Tujuan Kajian keterkaitan sistem pelaksanaan program higiene dalam mereduksi risiko bahaya histamin pada proses produksi tuna loin beku

perusahaan, jenis produk, dan syarat atau standar keamanan pangan oleh konsumenbuyer. Persepsi yang salah terhadap pengawasan kontrol oleh perusahaan merupakan hambatan teknis utama dalam penerapan HACCP. Hal ini berhubungan dengan komitmen manajemen, yang berarti bahwa pihak manajemen kurang serius dalam menegakkan dan mengawasi aspek mendasar penerapan HACCP Keener 1999, Paniselo Quantick 2001. Aspek mendasar yang dimaksud adalah sistem higiene, dimana sistem tersebut merupakan suatu Pre Requisite Programe PRP atau pondasi dasar dari HACCP Wallace dan Williams 2001, Wallace et al. 2011. Ketidakseriusan dalam penerapan sistem higiene yang mengakibatkan kegagalan dalam implementasi HACCP akan menyulitkan pengendalian bahaya histamin. Hal ini sering tidak disadari oleh pihak manajemen, sehingga dibutuhkan suatu informasi mengenai keterkaitan ketidaksesuaian pelaksanaan sistem higiene terhadap risiko bahaya yang dapat ditimbulkan. Oleh karena itu, pengkajian mengenai keterkaitan antara program higiene yang dilaksanakan pada produksi tuna loin beku dengan risiko bahaya histamin menjadi penting untuk dilakukan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sistem higiene perusahaan pada proses produksi tuna loin beku dan melakukan kajian keterkaitan pelaksanaan program higiene terhadap risiko bahaya histamin. 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuna Loin Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu, mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan finlet di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap Graham dan Dickson 2001. Menurut Saanin 1984, klasifikasi ikan tuna sebagai berikut : Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Thunnus Class : Teleostei Sub Class : Actinopterygii Ordo : Perciformes Sub ordo : Scombroidae Genus : Thunnus Species : Thunnus alalunga Albacore Thunnus albacores Yellowfin Tuna Thunnus macoyii Southtern Bluefin Tuna Thunnus obesus Big Eye Tuna Thunnus tongkol Longtail Tuna Adapun bentuk tubuh ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Ikan tuna Thunnus sp.. Sumber: Schultz 2000 Tuna loin mentah beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian loin, pembuangan daging gelap dark meat, pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan, dan pembekuan cepat dengan suhu pusatnya maksimum -18 o C BSN 2006 a . Cara penanganan dan pengolahan ikan tuna loin yang terdapat dalam SNI 01-4104.3-2006 meliputi: 1 Penerimaan Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati- hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. 2 Penyiangan atau tanpa penyiangan Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. 3 Pencucian 1 khusus yang menggunakan bahan baku segar. Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. 4 Pemotongan daging pembuatan loin Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4 °C. 5 Pengulitan dan Perapihan Tulang, daging merah dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih. Pengulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu produk 4,4 °C. 6 Sortasi mutu Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin keberadaam tulang, duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. 5 7 Pembungkusan Loin yang sudah rapih selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual vakum dan tidak vakum secara cepat. Proses pembungkusan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. 8 Pembekuan Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku seperti ABF hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal –18 °C dalam waktu maksimal 4 jam. 9 Penimbangan Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18 °C. 10 Pengepakan Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter. Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Kandungan proximat pada berbagai spesies tuna dapat dilihata pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi Gizi Beberapa Jenis Ikan Tuna Thunnus sp. per 100 gram daging ikan. Komposisi Bluefin Skipjack Yellowfin Satuan Energi 121,0 131,0 105,0 Kal Protein 22,6 26,2 24,1 G Lemak 2,7 2,1 0,2 G Abu 1,2 1,3 1,2 Mg Calsium 8,0 80,0 9,0 Mg Phosphor 190,0 220,0 220,0 Mg Besi 2,7 4,0 1,1 Mg Sodium 90,0 52,0 78,0 Mg Retinol 10,0 10,0 5,0 Μg Thiamin 0,1 0,03 0,1 Mg Riboflavin 0,06 0,15 0,1 Mg Niasin 10,0 18,0 12,2 Mg Sumber: Williams 1986 6 Adapun konsentrasi asam amino bebas pada yellowfin tuna loin pada penyimpanan 1,0 ± 0,3 o C dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Konsentrasi asam amino bebas pada yellowfin tuna loin pada penyimpanan 1,0 ± 0,3 o C. Sumber: Emborg te al. 2005

2.2 Histamin