Histamin Kajian keterkaitan sistem pelaksanaan program higiene dalam mereduksi risiko bahaya histamin pada proses produksi tuna loin beku

Adapun konsentrasi asam amino bebas pada yellowfin tuna loin pada penyimpanan 1,0 ± 0,3 o C dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Konsentrasi asam amino bebas pada yellowfin tuna loin pada penyimpanan 1,0 ± 0,3 o C. Sumber: Emborg te al. 2005

2.2 Histamin

Histamin adalah senyawa yang terdapat dalam daging ikan dari famili Scombroidae atau ikan lain yang membusuk dan di dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang tinggi. Histamin di dalam daging ikan di produksi oleh enzim pemecah histidin yaitu histidine dekarboksilase melalui proses dekarboksilasi pemotongan gugus karboksil. Enzim pemecah karboksil dapat berasal dari tubuh ikan sendiri, namun sebagian besar enzim tersebut dihasilkan oleh mikroba yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan serta mikroba lain yang mengkontaminasi Keer et al. 2002. Kimata 1961 pada mulanya menduga bahwa pembentukan histamin disebabkan karena proses autolisis, namun ternyata peranan proses autolisis terhadap pembentukan histamin sangat kecil dan diabaikan jumlahnya, jika dibandingkan jumlah histamin yang terbentuk karena proses dekarboksilasi oleh bakteri. Lebih lanjut dapat diketahui bahwa histamin mulai terbentuk pada saat jumlah ammonia dan amino nitrogen pada ikan sudah banyak terbentuk akibat proses kemunduran mutu. Selama proses kemunduran mutu, bakteri memproduksi enzim dekarboksilase yang akan mengubah histidin bebas pada daging ikan menjadi histamin dan amin biogenik lain seperti putresin dari ornitin, kadaverin dari lisin, dan spermidin dan spermin dari arginin Lehane dan Olley 2000. Toksisitas histamin Asam amino Konsentrasi mgkg Asam amino Konsentrasi mgkg Alanin 178 ± 39 Lisin 154 ± 49 Arginin 28 ± 10 Metionin 43 ± 15 Asam aspartat 11 ± 6 Penilalanin 52 ± 14 Sistin 54 ± 16 Prolin 35 ± 9 Glisin 109 ± 23 Serin 49 ± 14 Histidin 13,97 ± 1540 Tirosin 79 ± 20 Isoleusin 46 ± 12 Valin 78 ± 18 Leusin 57 ± 14 7 bertambah ketika ada amin biogenik lain yang ikut dikonsumsi seperti putresin dan kadverin Rossi et al., 2002. Berdasarkan penelitian Kerr et al. 2002, diketahui bahwa pada suhu 17 o C, histamin dan kadaverin berkembang lebih cepat dibandingkan biogenik amin lainnya, sedangkan diantaranya keduanya, histamin mengalami peningkatan yang lebih signifikan dibandingkan kadaverin. Pada penyimpanan suhu 4 o C, peningkatan biogenik amin hanya terjadi pada kadaverin dan pada suhu penyimpanan 0 o C histamin dan kadaverin tidak terbentuk hingga penyimpanan hari keempat. Hasil penelitian Kerr et al. 2002 ini menyimpulkan bahwa terbentuknya biogenik amin dapat dihambat dengan penyimpanan pada suhu 0 o C atau lebih rendah. Laporan-laporan tentang suhu optimum dan batas suhu terendah untuk pembentukan histamin sangat bervariasi. Kim et al. 1999 melaporkan bahwa suhu optimum pembentukan histamin adalah pada suhu 25 o C. Adapun Yoguchi et al. 1990 menyampaikan bahwa penyimpanan pada suhu 25 o C selama 24 jam dapat meningkatkan kandungan histamin hingga 120 mg100 g. Mengingat suhu optimum bakteri pembentuk histamin adalah 20-25 o C, maka perlakuan penundaan dengan suhu rendah, sangat efektif untuk menekan pertumbuhan bakteri tersebut. Akan tetapi, Baranowski et al. 1990 menyampaikan bahwa pada suhu 2 o C Klebsiella pneumonia tidak dapat tumbuh, tetapi pada suhu 4 o C masih dapat menghasilkan histamin walaupun dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pembentuk histamin kebanyakan dari family Enterobacteriaceae yang jenisnya sangat banyak, namun yang paling berperan dalam dekarboksilasi histidin adalah Morganella morganii, Klebsiella pneumonia, dan Hafnia alvei. Bakteri ini dapat ditemukan pada hampir semua jenis ikan, kemungkinan besar hasil kontaminasi pasca panen. Bakteri penghasil histamin ini tumbuh baik pada suhu 10 o C, tetapi dapat juga tumbuh pada 5 o C Kim et al 2003. Oleh karena itu, Food and Drug Administration FDA menetapkan bahwa batas kritis suhu untuk pertumbuhan histamin adalah 4,4 o C FDA 2009. Macam-macam bakteri penghasil histamin yang terdapat pada ikan laut dan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 3. Hampir semua bakteri ini memiliki spesifikasi gram negatif dan 8 bersifat fakultatif anaerobik sehingga mampu tumbuh pada kondisi aerobik dan anaerobik. Tabel 3 Bakteri penghasil histamin yang terdapat pada ikan laut Bakteri Spesifikasi Hafnia sp. Gram-negatif, Fakultatif anaerobik Hafnia alvei Klebsiella sp. Gram-negatif, Fakultatif anaerobik Klebsiella pneumonia Escherichia coli Gram-negatif, Fakultatif anaerobik Clostridium sp. Gram-negatif, Fakultatif anaerobik Clostridium perferingens Lactobacillus sp. Gram-positif, Fakultatif anaerobik Lactobacillus 30a Enterobacter spp. Gram-negatif, Fakultatif anaerobik Enterobacter aerogenes Proteus sp. Gram-negatif, Fakultatif anaerobik Proteus morganii Sumber: Martin et al. 1982 Bakteri-bakteri tersebut merupakan bakteri yang bersifat mesofilik. Selain bakteri-bakteri mesofilik, terdapat pula bakteri penghasil histamin yang bersifat psikrotrofik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 0 o C dan memiliki temperatur optimum 20-30 o C. Bakteri tersebut adalah Morganella psychrotolerans dan Photobacterium phosphoreum. Bakteri psikrotrofik akan lebih cepat menghasilkan histamin pada suhu 17-23 o C dibandingkan pada suhu 6-7 o C dan 35 o C. Sebaliknya, bakteri mesofilik lebih cepat menghasilkan histamin pada suhu 35 o C dibandingkan pada suhu 17-23 o C dan 6-7 o C Dalgaard et al. 2008. Banyak bakteri dari seafood yang memiliki kemampuan untuk memproduksi histamin dalam jumlah yang kecil Taylor et al., 1978; Kim et al., 2003. Sebaliknya pada kondisi tertentu terdapat beberapa spesies bakteri yang sangat kuat dalam memproduksi histamin. Bakteri tersebut disebut sebagai bakteri prolific , yaitu bakteri yang mampu memproduksi histamin lebih dari 1000 mgkg medium. Bakteri ini termasuk dalam golongan bakteri mesofilik dan bakteri psikrotoleran Emborg dan Dalgaard 2008. Morganella psychrotolerans dan Photobacterium phosphoreum adalah bakteri psikrotoleran yang sangat kuat dalam memproduksi histamin. Usus pada beberapa ikan mengandung P. phosphoreum dalam konsentrasi yang tinggi, biasanya mencapai 10 6 ±10 8 kolonig. Selain itu pada insang dan perut ikan juga ditemukan bakteri produser histamin yang kuat dalam konsentrasi yang 9 tinggi, sehingga disarankan dalam praktek higiene dilakukan prosedur pembuangan isi perut dan insang serta pencucian yang efektif untuk mencegah resiko pembentukan histamin Dagaard dan Emborg 2008. Secara fisiologis histamin dalam dosis rendah diperlukan sebagai fungsi normal sistem tubuh. Memakan makanan yang mengandung sedikit histamin akan memberikan efek yang kecil bagi manusia, namun jika mengandung banyak histamin maka akan bersifat toksik. Sistem intestinal dari manusia mengandung enzim diamine oxidase DAO dan Histamin N-methyl transferase HMT dimana akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya. Akan tetapi jika dosis histamin yang dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Gejala keracunan histamin adalah gatal-gatal, diare, demam, sakit kepala, dan tekanan darah turun Keer et al., 2002. Food and Drug Administration FDA menetapkan bahwa untuk ikan tuna dan ikan sejenisnya, 5 mg histamin100 gram daging ikan merupakan jumlah yang harus diwaspadai dan sebagai indikator terjadinya dekomposisi, sedangkan 50 mg histamin100 gram daging ikan merupakan jumlah yang membahayakan atau dapat menimbulkan keracunan. Oleh karena itu, jika ditemukan ikan dengan kandungan 5 mg histamin100 gram daging ikan pada satu unit, maka terdapat kemungkinan pada unit yang lain, kadar histamin dapat mencapai lebih dari 50 mg100 gram FDA, 2001. Berbagai upaya penanganan dilakukan untuk menghambat pembentukan histamin pada daging ikan. Upaya tersebut diantaranya dengan berproduksi dan menyimpan ikan pada suhu rendah. Penelitian mengenai pengaruh suhu penyimpanan terhadap histamin telah banyak dilakukan, demikian pula dengan jenis kemasan yang digunakan. Emborg et al. 2004 menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu chilling dengan kemasan vakum masih dapat meningkatkan kadar histamin, untuk itu penyimpanan suhu beku lebih dianjurkan. Namun, penyimpanan pada suhu chilling tetap dapat dilakukan dengan mengkombinasikan pengemasan dengan modified atmosphere packaging MAP. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Emborg et al. 2004 diketahui bahwa penggunaan MAP dengan komposisi ~40 CO 2 ~60 O 2 dan penyimpanan pada 10 suhu 2 o C mampu mereduksi pertumbuhan bakteri penghasil histamin, termasuk bakteri psikotrofik seperti M. morganii dan P. phosphoreum.

2.3 Higiene