Sedangkan  untuk  kegiatan  yang  berkaitan  dengan  pariwisata  hanya mereka lakukan pada hari-hari libur dengan membuka warung dilokasi Pusentasi.
Berbeda  halnya  dengan  masyarakat  yang  bermukim  di  Boneoge  dan  Tanjung Karang,  dimana  kegiatan  pertanian  yang  dapat  mereka  lakukan  hanyalah
perkebunan  kelapa  dan  kebun  untuk  tanaman  buah-buahan  dan  sayuran. Kegiatan  masyarakat  yang  berkaitan  dengan  pariwisata  secara  intensif  hanya
dilakukan  oleh  mereka  yang  bermukim  di  Tanjung  Karang,  sedangkan  di Boneoge hanya dilakukan ketika hari libur.
5.2. Persepsi, Partisipasi, dan Keinginan Masyarakat Terhadap Pariwisata
5.2.1.  Persepsi dan Partisipasi Masyarakat
Persepsi masyarakat lokal terhadap kegiatan pariwisata di kawasan wisata pantai  Tanjung  Karang  Pusentasi,  terutama  yang  berkaitan  dengan  ada  tidaknya
manfaat  yang  diberikan  oleh  pariwisata  terhadap  kehidupan  masyarakat dikemukakan pada Tabel 17.
Tabel 17.  Persepsi responden terhadap keberadaan kegiatan pariwisata saat ini
Pekerjaan Persepsi
Jumlah Bermanfaat
Tidak bermanfaat
Tidak tahu
Nelayan 13
11 3
27 Petanipeternak
7 7
1 15
Dagang 7
1 8
SopirOjek 5
1 6
GuruPNS 4
2 6
BuruhPertukangan 4
1 5
Jasa 3
3 Jumlah
43 23
4 70
Hasil  wawancara  yang  dilakukan  terhadap  70  orang  responden masyarakat  lokal  di  lokasi  penelitian,  seperti  terlihat  pada  tabel  tersebut,
menunjukan  bahwa  sebagian  besar  61,43    responden  masyarakat  lokal menyatakan  bahwa  kegiatan  pariwisata  memberikan  manfaat  bagi  masyarakat.
Namun  demikian,  masih  terdapat  sekitar  32,86    responden  yang  menyatakan pariwisata tidak memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah ini, sedangkan
sebagian  kecil  lainnya  5,71    menyatakan  tidak  tahu.    Responden  yang
menyatakan  bahwa  pariwisata  memberikan  manfaat,  pada  umumnya  adalah mereka  yang  memiliki  aktifitas  usaha    yang  berhubungan  langsung  dengan
kegiatan  pariwisata,  disamping  pekerjaan  pokoknya  sebagai  petani  dan  nelayan. Aktifitas  usaha  yang  dilakukan  adalah  berupa  pekerjapenyedia  sarana
penginapan,  warung,  transportasi  wisata  perahu,  pemandu  wisata  dan penyediapenyewaan  sarana  rekreasi  lainnya  seperti  tikar,  ban,  dan  kacamata
renang. Pandangan masyarakat dan beberapa stakeholder lainnya   yang berkaitan
dengan manfaat dan kerugian yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Persepsi stakeholder tentang manfaat dan kerugian dari kegiatan pariwisata
Persepsi Masyarakat
lokal Aparat
Pemerintah Pengusaha
Pariwisata
LSM
Jumlah jawaban Manfaat kegiatan pariwisata
Membuka peluang pekerjaan 36
6 4
2 Menambah pendapatan
30 6
4 1
Mendorong kemajuan desa 23
4 3
1 Memperkenalkan budaya lokal
21 4
4 Lingkungan menjadi baikbersih
21 3
3 1
Dapat  menjual hasil usaha 11
Desa menjadi terkenal 8
Kerugian kegiatan pariwisata Merusak moral
41 2
1 Mengganggu kegiatan nelayan
27 1
1 Mengancam kepemilikan lahan
23 2
1 Kerusakan lingkungan
19 1
2
Berdasarkan  informasi  yang  disajikan  pada  Tabel  18  tersebut  terlihat bahwa  kegiatan  pariwisata  diharapkan  dapat  memberikan  manfaat  yang  besar
bagi  masyarakat.  Berdasarkan  hasil  wawancara  yang  dilakukan  memperlihatkan bahwa manfaat  yang paling banyak dinyatakan 51,43  oleh masyarakat lokal
adalah  terciptanya  peluang  pekerjaanusaha  serta  meningkatkan  pendapatan. Terdapat  tiga  hal  yang  secara  spontan  dikemukakan  oleh  masyarakat  berkaitan
dengan  kepentingan  ekonomi  mereka  yaitu  terbukanya  lapangan  pekerjaan, menambah  pendapatan,  dan  pemasaran  dari  hasil  usaha  perikanan  mereka  dapat
lebih  terbuka.    Sejalan  dengan  pandangan  masyarakat,  stakeholder  lainnya  juga menyatakan  bahwa  kegiatan  pariwisata  dapat  memeberikan  manfaat  ekonomi,
sosial,  dan  lingkungan.    Seluruh  informan  yang  berasal  dari  aparat  pemerintah, pengusaha  pariwisata,  dan  LSM  menyatakan  kegiatan  tersebut  dapat  membuka
peluang  pekerjaan  bagi  masyarakat,  diversifikasi  usaha  masyarakat,  dan  pada akhirnya akan memberikan tambahan pendapatan.
Pada  saat  tertentu,  yaitu  sekitar  bulan  Nopember  hingga  Januari masyarakat yang bekerja sebagai nelayan hampir tidak dapat turun melaut karena
cuaca  yang  tidak  memungkinkan.  Oleh  karena  itu  pada  saat-saat  seperti  ini mereka  melakukan  pekerjaan  diluar  perikanan  seperti  buruh  pelabuhan  dan
bangunan.  Bagi  mereka  yang  memiliki  kesempatan  untuk  menjalankan  usaha yang  berkaitan  dengan  kegiatan  pariwisata  setidaknya  dapat  memperoleh
tambahan pendapatan meskipun tidak dapat melaut. Sebanyak  42,86    responden  masyarakat  lokal  menyatakan  bahwa
kegiatan  pariwisata  dapat  memberikan  tambahan  pendapatan.  Berdasarkan informasi  yang  diperoleh,  baik  pada  saat  wawancara  maupun  pada  diskusi
kelompok  terungkap  bahwa  disaat  cuaca  tidak  memungkinkan  untuk  melaut, mereka  masih  bisa  mendapatkan  hasil  perikanan  dari  sekitar  gugusan  karang
yang  terdapat  didepan  obyek  wisata  Tanjungkarang.    Namun,  saat  ini  kegiatan tersebut  tidak  dapat  lagi  dilakukan  oleh  masyarakat  karena  gugusan  karang  ini
telah menjadi lokasi penyelaman yang dilakukan oleh para wisatawan. Beberapa  manfaat  yang  dikemukakan  diatas  merupakan  sesuatu  yang
seharusnya  diperoleh  masyarakat  disekitar  lokasi  kawasan  wisata  karena pengembangan  kegiatan  kepariwisataan  di  suatu  lokasi  diharapkan  dapat
memberikan  efek  positif  bagi  masyarakat,  khususnya  masyarakat  lokal,  dalam bentuk  pendapatan  dan  kesempatan  kerja  Pitana  dan  Gayatri,  2005;  Liu  dan
Wall,  2006;  Ross  dan  Wall,  1999;  UNEP,  2002a.  Bahkan  bila  pengelolaan pariwisata  yang  dilakukan  berjalan  dengan  sistim  pengelolaan  yang  baik,  dan
dengan  melibatkan  semua  unsur  masyarakat  maka  akan  menjadikan  sumber pendapatan yang dapat berlangsung terus menerus Scheyvens, 1999.
Disamping  manfaat  yang  dirasakan  langsung  oleh  masyarakat  lokal, kegiatan  pariwisata    juga  dapat  memberikan  manfaat  bagi  pemerintah  dalam
bentuk  devisa  dan  peningkatan  pendapatan  pemerintah  Pitana  dan  Gayatri, 2005.    Pendapatan  pemerintah  inilah  yang  diharapkan  akan  memberikan
sumbangan  bagi  kemajuan  pembangunan  daerah  dan  tentu  saja  akan  berakibat positif  bagi  kemajuan  desakelurahan  yang  menjadi  lokasi  kegiatan
kepariwisataan.  Hal  ini  jelas  terungkap  didalam  wawancara  yang  dilakukan dengan  masyarakat  serta  dalam  pelaksanaan  diskusi  kelompok  terfokus  yang
dilakukan  di  lokasi  penelitian.    Seperti  yang  tertera  pada  Tabel  dimuka  bahwa salahsatu  manfaat  yang  diharapkan oleh masyarakat  32,86  adalah kemajuan
bagi desa tempat tinggal mereka. Meskipun  demikian,  menurut  sebagian  tokoh  masyarakat  dan  aparat
pemerintah  pada  tingkat  desa,  kegiatan  pariwisata  yang  telah  berlangsung  di wilayah ini belum banyak memberikan sumbangan bagi kemajuan desa.  Hal ini
disebabkan  karena  redistribusi  pendapatan  yang  diperoleh  pemerintah  tidak sepenuhnya  ditujukan  kepada  pengembangan  desa  dan  masyarakat  di  lokasi
wisata tersebut. Berkembangnya kegiatan pariwisata diharapkan juga dapat meningkatkan
pengenalan  dan  pemahaman  orang-orang  luar  wisatawan  terhadap  budaya masyarakat  di  suatu  lokasi  yang  dikunjungi.    Menurut  masyarakat  lokal  dan
stakeholder  lainnya  pada  kawasan  wisata  Tanjungkarang-Pusentasi  bahwa kegiatan  pariwisata  yang  berlangsung    dapat  menjadi  sarana  untuk
memperkenalkan budaya lokal. Dikembangkannya atraksi budaya sebagai produk wisata  yang  ditawarkan  kepada  para  wisatawan  diharapkan  dapat  menjadi
wahana  memperkenalkan,  memelihara,  dan  mendorong  masyarakat  untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan lokal.
Berkaitan dengan pengembangan atraksi budaya tersebut, Spillane 1987 menyatakan  bahwa  kegiatan  pariwisata  dapat  menggairahkan  perkembangan
kebudayaan  asli,  bahkan  dapat  juga  menghidupkan  kembali  unsur  kebudayaan yang  sudah  hampir  dilupakan.  Selanjutnya,  Damanik  dan  Weber  2006
mengemukakan bahwa aspek sosial budaya juga merupakan sesuatu yang penting bagi  suatu  daerah  tujuan  wisata,  karena  pengalaman  budaya  di  daerah  tujuan
menjadi  salahsatu  daya  tarik  yang  diperhitungkan  oleh  wisatawan.  Selanjutnya dikemukakan  bahwa  sekitar  42  persen  wisatawan  Inggris  mengatakan  informasi
kondisi  sosial,  ekonomi,  dan  politik  lokal  merupakan  basis  pertimbangan  untuk memilih  destinasi  dan  37  persen  mengatakan  pentingnya  menjalin  interaksi
dengan masyarakat setempat. Manfaat  lainnya  yang  juga  dikemukakan  oleh  masyarakat  adalah  yang
berkaitan  dengan  kondisi  lingkungan  30  .  Kondisi  lingkungan  yang dimaksudkan  adalah  menyangkut  kebersihan  dan  keindahan  lingkungan
pemukiman, serta kebersihan dan keindahan pantai. Dikemukakan bahwa kondisi lingkungan  pemukiman  dan  pantai  saat  ini  sangat  jauh  berbeda  dengan
keadaannya ketika kegiatan pariwisata belum intensif seperti saat ini, terutama di Tanjungkarang.
Pada  beberapa  tempat  tertentu,  khususnya  di  desa  Boneoge,  kebersihan dan  keindahan  pantai  masih  kurang  tertata  dengan  baik.  Hal  ini  disebabkan
karena  hanya  sebagian  kecil  wilayah  desa  ini  yang  dimanfaatkan  sebagai  lokasi wisata,  walaupun  hampir  sepanjang  desa  memiliki  potensi  wisata  yang  cukup
baik  karena  memiliki  pantai  yang  berpasir  putih.    Salahsatu  kendala  dalam penataan  lokasi  ini  adalah  karena  padatnya  rumah  sebagai  tempat  pemukiman
nelayan, utamanya di desa Boneoge.   Melalui diskusi kelompok dan wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat di desa ini juga terungkap keinginan mereka
untuk  menata  kondisi  ini,  meskipun  masih  ada  kekhawatiran  bila  suatu  saat mereka akan kehilangan lahannya ketika lokasi ini juga sudah berkembang.
Disamping  pemahaman  tentang  lingkungan    yang  terbatas  pada  aspek penataan  pemukiman,  sebagian  masyarakat  dan  stakeholder  lainnya  juga
mengemukakan  tentang  manfaat  kegiatan  pariwisata  terhadap  lingkungan  alam. Dikemukakan  bahwa  keadaan  ini  tidak  berdiri  sendiri  sebagai  sesuatu  yang
dipengaruhi  langsung  oleh  kegiatan  pariwisata  tetapi  merupakan  suatu  rantai proses sebab-akibat antar berbagai manfaat tersebut.
Manfaat  ekonomi  yang  diperoleh  dari  kegiatan  pariwisata  akan mendorong  masyarakat  untuk  tetap  melestarikan  budaya  lokal  dan  menjaga
kondisi  lingkungan  alam,  karena  keduanya  merupakan  sumberdaya  ekonomi yang dimiliki oleh suatu lokasi pariwisata. Bila penanganan terhadap kedua aspek
tersebut  berlangsung  dengan  baik  maka  manfaat  ekonomipun  akan  diperoleh. Selanjutnya  juga  dikemukakan  bahwa  terpeliharanya  budaya  lokal  akan  sangat
bermanfaat  bagi  terpeliharanya  kondisi  lingkungan  alam,  karena  masyarakat memiliki  akar  budaya  yang  kuat  dalam  bentuk  tata  aturan  pemanfaatan  potensi
sumberdaya alam yang baik. Manfaat  langsung  yang  juga  dikemukakan  oleh  masyarakat  adalah
pemasaran langsung hasil usaha berupa hasil pertanian, perikanan, kerajian, dan masakan  yang  diproduksi  oleh  masyarakat  lokal.  Mereka  dapat  langsung
memasarkan  hasil  pertanian  mereka,  terutama  buah-buahan,  dan  hasil  olahan makanan  yang  biasanya  dikonsumsi  oleh  wisatawan  lokal  pada  hari-hari  libur.
Sebagian  besar  olahan  makanan  merupakan  hasil  pertanian  dan  perikanan  yang dihasilkan  oleh  masyarakat  lokal.    Keadaan  ini  merupakan  manfaat  ganda
Spillane,  1987  yang  didapatkan  oleh  masyarakat  dari  adanya  kegiatan pariwisata.
Selain memberikan manfaat, juga terdapat beberapa kerugian atau akibat- akibat  negatif  dari  berkembangnya  kegiatan  pariwisata  di  wilayah  ini.
Berdasarkan hasil wawancara  yang dilakukan terhadap masyarakat lokal, seperti yang tertera pada Tabel 18, akibat-akibat negatif yang terjadi dan sudah menjadi
kekhawatiran  masyarakat  adalah  berkaitan  dengan  moral,  status  kepemilikan lahan,      konflik  pemanfaatan  sumberdaya,  dan  gangguan  terhadap  lingkungan.
Masalah  moral  merupakan  hal  yang  sangat  mendapat  perhatian  masyarakat 58,57 . Berdasakan penjelasan masyarakat, baik pada saat wawancara maupun
ketika  dilakukan  diskusi  kelompok,  terungkap  bahwa  persoalan  moral  yang dimaksud  adalah  berkaitan  dengan  etika,  tatakrama,  adat  istiadat  dan  juga
hubungan-hubungan sosial antar sesama masyarakat. Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Agusniatih  2002  di  wilayah  ini  juga
mendapatkan bahwa dampak negatif dari kegiatan pariwisata menurut masyarakat adalah  kerusakan  moral  pada  generasi  muda,  yang  terutama  disebabkan  oleh
adanya  wisatawan  mancanegara.  Kebiasaan  wisatawan  mancanegara  yang  suka berjemur  dan  berenang  dengan  menggunakan  pakaian  minim,  menurut
masyarakat akan mempengaruhi moral masyarakat, terutama kaum mudanya. Hal inilah  yang  oleh  Yoeti  1987  dinyatakan  sebagai  ”kebiasaan  jelek”  para
wisatawan  yang  sering  mengakibatkan  kegoncangan  didalam  masyarakat  dan membuat masyarakat setempat menderita.
Selanjutnya,  Cohen  1984  dalam  Pitana  dan  Gayatri  2005 mengemukakan  bahwa  terdapat  beberapa  pengaruh  pariwisata  terhadap  sosial
budaya  masyarakat  lokal,  diantaranya  dampak  terhadap  organisasikelembagaan sosial  masyarakat,  ritme  kehidupan  sosial  masyarakat,  hubungan  antar  personal,
adat  istiadat  yang  kemudian  menyebabkan  terjadinya  penyimpangan- penyimpangan  sosial.  Demikian  pula  halnya  dengan  masyarakat  di  wilayah
penelitian, keadaan seperti itu mungkin saja terjadi ketika perkembangan kegiatan pariwisata  dilihat  sebagai  sebuah  peluang  ekonomi  yang  terlepas  dari
kepentingan dan kontrol masyarakat  lokal  yang  memiliki budaya  gotongroyong, termasuk dalam  urusan-urusan  yang berkaitan dengan kepentingan ekonominya.
Akibatnya  terjadi  perubahan  hubungan-hubungan  sosial  didalam  masyarakat. Dalam  hal  ini,  menurut  Mathieson  dan  Wall  1982  dalam  Pitana  dan  Gayatri
2005  pariwisata  telah  mengubah  struktur  internal  masyarakat  yang mengakibatkan  terjadinya  pembedaan  antara  mereka  yang  memiliki  hubungan
dengan pariwisata dan mereka yang tidak. Pengalaman  masyarakat  dalam  beberapa  kegiatan  yang  merupakan  hasil
rancangan pihak luar baik pemerintah maupun swasta sering menciptakan konflik kecil  diantara  masyarakat  ketika  pihak  diluar    memanfaatkan  salahsatu  atau
beberapa  anggota  masyarakat  untuk  membawa  kepentingan  pihak  luar.    Dalam kaitan  dengan  dengan  keadaan  tersebut,  seperti  tergambar  dalam  diskusi
kelompok, mereka mengharapkan bahwa diperlukan komunikasi yang lebih baik dan  terbuka  antara  berbagai  pihak  dalam  merencanakan  dan  mengembangkan
program  yang  berkaitan  dengan  kepentingan  masyarakat,  termasuk  juga pengembangan pariwisata.
Akibat  negatif  lainnya  yang  dapat  terjadi  adalah  terganggunya kepemilikan lahan masyarakat 38,57 . Hasil wawancara dan diskusi kelompok
dengan masyarakat terungkap bahwa bergesernya status kepemilikan lahan yang diakibatkan  oleh  kuatnya  tuntutan  untuk  lebih  mengembangkan  kegiatan
pariwisata.  Pada satu sisi perkembangan kegiatan pariwisata dapat meningkatkan kesempatan  kerja  dan  pendapatan  masyarakat,  tetapi  disisi  lain  memarginalkan
masyarakat  dari  aktifitas  tersebut,  terutama  bagi  mereka  yang  tidak  memiliki modal yang cukup. Penelitian yang dilakukan oleh Agusniatih 2002 di lokasi ini
juga  mengungkapakan  bahwa  sebagian  masyarakat  di  wilayah  ini  enggan  untuk terlibat  didalam  kegiatan  pariwisata  karena  memberikan  dampak  yang  negatif
bagi  mereka.  Kegiatan  pariwisata  menurut  mereka  suatu  saat  akan  menggusur lahan pertanian dan pemukiman yang mereka miliki saat ini.
Kehadiran  pariwisata  telah  menimbulkan  kekhawatiran  32,86    akan hilangnya  akses  mereka  terhadap  sumberdaya  yang  terdapat  disekitar  wilayah
pemukiman  masyarakat.    Kasus  pelarangan  terhadap  masyarakat  untuk mengambil  ikan  yang  terdapat  di  gugusan  karang  didepan  lokasi  wisata
Tanjungkarang  telah  menjadi  pengalaman  buruk  bagi  masyarakat  tentang pengembangan pariwisata.  Karenanya, dalam wawancara dan diskusi kelompok
dengan  masyarakat  selalu  terungkap  harapan  mereka  agar  kondisi  tersebut  tidak terjadi pada lokasi yang lain seperti di Boneoge dan Dusun Kaluku.
Berkembangnya kegiatan pariwisata, dapat memberikan keuntungan bagi lingkungan  bila  dikelola  dengan  pendekatan  yang  sesuai  dengan  prinsip-prinsip
pelestarian sumberdaya alam.  Potensi alam yang merupakan salahsatu daya tarik bagi  wisatawan  semestinya  tetap  dijaga  keasliannya.  Bila  mengamati  keadaan
pariwisata di daerah ini, jelas terlihat bahwa atraksi utama yang diharapkan oleh wisatawan adalah kondisi lingkungan yang masih alami. Hal ini terutama berlaku
bagi  wisatawan  mancanegara  yang  memanfaatkan  suasana  lingkungan  tropis untuk mengisi masa liburannya.
Pada disisi lain, seperti juga terjadi pada beberapa kawasan wisata lainnya di  Indonesia,  keadaan  lingkungan  yang  bersifat  alami  kadang  tergeser  oleh
kepentingan  pembangunan  sarana  pariwisata  Marpaung,  2002.  Padahal degradasi  lingkungan  yang  terjadi  di  kawasan  pariwisata,  disaat  meningkatnya
jumlah  wisatawan  yang  menyukai  keindahan  alam  dan  kesadaran  akan lingkungan,  dapat  menurunkan  jumlah  wisatawan  yang  berkunjung  pada  suatu
kawasan wisata tertentu Lawrence, 1994.  Masyarakat lokal di kawasan wisata ini  27,14    juga  melihat  bahwa  kegiatan  pariwisata  telah  menberikan  akibat
yang negatif bagi lingkungan. Partisipasi masyarakat lokal merupakan suatu bagian yang penting  dalam
menjamin  keberlanjutan  kegiatan  pembangunan,  termasuk  juga  kegiatan
pariwisata  Garrot,  2003.    Keadaan  partisipasi  masyarakat  dalam  kegiatan pariwisata di Tanjung Karang Pusentasi dikemukakan pada Tabel 19.
Tabel 19. Matriks partisipasi masyarakat dan stakeholder lainnya di Kawasan
Wisata Tanjungkarang Pusentasi
Stakeholder
Jenis Bentuk kegiatan
Mas ya
rakat l
oka l
Pengu saha pa
ri w
isa ta
D inas par
iw isat
a
Pem eri
n tah
desa k
el u
rahan
L SM
K SM
K el
om p
ok tan i
n el
a yan
K aran
g T aruna
PKK D
asa Wi
sm a
K el
om p
ok ar isan
K el
om p
ok p enga
ji an
L em
baga adat
Pengelolaan kawasan wisata
Perencanaan  lokasi Wisata
- √
√ √   √
- -
- -
- -
Pengembangan produk -
√ √
- -
- -
- -
- -
Pemasaran wisata -
√ √
- -
- -
- -
- -
Pengelolaan pintu masuk lokasi
√ -
- -
√ -
√ -
- -
-
Pengelolaan usaha
Akomodasi -
√ √
- -
- -
- -
- -
Pondok peristrahatan √
- √
- -
- -
- -
- -
Transportasi wisata √
√ -
Penyediaan suvenir -
√ -
- -
- -
- -
- -
Jasa penyediaan konsumsi
- √
- -
- -
- -
- -
Pemandu wisata -
√ -
- √
- -
- -
- -
Penyediaan sarana rekreasi
√ √
- -
- -
- -
- -
- Berdagang makanan
√ -
- -
- -
- -
- -
-
Monitoring dan evaluasi kepariwisataan
- √
√ √
√ -
- -
- -
-
Keterangan : Tanda √ menandakan adanya keterlibatanpartisipasi.
Partisipasi  masyarakat  dalam  kegiatan  pariwisata  setidaknya  berkaitan dengan  dua  hal  yaitu  peran  masyarakat  dalam  pengambilan  keputusan,  dan
pembagian  manfaat  dari  kegiatan  pariwisata  McIntosh  dan  Goeldner,  1986 dalam  Ying  dan  Zhou,  2007.  Bagi  masyarakat  lokal  yang  berada  di  kawasan
wisata  Tanjungkarang  Pusentasi,  kedua  hal  tersebut  nampaknya  belum sepenuhnya dapat diperoleh. Pada Tabel 23 terlihat bahwa partisipasi masyarakat
lokal  masih  terbatas  pada  kegiatan  usaha  tertentu  yang  mampu  mereka  lakukan
berdasarkan sumberdaya  yang dimiliki.  Beberapa kegiatan  yang dilakukan oleh masyarakat  lokal  sebagai  usaha  untuk  menambah  pendapatan  keluarga  adalah
penyediaan sarana rekreasi ban untuk pemampung renang, kacamata renang, dan tikar,  berdagang  makanan  yang  dilakukan  pada  hari-hari  libur  ketika  lokasi
wisata  ramai  dikunjungi  oleh  wisatawan  lokal,  pondok  peristirahatan,  dan berdagang makanan.
Kegiatan  usaha  seperti  penyediaan  akomodasi  penginapan,  penyediaan suvenir, jasa penyediaan konsumsi belum dapat dilakukan oleh masyarakat lokal.
Keadaan  ini  disebabkan  karena  masih  terbatasnya  kemampuan  masyarakat  baik dari aspek permodalan maupun keterampilan untuk mengembangkan usaha-usaha
tersebut. Beberapa informan masyarakat lokal yang melakukan usaha penyewaan sarana  rekreasi  dan  berdagang  makanan  bagi  kepentingan  wisatawan  lokal,
menyatakan  bahwa  yang  mereka  lakukan  saat  ini  hanyalah  sebuah  usaha  yang dilakukan  sekedar  untuk  memenuhi  kebutuhan  sehari-hari,  karena  dibangun
dengan  modal  yang  sangat  terbatas  dan  mereka  tidak  memiliki  keterampilan untuk mengembangkan usaha lainnya.
Dari  gambaran  yang  dikemukakan  tersebut  terlihat  bahwa  peran masyarakat  dalam  menjalankan  usaha  pariwisata  di  kawasan  wisata  ini  pada
umumnya  masih  sangat  rendah,  meskipun  juga  diakui  bahwa  pada  lokasi Tanjungkarang  peran  masyarakat  dalam  menjalankan  usaha  sudah  terbangun.
Namun,  beberapa  peran  lainnya  seperti  perencanaan  pengembangan  lokasi wisata,  pengembangan  produk  dan  pemasaran  masih  sepenuhnya  ditangani  oleh
pemerintah  dan  pihak  swasta.    Keadaan  ini  menyebabkan  potensi  produk  yang mungkin dimiliki oleh masyarakat lokal tidak dapat tergali dengan baik.
Sebuah hasil studi yang pernah dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan  Pariwisata  pada  tahun  2003,  yang  dikemukakan  oleh  Suranti  2005,
diperoleh kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan daerah tujuan  wisata  di  Indonesia  masih  rendah.    Hal  ini  disebabkan  karena  belum
adanya  ketentuan  yang  jelas  dan  rinci  mengenai  keterlibatan  masyarakat  dalam pengembangan  daerah  tujuan  wisata,  yang  ada  hanyalah  berupa  himbauan  agar
masyarakat  diikutsertakan  dalam  upaya  pengembangan  tersebut.    Seperti  halnya yang  terjadi  di  wilayah  penelitian,  konsep  partisipasi  masyarakat  masih  berupa
arahan  kebijakan  Disparsenibud  Donggala,  2002,  tanpa  adanya  penjelasan persyaratan, tata cara dan tahapan pelaksanaannya Suranti, 2005.
Gambar 6. Salahsatu kegiatan usaha masyarakat di Tanjung Karang.
Bila kita mencermati keadaan yang berkembang pada kawasan wisata ini, seperti  yang  telah  diuraikan  diatas,  terlihat  bahwa  terdapat  dua  tingkatan
partisipasi  yang  telah  terjadi  ditengah  masyarakat.  Disatu  sisi,  berkaitan  dengan konsep  dan  rencana  pengembangan  kawasan  wisata  posisi  masyarakat  beserta
organisasi  lokal  yang  dimilikinya  masih  berada  pada  tingkatan  partisipasi  yang terendah  dimana  masyarakat  hanya  mendapatkan  pemberitahuan  informing,
yang  oleh  Pretty  1994  dalam  Pleumaron  1997  dinyatakan  sebagai  partisipasi pasif.  Pada posisi ini masyarakat masih ditempatkan sebagai penerima informasi
dari pihak luar. Adapun proses yang dilakukan hanya bersifat formalitas sebagai suatu syarat yang mungkin harus dilakukan dan komunikasi yang terjadi bersifat
satu arah. Namun pada sisi lain, masyarakat telah mengambil inisiatif untuk ikut
didalam  proses  untuk  mendapatkan  manfaat  dari  berkembangnya  kegiatan pariwisata tersebut.
Keadaan  yang  terakhir  tersebut,  bila  dikaitkan  dengan  konsep  tingkatan partisipasi yang dikemukakan oleh Pretty 1994 dalam Pleumaron 1997 berada
pada  tingkatan  dimana  masyarakat  sudah  mulai  masuk  pada  partisipasi  untuk mendapatkan  insentif  material.    Tingkatan  ini  masih  sangat  riskan  karena
didalamnya,  biasanya,  tidak  terjadi  proses  belajar  yang  dapat  membangun kekuatan  masyarakat,  dan  akibatnya  bila  aktifitas  yang  menjadi  tempat
bergantung  masyarakat  terhenti  maka  akan  sangat  mempengaruhi  kehidupan
mereka.  Oleh karena itu maka proses yang harus dilakukan adalah meningkatkan partisipasi  masyarakat    kepada  tingkatan  yang  lebih  bersifat  fungsional  dimana
mereka  dapat  membangun  kekuatan  bersama  melalui  pengembangan  kelompok atau organisasi lokal yang dapat membangun inisiatif, ataupun merespon inisiatif
dari luar dengan posisi tawar yang cukup kuat. Sehubungan  dengan  keadaan  yang  dikemukakan  tersebut,  diperlukan
suatu  upaya  untuk  membangun  kapasitas  organisasi  lokal  yang  dimiliki  oleh masyarakat dengan melibatkan mereka didalam proses kegiatan kepariwisataan di
kawasan ini.  Pengembangan kapasitas ini penting untuk meningkatkan kekuatan organisasi lokal  dalam proses pengambilan keputusan pemanfaatan sumberdaya
alam  dan  budaya  untuk  kepentingan  pariwisata,  dimana    efektifitas  pengelolaan sumberdaya  tergantung  kepada  kekuatan  organisasi  tersebut  dan  hanya  dapat
dilakukan bila didukung oleh semua pihak terutama pemerintah Pomeroy, 1995.
5.2.2. Keinginan Masyarakat Dalam Pengelolaan Pariwisata