Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak paa pekerja bagian prosessing dan filling Pt. cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011

OLEH : Febria Suryani NIM : 107101000572

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011


(2)

i Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, November 2011


(3)

ii Skripsi, November 2011

Febria Suryani, NIM : 107101000572

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS

KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT.COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011

(xvi+ 115 halaman, 11 tabel, 12 gambar, 6 lampiran) ABSTRAK

Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan. Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik. Bahan kimia tersebut memiliki posibilitas untuk mengiritasi dan mensesitisasi kulit pekerja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia, didapatkan bahwa 60% dari 15 orang pekerja mengalami dermatitis kontak.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan pada bulan juli-oktober 2011 di bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia. Sampel penelitian merupakan seluruh total populasi pekerja di bagian processing dan filling sebanyak 50 orang pekerja. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD. Penentuan penyakit dermatitis kontak dan riwayat penyakit kulit didapatkan dari hasil diagnosa dokter, variabel personal hygiene dan penggunaan APD didapatkan dengan observasi langsung dan variabel lainnya didapatkan dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi square dan t independent.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% pekerja mengalami dermatitis kontak, dengan 33,3% dermatitis kontak alergi dan 66,7% dermatitis kontak iritan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak dalam penelitian ini yaitu lama kontak (Pvalue 0.020), masa kerja (Pvalue 0.012), usia (Pvalue 0,006) dan personal hygiene (Pvalue 0,028).

Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak disarankan agar pekerja menggunakan APD dengan lengkap dan memperhatikan kebersihan diri selama bekerja, melakukan penyuluhan kepada pekerja untuk mengenal gejala dermatitis kontak serta pengawasan mengenai penggunaan APD dan personal hygiene.


(4)

iii

MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Paper, November2011

Febria Suryani, NIM : 107101000572

FACTORS ASSOCIATED WITH CONTACT DERMATITIS AT PROCESSING AND FILLING SECTIONS IN PT.COSMAR INDONESIA SOUTH TANGERANG YEAR 2011

xvi+ 115 pages, 11 tables, 12 pictures, 6 attachments

Contact dermatitis prevalence among occupational disease is 50%, which irritant contact dermatitis is more often occurs than the allergic. One of the dermatitis contact agent is chemical which are often used in cosmetic production process. These chemical has possibility to irritate and sensitize the workers. Based on preeliminary study at PT.Cosmar Indonesia as one of cosmetic industries in Indonesia, showed that 60% of 15 workers suffer contact dermatitis.

This research is a quantitative study used a cross sectional method, and held in Juli-October 2011 at processing and filling sections in PT.Cosmar Indonesia. The purpose of this study was to analyze factors associated with contact dermatitis in PT Cosmar Indonesia. Fifty workers was taken as total sampling at processing and filling sections. The independent variables are duration contact, years of employment, age, sex, skin diseases history, personal hygiene and used of PPE (Personal Protective Equipment). For contact dermatitis and skin diseases history obtained by diagnose doctor, for personal hygiene and used of PPE was collected by direct observation, and the other variables was collected by questionaire. Afterwards, tests, such as chi square and t independent, are used to analyze the data.

Results showed that 48% workers suffered contact dermatitis, which 33,3% alergic type and 66,7% irritant type. Factors associated with contact dermatitis are duration contact (Pvalue: 0.020), years of employment (Pvalue: 0.012), age (Pvalue 0.006) and personal hygiene (Pvalue: 0,028).

To reduce contact dermatitis risk, workers should use completed PPE during work, and awareness of their personal hygiene, early recognizing of contact dermatitis symptoms and improve supervised the used of PPE and personal hygiene.


(5)

iv

Skripsi Dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 14 November 2011

Mengetahui,

Iting Shofwati, ST, MKKK M. Farid Hamzens, Msi


(6)

v

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, 14 November 2011

Penguji I,

Iting Shofwati, ST, MKKK

Penguji II,

M. Farid Hamzens, Msi

Penguji III,


(7)

vi Data Pribadi

Nama : Febria Suryani

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Februari 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Nomor Telepon : 08567156252

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. H. Sarmili RT.003 RW.02 No.17.A Pd.Aren Jurang Mangu Timur Tangerang, 15222

E-mail : febriasuryani@gmail.com

Riwayat Pendidikan

Tahun Riwayat Pendidikan

2007-Sekarang S1-Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)

Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta 2004-2007 SMA Negeri 47 Jakarta Selatan

2001-2004 SMP Negeri 177 Jakarta Selatan 1995-2001 SD Negeri Cipulir 04 Jakarta Selatan

Pengalaman Organisasi

Tahun Jabatan

2010-2011 Anggota BEMJ Kesehatan Masyarakat Divisi Dana dan Usaha UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selatan

2004-2006 Anggota MPK Komisi II SMA Negeri 47 Jakarta Selatan 2001-2003 Anggota OSIS SMP Negeri 177 Jakarta Selatan


(8)

vii

و ا رو م ا

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.

Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan laporan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS ; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK; selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Farid Hamzens, Msi; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih bapak atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi.

5. dr. Rahmania Diandini, MKK; selaku penguji sidang skripsi, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi.


(9)

viii penyusunan skripsi.

7. dr. Asmanudin, terima kasih atas saran, bimbingan, waktu serta bantuannya selama proses pengumpulan data, semoga kebaikan dokter dibalas Allah SWT, amin. 8. Ibu Leni Arsita Jadi, MM; selaku pihak personalia, yang telah memberikan izin,

sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Cosmar Indonesia.

9. Ibu Krisna dan Pak Sapto; selaku supervisior bagian produksi PT.Cosmar Indonesia, terimakasih atas kebaikan dan kesediaan waktunya untuk mendampingi, membimbing dan membantu jalannya proses pengumpulan data di perusahaan. 10. Para pekerja PT.Cosmar Indonesia, khususnya bagian processing dan filling,

terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pengumpulan data di perusahaan. Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan Special Thanks To :

1. Keluargaku Tercinta; Alm. Ayah dan Mama, Kakak-kakaku (Teh Elin, Teh Yeni, A Asep) serta keponakan-keponakanku (Ryan, Athar, Amel, Noya) tersayang. Terimakasih banyak atas segala dukungan baik moril maupun materil, kasih sayang yang berlimpah serta doa yang tulus sehingga de’ bisa menyelesaikan kuliah dan menuju masa depan yang lebih cerah, amiin.. LUV U ALL!!

2. Sahabat-sahabatku tersayang; Shani, Menk, Ayu, Anita, Wita, makasii kalian selalu menjadikan hari-hari ebby lebih indah dan penuh warna. That’s Unforgetable Moment” Friends Forever Guys !!!. Especially to deas, makasii yah atas semua bantuan, saran dan bimbingan yang kamu berikan dari mulai awal skripsi sampai selesai, semoga kamu cepet jadi dokter, amiin ☺.

3. Sahabat-sahabat K3 (farhan, firman, arif, hasyim, kemol, fadli, hara, dilla, yuni, vita, agung, danis, said) makasii atas segala bantuan dan kebaikan kalian selama kuliah, makasi juga telah membuat hari-hari ebby lebih indah ☺. Especially to profesor ami (Nur Najmi Laila), thank’s banget mii atas segala bantuan ami dari


(10)

ix

4. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2007 (OPUS) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik!!

5. Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah Subhanahu Wata’ala. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa laporan ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

و ا رو م ا و

Jakarta, November 2011


(11)

x

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

DATA RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah.... ... 5

1.3.Pertanyaan Penelitian ... 7

1.4.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.1. Tujuan Umum ... 8

1.4.2. Tujuan Khusus... 8

1.5.Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1. Bagi Perusahaan ... 9

1.5.2. Bagi Peneliti ... 9

1.5.3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ... 9

1.6.Ruang Lingkup ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi kulit Manusia ... 11

2.2. Dermatitis Kontak ... 13

2.2.1. Definisi Dermatitis Kontak ... 13

2.2.2. Jenis Dermatitis Kontak ... 14

2.2.3. Patogenesis Dermatitis Kontak ... 16

2.2.4. Gambaran Klinis Dermatitis Kontak ... 18

2.2.5. Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak ... 22

2.3. Kosmetik ... 23

2.3.1. Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak ... 24

2.4. Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia ... 31

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak ... 32

2.6. Faktor Langsung ... 33


(12)

xi

2.7.2. Masa Kerja ... 38

2.7.3. Usia ... 39

2.7.4. Jenis Kelamin ... 42

2.7.5. Ras ... 43

2.7.6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya ... 44

2.7.7. Personal Hygiene ... 45

2.7.8. Penggunaan Alat Pelindung Diri ... 47

2.8. Kerangka Teori... 51

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep ... 52

3.2.Definisi Operasional... 56

3.3.Hipotesis ... 58

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Desain Penelitian ... 59

4.2.Lokasi dan Waktu ... 59

4.3.Populasi dan Sample ... 59

4.4.Instrumen Penelitian... 60

4.5.Jenis Data ... 61

4.6.Pengumpulan Data ... 61

4.7.Pengolahan Data... 63

4.8.Analisis Data ... 64

BAB V HASIL 5.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 65

5.1.1. Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia ... 65

5.1.2. Visi dan Misi PT.Cosmar Indonesia ... 66

5.1.3. Sumber Daya Manusia (SDM) ... 66

5.1.4. Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ... 67

5.1.5. Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia ... 72

5.2. Analisis Univariat ... 79

5.2.1. Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak ... 79

5.5.2. Gambaran Faktor Langsung ... 79

a. Lama Kontak ... 80

5.2.3. Gambaran Faktor Tidak Langsung ... 80

a. Masa Kerja ... 81

b. Usia Pekerja ... 81

c. Jenis Kelamin ... 82

d. Riwayat Penyakit Kulit ... 82

e. Personal Hygiene ... 82


(13)

xii

5.3.2. Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak . 84

a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 85

b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 85

c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 86

d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 86

e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 86

BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian ... 88

6.2. Kejadian Dermatitis Kontak ... 89

6.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak ... 92

6.3.1. Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 92

a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 92

6.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak .. 97

a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 97

b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 99

c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 102

d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 104

e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 106

f. Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 108

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 113


(14)

xiii

No.Tabel Halaman

2.1. Iritan Primer ... 34

3.1. Definisi Operasional ... 56

5.1. Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia ... 67

5.2. List Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ... 67

5.3. Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak ... 79

5.4. Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) ... 80

5.5. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) ... 81

5.6. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Penggunaan APD) ... 81

5.7. Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 83

5.8. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 84

5.9. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Penggunaan APD) dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 85


(15)

xiv

No.Gambar Halaman

2.1. Anatomi Kulit Manusia ... 11

2.2. Dermatitis pada Tangan ... 20

2.3. Dermatitis pada Wajah ... 20

2.4. Dermatitis pada Lengan ... 21

2.5. Dermatitis pada Kaki ... 21

2.6. Dermatitis pada Badan ... 22

2.7. Dermatitis pada Leher... 22

2.8. Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air ... 46

2.9. Alat Pelindung Pernapasan ... 48

2.10. Alat pelindung Tangan ... 48

2.11. Alat Pelindung Kaki ... 49


(16)

xv

No.Bagan Halaman

2.1. Kerangka Teori ... 51

3.1. Kerangka Konsep... 53

5.1. Alur Proses Pembuatan Kosmetik ... 72

5.2. Alur Proses Kerja Pembuatan Dry ... 74

5.3. Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik... 75

5.4. Alur Proses Kerja Pembuatan Liquid ... 76

5.5. Alur Proses Kerja Filling Dry ... 77

5.6. Alur Proses Kerja Filling Lipstik ... 78


(17)

xvi Lampiran 1 Surat Pengantar Izin Penelitian Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Kuesioner penelitian Lampiran 4 Hasil Analisis Univariat Lampiran 5 Hasil Analisis Bivariat Lampiran 6 Foto


(18)

1 1.1 Latar Belakang

Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) merupakan suatu peradangan kulit yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2007 ). Penyakit ini ditandai dengan peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas, meliputi : rasa gatal, eritema (kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 55mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama (Freedberg, 2003).

Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak. Di antara dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua dengan 14%-20% (Taylor et al, 2008). Data dari United Stases Bureau of Labor Statistict Annual Survey of Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988, didapatkan 24 % kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit. Data di


(19)

Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 % merupakan dermatitis kontak (Djunaedi dan Lokananta, 2003).

Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Menurut Perdoski (2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002).

Pada sub bagian alergi imunologi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, insiden dermatitis kontak akibat kerja sebesar 50 kasus per tahun atau 11,9% dari seluruh dermatitis kontak. Di Jawa Tengah, Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja mebel sebesar 4,62% dengan proporsi DKI akibat kerja sebesar 23,53% (Perdoski, 2009). Diagnosis dermatitis kontak ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinis, dan tes kulit berupa patch test (Orton dan Wilkinson, 2004).

Beberapa penelitian menunjukan bahwa penyakit dermatitis kontak merupakan penyakit yang lazim terjadi pada pekerja-pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan dan trauma. Beberapa jenis dermatitis kontak seperti dermatitis kontak iritan disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam basa, basa kuat, logam berat dan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan, misalnya sabun, deterjen dan pelarut organik, sedangkan jenis dermatitis lain adalah


(20)

dermatitis kontak alergi biasanya disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia atau lainnya yang meninggalkan sensitifitas kulit (Erliana, 2008).

Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia dan lain-lain (Orton dan Wilkinson, 2004). Bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik yang merupakan penyebab dari dermatitis kontak diantaranya senyawa kimia, tanaman, obat-obatan yang terkandung dalam krim kulit, zat kimia yang digunakan dalam pengolahan pakaian dan kosmetik (Putra, 2008). Pekerja pembuat kosmetik juga beresiko besar menderita penyakit dermatitis kontak, karena dalam proses pembuatannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia.

Berdasarkan data penelitian di Indonesia pada tahun 1985 yang dilakukan di 14 Balai Hiperkes dilaporkan 90% penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah dermatitis kontak akibat bahan kimia (Cahyono, 2004). Salah satu penyebab dematitis kontak adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam industri, seperti salah satu perusahaan industri pembuatan kosmetik yang banyak mengunakan bahan-bahan kimia. Bahan-bahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan kulit pada pekerja yang berkontak langsung dalam proses pembuatannya.

Bahan kimia dalam kosmetik yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit pekerja diantaranya metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin (dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5-chloro-2methyl-4-isothiazolin-3-one (methylchloroisothiazolinone),


(21)

N-isopropyl-N-pheniyl para phenylenediamine, quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate dan methyldibromoglutaronitrile. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sotya Prasari dkk di Klinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta tahun 2005 - 2006, tiga alergen kosmetik standart yang paling sering menimbulkan hasil patch test positif adalah fragrance mix (13,7 %), N-isopropyl-N-pheniyl para phenylenediamine 0,1 % (10,7 %) dan paraben mix 1 % (8,3 %). Alergen kosmetik yang paling sering menimbulkan hasil pact test positif adalah facial cream (18,2 %), sabun (12,9 %) dan sampo (11,6 %).

PT.Cosmar Indonesia adalah sebuah perusahaan kosmetik yang menerima pembuatan kosmetik berdasarkan pesanan (makloon). Perusahaan ini terletak di Taman Tekno Blok A1 No. 11-15 Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia 15314. Produk yang dihasilkan dari perusahaan ini meliputi decorative cosmetics (lipsticks, lip gloss,lip liner, liquid makeup, blushes, concealers, eye shadow, mascaras, eye liner, powders), perawatan kulit (cleansing foam, body lotion, skin care regimens, blemish balm ,lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment), perawatan rambut (shampoo, conditioner, hair mask, hair reconstructor serum, hair spa straightening products, gels ,waxes) dan perawatan personal (shower gel, facial soap, feminine wash, fragrances).

Alur pembuatan kosmetik di PT. Cosmar Indonesia dimulai dari purchasing, ware house in, quality control, processing, filling, packaging dan ware house out. Pekerjaan di bagian processing pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan, kemudian pada bagian filling bahan-bahan kimia yang telah diolah tersebut dimasukan ke dalam wadah yang telah ditentukan. Pada processing dan filling tersebut pekerja berkontak dengan bahan kimia. Sedangkan


(22)

terdapat ribuan macam bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, diantara bahan-bahan kimia tersebut ada yang bersifat toksik maupun alergik, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja sangat besar.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja PT. Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Kesembilan pekerja yang menderita dermatitis kontak kebanyakan mengeluh kelainan kulit setelah berkontak dengan zat kimia. Berdasarkan teori dari para ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal dari faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD).

Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dilakukan tindakan preventif seperti pelatihan atau penyuluhan pada pekerja untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja di PT.Cosmar Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik


(23)

maupun alergik (Orton dan Wilkinson, 2004). Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan kosmetik. Sebagian besar bahan yang terdapat di dalam kosmetik adalah bahan sintetik alami dengan kandungan zat yang bersifat toksik dan alergik sehingga dapat menimbulkan dermatitis kontak.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Pada saat proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, pekerja pada bagian processing dan filling banyak berkontak dengan bahan kimia, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak lebih besar dibandingkan dengan bagian lain. Pada bagian processing pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan, kemudian pada bagian filling bahan-bahan kimia yang telah diolah tersebut dimasukan ke dalam wadah yang telah ditentukan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada bagian processing dan filling.

Penyakit dermatitis kontak pada pekerja dapat mengurangi produktifitas kerja, karena gejalanya dapat mengakibatkan rasa gatal, panas, kemerahan, bengkak serta tonjolan padat maupun cairan, sehingga dapat menggangu pekerjaan. Berdasarkan teori dari para ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal dari faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). Dengan demikian diperlukan suatu penelitian yang membuktikan adanya faktor-faktor


(24)

yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

2. Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

3. Bagaimana gambaran faktor langsung (lama kontak) pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

4. Bagaimana gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011. 5. Apakah ada hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

6. Apakah ada hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.


(25)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

2. Diketahuinya gambaran faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

3. Diketahuinya gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

4. Diketahuinya hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaanAPD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.


(26)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman bagi perusahaan mengenai bahaya serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Sehingga perusahaan dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.

1.5.2 Bagi Peneliti

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti serta sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah khususnya mengenai dermatitis kontak.

1.5.3 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai dermatitis kontak.

2. Terbentuknya kerjasama antara perusahaan dangan fakultas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa kesehatan masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011. Hal tersebut dilakukan karena


(27)

kemungkinan terjadinya dermatitis di perusahaan kosmetik sangat besar, mengingat pekerja sering berkontak langsung dengan bahan-bahan kimia yang sebagian besar bersifat toksik dan alergik. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja didapatkan 9 orang pekerja menderita dermatitis kontak (subjektif dan diperkuat dengan pemeriksaan dokter).

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong lintang). Populasi penelitian berjumlah 50 orang pekerja di bagian processing dan filling, dengan jumlah sampel seluruh populasi. Data-data yang diperoleh berasal dari data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari hasil pemeriksaan klinis, kuesioner dan observasi, sedangkan data sekunder didapatkan dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari perusahaan. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare dan T-independen untuk melihat hubungan antara variabel.


(28)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit

Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 1,5% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m2, rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (16 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki, sedangkan paling tipis (1,5 mm) terdapat di penis (Harahap, 2000).

Berikut akan dijelaskan pembagian kulit secara histopatologik (Djuanda, 2007) :

Gambar 2.1 Anatomi Kulit Manusia


(29)

1. Epidermis (lapisan tanduk), terdiri dari 5 lapis :

a. Stratum korneum, merupakan lapisan paling luar yang terdiri dari kumpulan sel-sel yang telah mati dan terus menerus diganti oleh sel yang baru. Lapisan ini menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan menipis di kelopak mata.

b. Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan stratum korneum yang terdiri dari protein dan lemak, berwarna transparan dan tampak jelas di telapak kaki dan tangan.

c. Stratum granulosum, terdiri dari sel-sel yang memipih dengan sitoplasma berwarna gelap karena keratohialin.adanya granula ini menunjukan bahwa sel-sel mulai mati.

d. Stratum spinosum, terdiri dari sel-sel polygonal yang makin ke atas makin pipih. Diantara stratum spinosum terdapat jembatan antar sel dan sel Langerhans.

e. Stratum basal, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable membrane terhadap bahan kumia yang larut dalam air. Lapisan ini mengandung sel-sel malanosit. Pada orang normal, perjalanan sel dari stratum basal sampai ke stratum korneum lamanya 40–56 hari.

2. Dermis

Lapisan dermis terdapat dibawah epidermis, yang membuat kulit lebih tebal dan elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrosa dan elastis. Lapisan ini terdiri dari 2 lapis, yaitu :


(30)

a. Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis, mangandung kapiler dan ujung-ujung syaraf sensori.

b. Stratum retilukare yang berhubungan dengan subkutis, mengandung kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara di folikel rambut.

3. Subkutis

Terdiri dari jaringan longgar dan mengandung banyak kelenjar keringat dan sel-sel lemak.

2.2. Dermatitis Kontak

2.2.1 Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. Selain itu menurut American Medical Association, dermatitis seringkali cukup digambarkan sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan untuk eksim, kontak (infeksi dan alergi) (HSE UK, 2004).

Menurut Djuanda dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit (Djuanda, 2007). Menurut Firdaus dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit (Firdaus, 2002).

Menurut Michael dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja (Michael,


(31)

2005). Menurut Hayakawa dermatitis kontak merupakan inflamasi non-alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000) dan menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan) (Hudyono, 2002).

Salah satu penyebab dari dermatitis kontak akibat kerja yaitu bahan kimia yang kontak dengan kulit saat melakukan pekerjaan. Bahan kimia (kontaktan) untuk dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja, pertama harus mengenai kulit kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan kemudian menimbulkan reaksi yang memudahkan lapisan bawahnya terkena. Lapisan permukaan kulit ini ketebalannya menyerupai kertas tissue, mempunyai ketahanan luar biasa untuk dapat ditembus sehingga disebut lapisan barrier. Lapisan barrier menahan air dan mengandung air kurang dari 10 % untuk dapat berfungsi secara baik. Celah diantara lapisan barrier

ada kelenjar minyak dan akar rambut yang terbuka dan merupakan tempat yang mudah ditembus (HSE UK, 2004).

2.2.2 Jenis Dermatitis Kontak

Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Perbedaan prinsip antar keduanya adalah dermatitis kontak iritan terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan regenerasi sehingga mudah teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan kemampuan ini dipengaruhi oleh selaput tanduk dan kandungan air pada sel tanduk tersebut. Sementara pada dermatitis kontak alergi, paparan bahan kimia menimbulkan rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan peradangan kulit disini hanya terjadi pada


(32)

seseorang yang mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua bentuk dermatitis ini sulit dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan pemeriksaan medis yang spesifik untuk membedakan keduanya.

1. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat non imunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemeraham), edema (bengkak) ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang dapat menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit (Firdaus, 2002). Dermatitis kontak iritan merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis (Michael, 2005).

Penyebab munculnya Dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh molekul, daya larut dan konsentrasi bahan tersebut, dan lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2007).

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menutun) misalnya dermatitis atopik (Djuanda, 2007).


(33)

2. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis Kontak Alergi merupakan salah satu tipe penyakit kulit akibat sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar rendah yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada kulit akibat sensitivitas. Gejala dari dermatitis kontak alergi antara lain ruam kulit, bengkak, gatal-gatal dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul lagi ketika kulit kembali terpapar (Widyastuti, 2006)

Penyebab terjadinya Dermatitis Kontak Alergika diantaranya kosmetik (cat kuku, penghapus cat kuku, deodoran, pelembab, losyen sehabis bercukur, parfum, tabir surya, senyawa kimia (nikel), tanaman (racun ivy (tanaman merambat), racun pohon, sejenis rumput liar, primros), obat-obat yang terkandung dalam krim kulit dan zat kimia yang digunakan dalam pengolahan pakaian.

2.2.3 Patogenesis Dermatitis Kontak

Mekanisme terjadinya dermatitis kontak pada kulit akan dibahas dibawah ini (Djuanda, 2007) :

1. Dermatitis Kontak Iritan

Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala


(34)

peradangan klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas, nyeri bila iritan kuat. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.

2. Dermatitis Kontak Alergi

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.

Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3 minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses) masuk ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Sel langerhans melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali). Setelah di proses, turunan sel ini yaitu sel-T memori akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi.

Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dengan zat yang sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.


(35)

2.2.4 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak

Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergi.

1. Fase Akut

Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh detergen. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi.

Pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema (kemeraham) dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar dan batasnya kurang jelas. Dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2007).


(36)

2. Fase Kronis

Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan menyebabkan dermatitis kontak iritan. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.

Pada dermatitis kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupan bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda, 2007).

Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak dapat juga dilihat menurut prediksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya (Trihapsoro, 2003).

1. Dermatitis pada tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering terdapat pada bagian tangan. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Hal tersebut dikarenakan tangan merupakan bagian tubuh


(37)

yang paling ser berkontak langsun

2. Dermatitis pada w Dermatitis kont topikal, alergen y sekitarnya mungkun Dermatitis di kel mata dan obat ma

3. Dermatitis pada l Lengan juga dermatitis karena debu semen, dan di ketiak juga

sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sung dengan bahan kimia.

Gambar 2.2 Dermatitis pada tangan

da wajah

kontak pada wajah dapat disebabkan baha n yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata) ungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan g

kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, mata.

Gambar 2.3 Dermatitis pada wajah

da lengan

uga merupakan tempat yang cukup sering na barang–barang seperti jam tangan (mengandun dan tanaman tertentu secara langsung mengenai

a bisa terkena karena penggunaan deodora

tan, sehingga sering

bahan kosmetik, obat ta). Bila di bibir atau n getah buah-buahan. kuku, cat rambut, perona

ng dijumpai terkena andung bahan nikel), nai lengan. Selain itu odoran. Pada pekerja,


(38)

walaupun lengan kimia, tetapi tida melakukan pekerj

4. Dermatitis pada ka Dermatitis pa Dermatitis pada saku, kaos kaki semen,sandal dan kaki akibat tumpa

5. Dermatitis pada ba Terjadi karena dan pewangi paka

gan bukan bagian tubuh yang sering berkont tidak menutup kemungkinan untuk terciprat

erjaan.

Gambar 2.4 Dermatitis pada lengan

da kaki

pada kaki biasanya terjadi pada paha da da bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompe

ki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomi an sepatu. Pada pekerja kemungkinan terjadin pahan ataupun cipratan bahan kimia saat melakuk

Gambar 2.5 Dermatitis pada kaki

da badan

rena tekstil, zat warna, kancing logam, deterge akaian.

kontak dengan bahan bahan kimia saat

dan tungkai bawah. pet, kunci (nikel) di omisin, etilendiamin), dinya dermatitis pada

lakukan pekerjaan.


(39)

6. Dermatitis pada l Sering diseba pewarna pakaian.

2.2.5 Diagnosis Klini

Diagnosis dap teliti, dan bentuk geja diagnosa yang dilakuka metode tersebut yaitu pemeriksaan penunjan

Pada anamesi pekerjaan, hobi, riwa dokter maupun dilakuk

Gambar 2.6 Dermatitis pada badan

da leher

ebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di ud an.

Gambar 2.7 Dermatitis pada leher inis Dermatitis Kontak

dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang ejala klinis yang terjadi. Secara garis besar te kukan dalam mengidentifikasi jenis dermatiti aitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaa nunjang (Firdaus, 2002).

esis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, pe iwayat kontaktan dan pengobatan yang pern dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pe

n di udara, dan zat

ng jelas, cermat dan terdapat tiga metode titis kontak. Metode-ksaan klinis dan juga

perjalanan penyakit, pernah diberikan oleh pertanyaan tentang


(40)

pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin riwayat psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, endema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel biasa dan uji tempel dengan pra-perlakuan (pre-treatment). Uji tempel biasa digunakan untuk alergen dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum yang utuh, sedangkan uji tempel pra-perlakuan digunakan untuk alergen dengan BM yang besar seperti protein dan gluprotein yang dapat menembus stratum korneum kulit jika barier kulit tidak utuh lagi.

2.3 Kosmetik

Kosmetik adalah bahan yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan. Komponen kosmetik secara umum mengandung bahan aktif, pewangi, pengawet, stabilizer, lipid, air, alkohol dan bahan pelarut lain serta zat warna. Kandungan bahan-bahan ini di samping memberi efek seperti yang diinginkan, juga tidak terlepas dari efek samping yang mungkin terjadi akibat bahan kima yang terkandung seperti, dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi, kontak urtikaria, fotosensitivitas dan lain sebagainya. Pengawet merupakan penyebab terbanyak dermatitis kontak alergi karena kosmetik setelah pewangi.

Pengawet adalah bahan kimia biosidal yang ditambahkan dalam kosmetik, obat topikal, makanan dan produk industri lainnya supaya terjaga dari kemungkinan kontaminasi mikroorganisme seperti bakteri, jamur, kapang dan alga yang berimplikasi


(41)

pada percepatan proses pembusukan. Pengawet yang ideal di samping efektif mencegah kontaminasi berbagai mikroorganisme, juga stabil, cocok dengan bahan lain dalam suatu produk, non-toksik dan tidak menimbulkan iritasi maupun sensitisasi.

Kosmetik berdasarkan tempat aplikasi dibagi menjadi 4 golongan, yaitu kosmetik rambut, wajah, mata, dan kuku, sedangkan menurut fungsinya dikenal kosmetik perawatan dan kosmetik rias (dekoratif). Di dalam kosmetik rambut dan kuku paling banyak menggunakan pengawet formaldehid sedangkan pengawet tersering untuk krim wajah dan mata adalah paraben (Putra, 2008).

2.3.1 Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak karena bahan kimia yang terkandung dalam kosmetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilengkapi dengan uji tempel. Menurut North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif

(pengawet kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak (Mehta and Reddy, 2003). Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2001, melaporkan sebelas pengawet terbanyak yang dipakai dalam kosmetik, yaitu: metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin (dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5-chloro-2methyl-4-isothiazolin-3-one (methyl chloroisothiazolinone), quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate, methyl dibromoglutaronitrile (Putra, 2008). Berikut ini akan diuraikan beberapa pengawet kosmetik yang sering menimbulkan reaksi sensitisasi dan iritasi pada kulit, yaitu :

1. Paraben

Paraben atau ester alkyl parahydroxy benzoic acid adalah pengawet yang tidak berwarna, tidak berbau, dan nonvolatil yang diinaktifkan oleh surfaktan non-ionik


(42)

terdiri dari metil-, etil-, propil- dan butilparaben. Aktivitas paraben sebagai bahan pengawet ditingkatkan oleh propilen glikol. Pada tahun 1930, paraben ini diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik, makanan dan obat topikal.

Golongan yang tersering dipakai adalah metil dan etilparaben. Paraben efektif terhadap jamur dan bakteri Gram positif tetapi kurang efektif terhadap Gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa, sehingga sering dikombinasi dengan pengawet lain seperti isothiazolines atau phenoxyethanol yang bersifat formaldehyde releaser. Konsentrasi yang dipakai pada kosmetik 0,1-0,8%. Walaupun paraben termasuk pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940 telah dilaporkan dermatitis kontak alergi yang disebabkan karena paraben.

Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1%. Sensitisasi dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal yang memakai bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari pemakai sediaan topikal. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena paraben paradox. Fenomena ini terjadi karena paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak mensensitisasi kulit normal.

2. Formaldehid dan Pengawet Pelepas Formaldehid

Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol. Secara alami formaldehid dapat dihasilkan dari hasil pembakaran kayu, tembakau, batubara dan bensin, sedangkan síntesis formaldehid dibuat pada tahun 1889 dan


(43)

dipergunakan secara luas dalam berbagai industri, pembuatan kain, kertas, lem, kosmetik, pengawet kosmetik, obat-obatan, makanan, lateks dan lain sebagainya.

Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada uji tempel konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua.

Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun 1998-2000, dilaporkan sebesar 9,2%. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode sebelumnya dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun 1970-1976 sebesar 3,4%, pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3% dan pada tahun 1992-1994 sebesar 6,8 %.

Produk kosmetik yang mengandung formaldehid masih mungkin ditemukan dalam sampo, produk perawatan rambut dan pengeras kuku. Formaldehid saat ini telah digantikan oleh pengawet yang melepas formaldehid dalam air (formaldehyde releaser) seperti quarternium-15, diazodidinyl urea, imidazoldinyl urea, DMDM hydantoin, dan bronopol. Reaksi silang antara formaldehid dan pengawet pelepas formaldehid dapat terjadi, tetapi bila hasil uji tempel terhadap salah satu dari pelepas formaldehid menunjukkan hasil positif tidak perlu menghindari semua pengawet penghasil formaldehid.

3. Quarternium

Pengawet ini didapatkan dalam sampo, kondisioner, kosmetik mata, losyen, krim, sabun cair dan lain-lain. Nama dagang quarternium adalah Dowicil 75, 100,


(44)

200, dan sering dalam label disebut sebagai N-(3chlorally)-hexanium chloride dan chlorallyl methanamine chloride. Sifat kelarutan yang baik dalam air, tidak berbau, tidak berwarna dan aktivitas antimikrobialnya tidak tergantung dari pH membuat pengawet ini dipakai secara luas. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri termasuk Pseudomonas aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum didapatkan 1-9%. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas formaldehid 100 ppm (parts per million). Konsentrasi dalam kosmetik 0,02-0,3%. Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air (water-based) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan sabun cair. Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2% dalam petrolatum

4. Imidazolidinyl Urea

Bahan ini diperkenalkan sebagai pengawet pada tahun 1970. Nama dagang imidazolidinyl urea adalah Germall 115 dan efektif terhadap bakteri. Germaben adalah kombinasi Germall 115 dengan paraben yang menjadi efektif terhadap bakteri dan jamur. Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik 0,03-0,2%, sedangkan konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam aqua. Pengawet ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif terhadap formaldehid. 5. Diazolidilnyl Urea

Diperkenalkan pada tahun 1982 dengan nama dagang Germal II. Diazolidinyl urea sangat larut dalam air dan efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Konsentrasi dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak digunakan pada sedíaan sabun cair, make-up wajah, make-up mata, produk perawatan kulit, dan perawatan rambut. Konsentrasi yang dipakai pada uji tempel standar 1% dalam aqua.


(45)

6. Bronopol

Pengawet dengan nama 2-bromo-2-nitropropane-diol (BNPD) atau Myacide BT diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik terutama sabun pada tahun 1970. Bahan ini mempunyai aktivitas antimikroorganisme yang luas dan larut dalam air. Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya melebihi 1% dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak sehingga penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau nitrosamides yang dicurigai sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah 0,5% dalam petrolatum.

7. Dimethyloldimethyl Hydantoin (DMDM Hydantoin)

Dipasarkan dengan nama dagang Glydant dan mempunyai spektrum antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo. DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman DMDM hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar sebesar 1% dalam aqua.

8. Methylchloroisothiazolinone/Methylisothiazolinone (MCI/MI)

Pengawet ini dikenal dengan nama Kathon CG (CG=Cosmetic Grade), pertama kali dipakai di Eropa pada tahun 1970 dan di Amerika tahun 1980. Bahan pengawet ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan perbandingan 3:1. Formulasi lainnya dipasarkan dengan nama Kathon 886 MW, Kathon WT, Kathon LX, dan Euxyl K100 yang dipakai pada industri logam, produk pembersih, cat, lateks, lem,


(46)

dan lain sebagainya. Sedangkan Kathon 893 dan Proxel dipakai dalam pewarna, cairan fotografi, emulsi, plastik, dan penyegar udara.

MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun 1985-2000 yang dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di Amerika antara 1,8-3%. Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif dalam air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15 ppm, sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk rinse-off.

Kosmetik dengan kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim moisturizer, lotion, dan gel rambut. Penderita dengan hasil tes positif alergi terhadap MCI/MI terkadang masih toleran terhadap produk yang rinseoff, misalnya pada kondisioner, sampo, dan bubble bath. Sumber dermatitis kontak alergi lain dari bahan ini adalah kertas toilet, sampo karpet, dan pelembut pakaian.

9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol

Bahan ini diperkenalkan di Eropa pada tahun 1985 dan di Amerika Utara pada tahun 1990. Di pasaran dikenal dengan nama Euxyl K 400. Euxyl K 400 terdiri dari 2-phenoxyethanol dan methyldibromoglutaronitrile (MDBGN) dengan perbandingan 4:1. Bahan ini juga dikenal dengan nama 1,2-dibromo-2,4-dicyabobutane (Tektamer 38). Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%. Euxyl K 400 dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada binatang tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini merupakan pengawet


(47)

kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun 2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5% sedangkan di Amerika pada periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5%, pada periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7% dan pada periode tahun 1998-2000 sebesar 3,5%.

Konsentrasi Euxyl K 400 untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam petrolatum. Konsentrasi Euxyl K 400 2,5% mengandung MDBGN 0,5%. Lesi dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh produk kosmetik yang leave-on seperti lotions, moist toilet paper, gel rambut, gel mata, hair mousse, conditioner rambut, krim tabir surya dan sebagainya. Bagian yang menimbulkan alergi adalah MDBGN sedangkan phenoxyethanol jarang sebagai sensitizer.

10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC)

Iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC) sangat efektif sebagai antifungi, antibakteri dan antiparasit. Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada make-up, krim, losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas toilet.

Selain pengawet kosmetik diatas, terdapat bahan-bahan kimia lain dalam kosmetik yang dapat menyebabkan reaksi sensitisasi maupun iritasi pada kulit, diantaranya :

1. Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik, deodoran dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan dan reaksi alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak dan Isopropyl alcohol yang terdapat pada produk perawatan kulit dapat


(48)

memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur.

2. Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2005-2006, tiga alergen standar yang paling sering memberikan hasil pact test positif adalah fragrance mix, N-isopropyl-N-phenyl para phenylenediamine dan paraben mix.

2.4 Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia

Program perduli kesehatan kulit sebagai upaya pengendalian resiko paparan bahan kimia. Paparan bahan kimia dapat terjadi akut maupun kronik, efek akut pada kesehatan terjadi karena kontak dengan kulit berupa luka bakar, kemerahan, ekskoriasi sampai rusaknya jaringan lunak. Bila penyakit dermatitis kontak pada pekerja terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk menyembuhkannya. Penyakit akan berulang karena pekerja berkontak dengan zat yang menimbulkan dermatitis semakin lama semakin sering, sehingga penyakit tersebut semakit berat. Terjadinya dermatitis kontak alergi memerlukan waktu yang lama sesuai proses sensitisasi bahan alergen (SHARP, 1999).

Usaha pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dalam menganggulangi penyakit dermatitis kontak. Pihak managemen harus mengidentifikasi potensial bahaya, termasuk masalah bahan kimia yang digunakan dan pengaruhnya terhadap pekerja untuk mengurangi pekerja untuk mengurangi resiko yang mungkin timbul dikemudian hari (SHARP, 1999).

Usaha pencegahan dilaksanankan dengan cara pengendalian teknis, administratif maupun perubahan perilaku pekerja melalui program perduli kulit (skin care program), yaitu dengan cara sebagai berikut (SHARP, 1999) :


(49)

1. Membuat lingkungan mempunyai suhu, kelembaban yang sesuai melalui penerapan ventilasi udara yang memenuhi standar.

2. Memperbaiki teknik proses analisis sesuai prosedur yang lebih efisien dan efektif, misalnya substitusi bahan kimia.

3. Menerapkan alat exhaust atau inhaust udara di beberapa titik lokasi kerja.

4. Memonitor secara berkala suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di dalam lingkungan kerja.

5. Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan, pakaian laboratoruim yang tertutup atau berlengan panjang, sepatu boots dan masker.

6. Rekrutmen pekerja secara selektif untuk mengetahui riwayat atopi pekerja atau keluarga pekerja.

7. Penyuluhan kesehatan bagi pekerja sehingga mampu menjaga kebersihan pribadi dan melakukan upaya pencegahan pribadi.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak

Menurut Djuanda (2007) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis diantaranya molekul, daya larut dan konsentrasi bahan dan faktor lain yaitu lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga ikut berpengaruh pada Dermatitis Kontak, misalnyausia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi Dermatitis Kontak Iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun) misalnya Dermatitis Atopik.

Menurut Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja atara lain ras, keringat,


(50)

terdapat penyakit kulit lain, personal hygiene dan tindakan mengunakan APD. Menurut Rietschel (1985), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis, terdiri dari Direct Influence dan Indirect Influenece. Faktor Direct Influence, yaitu berupa toxic agent. Sedangkan yang termasuk Indirect Influenece adalah usia dan gender, kebiasaan (hobby), kebersihan dan riwayat penyakit.

Menurut Cohen E David (1999), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis adalah Direct Causes, yaitu berupa bahan kimia dan Indirect Causes yang meliputi penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan personal hygiene. Menurut Freedberg, dkk (2003) kelainan kulit akibat dermatitis ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, serta suhu bahan iritan tersebut, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), suhu dan kelembaban lingkungan.

Berdasarkan beberapa sumber yang menjelaskan tentang faktor penyebab dermatitis diatas, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang dominan menyebabkan terjadinya dermatitis, yaitu faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut, konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD).

2.6Faktor Langsung

2.6.1 Bahan Kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi)

Bahan kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan pekerjaan. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Bahan kimia untuk dapat menyebabkan kelainan pada kulit ditentukan dari ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi. Melalui


(51)

kontak yang cukup lama dan konsentrasi yang memadai, bahan kimia dapat menyebabkan kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritan atau dermatitis kontak alergi.

Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui kontak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol, dan perendaman, atau percikan. Besarnya bahaya tergantung oleh besaran kontak bahan kimia yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan besarnya pengaruh pada kesehatan manusia. Hal inilah yang disebut exposure-respons relationship. Paparan ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak (durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agius R, 2006). Agen kimia dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi.

1. Iritan Primer

Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan primer. Iritan primer ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi. Iritasi primer menyebabkan reaksi kulit langsung pada kulit saat pemaparan pertama.

Tabel 2.1 Iritan Primer

Agen Produk Efek

Paraben kosmetik, deodoran,

dan beberapa produk perawatan kulit

kemerahan dan reaksi alergi pada kulit

Propylene Glycol produk kecantikan,

kosmetik dan

pembersih wajah

kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak

Isopropyl Alcohol produk perawatan kulit

iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. Disamping itu, alkohol juga dapat menyebabkan penuaan dini.


(52)

2. Sensitizers

Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi pemaparan berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang menyebabkan sensitisasi kulit jauh lebih sedikit dari pada yang menyebabkan iritasi primer. Contohnya logan dan garam-garamnya (kromium,kobalt dan lain), bahan-bahan kimia karet, obat-obatan dan antibiotik, kosmetik dan lain-lain.

Bahaya bahan kimia adalah korosif (iritan) dan racun. Bahan kimia dapat menyebabkan langsung jaringan kulit iritasi sampai cedera atau korosi pada permukaan logam, namun yang sering terjadi adalah cedera korosi yang merusak jaringan lunak baik kulit maupun mata. Iritasi kulit merupakan derajat cedera korosif dengan derajat ringan.

Bahan kimia korosif cairan basa dapat merusak jaringan lunak lebih kuat daripada asam anorganik. Bahan ini merusak lebih dalam pada jaringan lunak kulit dengan menimbulkan proses perlemakan dalam hitungan minggu, rasa nyeri yang hebat dan melemahkan lapisan endermis sehingga kulit menjadi lebih rentan terhadap bahan kimia lain. Namun pada saat permulaan terpapar justru tidak timbul rasa sakit.

Bahan cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa, yang mana asam menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dan proses perusakan jaringan lunak. Asam bereaksi sangat cepat dengan lapisan pelindung. Cairan korosif memerlukan pH yang sangat rendah atau sangat tinggi untuk menyebabkan cedera korosi. Sedangkan pelarut organik dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit dan


(53)

membran mukosa dengan merusak jaringan lunak yang menyebabkan jalan masuk untuk terjadinya infeksi sekunder.

Selain menyebabkan iritasi, kontak dengan bahan kimia dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit yang merugikan dengan sensitisasi sistem kekebalan tubuh yang dihasilkan dari kontak bahan kimia atau struktur bahan kimia yang serupa sebelumnya. Satu kejadian sensitisasi dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah. Reaksi alergi dapat terjadi tipe lambat maupun sedang. Contoh bahan yang dapat menyebabkan reaksi alergi yaitu fromaldehid, kromium, nikel, fenoliat.

Bahan kimia dalam kosmetik yang dapat menyebabkan dermatitis kontak diantaranya paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI),

iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/

phenoxyethanol, p-phenylenediamine (PPD), p-toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate.

2.6.2 Lama Kontak

Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Fatma, 2007). Menurut Hudyono (2002), kontak kulit dengan bahan kimia yang


(54)

bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat.

Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak maka semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis. Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan bahan kimia dengan menggunakan terminologi yang bervariasi seperti Occupational Exposure Limits (OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan bagi pekerja yang melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per hari (Agius R, 2006).

Berdasarkan penelitian Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,003. Berdasarkan penelitian tersebut kejadian dermatitis paling sering terjadi pada responden dengan lama kontak 8 jam dengan 13 responden (92,8%) untuk dermatitis kontak akut, 20 responden (95,2%) sub akut, dan 5 responden (100%) kronis.

2.7Faktor Tidak Langsung

2.7.1 Suhu dan Kelembaban

Bila bahaya di lingkungan kerja tidak di antisipasi dengan baik akan terjadi beban tambahan bagi pekerja. Lingkungan kerja terdapat beberapa potensial bahaya yang perlu diperhatikan seperti kelembaban udara dan suhu udara. Kelembaban udara dan suhu udara yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak. Kelembaban rendah menyebabkan pengeringan pada epidermis.


(55)

Semua bahan penyebab dermatitis kontak iritan seperti basa kuat dan asam kuat, sabun, detergen dan bahan kimia organik lainnya jika diperberat dengan turunnya kelembaban dan naiknya suhu lingkungan kerja dapat mempermudah terjadinya dermatitis kontak iritan bila berkontak dengan kulit. Bila kelembaban udara turun dan suhu lingkungan naik dapat menyebabkan kekeringan pada kulit sehingga memudahkan bahan kimia untuk mengiritasi kulit dan kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis.

Berdasarkan pada rekomendasi NIOSH (1999) tentang kriteria untuk nyaman, suhu udara di dalam ruangan yang dapat diterima adalah berkisar antara 20-24 oC untuk musim dingin dan 23-28 oC untuk musim panas dengan kelembaban 35-65 oC. Sebagai bahan pertimbangan, dimana Indonesia merupakan daerah tropis yang mempunyai suhu yang lebih panas dan kelembaban yang lebih tinggi rekomendasi NIOSH (1999) perlu dikoreksi apabila diterapkan di daerah tropis. Maka berdasarkan penelitian untuk ruangan ber-AC dianjurkan suhu antara 24-26 oC atau perbedaan antara suhu di dalam dan diluar ruangan tidak lebih dari 5 oC (NIOSH, 1999).

2.7.2 Masa Kerja

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan dengan bahan kimia sampai waktu penelitian. Menurut Handoko (1992) lama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat, sedangkan menurut Tim penyusun KBBI (1992) lama bekerja adalah lama waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau lama waktu seseorang sudah bekerja.

Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan


(56)

bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Suma’mur (1996) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis (Fatma, 2007).

Hubungan dermatitis kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa penelitian terdahulu, yaitu:

1. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada yang masa kerjanya <1.

3. Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja ≥ 5 tahun sebanyak 61,5% yang menderita dermatitis, sedangkan pekerja dengan masa kerja < 5 tahun yaitu hanya 18,8 %. 4. Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa

pada pekerja yang masa kerjanya ≤ 1 tahun terdapat 12 orang yang mengalami dermatitis dan pekerja yang masa kerjanya ≥ 2 tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis.

2.7.3 Usia

Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya


(57)

dermatitis kontak. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999). Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Produksi sebum menurun tajam, hingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun (HSE, 2000).

Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980). Dapat dikatakan bahwa dermatitis kontak akan lebih mudah menyerang pada pekerja dengan usia yang lebih tua. Menurut Djuanda (2007) anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi. Namun pada beberapa penelitian terdahulu pekerja dengan usia yang lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak.

Pekerja yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung berhubungan dengan bahan kimia dibandingkan pekerja yang tua. Pekerja muda juga memiliki kecenderungan untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia. Selain itu pekerja yang lebih tua biasanya lebih banyak memilki pengalaman. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi kulit mereka (HSE, 2000).

Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat


(58)

pelindung diri. Sedangkan menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan kejadian dermatitis kontak berdasarkan usia dapat menyerang semua kelompok usia, artinya usia bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan penyebab dermatitis kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung didominasi oleh usia pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama usia hidupnya menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak.

Hubungan antara kejadian dermatitis dengan umur, dapat terlihat dari beberapa penelitian terdahulu, yaitu:

1. Pada penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis.

2. Trihapsoro (2003) pada pasien rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan dengan diagnosis dermatitis kontak alergik, berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil kelompok usia tertinggi pada perempuan adalah 31-40 tahun (17,5%) dan pada laki-laki adalah 61-70 tahun (12,5%). Kelompok usia terendah pada perempuan adalah 10-20 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 12,5%) dan pada laki-laki 21-30 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 5,0%).

3. Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, berdasarkan hasil analisis hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis diperoleh sebanyak 26 pekerja yang berusia ≤ 30 tahun terkena dermatitis kontak dan untuk pekerja yang berusia > 30 tahun yang terkena dermatitis kontak sekitar 13 orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pekerja muda lebih beresiko terkena dermatitis kontak.


(59)

4. Penelitian Anissa (2010) pada pekerja pengolahan sampah juga didapatkan hasil bahwa pekerja berusia ≤ 31 tahun lebih banyak mengalami dermatitis kontak dibanding pekerja berusia > 31 tahun.

2.7.4 Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World Dictionary). Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulitakan semakin kering.

Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis, terlihat dari beberapa penelitian, yaitu :

1. Trihapsoro, Iwan (2003) pada pasien rawat jalan RSUP Haji Adam Malik Medan, berdasarkan jenis kelamin yang menderita dermatitis kontak terbanyak adalah perempuan yaitu 72,5% sedangkan laki-laki hanya 27,5%.


(1)

FOTO 3. Bulk (Adonan) yang siap di filling


(2)

FOTO 5. Pekerja bagian filling


(3)

FOTO 6. Ketidakpatuhan penggunaan APD


(4)

FOTO 7. Pekerja dengan personal hygiene buruk

ceceran bahan kimia


(5)

(6)