pihak-pihak lain yang akan terlibat. Hal ini tentunya akan sedikit mempersulit proses komunikasi dan
perubahan prilaku masyarakat dari sekedar menerima apa adanya program yang ditawarkan oleh pihak luar menjadi masyarakat yang berdaya dan memiliki posisi
tawar yang kuat. Dengan demikian, strategi pengembangan kemampuan masyarakat melalui pendidikan formal dan non-formal serta pelatihan sangat
penting bagi keterlibatan mereka dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Karena, proses pendidikan dan pelatihan merupakan salahsatu
stimulus bagi terciptanya perubahan Behr et al, 1995 bagi masyarakat. Sumber pendanaan bagi pengembangan usaha masyarakat untuk
mendukung kegiatan pariwisata merupakan salahsatu masalah yang dihadapi oleh masyarakat lokal. Oleh karena itu, dukungan semua pihak untuk mengatasi hal
ini sangat penting untuk dilakukan. Sumber pendanaan tidak hanya berasal dari bantuan-bantuan pemerintah, tetapi dapat bersumber dari bantuan pihak swasta
dan lembaga-lambaga pendaanaan serta sumber-sumber dana yang bersifat hibah dari berbagai pihak yang memiliki kepedulian.
Disamping itu, suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah bagaimana mengurangi intervensi pendanaan dari luar yang dapat memberatkan
masyarakat, dengan jalan mengembangkan sumberdaya yang bersumber dari potensi lokal untuk menciptakan sumber pendanaan bagi masyarakat. Dengan
demikian maka, masyarakat lokal akan memiliki kontrol yang kuat terhadap sumberdaya Agrawal dan Gibson, 1999 yang terdapat di kawasan tersebut.
Dukungan lainnya yang juga sangat penting adalah kegiatan penelitian dan pengembangan. Hal ini dilakukan untuk menemukan pemecahan terhadap
masalah yang dihadapi oleh masyarakat lokal dan pihak-pihak lainnya yang terlibat langsung didalam kegiatan pariwisata. Keterbatasan yang mereka miliki
dalam kaitan ini, harus dilakukan oleh pihak lain yang lebih berkompeten dan memiliki kemampuan yang tepat. Dalam hal ini, perah pihak lainnya seperti
Perguruan Tinggi, lembaga-lembaga penelitian dan pengkajian yang ada baik di daerah maupun pusat sangat diperlukan. Dengan demikian maka upaya untuk
membangun sinergi dengan memadukan kekuatan yang berbeda yang dimiliki oleh masing-masing pihak dapat tercipta, dan upaya untuk mebangun pariwisata
berbasis masyarakat dapat diwujudkan.
5.5.4. Analisis Peran Stakeholder Dalam Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat