Keinginan Masyarakat Dalam Pengelolaan Pariwisata

mereka. Oleh karena itu maka proses yang harus dilakukan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat kepada tingkatan yang lebih bersifat fungsional dimana mereka dapat membangun kekuatan bersama melalui pengembangan kelompok atau organisasi lokal yang dapat membangun inisiatif, ataupun merespon inisiatif dari luar dengan posisi tawar yang cukup kuat. Sehubungan dengan keadaan yang dikemukakan tersebut, diperlukan suatu upaya untuk membangun kapasitas organisasi lokal yang dimiliki oleh masyarakat dengan melibatkan mereka didalam proses kegiatan kepariwisataan di kawasan ini. Pengembangan kapasitas ini penting untuk meningkatkan kekuatan organisasi lokal dalam proses pengambilan keputusan pemanfaatan sumberdaya alam dan budaya untuk kepentingan pariwisata, dimana efektifitas pengelolaan sumberdaya tergantung kepada kekuatan organisasi tersebut dan hanya dapat dilakukan bila didukung oleh semua pihak terutama pemerintah Pomeroy, 1995.

5.2.2. Keinginan Masyarakat Dalam Pengelolaan Pariwisata

Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok yang dilakukan pada masyarakat lokal di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi terlihat bahwa mereka memiliki keinginan untuk dapat berperan aktif dalam pengelolaan pariwisata. Harapan masyarakat yang berkaitan dengan peran mereka dalam pengelolaan pariwisata tersebut dikemukakan pada Tabel 20. Tabel 20. Keinginan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata Unsur Peran masyarakat Atraksi alam dan budaya - Perancangan produkatraksi wisata - Pengelolaan produkatraksi wisata Usaha jasa - Penyediaan homestay - Penyediaan konsumsi wisatawan - Penyediaan souvenir - Penyediaan jasa transportasi - Penyediaan jasa pemanduan Informasi wisata - Penyediaan informasi produk wisata - Pembuatan pedoman wisata bagi wisatawan Promosi Bersama pemerintah dan swasta melaksanakan pameranexpo untuk kepentingan pariwisata Organisasi dan kelembagaan Pelibatan organisasi dan kelompok masyarakat yang telah ada dalam pengelolaan pariwisata, yang mencakup aspek perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Berdasarkan informasi yang dikemukakan pada Tabel diatas terlihat bahwa masyarakat lokal memiliki keinginan untuk dapat berpartisipasi didalam pengelolaan kegiatan pariwisata di kawasan ini. Peran yang diharapkan tidak sekedar ikutserta didalam aktifitas berjualan makanan dan penyediaan sarana rekreasi bagi wisatawan lokal seperti yang ada saat ini, tetapi juga peran-peran strategis dalam kaitannya dengan proses pengembangan dan pengelolaan pariwisata. Peran-peran strategis yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan perencanaan dan pengelolaan produk-produk wisata berupa atraksi wisata yang didasarkan pada potensi alam dan budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat, pengelolaan informasi yang berkaitan dengan potensi wisata dan pedoman bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata, dan keterlibatan didalam pengelolaan pameran dan pesta budaya. Keinginan masyarakat tersebut didasarkan pada potensi pariwisata yang terdapat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. Hasil diskusi kelompok dan pemetaaninventarisasi potensi yang dilakukan secara partisipatif memperlihatkan bahwa masyarakat memiliki pandangan yang cukup luas tentang potensi atraksi wisata yang dapat dikembangkan. Pandangan masyarakat berkaitan dengan potensi pariwisata di kawasan ini dikemukakan pada Tabel 21. Tabel 21. Potensi atraksi wisata yang terdapat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. Lokasi Potensi Aksesibilitas Alam Budaya Tanjung Karang - Pemandangan alam - Pantai pasir putih - Terumbu karang - Tracking Pembuatan barang kerajinan dari kayu dan tempurung kelapa. Berjarak ± 3 km dari kota Donggala dan ± 37 km dari kota Palu . Mudah dijangkau oleh semua jenis kendaraan. Boneoge - Pemandangan alam - Pantai pasir putih - Sunset - Tracking - Kegiatan panambe yang dilakukan oleh nelayan. - Produk masakan hasil laut. - Pembuatan barang kerajian dari kayu dan tempurung kelapa. Berjarak ± 5 km dari kota Donggala. Beberapa lokasi tertentu di desa ini hanya dapat dijangkau dengan berjalan kaki dan menggunakan perahu. Kaluku dan Pusentasi - Pemandangan alam - Sumur Air Laut - Pantai pasir putih - Terumbu karang - Sunset - Tracking - Kegiatan panambe yang dilakukan oleh nelayan. - Kegiatan nontanu. - Kegiatan nompaura. - Kegiatan pertanian beserta prosesi adatnya. - Pembuatan barang kerajian dari kayu, bambu, dan tempurung kelapa. Berjarak ± 10 km dari kota Donggala. Lokasi wisata yang terdapat di dusun Kaluku hanya dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua. Saat ini sedang dilakukan proses pembangunan jalan. Pengelolaan pariwisata di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi yang berlangsung saat ini masih menitikberatkan pada pemanfaatan potensi alam sebagai daya tariknya, sementara potensi budaya masyarakat belum mendapatkan perhatian yang serius. Melalui diskusi kelompok yang dilakukan, terungkap beberapa pertanyaan dan sekaligus merupakan keinginan masyarakat yang berkaitan dengan peluang aktifitas pertanian, perikanan, dan beberapa kegiatan budaya yang mereka lakukan sebagai bagian dari aktifitas pariwisata. Dikemukakan bahwa hingga saat ini belum ada aktifitas yang dilakukan oleh wisatawan untuk melakukan perjalanan tracking melewati atau bahkan mengunjungi lokasi-lokasi pemukiman, kebun, dan ladang yang mereka miliki. Hal ini sebenarnya dapat membuka peluang masyarakat sebagai ”pemilik” segala potensi lokal untuk mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan pariwisata Damanik dan Weber, 2006. Kondisi alam yang terdapat di kawasan ini, sangat memungkinkan untuk dilakukannya pengembangan kegiatan wisata lintas alam. Jarak antara Tanjung Karang dengan Pusentasi sekitar 5 - 7 kilometer dengan melewati wilayah Kelurahan Boneoge dan dusun Kaluku dimana terdapat kebun dan ladang milik penduduk dengan pemandangan alam yang cukup baik dapat dikembangkan untuk kegiatan tersebut. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dan diskusi dengan masyarakat, terdapat beberapa pilihan-pilihan jalur yang dapat dikembangkan baik melalui wilayah perbukitan, menyusuri bibir pantai yang melewati berbagai aktifitas nelayan ataupun kombinasi antara keduanya dapat dikembangkan di kawasan ini. Dikembangkannya berbagai jalur seperti yang dikemukakan dimuka menyebabkan aktifitas wisatawan, terutama wisatawan lokal, tidak hanya datang untuk sekedar melihat tetapi terbangun sebuah proses pendidikan yang dapat memberi pemahaman kepada wisatawan tentang pentingnya alam dan potensinya bagi masyarakat. Apabila kegiatan seperti ini dapat dikembangkan sebagai salahsatu atraksi maka masyarakat akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk ikut terlibat didalamnya. Disamping bermanfaat untuk membangun komunikasi dan interaksi antara wisatawan dengan masyarakat berdasarkan ”sentuhan” lokal, kegiatan ini juga dapat memberi pengenalan dan pemahaman wisatawan terhadap alam dan budaya setempat. Pembahasan tentang potensi budaya ini akan dikemukakan pada bagian berikut dari tulisan ini. Pengembangan peran masyarakat seperti yang dikemukakan dimuka, merupakan bentuk dari keterlibatan masyarakat secara penuh didalam pengelolaan pariwisata di kawasan ini. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk membangun mekanisme yang memungkinkan bagi masyarakat untuk dapat berperan didalamnya Tabel 22. Tabel 22. Pandangan masyarakat tentang mekanisme peran mereka dalam pengelolaan pariwisata Unsur Mekanisme Atraksi alam dan budaya - Masyarakat menggali dan merumuskan beberapa potensi alam dan budaya yang dapat dikembangkan menjadi produk wisata. - Masyarakat secara berkelompok memproduksi atraksi wisata berdasarkan potensi alam dan budaya tersebut dengan bimbingan pemerintah, swasta, LSM, dan pihak lainnya yang berkepentingan. Usaha jasa - Masyarakat menata pemukiman dan rumah mereka agar bagi yang berkeinginan dapat dikembangkan menjadi rumah penginapan wisatawan. - Masyarakat mengembangkan resep makan dengan bahan lokal bagi wisatawan. - Menggali dan memproduksi kembali barang kerajinan yang pernah dibuat oleh masyarakat sebagai souvenir dan peralatan makan wisatawan. - Menfungsikan perahu nelayan sebagai sarana transportasi wisata. - Pemanfaatan warga masyarakat lokal sebagai pemandu wisata. Informasi wisata - Masyarakat bersama pihak terkait lainnya melakukan inventarisasi, dokumentasi, penyebarluasan informasi potensi wisata alam dan budaya. - Masyarakat bersama pihak lainnya menyusun pedoman bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. Promosi - Masyarakat berperan dalam merancang dan melaksanakan pesta budaya baik yang dilakukan atas inisiatif masyarakat maupun kegiatan yang sudah dijadualkan oleh pemerintah. - Masyarakat berperan dalam upaya memasarkan produk wisata. Organisasi dan kelembagaan - Penguatan terhadap organisasi dan kelompok masyarakat yang sudah ada. - Membangun mekanisme kerjasama antar kelompok-kelompok masyarakat yang terdapat pada masing-masing desa dengan pemerintah, swasta, LSM, dan pihak lainnya yang berkepentingan. Mekanisme yang diharapkan oleh masyarakat lokal seperti yang dikemukakan pada Tabel diatas dimaksudkan agar mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata serta memiliki kontrol terhadap pemanfaatan sumberdaya alam dan budaya yang dimilikinya. Mekanisme proses yang dikembangkan pada masing-masing unsur diatas menjadikan masyarakat akan terlatih untuk melakukan penggalian assessment terhadap potensi dan peluang pasar wisata serta proses perencanaan pengembangan usaha dibidang pariwisata. Disamping itu, upaya penguatan organisasi lokal serta membangun komunikasi dan kerjasama antara organisasi dan kelompok masyarakat dengan pihak lainnya akan memperkuat partisipasi masyarakat lokal, karena keikutsertaan masyarakat secara institusi atau organisasi akan lebih efektif dan berlanjut daripada keikutsertaan individu Upphoff, 1987 dalam Brandon, 1993. Pengembangan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi, seperti yang dikemukakan oleh masyarakat diatas, masih mengalami beberapa kendala dalam implementasinya. Meskipun demikian, dari hasil diskusi kelompok terfokus dikemukakan beberapa permasalahan yang merupakan kendala dalam pengembangan peran tersebut. Permasalahan tersebut seperti yang dikemukakan pada Tabel 23 berikut. Tabel 23. Permasalahan yang dihadapi masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata Unsur dan peran masyarakat Permasalahan Atraksi alam dan budaya - Perancangan produkatraksi wisata - Pengelolaan produkatraksi wisata - Benturan kepentingan antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan ekonomi masyarakat lokal dan mengancam akses masyarakat terhadap sumberdaya. - Keterampilan rendah. - Tidak ada dorongan dari pemerintah. - Pembangunan pariwisata yang lebih menekankan pada aspek fisik. Usaha jasa - Penyediaan homestay - Penyediaan konsumsi wisatawan - Penyediaan souvenir - Penyediaan jasa transportasi - Penyediaan jasa pemanduan - Keterampilan rendah - Kekurangan modal - Tidak ada dukungan pemerintah Informasi wisata - Penyediaan informasi produk wisata - Pembuatan pedoman wisata bagi wisatawan - Keterampilan rendah - Tidak ada dukungan pemerintah - Akses masyarakat terhadap informasi pengembangan pariwisata masih rendah. Promosi Bersama pemerintah dan swasta melaksanakan pameranexpo untuk kepentingan pariwisata Tidak ada dukungan pemerintah Organisasi dan kelembagaan Pelibatan organisasi dan kelompok masyarakat yang telah ada dalam pengelolaan pariwisata, mencakup aspek perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. - Tidak ada mekanisme yang jelas dari pemerintah tentang keterlibatan organisasi dan kelompok masyarakat. - Sikap pemerintah yang lebih berpihak kepada pengusaha. Hasil diskusi kelompok seperti yang dikemukakan pada Tabel 23 memperlihatkan bahwa meskipun terdapat keinginan kuat masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan pariwisata namun keinginan tersebut belum dapat sepenuhnya terpenuhi karena masih terdapat berbagai permasalahan. Permasalahan yang utama adalah dukungan kebijakan pemerintah, permodalan, dan keterampilan masyarakat. Beberapa responden masyarakat lokal mengemukakan bahwa mereka mengembangkan usaha yang dapat dilakukan dengan modal dan keterampilan seadanya seperti membuka warung kopi, rumah makan, dan penyewaan tikar dan ban untuk keperluan wisatawan, terutama wisatawan lokal. Salah seorang responden mengemukakan bahwa usaha warung kopi dan pisang goreng yang dimilikinya sudah berlangsung sekitar 2 tahun dengan penghasilan antara Rp. 30.000,- sampai Rp. 50.000,- per hari. Sementara itu, pemilik usaha warung makan yang terdapat di Tanjungkarang satu-satunya warung makan yang terdapat di Kawasan Tanjungkarang Pusentasi mengemukakan bahwa kegiatannya mengelola warung makan di lokasi wisata ini dapat memberikan pendapatan rata-rata Rp. 200.000,- sampai Rp. 300.000,- per minggu, yang dapat digunakan secukupnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan sekolah anak-anaknya. Untuk usaha penyawaan tikar, ban, dan kacamata renang, mereka dapat memperoleh pendapatan antara Rp. 150.000,- sampai Rp. 200.000,- per minggu dari usaha tersebut. Berdasarkan pengakuan responden bahwa usaha ini yang sementara dapat mereka lakukan untuk menambah penghasilan yang terbatas dari kegiatan keluarga sebagai nelayan dan dengan keterampilan yang masih terbatas.

5.3. Kearifan Sosial Budaya Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya