Penentuan ∆H Reaksi Termokimia

c. Penentuan ∆H Reaksi

Harga ∆H reaksi dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Menghitung ∆H reaksi dengan kalorimeter Kalorimeter merupakan alat untuk mengukur panas reaksi, sedangkan metode atau proses pengukuran kalornya disebut kalorimetri. Adapun rumus untuk menentukan besarnya kalor reaksi adalah: q = m . c . ∆t q = kalor yang diserap atau dikeluarkan joule m = massa zat pereaksi gram c = kalor jenis J g -1 K -1 ∆t = perubahan suhu 2. Menghitung ∆H Reaksi Menggunakan data Entalpi Pembentukan Standar Penyelesaian perhitungan termokimia untuk menentukan ∆H reaksi lebih singkat dikerjakan dengan menggunakan prinsip sebagai berikut: Besarnya perubahan entalpi reaksi sama dengan selisih jumlah perubahan entalpi pembentukan zat hasil reaksi dikurangi jumlah perubahan entalpi pembentukan zat pereaksi, masing-masing dikalikan dengan koefisien dalam persamaan reaksi. ∆H o = ∑ ∆H o f hasil reaksi - ∑ ∆H o f pereaksi 3. Menghitung ∆H Reaksi menggunakan Hukum Hess Germain Henri Hess dari Rusia melalui hasil-hasil percobaannya tetang kalor reaksi menyatakan bahwa apabila suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai penjumlahan aljabar dari dua atau lebih reaksi, maka kalor reaksi juga merupakan penjumlahan aljabar dari kalor yang menyertai reaksi-reaksi itu. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa harga ∆H reaksi hanya bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir reaksi dan tidak tergantung jalannya reaksi. Pernyataan inilah yang terkenal sebagai bunyi hukum Hess atau Hukum Penjumlahan Kalor. Misalnya pengubahan zat A menjadi zat B dapat terjadi secara langsung dan tak langsung. • Cara langsung A → B ∆H 1 = x kJ • Cara tak langsung a. Melewati C ∆H 2 = c kJ A → C C → B ∆H 3 = b kJ b. Melewati P lalu Q ∆H 4 = a kJ A → P P → Q ∆H 5 = p kJ Q → B ∆H 6 = q kJ Sehingga berlaku hubungan: x = c + b = a + p + q atau ∆H 1 = ∆H 2 + ∆H 3 = ∆H 4 + ∆H 5 + ∆H 6 jika digambarkan dalam skema: Contoh penerapan hukum Hess: Pada reaksi S menjadi SO 3 dapat terjadi secara langsung atau tak langsung melewati SO 2 , diperoleh data-data sebagai berikut: Cara langsung: Ss + 32 O 2 g → SO 3 g ∆H = x kJ Cara tak langsung: Ss + O 2 g → SO 2 g ∆H = -296,897 kJ SO 2 g + ½ O 2 g → SO 3 g ∆H = -98,282 kJ Berapa harga x? Jawab Jika persamaan reaksi yang diketahui dijumlahkan, maka akan diperoleh persamaan yang ditanyakan. Pada penjumlahan ∆H reaksi yang diketahui ikut dijumlahkan. Ss + O 2 g → SO 2 g ∆H = -296,897 kJ SO 2 g + ½ O 2 g → SO 3 g ∆H = -98,282 kJ + Sg + 32 O 2 g → SO 3 g ∆H = -395,179 kJ A B B ∆H 5 ∆H 6 ∆H 4 ∆H 1 ∆H 3 ∆H 2 4. Menghitung ∆H Reaksi Menggunakan Data Energi Ikatan a. Pengertian Energi Ikatan Energi Ikatan adalah energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan kimia dalam 1 mol suatu senyawa dalam fase gas pada keadaan standar menjadi atom-atom gasnya. Contoh: 1 mol gas hidrogen terurai menjadi 2 atom hidrogen H 2 g + → Hg + Hg ∆H = 436 kJ Didalam 1 mol gas H 2 , terdapat suatu ikatan kovalen antara H – H. Pada proses penguraian H 2 menjadi 2 atom H dalam fase gas, ikatan itu akan terputus. Molekul tersebut akan terurai menjadi atom-atomnya. Untuk memutuskan ikatan antara H – H dalam H 2 diperlukan energi. Energi itulah yang dinamakan dengan energi ikatan. Energi Atomisasi adalah energi yang diperlukan untuk memecahkan molekul kompleks dalam 1 mol senyawa dalam fase gas pada keadaan standar menjadi atom-atom gasnya. b. Energi Ikatan untuk Menghitung ∆H Reaksi Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalui disertai perubahan energi. Energi ikatan rata-rata suatu senyawa dapat ditentukan dengan pertolongan perubahan entalpi pembentukan senyawa tersebut. Adapun rumus perhitungan dengan cara ini adalah: ∆H reaksi = ∑ E Ikatan di kiri - ∑ E Ikatan di kanan Contoh: Reaksi antara gas klorin dengan gas hidrogen membentuk gas hidrogen klorida digambarkan sebagai berikut: H 2 Cl 2 Pemutusan ikatan Pembentukan ikatan 2HCl Berdasarkan uraian diatas, ∆H pembentukan HCl dari unsur- unsurnya dapat dihitung: H 2 g + Cl 2 g → 2 HClg H – H + Cl – Cl → 2 H – Cl ∆H reaksi = ∑ E pemutusan Ikt - ∑ E pembentukan Ikt = {H – H + Cl – Cl} – {2 x H – Cl} = 436 kJ + 242 kJ – 2 x 431 kJ = 678 kJ – 862 kJ = -184 kJ Ternyata ∆H bertanda -, berarti ikatan dalam produk lebih kuat dari pada ikatan dalam pereaksi. 35 5. Hasil Penelitian Relevan Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah memberikan hasil positif bagi kemungkinan penggunaan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Problem Based Learning. Seperti yang dilakukan oleh Nabila Syafi’I dengan judul “ pengaruh metode Problem Based Learning PBL terhadap Hasil Belajar Kimia pada Pembelajaran Kimia Terintegrasi Nilai”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen 79,87 lebih tinggi dari pada nilai rata-rata kelas kontrol 67,77. Hal ini diperkuat dengan pada saat uji t dimana diperoleh t hitung 4,573 lebih besar dari pada t tabel 2,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan metode PBL memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia 36 . Penelitian lain yang dilakukan oleh Muchamad Afcariono dengan judul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi” menunjukkan hal positif. Bahwa penerapan Model Pembelajaran Berbasiswa Masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa X-A SMA Negeri 1 35 Das Salirawati, Belajar Kimia Secara Menarik…, h. 85-100 36 Nabila Syafii, Pengaruh Metode Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Kimia pada Pembelajaran Kimia Terintegrasi Nilai Ciputat: FITKIPA UIN Jakarta, 2009, h. 71 Ngantang. Hal tersebut terlihat dari adanya perubahan pada pola pikir siswa berdasarkan tingkatan kognitif. Kemampuan bertanya dan menjawab siswa meningkat dari kemampuan berpikir tingkat rendah pengetahuan, pemahaman dan aplikasi menjadi berpikir tingkat tinggi analisis sintesis dan evaluasi 37 . Begitu juga yang dilakukan oleh Heni Purwati penelitiannya yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Materi Pokok Aljabar Dan Aritmatika Sosial Pada Siswa Kelas VII SMP 7 Semarang”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah terus mengalami peningkatan, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran terus meningkat dan perubahan sikap siswa terhadap pembelajaran juga terus meningkat. Selain itu juga mampu menumbuh kembangkan kemampuan siswa dalam bekerja sama dan memecahkan masalah. 38 Adapun penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Eko Purwantoro dengan judul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas II- C SMP Negeri 22 Semarang”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa rata-rata skor kreativitas siswa pada siklus satu adalah 2,67 dan pada siklus kedua adalah 2,76. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah mampu meningkatkan kreativitas siswa 39 37 Mochamad Afcariono, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi, Jurnal Pendidikan Inovatif Vol. 3 2008, dapat diakses di http:jurnaljpi.files.wordpress.com200909vol-3-no-2-muchamad- afcariono.pdf 38 Heni Purwati, Keefektifan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi Pokok Aljabar dan Aritmatika Sosial pada siswa SMP Kleas VII Semarang, Semarang: FMIPA UNES. 2006, h. 8-11 39 Eko Purwantoro, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa II-C SMP Negeri 22 Semarang , Semarang: FMIPA, 2005, h. 38

B. Kerangka Pikir

Belajar merupakan proses kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku yang diharapkan dari belajar itu disebut hasil belajar. Salah satu komponen penting dalam proses belajar mengajar di kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran ada pada cara guru menyampaikan materi. Karena itu guru dituntut kreatifitasnya untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang menyenangkan, meningkatkan aktivitas siswa dan bermakna agar siswa dapat lebih termotivasi dalam memahami materinya dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kimia merupakan mata pelajaran yang sarat akan konsep dan bersifat abstrak, berjenjang serta berkembang dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks. Sehingga dikalangan sebagian siswa, kimia adalah mata pelajaran yang sulit dan menjadi momok bagi mereka. Menyertakan sesuatu permasalahan kepada siswa dalam mengajarkan mata pelajaran kimia akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna meaning Learning karena mengetahui pelajaran yang didapat dikelas bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran tersebut dapat membantu siswa dalam mencerna informasi-informasi yang abstrak yang disampaikan guru. Belajar kimia bukan hanya dihadapkan pada teori dan konsep saja, melainkan harus melakukan sesuatu, mengetahui dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan pembelajaran kimia. Hal ini dapat diperoleh melalui model pembelajaran Problem Based Learning PBL. Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu peristiwa nyata, mengumpulkan informasi untuk mengambil suatu keputusan pemecahan masalahnya. Problem Based Learning mampu meningkatkan berpikir kritis, menganalisis dan memecahkan masalah yang kompleks.