Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Kimia siswa Pada Konsep Termokimia: Eksperimen di SMA Negeri 3 Tengerang Selatanl

(1)

(Eksperimen di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan)

Oleh: SONY HIDAYAT

105016200559

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432 H


(2)

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa berperan dan bertanggung jawab lebih banyak dalam proses pembelajaran. Siswa dituntut tidak hanya mengembangkan pengetahuannya sendiri tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Pada konsep Termokimia diterapkan model Problem Based Learning (PBL). Model PBL menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, diantaranya adalah masalah yang diberikan mengenai situasi nyata akan memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dan melatih kemapuan memecahkan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Model Problem Based Learning terhadap hasil belajar kimia siswa. penelitian ini telah dilaksanakan di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan. Metode penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Instrumen penelitian menggunakan tes pilihan ganda sebanyak 20 soal. Teknik analisis data melalui uji normalitas dengan menggunakan Lilliefors dan uji homogenitas dengan menggunanakan Fischer. Analisis data tersebut dilanjutkan dengan uji t, diperoleh thitung sebesar 2,228 dan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2,048. karena thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning memberikan pengaruh yang siginifikan terhadap hasil belajar kimia siswa.


(3)

chemistry, education of natural sciences department, Faculty of Tarbiya and Teaching Sciences, State of Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. In learning process when student-centered, students be responsibility and more play a part in learning. Students be not just develop their knowledge but solving of problem skill. On thermochemistry concept applied Problem Based Learning (PBL) model’s. PBL model’s have excess more than conventional learning, that is: on process of learning gives the problem in real situation so will motivated them and trained the problem solving skill. This research have purpose to know the model of Problem Based Learning effect toward student’s achievement of chemistry. This research has implemented at state 3 of senior high school South Tangerang. This research method used quasy experiment. Instrument of research is test of multiple choice that is 20 items. Analysis technique of data through normality had used Lilliefors test and homogeneity with Fischer. This analysis continued with t test, resulting of t count is 2,228 and t table at 0,05 of significant level that is 2,048. because that tcount > ttable, so has conclusion that implementing model of Problem Based Learning give significant effect toward student’s achievement of chemistry.


(4)

iii

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT tuhan yang Maha pengasih yang kasihNya tidak pernah memilih dan Maha penyayang yang sayangnya tidak pernah berbilang. Atas kasih dan sayangNya pula yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul, " Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Termokimia". Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul pembawa rahmat bagi semesta alam. Rasul yang akan memberikan kita syafaat di hari akhir nanti amin.

Penulisan skripsi ini merupakan manifestasi dari sebuah proses yang cukup panjang dan melelahkan bagi penulis, namun hal tersebut sungguh membawa harapan baru bagi penulis agar menjadi yang lebih baik dimasa yang akan datang. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil yang mungkin penulis tidak mampu membalasnya. Sudah sepantasnya pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

3. Bapak Dedi Irwandi M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA.

4. Ibu Etty Sofyatiningrum, M.Ed selaku selaku dosen pembimbing I dan Bapak Tonih Feronika, M.Pd selaku pembimbing II, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan serta saran selama penulisan skripsi. 5. Bapak Drs. H. Sudjana, M.Pd sebagai Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Kota

Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang dipimpinnya.


(5)

iv

Khunaini dan Imam Mubarok Serta Adinda yang cantik Isnaeni Syah yang selalu mencurahkan kasih sayang, doa serta dukungannya yang tidak ternilai baik moril maupun materil.

8. Sahabat-sahabat angkatan 2005 khususnya Obay, Acep, Tasrifin, Iksan Ana, Arik dan sahabat yang lainnya tidak bisa penulis sebutkan saya ucapkan terima kasih yang selalu memberikan dukungan dan doa.

9. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, terima kasih atas do’a dan bantuanya.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang melakukn penelitian yang berkaitan dengan permasalahan karya tulis ini pada masa yang akan datang. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Ciputat, Februari 2011


(6)

v   

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 10

1.Model Problem Based Learning (PBL) a. Definisi PBL ... 10

b. Ciri-ciri PBL ... 12

c. Kelebihan PBL ... 13

d. Langkah-langkah PBL ... 14

2.Hasil Belajar a.Pengertian Belajar ... 18

b.Hakikat Hasil Belajar ... 20

c.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 23

3.Hakikat Pembelajaran Kimia ... 24


(7)

vi   

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

B.Metode Penelitian ... 40

C.Populasi dan Sampel ... 41

D.Teknik Pengumpulan Data ... 42

1. Variabel Penelitian ... 42

2. Sumber Data ... 42

3. Instrumen Penelitian ... 42

4. Uji Validitas ... 43

5. Uji Reliabilitas ... 44

6. Tingkat Kesukaran ... 45

7. Daya Pembeda ... 45

E.Teknik Analisis Data ... 46

1. Pengujian Prasyarat Analisis ... 46

2. Pengujian Hipotesis ... 47

F. HipotesisStatistik ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Hasil Belajar a. Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 49

b. Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 50

2. Pengujian Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas ... 51

b. Uji Homogenitas ... 53

3. Pengujian Hipotesis ... 56


(8)

vii   

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(9)

viii   

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol Lampiran 3 Perhitungan Uji Validitas Lampiran 4 Perhitungan Tingkat Kesukaran Lampiran 5 Perhitungan Daya Pembeda Lampiran 6 Kisi-kisi Soal Instrumen Lampiran 7 Uji Validitas Instrumen Lampiran 8 Instrumen Penelitian

Lampiran 9 Uji Normalitas Pretest dan Postest Kelas Kontrol Lampiran 10 Uji Normalitas Pretest dan Postest Kelas Eksperimen Lampiran 11 Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kontrol

Lampiran 12 Distribusi Frekuensi Data Pretest dan Postets Kelas Kontrol Lampiran 13 Distribusi Frekuensi Data Pretest dan Postets Kelas Eksperimen Lampiran 14 Perhitungan Uji “t”

Lampiran 15 Surat Izin Penelitian

Lampiran 16 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 17 Uji Referensi


(10)

ix   

Tabel 2.2 Sintaksis PBL ... 15

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 40

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen ... 43

Tabel 4.1 Deskripsi Data Mean Skor Pretest ... 49

Tabel 4.2 Deskripsi Data Mean Skor Postest ... 50

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Skor Pretest ... 52

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Skor Postest ... 53

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest ... 54

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Skor Posttest ... 55

Tabel 4.7 Uji t Hasil Belajar Siswa Skor Pretest ... 56


(11)

x   

Gambar 2.1 Bagan Hasil pembelajaran PBL ... 12 Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir ... 38


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan tidak mudah dipecahkan kecuali dengan penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (SDM).

Berbicara mengenai kualitas SDM, pendidikan memegang peran yang sangat penting. Pendidikan secara umum dapat dimengerti sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak serta ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal ini senada dengan undang-undang sistem pendidikan nasional no.20 tahun 2003 tentang fungsi pendidikan nasional yang menyatakan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab1.

Pada intinya pendidikan adalah suatu proses yang disadari untuk mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan berpikir, kecerdasan emosional, berwatak dan keterampilan untuk siap hidup di tengah masyarakat. Proses dalam pendidikan adalah kejadian berubahnya peserta didik dari belum terdidik menjadi peserta terdidik.

      

1

Inherent Dikti, UUD RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat diakses di www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, 24/01/2010 Pukul 09.23 WIB  


(13)

Pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia tertuang dalam Al-quran surat Al-Mujadalah ayat 11:

Æ

ìsùötƒ

ª

!$#

t

⎦⎪Ï%©!$#

(

#θãΖtΒ#u™

ö

Νä3ΖÏΒ

t

⎦⎪Ï%©!$#uρ

(

#θè?ρé&

z

Οù=Ïèø9$#

;

M≈y_u‘yŠ

4

ª

!$#uρ

$yϑÎ/

.

t

βθè=yϑ÷ès?

×

Î7yz

“…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Bahkan dalam Hadits Rasulullah SAW memberikan motivasi kepada umatnya

ﺐ ﻃ

آ

ﺔﻀﻳﺮﻓ

ا

artinya Menuntut Ilmu itu diwajiban bagi setiap orang Islam (Riwayat Ibnu Majah, Albaihaqi, Ibnu Abdil Barr dan Ibnu Adi, dari Anas Bin Malik).

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas SDM, maka pemerintah bersama kalangan swasta berusaha membangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.

Belajar merupakan salah satu kebutuhan vital bagi manusia dalam usaha mengembangkan diri serta mempertahankan eksistensinya. Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka waktu tertentu dan secara relatif bersifat permanen dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini tampak tetapi perilaku yang mungkin terjadi dimasa mendatang.2 Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dalam memenuhi tuntutan hidup karena kehidupan yang selalu berubah.

      

2

Zikri Neni Iska, Psikologi: Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brothers, 2006), h. 76 


(14)

Bahkan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan dunia yang sangat cepat, UNESCO merumuskan empat pilar belajar, yaitu pertama, belajar mengetahui (Learning to know) berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi. Belajar untuk mengetahui diartikan sebagai cara bagaimana mengembangkan kemampuan berkonsentrasi, mengingat dan berpikir . Kedua, belajar berkarya (Learning to do) yakni masa depan ekonomi bergantung pada kemampuan mereka untuk mengubah pengetahuan menjadi sebuah inovasi yang akan menghasilkan usaha baru dan pekerjaan-pekerjaan baru. Ketiga, belajar hidup bersama (Learning to live together) merupakan tuntutan agar kita mampu berinteraksi, berkomunikasi dan bekerja sama dan hidup bersama dalam berbagai kelompok etnis, daerah, budaya, ras dan agama. Keempat, belajar berkembang utuh (Learning to be), pendidikan harus memberikan kontribusi kepada setiap individu untuk mengembangkan pikiran dan tubuh, kecerdasan, kepekaan menghargai estetis dan spiritualitas. Belajar berkembang diartikan bahwa manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya3.

Keberhasilan sebuah proses kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari peran seorang guru sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia telah dijelaskan No.20 Pasal 40 ayat 2 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi:

Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban: (1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. (2) Mempunyai komitmen yang profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan, (3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.4

      

3

UNESCO, The Four Pillars of Education, dapat diakses di http://www.unesco.org/delors/fourpil.htm, 21/1/2011, 1:10 AM 

4

Inherent Dikti, UUD RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat diakses di www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, 24/01/2010 Pukul 09.23 WIB 


(15)

Dari undang undang tersebut jelas bahwa peran seorang guru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa. Guru harus mampu melakukan pembelajaran yang menyenangkan agar siswa tidak merasa bosan sehingga mereka dapat menangkap informasi yang diberikan guru dengan baik.

Guru kini tidak lagi hanya sekedar “transfer of knowledge” (mengajarkan pengetahuan yang dimilikinya saja) tetapi juga harus mampu sebagai pendidik sekaligus pembimbing dengan memberikan pengarahan (transfer of value) sehingga siswa dapat lebih aktif dalam kegitan pembelajaran. Sebagaimana menurut Bobby Deporter bahwa Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks segala sesuatunya berarti. Setiap kata, pikiran tindakan dan asosiasi serta sejauh mana guru mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran5. Oleh karena itu, guru harus memiliki dan mampu merancang kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien. Kegiatan pembelajaran ini diramu berdasarkan berbagai model, metode dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan informasi yang akan disampaikan.

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai mata pelajaran yang memberikan pengalaman belajar cara berpikir dari struktur pengetahuan yang utuh. Ilmu Pengetahuan Alam menggunakan pendekatan empiris yang sistematis dalam mencari penjelasan fenomena alam. Prinsip Ilmu Pengetahuan Alam adalah mencari fakta-fakta, sehingga siswa dapat merespon informasi baru dan dapat melakukan eksperimen dalam menguji suatu hipotesis. Prinsip itu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan siswa tidak hanya kemampuan pemahaman saja tetapi juga kemampuan menganalisa dan mengevaluasi serta sikap ilmiah.

Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mata pelajaran Kimia yang dipelajari di Sekolah Menengah Atas membahas tentang sifat, struktur materi, komposisi materi, perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi dan diperoleh melalui hasil-hasil penelitian dan penalaran. Belajar kimia adalah belajar tentang segala perubahan yang terjadi       

5

Bobbi Deporter, dkk, Quantum Teaching (Terjemah:Ary Nilandari), (Bandung: Raifa, 2007), h. 3 


(16)

di alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yang semuanya menyebabkan manusia dapat mengambil segala manfaat dari perubahan tersebut. Selain itu dengan belajar kimia siswa dapat menanamkan metode ilmiah, mampu mengembangkan gagasan-gagasan dan memupuk ketekunan dan ketelitian kerja. Di dalamnya terdapat berbagai pokok bahasan yang memiliki kekhasan masing-masing serta konsep-konsep yang harus dipahami.

Pembelajaran kimia dibangun melalui penekanan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Siswa diharapkan menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori dan sikap ilmiah. Meskipun begitu, bagi sebagian siswa kimia dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit karena didalamnya terdapat konsep-konsep yang abstrak sehingga siswa kurang mampu untuk memahaminya. Untuk dapat mengkonstruk pengetahuan siswa dengan baik, maka tugas seorang guru bukan hanya menyampaikan materi dikelas saja, akan tetapi seorang guru haruslah dapat merancang pembelajaran yang efektif, mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan, serta membuat instrument pembelajaran yang diperlukan.

Pengalaman belajar dan keterampilan proses dapat diperoleh oleh siswa dengan menyajikan suatu masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada hakekatnya segala sesuatu yang ada di lingkungan selalu berhubungan dengan kimia. Ilmu kimia merupakan ilmu yang abstrak sehingga jika diajarkan hanya dengan menyampaikan informasi saja akan menyulitkan siswa untuk memahaminya.

Jika kegiatan pembelajaran kimia dilakukan hanya dengan metode ceramah saja (teacher centered), maka menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran tersebut sehingga siswa tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalahnya. Pada akhirnya ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah siswa tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik. Keadaan tersebut harus segera diantisipasi dengan tidak lagi pembelajaran yang berpusat pada guru namun harus berpusat pada siswa (student Centered). Dalam hal ini model pembelajaran


(17)

yang mengintegrasikan dengan masalah salah satunya adalah model Problem Based Learning(PBL). Prinsip dasar yang mendukung konsep PBL adalah lebih tua dari pada pendidikan formal itu sendiri, pembelajaran dimulai dengan mengajukan masalah, pertanyaan atau teka-teki kepada siswa untuk diselesaikan6. Pembelajaran dengan model PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya melalui penyelidikan suatu masalah yang ada disekitar lingkungannya.

Menurut John Dewey, menyebutkan bahwa Pembelajaran Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning (PBL) adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan7. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.

Termokimia merupakan salah satu bagian dari ilmu kimia yang mempelajari tentang perubahan energi serta reaksi kimia yang menyertainya. Materi didalamnya merupakan materi yang abstrak sehingga pembelajaran didalamnya tidak hanya sekedar menyampaikan konsep saja tetapi lebih dari itu guru harus mampu merubah dari sesuatu yang abstrak menjadi konkrit sehingga mudah dipahami oleh siswa. Agar materi dapat dipahami oleh siswa maka guru dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa dengan mengemukakan sesuatu masalah atau fenomena yang ada dan dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya mengapa mulut terasa dingin ketika makan es krim? Memakan es krim akan menyebabkan mulut terasa dingin karena mulut yang sehat secara normal dewasa ini suhunya sekitar 37oC sedangkan es krim maksimal suhunya sampai 0oC. bahkan bisa berkisar -5 sampai -10 jika baru dikeluarkan dari lemari es. Adanya perbedaan suhu yang sangat jauh, sehingga terjadi perpindahan energi dari mulut ke es krim,       

6

Barbara J. Duch, dkk., The Power of problem-Based learning, (Virginia: Stylus Publishing,2001), h.6 

7

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h.67 


(18)

perpindahan itu juga yang menyebabkan es meleleh. Contoh tersebut merupakan fenomena yang sering siswa alami sehari-hari.

Pemberian masalah terhadap siswa dalam kegiatan belajar, maka siswa akan lebih tertarik sehingga dapat merangsang siswa lebih aktif. Karena didalam pembelajaran siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan melakukan investigasi dan penyelidikan.

Diterapkannya metode Pembelajaran Berdasarkan Masalah, dapat melatih siswa berpikir kritis, menganalisis dan memecahkan masalah komplek, dapat bekerja secara kooperatif di dalam tim kecil, meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan efektif baik verbal maupun tertulis8.

Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul “Pengaruh model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep Termokimia”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Adanya konsep-konsep yang abstrak menjadikan kimia sebagai mata pelajaran yang sulit bagi siswa

2. Lemahnya peran guru dalam mengaplikasikan model, metode atau strategi pembelajaran untuk menunjang keberhasilan kegiatan pembelajaran

3. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dan monoton (pembelajaran konvensional) menyebabkan siswa kurang dapat menguasai informasi yang diberikan oleh guru sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa

4. Pemahaman siswa terhadap materi tidak dibarengi dengan kemampuan untuk menginvestigasi dan memecahkan suatu masalah.

      

8


(19)

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa pernyataan yang timbul dalam identifikasi masalah maka penelitian dibatasi pada:

1. Penelitian ditekankan pada kemampuan kognitif terhadap hasil belajar kimia siswa

2. Penyajian masalah dalam pembelajaran kimia menggunaan Model Problem Based Learning (PBL)

3. Penelitian dilakukan pada konsep pembahasan Termokimia

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia siswa?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan operasional pada penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model Problem based Learning (PBL) memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan pada pembelajaran konvensional dalam pembelajaran kimia.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa, untuk menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah, kemampuan bekerjasama dan berkomunikas sehingga melatih dan merangsang kreativitas siswa.

2. Untuk memberikan alternatif kepada guru dalam mengajarkan pelajaran kimia dan mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih mudah memahami materi pelajaran serta terciptanya proses belajar yang efektif dan bermakna.


(20)

3. Bagi peneliti, untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan dapat memotivasi para peneliti melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan penelitian ini.


(21)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

a. Definisi Model Problem Based Learning

Sebelum menjelaskan tentang PBL perlu diketahui dahulu pengertian tentang model pembelajaran. Menurut soekamto, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar1.

Sedangkan menurut Arends menyatakan istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaks, lingkungan dan sistem pengelolaannya2.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang disajikan oleh guru dari awal sampai akhir secara sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model Problem Based Learning (PBL) Menurut John Dewey dalam trianto merupakan interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan3. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman       

1 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovtif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:

Prestasi Pustaka, 2007), h. 5  

2

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovtif… , h. 6 

3

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovtif… , h. 67  10 


(22)

siswa yang diproleh dari lingkungan akan dijadikan sebagai materi dalam pembelajaran di kelas, sehingga mempermudah mereka memperoleh pengertian dan tujuan belajarnya. Meminjam pendapat Bruner bahwa pendekatan terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi, pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, Setiap orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif. Asumsi kedua bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya (model alam)4. Pembelajaran berdasarkan Masalah merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa belajar tentang subjek dalam konteks yang kompleks, beragam, masalah yang nyata. Bekerja dalam kelompok, siswa mengidentifikasi apa yang mereka telah ketahui, apa yang perlu diketahui dan bagaiman untuk mengakses informasi baru yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah5. Peran guru sebagai fasilitator yang memberikan rancangan proses pembelajaran, misalnya mengajukan pertanyaan, menyediakan sumber yang sesuai, memimpin dikelas serta merncang penilaian siswa.

Menurut Arends, pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri6. Esensi Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan penyuguhan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi

      

4 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 98  5

Wikipedia, Problem-Based Learning dapat diakses di

http://en.wikipedia.org/wiki/Problem‐based_learning 

6


(23)

dan penyelidikan.7 Problem based learning dirancang dan dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya, mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom.8 Seperti yang diilustrasikan pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Bagan Hasil pembelajaran PBL

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning merupakan bentuk pembelajaran yang menekankan pada pengalaman belajar agar siswa dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui penyajian masalah yang nyata sehingga mampu belajar secara mandiri.

b. Ciri-ciri Model Problem Based Learning

Ciri utama pembelajaran berbasis masalah meliputi:

1) pengajuan pertanyaan- pertanyaan atau masalah, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.

      

7

Arends, Learning to teach (belajar untuk mangajar), terjemahan Helly Prajitno dan Sri Mulyantini (Yogyakarta: Pustaka pelajar . 2008), h. 41 

8

Arends, Learning to teach..., h.43  Problem

Based Learning

Keterampilan penyelidikan dan mengatasi masalah

Perilaku dan keterampilan sosial sesuai peran orang Keterampilan

untuk belajar secara mandiri


(24)

2) memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, meskipun PBL berpusat pada mata pelajaran tertentu (seperti IPA, Matematika, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3) penyelidikan autentik, PBL mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

4) Kolaborasi, PBL dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu dengan yang lainnya, baik berpasangan atau berkelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas yang kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir. 5) menghasilkan produk dan memamerkannya, PBL menuntut

siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. 9

c. Kelebihan Model Problem Based Learning

Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk mernbantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuannya. Kelebihan penerapan PBL antara lain melatih ketrampilan berpikir dan ketrampilan mengatasi masalah, meniru peran orang dewasa dalam menghadapai situasi kehidupan nyata, dan melatih belajar secara mandiri10.

1) Ketrampilan Berpikir dan mengatasi masalah

      

9

Trianto, Model-model Pembelajaran…., h.69 

10


(25)

Menurut Arends Berpikir merupakan sebuah representasi secara simbolis (melalui bahasa) berbagai objek dan kejadian riil dan menggunakan representasi simbolis itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial objek dan kejadian tersebut. Berpikir memiliki sifat yang kompleks sehingga tidak dapat diajarkan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang mengajarkan ide-ide dan ketrampilan yang lebih konkret karena proses untuk memikirkan ide-ide abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan situasi kehidupn nyata.

2) Meniru peran orang dewasa

PBL mendorong siswa untuk observasi dan dialog dengan pihak lain agar siswa secara gradual mampu melaksanakan peran yang diobservasi (ilmuwan, guru, dokter seniman dan lin-lain).

3) Belajar secara mandiri

PBL berusaha membatu siswa untuk menjadi pembelajar yang independen. Dengan bimbingan guru siswa mengajukan masalah dan mencari sendiri solusi untuk berbagai masalah riil, kelak siswa belajr untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri.

d. Langkah-langkah Model Problem Based Lerning

Menurut Ibrahim dalam Trianto, pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima tahap utama, meliputi:

Tabel 2.1

Tahap-tahap Problem Based Learning

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam pemecahan


(26)

masalah yang dipilihnya Tahap 2

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar

yang berhubungan dengan masalah tersebut

Tahap 3

Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya

Tahap 5

Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. 11

Senada dengan Ibrahim, menurut Arends terdapat 5 sintak PBL seperti yang dijekaskan pada tabel berikut12:

Tabel 2.2 Sintaksis PBL

Fase Perilaku guru

1 Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa

Membahas tujuan pembelajaran,

mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan

      

11

Trianto, Model-model Pembelajaran...., h.71 

12


(27)

memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah 2 Mengorganisasikan siswa

untuk meneliti

Membantu siswa untuk

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas

belajar yang terkait dengan permasalahan

3 Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen dan mencari penjelasan dan solusi

4 Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Dari dua tahap pembelajaran PBL diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan PBL terdapat lima tahap yaitu sebagai berikut:

1) Mengorientasikan siswa pada masalah yaitu pada awal pelajaran guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran seperti ketrampilan penyelidikan dan membantu siswa menjadi pembelajaran yang mandiri, memunculkan fenomena yang ada dilingkungan siswa (masalah sebaiknya yang autentik dan


(28)

mengandung teka-teki yang memungkinkan siswa untuk bekerja sama), serta mendorongnya untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi.

2) Mengorganisasi siswa untuk meneliti yaitu guru membantu siswa mendefinisikan masalah yang dipilih, membentuk kelompok kecil untuk membangun kerja sama di antara siswa dalam menginvestigasi masalah dan menjelaskan prosedur penyelidikan harus siswa lakukan.

3) membantu penyelidikan secara individu maupun kelompok yaitu guru membantu siswa mengumpulkan informasi tentang masalah tersebut dari berbagai sumber misal di perpustakaan maupun laboratorium selama mendukung masalah tersebut, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah, siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan menggunkan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapi serta memberikan kebebasan kepada siswa dalam mengemukakan ide-ide dan memberikan bantuan yang dibutuhkannya.

4) Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya yaitu guru membantu siswa dalam membuat hasil karyanya seperti laporan, video atau model yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan.

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah yaitu guru membantu siswa menganalisis proses berpikir mereka dan ketrampilan penyelidikan yang digunakan, membantu mengevaluasi karya siswa dengan melakukan presentasi untuk didiskusikan antar siswa maupun kelompok untuk memberikan penjelasan tentang ketepatan solusi yang siswa dapatkan kemudian disimpulkan bersama-sama.


(29)

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Secara kodrati manusia terlahir sebagai pembelajar. Rasa keingintahuannya mendorong manusia mengeksplorasi berbagai pengetahuan. Belajar berasal dari kata ajar yang berarti mencoba (trial) yaitu kegiatan mencoba sesuatu yang belum atau tidak diketahui13. Suatu hal penting dalam kegiatan belajar adalah berubah. Berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi terampil.

Belajar atau yang disebut juga dengan Learning, adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman. Belajar pada manusia merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, ketrampilan dan sikap14. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga mampu bertahan hidup.

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya15. Namun tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran mempunyai cirri-ciri yaitu perubahan yang disadari (pembelajar sadar bahwa pengetahuannya & ketrampilannya telah bertambah sehingga lebih percaya diri), perubahan yang bersifat kontinu (suatu perubahan yang telah terjadi, menyebabkan perubahan perlaku yang lain), perubahan yang bersifat fungsional (memberikan manfaat bagi individu yang bersangkutan), perubahanyangbersifatpositif       

13 Idris Shaffat, Optimized Learning Strategy, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2009), h. 1  14

W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT Grasindo, 1999), cet.5, h. 53 

15

Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 7 


(30)

(perubahan yang diperoleh senantiasa bertambah dari keadaan sebelumnya), perubahan yang bersifat aktif (perubahan terjadi dari aktifitas dan kematangan individu), perubahan yang bersifat permanen (perubahan tersebut akan kekal didalam diri individu) dan perubahan yang bertujuan dan terarah (semua aktivitas terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu)16.

Pendapat lain dipertegas oleh Cronbach yang dikutip Sumadi bahwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya17.

Gagne menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkannya bersama-sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran18. Gagne juga dalam bukunya The conditions of Learning mengemukakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Sedangkan menurut Hilgard dan Bower, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang19. Sedangkan menurut James O. Wittaker, belajar dapat

      

16

Mohamad Surya…, h. 8 

17 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada,2005), h.231  18

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif…, h. 12 

19

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 23.h. 84 


(31)

didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman20.

Mulyati Arifin mengungkapkan bahwa proses belajar mengajar merupakan proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan21. Dalam proses kegiatan belajar mengajar terdapat kegiatan belajar yang dilakukan siswa dan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru. Kegiatan ini tidak berlangsung sendiri, melainkan berlangsung secara bersama-sama pada waktu yang sama sehingga terjadi adanya interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu akibat dari interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan ketrampilan sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

b. Hakekat Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu usaha, kemampuan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal dibidang pendidikan. Kehadiran hasil belajar dalam kehidupan manusia yang berada di sekolah ditingkat dan jenis tertentu. Dalam hasil belajar terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa itu sendiri.

Pelaku penilaian terhadap proses dan hasil belajar diantaranya internal dan eksternal. Penilaian internal merupakan penilaian yang dilakukan dan direncanakan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, biasanya dilakukan oleh suatu institusi atau lembaga baik di dalam maupun di luar negeri.22

      

20 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. 5, h. 104  21

Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar Kimia, (Bandung: UPI, 2000), h.8 

22

Mimin Haryati, Model & Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan,( Jakarta: Gaung Persada Press,2007), h.13 


(32)

Kalau belajar menimbulkan perubahan perilaku, maka hasil belajar merupakan hasil perubahan perilakunya. Oleh karena itu perubahan perilaku menunjukan perubahan perilaku kejiwaan dan perilaku kejiwaan meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik23. Secara eksplisit ketiga domain ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiga ranah tersebut adalah sebagai berikut:

1) Penilaian Aspek Kognitif

Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir termasuk didalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan evaluasi. Menurut Benyamin S. Bloom, taksonomi untuk domain kognitif adalah metode untuk membuat urutan pemikiran dari tahap dasar ke arah yang lebih tinggi dari kegiatan mental yang terdiri dari pengetahuan (knowledge) yaitu kemampuan untuk menghafal, mengingat atau mengulangi informasi yang pernah diberikan. Kedua, pemahaman (comprehension) ialah kemampun untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri. Ketiga, aplikasi (application) yaitu kemampun menggunakan informasi, teori dan aturan pada situasi baru. Keempat, analisis (analysis) ialah kemampuan menguraikan pemikiran yang kompleks dan mengenai bagian-bagian serta hubungannya. Kelima, sintesis (synthesis) merupakan kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna membentuka pola pemikiran yang baru. Dan keenam, evaluasi (evaluation) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.24

Tujuan dari aspek kognitif ini berorientasi pada kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang       

23 Purwanto, Tujuan Pendidikan dan Hasil Belajar: Domain dan Taksonomi, (Jurnal

Teknodik, Departemen Pendidikan Nasional Pusat Teknologi Komunikasi Dan Informasi Pendidikan), dapat diakses di http://www.pustekkom.go.id, h. 158 

24


(33)

menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.

2) Penilaian Aspek Psikomotor

Ryan dalam Mimin Haryati mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar psikomotor dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu, pertama melalui pengamatan langsung serta penilaian tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar(praktek berlangsung). Kedua, setelah proses belajar berlangsung yaitu dengan cara memberikan tes kepada siswa untuk mengukur pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Ketiga, beberapa waktu setelah belajar selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sedangkan menurut Leighbody, dalam melakukan penilaian hasil belajar ketrampilan sebaiknya mencakup: pertama, kemampuan siswa dalam menggunakan alat dan sikap kerja. Kedua, kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan pekerjaan. Ketiga, kecepatan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Keempat, kemampuan siswa dalam membaca gambar atau simbol. Kelima, keserasian bentuk yang diharapkan atau ukuran yang telah ditentukan.

3) Penilaian Aspek Afektif

Life skills merupakan bagian dari kompetensi lulusan sebagai hasil proses pembelajaran. Menurut Krathwohl, bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Peringkat ranah afektif menurut Krathwohl ada lima, yaitu receiving (menerima), responding (tanggapan), valuing (menilai), organization (organisasi) dan characterization (karakterisasi). Penilain pada aspek afektif dapat


(34)

dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner, inventori dan pengamatan atau observasi.25

Sedangkan menurut Gagne dan Briggs menyatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan internal yang meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang itu melakukan sesuatu26.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar

Jika pada umumnya bahwa hasil belajar merupakan sebagai perubahan tingkah laku, maka besar kecilnya perubahan tersebut akan dipengaruhi berbagai hal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang dikemukakan oleh Purwanto terdapat dua faktor27, yaitu:

1) Faktor dari dalam, pada bagian ini terdiri dari:

a) Faktor fisiologis meliputi kondisi fisik dan panca indera

Kondisi fisik dan panca indera siswa memberikan pengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai. Keadaan jasmani yang sehat dan panca indera yang berfungsi dengan baik memegang peranan penting dalam proses pembelajaran sehingga hasil yang diperoleh pun optimal.

b) Faktor psikologi yang meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif

Selain kondisi fisik dan panca indera, faktor psikologi berupa minat, bakat, motivasi dan kecerdasan akan memberikan dorongan terhadap siswa untuk ingin lebih mengetahui dan tertarik dengan apa yang sedang dipelajarinya, sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil belajar yang dicapai.

      

25

Haryati, Model & Teknik Penilaian..., h. 22-38 

26

Haryati, Model & Teknik Penilaian..., h. 38 

27


(35)

2) Faktor dari luar, bagian ini terdiri dari:

a) Faktor lingkungan meliputi alam dan sosial

Keadaan alam dan sosial dilingkungan belajar, misalnya sekolah berada jauh dari pusat keramaian, waktu belajar (siang atau malam), cuaca dapat mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. b) Faktor instrumental meliputi kurikulum atau bahan pelajaran, guru

atau pengajar, sarana dan fasilitas, metode pembelajaran, administrasi atau manajemen.

Dari pengaruh faktor-faktor tersebut, maka muncul siswa-siswa yang berprestasi tinggi dan berprestasi rendah atau gagal sama sekali. Dalam hal ini, seorang guru yang professional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka.

3. Hakekat Pembelajaran kimia

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang objek kajiannya jelas dan kasat mata, yang menjelaskan misteri alam yang besar. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsi-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa pampu menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah. Pendidikannya diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.


(36)

Ilmu kimia sebagai bagian dari IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang materi yang meliputi struktur, sifat, susunan serta perubahan energi yang menyertai suatu reaksi kimia. Ilmu kimia menjadi sarana hasrat dan kerinduan terdalam manusia untuk menyelidiki dan mengetahui materi alam semesta ini. Namun kimia bagi sebagian siswa merupakan salah satu pelajaran yang sulit. Beberapa siswa merasa tidak mampu dalam mempelajari kimia. Pelajaran kimia menjadi momok yang menakutkan karena adanya pandangan yang salah tentang kimia itu sendiri. Selama ini para siswa menganggap konsep-konsep yang ada dalam pelajaran kimia sebagai konsep-konsep abstrak yang sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan yang nyata.

Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali siswa pengetahuan pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.

4. Termokimia

Termokimia dapat didefinisikan sebagai bagian ilmu kimia yang mempelajari dinamika atau perubahan reaksi kimia dengan mengamati panas/termal nya saja. Salah satu terapan ilmu ini dalam kehidupan sehari-hari ialah reaksi kimia dalam tubuh kita dimana produksi dari energi-energi yang dibutuhkan atau dikeluarkan untuk semua tugas yang kita lakukan. Pembakaran dari bahan bakar seperti minyak dan batu bara dipakai untuk pembangkit listrik. Bensin yang dibakar dalam mesin mobil akan menghasilkan kekuatan yang menyebabkan mobil berjalan. Bila kita mempunyai kompor gas berarti kita membakar gas metan (komponen utama dari gas alam) yang menghasilkan panas untuk memasak. Dan melalui urutan reaksi yang disebut metabolisme, makanan


(37)

yang dimakan akan menghasilkan energi yang kita perlukan untuk tubuh agar berfungsi. Hampir semua reaksi kimia selalu ada energi yang diambil atau dikeluarkan. Mari kita periksa terjadinya hal ini dan bagaimana kita mengetahui adanya perubahan energi.28

Pernahkah kamu melarutkan deterjen bubuk sewaktu mencuci pakaian? Apa yang kamu rasakan pada deterjen? Apakah terasa dingin atau hangat? Coba bandingkan ketika kamu membuat larutan oralit (campuran garam dan gula dengan perbandingan tertentu)? Apa yang kamu rasakan pada bagian luar gelas tempat membuat larutan itu? Apakah terasa dingin atau hangat? Nah dua fenomena tersebut merupakan salah satu bentuk perubahan energi.29

a. Perubahan Energi suatu Reaksi Kimia

Energi merupakan konsep yang abstrak sehingga lebih sulit dipahami daripada zat, karena energi hanya dapat kita rasakan namun tidak dapat dilihat. Kita hanya dapat mempelajari pengaruh energi pada suatu objek. Misalnya, mengapa mulut terasa dingin ketika makan es krim? Memakan es krim akan menyebabkan mulut terasa dingin karena mulut yang sehat secara normal dewasa ini suhunya sekitar 37oC sedangkan es krim maksimal suhunya sampai 0oC. bahkan bisa berkisar -5 sampai -10 jika baru dikeluarkan dari lemari es. Adanya perbedaan suhu yang sangat jauh, sehingga terjadi perpindahan energi dari mulut ke es krim, perpindahan itu juga yang menyebabkan es meleleh.30

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam termokimia yang menyangkut perpindahan energi yaitu sistem dan lingkungan. Peristiwa reaksi kimia yang sedang diamati atau dipelajari disebut       

28

Ratna Ediati dkk., Kimia Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Jilid I, (Jakarta: Direktorat Pembinaan SMK, 2008), h. 141 

29 Das Salirawati, dkk., Belajar Kimia Secara Menarik Untuk SMA/MA Kelas XI, (Jakarta:

Grasindo, 2007), h. 68 

30

Paul Monk, Physical Chemistry: Understanding Our Chemical World, (Manchester Metropolitan University: John Wiley&Son, 2004). h.77 


(38)

sistem. Segala sesuatu diluar sistem disebut lingkungan. Berdasarkan interaksi dengan lingkungan, sistem dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem terbuka, sistem tertutup dan sistem terisolasi.

Sistem terbuka adalah suatu sistem yang memungkinkan terjadinya pertukaran kalor dan materi (zat) antara lingkungan dan sistem. Sistem tertutup adalah suatu sistem yang memungkinkan terjadinya pertukaran kalor dan materi antara sistem dan lingkungan. Sedangkan sistem terisolasi adalah sistem yang tidak memungkinkan terjadinya pertukaran kalor dan materi antara sistem dan lingkungan.

b. Entalpi dan perubahan Entalpi suatu reaksi

Umumnya reaksi kimia dilangsungkan pada wadah yang terbuka pada tekanan atmosfer atau pada tekanan tetap. Perubahan kalor pada tekanan semacam ini disebut perubahan entalpi. Entalpi dilambangkan dengan H, merupakan jumlah energi yang dimiliki sistem pada tekanan tetap. Seperti halnya pada energi, entalpi juga termasuk fungsi keadaan. Entalpi tidak dapat diukur, hanya perubahannya saja yang dapat diukur.

∆H = Hakhir – Hawal

1. Reaksi Eksoterm dan Endoterm

Kenapa kita berkeringat? Kita sering kali berkeringat misalnya setelah berlari dengan cepat, tinggal di daerah yang beriklim panas atau mungkin selama kita sakit yang menyebabkan suhu menjadi naik (kita sering mengatakan, kami kepanasan). Berkeringat adalah salah satu cara yang alami untuk mendinginkan tubuh. Keringat merupakan larutan garam dan minyak alami yang dihasilkan oleh kelenjar yang berada dibawah permukaan kulit. Kelenjar akan menghasilkan campuran tersebut ketikan tubuh merasa kepanasan. Kadang-kadang lengan yang berkeringat jika terkena angin dari kipas atau angin alami maka


(39)

kulit terasa dingin itu karena adanya penguapan air dari keringat.31

Reaksi dimana sistem menyerap kalor dari lingkungan disebut reaksi endoterm. Karena sistem menyerap kalor maka kalor yang ada dalam sistem akan bertambah. Tanda reaksi endoterm adalah ∆H = + (positif).

Sedangkan reaksi kimia dimana sistem melepaskan kalor ke lingkungan disebut reaksi eksoterm32. Karena sistem melepaskan kalor kelingkungan, maka kalor dalam sistem akan berkurang. Tanda reaksi eksoterm adalah ∆H = - (negatif).

2. Persamaan Termokimia

Karena entalpi adalah suatu fungsi keadaan, maka besaran ∆H dari reaksi kimia tidak tergantung dari lintasan yang dijalani pereaksi untuk membentuk hasil reaksi. Untuk melihat pentingnya pelajaran mengenai panas reaksi ini, kita dapat melihat perubahan yang sudah dikenal, yaitu penguapan air pada titik didihnya.

      

31

Paul Monk, Physical Chemistry…,h. 81 

32

Robert G. Mortimer, Physical Chemistry: Third Edition, (Kanada: Elsevier, 2008), h. 86  Lingkungan

Lingkungan Sistem

Lingkungan Lingkungan Sistem


(40)

Kita perhatikan perubahan 1 mol cairan air H2O(l) menjadi

1 mol air berupa gas, H2O(g) pada suhu 100OC dan tekanan 1

atm. Proses ini akan menyerap kalor sebanyak 41 kJ, maka ∆H = + 41 kJ. Perubahan keseluruhan dapat ditulis dengan persamaan:

H2O(l) → H2O (l) ∆H = + 41 Kj

3. Perubahan Entalpi Molar Standar (∆H)

Harga perubahan entalpi (∆H) selalu dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar, misalnya suhu dan tekanan. Sangatlah tidak efisien apabila dalam setiap pengukuran harus selalu mencantumkan suhu dan tekanan reaksi. Biasanya entalpi dihitung pada kondisi suhu 25oC (298 K) dan tekanan 1 atmosfer. Keadaan inilah yang ditetapkan sebagai keadaan standar. Jadi, entalpi yang diukur pada kondisi standar dinamakan dengan entalpi standar. Pada umumnya, suatu reaksi kimia mengikut sertakan jumlah reaktan dan produk reaksi yang biasanya dinyatakan dengan satuan molar. Oleh karena itu, dikenal pula entalpi molar standar yaitu perubahan entalpi 1 mol zat yang diukur pada keadaan standar. Perubahan entalpi suatu reaksi kimia dapat dihitung dari perubahan entalpi pembentukan reaktan dan produk.33

a. Entalpi Pembentukan Standar (∆H0f, f = formation)

Entalpi pembentukan standar (∆H0f ) adalah kalor yang

dilepaskan atau diserap pada pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya pada reaksi yang dilakukan pada suhu 298 K dan tekanan 1 atmosfer.

Contoh: H2(g) + ½ O2(g) → H2O (l) ∆H0f = - 285,85 kJ

b. Entalpi Penguraian Standar (∆H0d, d = dissociation)

Entalpi penguraian standar adalah kalor yang dilepaskan atau dibutuhkan untuk menguraikan 1 mol senyawa menjadi unsur-unsurnya pada keadaan standar.

      

33


(41)

Contoh: H2O(l) → H2(g) + ½ O2(g) ∆H0d = + 285, 85 kJ

c. Entalpi Pembakaran Standar (∆H0c, c = combustion)

Entalpi pembakaran standar adalah kalor yang digunakan untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O2 dari udara

yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atmosfer. Pembakaran dikatakan sempurna jika:

1. Karbon C terbakar menjadi CO2

2. Hidrogen H terbakar menjadi H2O

3. Belerang S terbakar menjadi SO2

Contoh :

C2H5OH (l)+3O2(g)→2CO2(g)+3H2O(l) ∆H0c = -948, 86 kJ

d. Entalpi yang lain

1) Entalpi Netralisasi Standar

Entalpi Netralisasi Standar adalah kalor yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan 1 mol H3O+

(asam) dengan basa pada kondisi standar. Contoh:

NaOH (aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)

∆H0 = -890,4 kJ/mol 2) Entalpi Peleburan Standar

Entalpi Peleburan Standar adalah kalor yang dibutuhkan untuk meleburkan 1 mol zat padat menjadi zat cair pada titik leburnya dan tekanan standar.

Contoh: H2O(s) → H2O(l) ∆H0 = +6,01 kJ

3) Entalpi Penguapan Standar

Entalpi Penguapan Standar adalah kalor yang digunakan untuk menguapkan 1 mol zat cair menjadi 1 mol gas pada titik didihnya dan tekanan standar.

Contoh: H2O(l) → H2O(g) ∆H0 = +44,05 kJ

4) Entalpi Pengatoman Standar

Entalpi Pengatoman Standar adalah kalor yang digunakan untuk pembentukan 1 mol atom-atom unsur dalam fase gas pada kondisi standar.34

Contoh: ½ H2(g) → H(g) ∆H0 = +218 kJ

      

34 


(42)

c. Penentuan ∆H Reaksi

Harga ∆H reaksi dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Menghitung ∆H reaksi dengan kalorimeter

Kalorimeter merupakan alat untuk mengukur panas reaksi, sedangkan metode atau proses pengukuran kalornya disebut kalorimetri.

Adapun rumus untuk menentukan besarnya kalor reaksi adalah:

q = m . c . ∆t

q = kalor yang diserap atau dikeluarkan (joule) m = massa zat pereaksi (gram)

c = kalor jenis (J g-1K-1) ∆t = perubahan suhu

2. Menghitung ∆H Reaksi Menggunakan data Entalpi Pembentukan Standar

Penyelesaian perhitungan termokimia untuk menentukan ∆H reaksi lebih singkat dikerjakan dengan menggunakan prinsip sebagai berikut: Besarnya perubahan entalpi reaksi sama dengan selisih jumlah perubahan entalpi pembentukan zat hasil reaksi dikurangi jumlah perubahan entalpi pembentukan zat pereaksi, masing-masing dikalikan dengan koefisien dalam persamaan reaksi.

∆Ho = ∑∆Hof (hasil reaksi) - ∑∆Hof (pereaksi)

3. Menghitung ∆H Reaksi menggunakan Hukum Hess

Germain Henri Hess dari Rusia melalui hasil-hasil percobaannya tetang kalor reaksi menyatakan bahwa apabila suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai penjumlahan aljabar dari dua atau lebih reaksi, maka kalor reaksi juga merupakan penjumlahan aljabar dari kalor yang menyertai reaksi-reaksi itu.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa harga ∆H reaksi hanya bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir reaksi dan tidak tergantung jalannya reaksi. Pernyataan inilah yang terkenal sebagai bunyi hukum Hess atau Hukum Penjumlahan Kalor.

Misalnya pengubahan zat A menjadi zat B dapat terjadi secara langsung dan tak langsung.


(43)

• Cara langsung

A → B ∆H1 = x kJ • Cara tak langsung

a. Melewati C ∆H2 = c kJ

A → C

C → B ∆H3 = b kJ

b. Melewati P lalu Q ∆H4 = a kJ

A → P

P → Q ∆H5 = p kJ

Q → B ∆H6 = q kJ

Sehingga berlaku hubungan: x = c + b = a + p + q

atau ∆H1 = ∆H2 + ∆H3 = ∆H4 + ∆H5 + ∆H6

jika digambarkan dalam skema:

Contoh penerapan hukum Hess:

Pada reaksi S menjadi SO3 dapat terjadi secara langsung atau tak

langsung melewati SO2, diperoleh data-data sebagai berikut:

Cara langsung:

S(s) + 3/2 O2(g) → SO3(g) ∆H = x kJ

Cara tak langsung:

S(s) + O2(g) → SO2(g) ∆H = -296,897 kJ

SO2(g) + ½ O2(g) → SO3(g) ∆H = -98,282 kJ

Berapa harga x? Jawab

Jika persamaan reaksi yang diketahui dijumlahkan, maka akan diperoleh persamaan yang ditanyakan. Pada penjumlahan ∆H reaksi yang diketahui ikut dijumlahkan.

S(s) + O2(g) → SO2(g) ∆H = -296,897 kJ

SO2(g) + ½ O2(g) → SO3(g) ∆H = -98,282 kJ +

S(g) + 3/2 O2(g) → SO3(g) ∆H = -395,179 kJ

A B

B

∆H5

∆H6

∆H4

∆H1

∆H3


(44)

4. Menghitung ∆H Reaksi Menggunakan Data Energi Ikatan a. Pengertian Energi Ikatan

Energi Ikatan adalah energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan kimia dalam 1 mol suatu senyawa dalam fase gas pada keadaan standar menjadi atom-atom gasnya. Contoh:

1 mol gas hidrogen terurai menjadi 2 atom hidrogen H2(g) + → H(g) + H(g) ∆H = 436 kJ

Didalam 1 mol gas H2, terdapat suatu ikatan kovalen

antara H – H. Pada proses penguraian H2 menjadi 2 atom H

dalam fase gas, ikatan itu akan terputus. Molekul tersebut akan terurai menjadi atom-atomnya. Untuk memutuskan ikatan antara H – H dalam H2 diperlukan energi. Energi itulah yang

dinamakan dengan energi ikatan.

Energi Atomisasi adalah energi yang diperlukan untuk memecahkan molekul kompleks dalam 1 mol senyawa dalam fase gas pada keadaan standar menjadi atom-atom gasnya. b. Energi Ikatan untuk Menghitung ∆H Reaksi

Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalui disertai perubahan energi. Energi ikatan rata-rata suatu senyawa dapat ditentukan dengan pertolongan perubahan entalpi pembentukan senyawa tersebut. Adapun rumus perhitungan dengan cara ini adalah:

∆Hreaksi = ∑ E Ikatan di kiri - ∑ E Ikatan di kanan

Contoh:

Reaksi antara gas klorin dengan gas hidrogen membentuk gas hidrogen klorida digambarkan sebagai berikut:

H2 Cl2

Pemutusan ikatan

Pembentukan ikatan


(45)

Berdasarkan uraian diatas, ∆H pembentukan HCl dari unsur-unsurnya dapat dihitung:

H2(g) + Cl2(g) → 2 HCl(g)

H – H + Cl – Cl → 2 H – Cl

∆Hreaksi = ∑ E pemutusan Ikt -∑ E pembentukan Ikt

= {(H – H) + (Cl – Cl)} – {2 x (H – Cl)} = (436 kJ + 242 kJ) – (2 x 431 kJ) = (678 kJ – 862 kJ)

= -184 kJ

Ternyata ∆H bertanda (-), berarti ikatan dalam produk lebih kuat dari pada ikatan dalam pereaksi.35

5. Hasil Penelitian Relevan

Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah memberikan hasil positif bagi kemungkinan penggunaan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning).

Seperti yang dilakukan oleh Nabila Syafi’I dengan judul “ pengaruh metode Problem Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar Kimia pada Pembelajaran Kimia Terintegrasi Nilai”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen (79,87) lebih tinggi dari pada nilai rata-rata kelas kontrol (67,77). Hal ini diperkuat dengan pada saat uji t dimana diperoleh thitung (4,573) lebih besar dari pada ttabel

(2,000) sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan metode PBL memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia36.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Muchamad Afcariono dengan judul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi” menunjukkan hal positif. Bahwa penerapan Model Pembelajaran Berbasiswa Masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa X-A SMA Negeri 1       

35

Das Salirawati, Belajar Kimia Secara Menarik…, h. 85-100 

36

Nabila Syafii, Pengaruh Metode Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Kimia pada Pembelajaran Kimia Terintegrasi Nilai (Ciputat: FITK/IPA UIN Jakarta, 2009), h. 71 


(46)

Ngantang. Hal tersebut terlihat dari adanya perubahan pada pola pikir siswa berdasarkan tingkatan kognitif. Kemampuan bertanya dan menjawab siswa meningkat dari kemampuan berpikir tingkat rendah (pengetahuan, pemahaman dan aplikasi) menjadi berpikir tingkat tinggi (analisis sintesis dan evaluasi) 37.

Begitu juga yang dilakukan oleh Heni Purwati penelitiannya yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Materi Pokok Aljabar Dan Aritmatika Sosial Pada Siswa Kelas VII SMP 7 Semarang”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah terus mengalami peningkatan, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran terus meningkat dan perubahan sikap siswa terhadap pembelajaran juga terus meningkat. Selain itu juga mampu menumbuh kembangkan kemampuan siswa dalam bekerja sama dan memecahkan masalah.38

Adapun penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Eko Purwantoro dengan judul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas II-C SMP Negeri 22 Semarang”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa rata-rata skor kreativitas siswa pada siklus satu adalah 2,67 dan pada siklus kedua adalah 2,76. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah mampu meningkatkan kreativitas siswa39

      

37

Mochamad Afcariono, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi, Jurnal Pendidikan Inovatif Vol. 3 2008, dapat diakses di http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-3-no-2-muchamad-afcariono.pdf  

38

Heni Purwati, Keefektifan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi Pokok Aljabar dan Aritmatika Sosial pada siswa SMP Kleas VII Semarang, ( Semarang: FMIPA UNES. 2006), h. 8-11 

39

Eko Purwantoro, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa II-C SMP Negeri 22 Semarang, (Semarang: FMIPA, 2005), h. 38 


(47)

B. Kerangka Pikir

Belajar merupakan proses kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku yang diharapkan dari belajar itu disebut hasil belajar.

Salah satu komponen penting dalam proses belajar mengajar di kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran ada pada cara guru menyampaikan materi. Karena itu guru dituntut kreatifitasnya untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang menyenangkan, meningkatkan aktivitas siswa dan bermakna agar siswa dapat lebih termotivasi dalam memahami materinya dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Kimia merupakan mata pelajaran yang sarat akan konsep dan bersifat abstrak, berjenjang serta berkembang dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks. Sehingga dikalangan sebagian siswa, kimia adalah mata pelajaran yang sulit dan menjadi momok bagi mereka.

Menyertakan sesuatu permasalahan kepada siswa dalam mengajarkan mata pelajaran kimia akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaning Learning) karena mengetahui pelajaran yang didapat dikelas bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran tersebut dapat membantu siswa dalam mencerna informasi-informasi yang abstrak yang disampaikan guru.

Belajar kimia bukan hanya dihadapkan pada teori dan konsep saja, melainkan harus melakukan sesuatu, mengetahui dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan pembelajaran kimia. Hal ini dapat diperoleh melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu peristiwa nyata, mengumpulkan informasi untuk mengambil suatu keputusan pemecahan masalahnya. Problem Based Learning mampu meningkatkan berpikir kritis, menganalisis dan memecahkan masalah yang kompleks.


(48)

Dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) ini dapat melatih kemampuan berpikir dan akan membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Selain itu dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah tersebut melatih siswa bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian diharapkan terdapat pengaruh penerapan model Problem Based Learning terhadap hasil belajar kimia siswa.


(49)

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir PBL

inputs outputs

Belajar Hasil belajar meningkat Orientasi siswa pada

masalah

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Membimbing penyelidikan

Mengembangkan dan menyajikan hasil

karya

Menganalisa dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah Masalah


(50)

C. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan teori dan kerangka berfikir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

Ho : Rata-rata hasil belajar kimia siswa yang diajarkan dengan Model Problem Based Learning sama dengan rata-rata hasil belajar kimia siswa yang diajarkan dengan metode konvensional

Ha : Rata-rata hasil belajar kimia siswa yang diajarkan dengan Model Problem Based Learning lebih baik dengan rata-rata hasil belajar

kimia siswa yang diajarkan dengan metode konvensional  


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 s.d 27 Agustus semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Sedangkan tempat penelitian dilakukan di SMAN 3 kota Tangerang Selatan yang beralamat di jalan Benda Timur XI, Komp. Pamulang Permai 2 Tangerang Selatan 15416.

B. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen. Dengan rancangan penelitian menggunakan Nonequivalent Control Group Design atau Pretest-Postest Control Group Design dengan kelas eksperimen maupun kontrol tidak dipilih secara random1. Dalam hal ini peneliti menggunakan dua kelas dengan kemampuan yang sama, yaitu kelas pertama diberi perlakuan (kelompok eksperimen) sedangkan kelas kedua tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol). Kedua kelompok tersebut sebelum diberi perlakuan terlebih dahulu diberi pretest untuk mengetahui sejauh mana materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh siswa. Kedua kelas dilakukan postest setelah diberi perlakuan dengan naskah tes yang sama. Adapun rancangan penelitian terebut dinyatakan sebagai berikut:

Tabel 3.1

Rancangan Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan postest

Eksperimen E1 X E2

Kontrol K1 K2

      

1 

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007) hal 116 


(52)

Keterangan :

E : Hasil pretest dan posttest kelas eksperimen K :Hasil pretest dan posttest kelas kontrol X : Perlakuan yang diberikan kepada siswa

Berdasarkan tabel di atas, sebelum diberi perlakuan maka kedua kelas tersebut (eksperimen dan kontrol) dilakukan tes awal (pretest). Fungsi pretest tersebut untuk mengukur kemampuan siswa terhadap materi yang akan diajarkan. Kemudian pada kegiatan pembelajaran, kelas eksperimen diberi perlakuan dengan menggunakan model Problem Based Learning. Sedangkan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional (diskusi dan Tanya jawab). Tahap terakhir adalah dengan melakukan posttest, hal ini untuk mengetahui kemampuan dan hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan.

C. Populasi dan Sampel

Penggunaan teknik sampling dalam penelitian diperlukan untuk memperoleh sampel yang representatif, sehingga hasil penelitian dapat digunakan dalam memprediksi pada situasi lain. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan teknik sampling sebagai berikut:

1. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 3 Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2010/2011.

2. Populasi Terjangkau

Pupulasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMAN 3 Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2010/2011.

3. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara non-probability sampling. Pengambilan sampel tersebut dengan tidak memberi peluang


(53)

atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel2. Teknik yang digunakan dengan cara purposive sampling.  Teknik ini merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu3. Adapun yang menjadi sampel adalah kelas XI-6 Sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang dalam pelajarannya diterapkan model Problem Based Learning (PBL) dan kelas XI-7 sebagai kelas kontrol yaitu kelas yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (Independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Variabel Bebas (X) : model Problem based Learning (PBL) Variabel terikat (Y) : hasil belajar kimia siswa

2. Sumber Data

Data yang di peroleh pada penelitian ini berasal dari dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil dari pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kontrol itu yang digunakan sebagai data.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah tes. Tes tersebut berbentuk pilihan ganda dengan jumlah 20 soal yang terdiri dari 5 alternatif pilihan. Siswa yang menjawab benar pada setiap butir soal diberi nilai 1 sedangkan siswa yang menjawab salah diberi nilai 0.

      

2

Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 66 

3 


(54)

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen

Konsep Indikator No. item Jumlah

C1 C2 C3 Macam-macam

perubahan entalpi

- Menjelaskan entalpi pembentukan standar - Menjelaskan entalpi

penguraian standar - Menjelaskan entalpi

pembakaran standar 7, 15, 30, 40 4 Penerapan perhitungan kalor reaksi

Menentukan nilai ∆H reaksi berdasarkan data eksperimen sederhana

24, 6,

18

3

Hukum Hess dan data entalpi pembentukan standar

Menentukan nilai ∆H reaksi dengan

menggunakan hukum Hess

16 4, 3, 9

,23 5

Menentukan nilai ∆H reaksi dengan menggunakan data perubahan entalpi pembentukan standar

Menghitung ∆H reaksi berdasarkan Data entalpi pembentukan standar

28 33 2

Menentukan ∆H reaksi

menggunakan

data energi ikatan

Menghitung nilai ∆H reaksi dengan menggunakan data energi ikatan

11, 8 37 3

Dampak pembakaran bahan bakar

Menjelaskan pembakaran bahan bakar tidak sempurna

27, 22 35, 3

Jumlah 7 7 6 20

4. Uji Validitas

Validitas adalah suatu konsep untuk mengetahui kemampuan instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi (content validity) yang berarti tes tersebut dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diteskan. Untuk itu instrumen tes harus diujikan untuk mendapatkan


(55)

  J valid soal pear Kete

5. Uji R

cuku kare deng Kete rii k piqi pi qi St2

       

4

Sugiyon

5

Ahmad Jakarta Press, 2

ditas butir s l, dilakukan

rson4:

∑ ∑

erangan:

Reliabilitas Reliabilit up dapat di ena instrume gan menggu

erangan: : koefisie : jumlah b : varians

: propors : propors : varians

        no, Statistika un

Sofyan, dkk., E 2006), h. 113 

soal atau va perhitungan

∑ ∑

tas menunju ipercaya unt en tersebut s unakan KR-2

en reliabilitas butir

skor butir i jawaban be i jawaban sa

skor total5

        ntuk Penelitian Evaluasi Pemb

aliditas item n dengan me

∑ ∑

ukan pada p tuk digunak sudah baik. 20, Rumusny

s tes

enar untuk b alah untuk bu

n..., h. 228  belajaran IPA B

m, untuk men enggunakan

engertian ba kan sebagai

Untuk uji r ya yaitu:

butir nomor i utir nomor i

Berbasis Komp

ngetahui va rumus prod

ahwa suatu alat pengu reliabilitas in i petensi, (Jakart alidits butir duk momen instrument umpul data ni dihitung ta: UIN


(56)

  C 6. Ting Untu Kete P B N Kete P = P = P = 7. Day Day mem kura Kete Ba Bb N Daya terse terse        

6 Ahmad 7 Ahmad 8 Karno C002004291-3 gkat kesukar uk menghitu erangan: : Propors : jumlah s : Jumlah entuan:

0 – 0,25 0,26 – 0,75 0,76 – 1

ya Pembeda ( ya pembeda mbedakan ke

ang pandai. D

erangan: : jumlah y : Jumlah : Jumlah a beda yang Untuk uj ebut ditentuk edia dalam so

        Sofyan,dkk., E Sofyan,dkk.,… To, M.Pd da 388. 

ran (Difficult ung tingkat k

i (indeks Ke siswa yang m

peserta tes : sukar : sedan : muda (Discrimina digunakan elompok sisw Daya pembe yang menjaw yang menjaw peserta tes baik adalah ji validitas, kan dengan oftware ANA

        Evaluasi pembe …, h.104 

an Yudi Wibi

ty Index) kesukaran di esukaran) menjawab be r ng ah6

ting power) untuk men wa yang pan eda ini di hitu

wab benar pa wab benar p

D > 0,37 reliabilitas, n mengguna ATES V4.8

elajaran IPA B isono, ST. (N

gunakan rum enar ngetahui kem ndai dengan ung menggu ada kelompo pada kelompo

, taraf kesu akan perhitu

Berbasis Komp No. Reg. Hak

mus:

mampuan b n kelompok s

unakan rumu ok atas ok bawah ukaran dan ungan komp petensi…,hal.10 Cipta di Dir

butir dalam siswa yang us: daya beda puter yang 03 


(57)

E. Teknik Analisis Data

1. Pengujian Prasyarat Analisis a.Uji normalitas data

Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors. Kelebihan uji Liliefors adalah perhitungannya yang sederhana, serta cukup kuat (power full) sekalipun dengan ukuran sampel kecil (n = 4). 9

Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Liliefors (taraf signifikansi 0,05) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pengamatan x1, x2,…., xn dijadikan bilangan baku z1, z2, . . . .,

zndengan menggunakan rumus ( dan s masing-masing

merupakan rata-rata dan simpangan baku sampel)

2) Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(zi) = P(z≤zi)

3) Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, . . ., zn yang lebih kecil atau

sama dengan zi. jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi) maka

, ….,

4) Hitung selisih │F(zi) – S(zi)│ dengan harga mutlaknya

5) Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga yang paling besar tersebut. Sebutkanlah harga terbesar Lo.10

b. Uji Homogenitas

Persyaratan uji parametrik yang kedua adalah homogenitas data. Populasi-populasi dengan varians yang sama besar dinamakan populasi dengan varians yang homogen.11 Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

      

9 Ating Somantri, dkk., Aplikasi Statistika dalam Penelitian, (Bandung: Pustaka Setia, 2006),

h. 289 

10 

Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2002), h.466 

11


(58)

1) Tentukan hipotesis:

Ho : data memiliki varians homogen Ha : data tidak memiliki varians homogen 2) Bagi data menjadi dua kelompok

3) Tentukan simpangan baku dari masing-masing kelompok 4) Tentukan F hitung dengan rumus:12

5) Tentukan taraf nyata yang digunakan

6) Tentukan db pembilang (varians terbesar) dan db penyebut (varians terkecil)

7) Tentukan kriteria pengujian:

a) Jika Fhitung≤ Ftabel, maka Ho diterima yang berarti varians kedua

populasi homogen

b) Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak, yang berarti varians kedua

populasi tidak homogen

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian Hipotesis menggunakan uji-t pada taraf siginfikan α = 0,05 dengan rumus sebagai berikut:13

dengan

Keterangan:

= rata-rata data kelompok eksperimen = rata-rata data kelompok kontrol = nilai deviasi standar gabungan       

12

Sudjana, Metoda Statistika…, h. 250 

13


(1)

Uji Normalitas Pretest kelas Eksperimen No Xi Zi F(Zi) S(Zi) │F(Zi) - S(Zi)│

1 10 -1.20 0.115 0.267 0.152

2 10 -1.20 0.115 0.267 0.152

3 10 -1.20 0.115 0.267 0.152

4 10 -1.20 0.115 0.267 0.152

5 10 -1.20 0.115 0.267 0.152

6 10 -1.20 0.115 0.267 0.152

7 10 -1.20 0.115 0.267 0.152

8 10 -1.20 0.115 0.267 0.152

9 15 -0.78 0.218 0.333 0.116

10 15 -0.78 0.218 0.333 0.116

11 20 -0.35 0.363 0.500 0.137

12 20 -0.35 0.363 0.500 0.137

13 20 -0.35 0.363 0.500 0.137

14 20 -0.35 0.363 0.500 0.137

15 20 -0.35 0.363 0.500 0.137

16 25 0.07 0.528 0.600 0.072

17 25 0.07 0.528 0.600 0.072

18 25 0.07 0.528 0.600 0.072

19 30 0.49 0.688 0.700 0.012

20 30 0.49 0.688 0.700 0.012

21 30 0.49 0.688 0.700 0.012

22 35 0.92 0.821 0.833 0.012

23 35 0.92 0.821 0.833 0.012

24 35 0.92 0.821 0.833 0.012

25 35 0.92 0.821 0.833 0.012

26 40 1.34 0.910 0.933 0.023

27 40 1.34 0.910 0.933 0.023

28 40 1.34 0.910 0.933 0.023

29 45 1.76 0.961 1.000 0.039

30 45 1.76 0.961 1.000 0.039

Jumlah : 725 Rata-rata : 24,17

SD : 11,82

Ltabel : 0,161

Lhitung : 0,152


(2)

Uji Normalitas Posttest kelas Eksperimen

No Xi Zi F(Zi) S(Zi) │F(Zi) - S(Zi)│

1 45 -2.30 0.011 0.033 0.023

2 55 -1.39 0.082 0.133 0.051

3 55 -1.39 0.082 0.133 0.051

4 55 -1.39 0.082 0.133 0.051

5 60 -0.93 0.176 0.233 0.057

6 60 -0.93 0.176 0.233 0.057

7 60 -0.93 0.176 0.233 0.057

8 65 -0.47 0.319 0.433 0.114

9 65 -0.47 0.319 0.433 0.114

10 65 -0.47 0.319 0.433 0.114

11 65 -0.47 0.319 0.433 0.114

12 65 -0.47 0.319 0.433 0.114

13 65 -0.47 0.319 0.433 0.114

14 70 -0.02 0.492 0.567 0.075

15 70 -0.02 0.492 0.567 0.075

16 70 -0.02 0.492 0.567 0.075

17 70 -0.02 0.492 0.567 0.075

18 75 0.44 0.670 0.733 0.063

19 75 0.44 0.670 0.733 0.063

20 75 0.44 0.670 0.733 0.063

21 75 0.44 0.670 0.733 0.063

22 75 0.44 0.670 0.733 0.063

23 80 0.90 0.816 0.833 0.017

24 80 0.90 0.816 0.833 0.017

25 80 0.90 0.816 0.833 0.017

26 85 1.35 0.912 0.967 0.055

27 85 1.35 0.912 0.967 0.055

28 85 1.35 0.912 0.967 0.055

29 85 1.35 0.912 0.967 0.055

30 90 1.81 0.965 1.000 0.035

Jumlah : 2105 Rata-rata : 70,17

SD : 10,95

Ltabel : 0,161

Lhitung : 0,114


(3)

Lampiran 14

PERHITUNGAN UJI - t Uji-t Nilai Pre-test Kelas Eksperimen dan Kontrol

Eksperimen Kontrol

SD 11,82 9,14

Rata-rata 24,17 21,00

S2 139,71 83,54

N 30 30

Rumus uji-t adalah

Dengan,

, ,

, ,

,

,

, , Maka,

, ,

, , , ,


(4)

Kriteria pengujian hipotesis adalah : Ho diterima, Jika thitung < ttabel

Ha diterima, Jika thitung > ttabel

ttabel = dengan taraf signifikansi 5 % (α : 0,05) dan db = 28 Jadi, ttabel = 2,048

Maka, diperoleh thitung , < ttabel (2,048)

Hal ini berarti thitung lebih kecil daripada ttabel, sehingga Ho diterima.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara pre-test dari kelas eksperimen dengan pre-test dari kelas kontrol.


(5)

Uji-t Nilai Post-test Kelas Eksperimen dan Kontrol

Rumus uji-t adalah

Dengan,

,

, ,

, ,

,

, , 1 Maka,

, ,

, , , ,

,, ,

Eksperimen Kontrol

SD 10,95 12,27

Rata-rata 70,17 63,33

S2 119,90 150,55


(6)

Kriteria pengujian hipotesis adalah : Ho diterima, Jika thitung < ttabel

Ha diterima, Jika thitung > ttabel

ttabel = dengan taraf signifikansi 5 % (α : 0,05) dan db = 28 Jadi, ttabel = 2,048

Maka, diperoleh thitung 2,228 > ttabel 2,048

Hal ini berarti thitung lebih besar daripada ttabel, sehingga Ho ditolak dan

menerima Ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar siswa.