Tabel 4 Ada di Lampiran berbentuk landscape
UMR : umur tahun SLHN
: status lahan usahatani D = 1, sewa
D = 0, milik sendiri. CURM : tingkat kecuraman lahan usahatani
JLKR : jarak lahan usahatani ke rumah km
JAK : jumlah anggota keluarga dewasa,
≥ 17 tahun orang.
3.4.2. Analisis data untuk tujuan 2
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi usahatani kentang.
Petani dataran tinggi mengerti bahwa erosi tanah menyebabkan berkurangnya hasil panen. Namun demikian, petani hanya mau melakukan adopsi sistem
pertanian konservasi bila dapat melihat manfaat dari adopsi tersebut, seperti produksi yang tinggi. Produksi dan pengembalian yang tinggi pada petani berarti
petani dapat merasakan manfaat modal yang telah dikeluarkannya untuk adopsi teknik konservasi tanah pada usahataninya.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh sistem pertanian konservasi terhadap produksi usahatani kentang di Pangalengan, digunakan analisis fungsi produksi
Cobb-Douglas. Fungsi produksi didefinisikan sebagai suatu hubungan kuantitatif antara input dan produksi. Analisis fungsi produksi dapat memberikan informasi
efisiensi produksi dari input. Fungsi Cobb-Douglas sering dipakai para peneliti karena memiliki tiga keunggulan Soekartawi, 2003 yaitu: 1 penyelesaian fungsi
Cobb-Douglas relatif mudah dibandingkan dengan fungsi lain, seperti fungsi kuadratik. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear, 2
hasil pendugaan fungsi Cobb-Douglas menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas, 3 besaran elastisitas tersebut
sekaligus juga menunjukkan tingkat besaran keadaan skala usaha return to scale
dari proses produksi yang berlangsung. Jika nilai jumlah elastisitas kurang dari satu, sama dengan satu, atau lebih besar dari satu maka masing-masing dari nilai
menunjukkan keadaan skala yang menurun, konstan, atau menaik. Asumsi yang harus dipenuhi dalam fungsi Cobb-Douglas adalah 1 tidak ada
pengamatan yang bernilai nol, 2 tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan, 3 tiap variabel independen X adalah
perfect competition, dan 4 perbedaan lokasi pada fungsi produksi seperti iklim adalah sudah tercakup pada
faktor kesalahan, u. Kesulitan yang umum ditemui dalam penggunaan fungsi Cobb- Douglas adalah munculnya spesifikasi variabel yang keliru, kesalahan pengukuran
variabel, bias terhadap variabel manejemen, mulitikolinearitas, data khususnya untuk data yang bersifat
cross sectional harus mempunyai variasi yang cukup. Variabel yang digunakan untuk model fungsi produksi dalam penelitian ini
adalah produksi, pupuk N,P,K,S, pupuk kandang, tenaga kerja, pestisida, luas lahan, dan harapan peluang adopsi konservasi tanah. Unit analisis adalah usahatani
rumahtangga petani per petak. Secara matematis bentuk umum persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam penelitian ini adalah:
β1 β2 β3 β4 β5 β6 β7 β8 β9Dadop + ε
Q
kentang
= β
. N
tot .
P
tot
. K
tot
. S
tot
. F
kan .
TK
.
P
est
. L
lahan
e
Model tersebut terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk linear, yaitu dengan mengkonversi menjadi persamaan:
Ln Q = β
+ β
1
ln N
Tot
+ β
2
ln P
To t
+ β
3
ln K
To t
+ β
4
ln S
To t
+ β
5
ln F
kan
+ β
6
ln TK +
β
7
ln P
est
+ β
8
ln L
lahan
+ β
9
D
adop
+ ε
Keterangan: Q
= produksi kentang kw N
tot
= unsur nitrogen pupuk kg P
Tot
= unsur fosfor pupuk kg K
tot
= unsur kalium pupuk kg S
tot
= unsur sulfur kg F
kan
= jumlah pupuk kandang kg TK
= jumlah tenaga kerja hok Pest
= banyaknya pestisida Rp L
lahan
= luas lahan usahatani ha D
adop
= harapan peluang adopsi konservasi tanah antara 0 sampai 1 β
= intersep β
= parameter regresi, dengan i = 1,2,......,9. e
= 2.7128 ε
= galat sisa Variabel adopsi D
adop
dalam model fungsi produksi di atas adalah nilai dugaan besarnya peluang petani mengadopsi konservasi tanah. Untuk menghitung
besaran nilai dugaan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknik konservasi tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
adopsi sistem pertanian konservasi tersebut dapat diketahui dari analisis data tujuan
1 yang menggunakan model logit dengan variabel dummy sebagai variabel
dependennya. Fungsi produksi Cobb-Douglas diestimasi dengan menggunakan metode OLS
Ordinary Least Square. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam mempergunakan metode OLS adalah penduga OLS linear, tidak bias, mempunyai
ragam yang minimum pada semua bentuk linear dan tidak bias, dan OLS masih mempunyai nilai sisa. Dengan kata lain OLS harus memenuhi syarat BLUE
the best linear unbiased estimate. Untuk mendapatkan BLUE tidak mudah karena
problem yang sering muncul dalam regresi antara lain mispesifikasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.
3.4.3. Analisis Data untuk Tujuan 3
Menganalisis pengaruh adopsi sistem pertanian konservasi terhadap kualitas sumberdaya lahan dan pendapatan usahatani kentang.
Kualitas sumberdaya lahan dan pendapatan usahatani sayuran kentang dalam studi ini dihitung dengan menggunakan kerangka kerja pemodelan biofisik-ekonomi
Grist et al., 1997. Dampak ketiga sistem penanaman konservasi dan tanpa
konservasi terhadap tanah dan produksi diprediksi dengan model SCUAF. Indikator kualitas sumberdaya lahan adalah tingkat erosi, kadar bahan organik C, dan unsur
hara tanah N dan P. Perhitungan pendapatan dalam penelitian ini tidak dimaksudkan untuk melihat kelayakan usahatani kentang melainkan untuk
membandingkan tingkat profit keuntungan antara usahatani yang menerapkan konservasi dengan yang tidak menerapkan konservasi. Analisis manfaat biaya
NPV digunakan karena jangka waktu perhitungan keuntungan usahatani dalam kasus ini 20 tahun. Agar keuntungan tahun sekarang kini dapat dibandingkan
dengan keuntungkan tahun-tahun berikutnya maka perlu dilakukan proses discounting diskonto sehingga besaran keuntungan antar waktu dapat
dibandingkan. Perhitungan pendapatan usahatani kentang per musim tanam MT dari ketiga
sistem penanaman kentang di Pangalengan penanaman pada guludan searah lereng, penanaman pada guludan searah kontur dan penanaman dengan teras juga
dihitung. Hasil keuntungan usahatani per musim tanam MT dan keuntungan usahatani dalam waktu 20 tahun dibandingkan. Perhitungan harga input yang
dikeluarkan dan harga penerimaan yang diterima menggunakan harga yang berlaku
pada tahun 2004 - 2005. Nilai Kini Bersih NPV ketiga teknik penanaman usahatani kentang di Pangalengan dihitung dengan menggunakan kerangka kerja pemodelan
biofisik-ekonomi seperti terlihat pada Gambar 3.
kalibrasi
Gambar 3 Kerangka kerja pemodelan biofisik-ekonomi Grist et al., 1997.
Tahapan kerangka kerja pemodelan biofisik-ekonomi adalah sebagai berikut: 1. Aplikasi SCUAF dalam penelitian ini:
• SCUAF diaplikasikan untuk memprediksi dampak tiga sistem usahatani sayuran kentang di Pangalengan terhadap tanah dan produksi untuk periode
20 tahun. Ketiga sistem usahatani tersebut adalah usahatani kentang dengan penanaman tanaman pada guludan searah lereng, penanaman tanaman
pada guludan searah kontur dan penanaman tanaman dengan teras. Hasil simulasi ketiga sistem penanaman dibandingkan.
• Pola pergiliran jenis sayuran untuk ditanam dalam satu tahun ditentukan oleh petani sendiri. Pola tanam sayuran dalam satu tahun untuk simulasi SCUAF
diwakili oleh penanaman kentang dua kali. Dasar penentuan pola tanam menanam kentang dua kali sebagai berikut:
Produksi tanaman output
Jumlah input Harga dan Biaya
Nilai Kini Bersih NPV Model SCUAF
Sistem Penggunaan Lahan Survei pada
petani Penelitian
Terdahulu
Tingkat Erosi dan Kesuburan Tanah
BiayaManfaat Lingkungan Biaya
erosi tanah on-site
dan dampak off-site
1. Petani lebih menyukai menanam kentang dengan alasan: a kentang merupakan tanaman komersial, b walaupun biaya usahatani kentang
paling tinggi dibanding usahatani sayuran lainnya tetapi usahatani kentang memberikan keuntungan tinggi dibandingkan tanaman sayuran
lainnya, c BC ratio wortel dan memang cabe lebih tinggi dari BC kentang dan kubis, namun masa tanam kentang pendek 3 bulan, hasil
panennya bersifat lebih tahan lama, dan disamping itu harga jual kentang lebih stabil dibandingkan harga tomat atau cabe yang sangat
berfluktuasi. 2. Hasil studi terhadap 180 responden, untuk masa tanam 2005, 167
responden atau 92 responden sudah menanam kentang satu kali, dan 58 dari 92 responden tersebut sudah menanam kentang dua kali.
3. Untuk semua jenis tanaman sayuran yang ada di Pangalengan, dalam sepuluh tahun terakhir ini, luasan tanam tanaman kentang tertinggi, yang
kemudian diikuti oleh luas tanaman kubis Dinas Pertanian, Kabupaten Bandung, 2004.
4. Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bandung, Pangalengan menjadi sentra penghasil kentang di Jawa Barat.
5. SCUAF berbasis persamaan erosi USLE. Ketiadaan literatur nilai C vegetasi untuk pola tanam berurutan kentang dengan tanaman lain
ataupun nilai C untuk tumpang sari kentang dengan tanaman lain maka penentuan nilai C dalam simulasi SCUAF diambil dari nilai C kentang
yang ditanam secara monokultur. • Deskripsi tiga sistem usahatani kentang Pangalengan dalam satu tahun yang
disimulasi dalam SCUAF tertera pada Tabel 5. Tabel 5 Deskripsi tiga sistem usahatani kentang di Kecamatan Pangalengan
yang digunakan dalam simulasi SCUAF Sistem Usahatani
PolaTanam 1. Penanaman pada guludan
searah lereng Penanaman tanaman kentang – kentang
dalam setahun 2. Penanaman pada guludan
searah kontur Penanaman tanaman kentang – kentang
dalam setahun 3. Penanaman pada teras
bangku Penanaman tanaman kentang – kentang
dalam setahun
• Analisis usahatani, perhitungan nilai kini bersih NPV dan biaya pengganti tanaman hortikultur pada ketiga teknik penanaman di Pangalengan diwakili
oleh tanaman kentang • Hasil keluaran SCUAF yang digunakan adalah prediksi jumlah produksi
panen, prediksi erosi tanah yang terjadi, dan kandungan nitrogen N, fosfor P dan carbon C, bahan organik tanah tanah.
• Erosi dalam SCUAF dimodelkan oleh persamaan umum erosi tanah universal soil loss equation Wischmeier dan Smith, 1978, siklus C tanah
dalam SCUAF dihitung berdasarkan prinsip pendekatan Nye dan Greenland 1960 yang dimodifikasi oleh Young 1997. Modifikasi tersebut sekaligus
juga dapat memprediksi siklus hara N dan P tanah. Besaran prediksi panen tergantung pada perubahan hara, carbon dan kedalaman tanah.
• Parameter agroklimat yang diperlukan SCUAF adalah iklim, kemiringan lereng, drainase tanah, bahan induk tanah, tekstur tanah, pH tanah, status
organik tanah C, status N dan P tanah, dan status kesuburan tanah. Parameter agroklimat daerah Pangalengan tertera pada Lampiran 5 dan 6.
Parameter lain yang diperlukan untuk SCUAF adalah nilai C faktor penutup tanaman, P masing-masing sistem teknik konservasi, K erodibilitas tanah,
dan A erosi tertera pada Lampiran 6. Proporsi daun dan umbi kentang adalah 20 persen dan 80 persen. Fraksi N dan P dari umbi kentang sebesar
0.03 dan 0.3. Keterbatasan dalam model SCUAF 4 adalah hanya dapat memprediksi bahan
organik C, unsur hara tanah N dan P. Unsur hara K belum dapat diprediksi padahal unsur hara tanah yang penting adalah N, P dan K. Perhitungan NPV dan
biaya erosi tanah dalam penelitian ini belum memperhitungkan kehilangan K. 2. Analisis Manfaat dan Biaya
Untuk mengukur keuntungan ketiga sistem usahatani kentang di Pangalengan selama 20 tahun, digunakan analisis manfaat dan biaya. Produksi kentang dari
ketiga sistem usahatani sayuran Pangalengan selama 20 tahun dalam analisis ini diperoleh dari model SCUAF. Hasil panen dikalikan dengan harga pasar harga
kentang yang biasa berlaku di Pangalengan untuk mendapatkan penerimaan
panen. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk ketiga sistem penanaman meliputi biaya untuk bibit, pupuk organik, pupuk anorganik NPK, pestisida, dan tenaga kerja.
Analisis manfaat dan biaya berguna untuk membandingkan manfaat dan biaya dari praktek pertanian. Karena pengukuran keuntungan akan dilihat dalam masa 20
tahun, maka dimensi waktu dimasukkan dalam perhitungan analisis manfaat biaya melalui penggunaan diskonto. Proses diskonto adalah proses memperoleh nilai
sekarang dari nilai yang akan datang. Menurut Gittinger 1982, ukuran arus uang berdiskonto dari keuntungan praktek pertanian yaitu nilai kini bersih NPV, tingkat
pengembalian internal IRR, dan rasio manfaat biaya BCR. Nilai kini bersih NPV dari ketiga sistem pertanaman usahatani kentang
Pangalengan dalam kurun waktu penilaian t tahun, dihitung dengan persamaan:
n B
t
- C
t
NPV = Σ ---------
1 t = 1 1 + r
t
Persamaan rasio manfaat-biaya Benefit Cost RatioBCR adalah:
n n
BCR = Σ B
t
1 + r
t
Σ Ct 1 + r
t
2
t = 1 t = 1
Keterangan: B
t
= manfaat yang diperoleh dari tiap sistem usahatani kentang pada tahun ke t
C
t
= total biaya yang dikeluarkan untuk tiap sistem usahatani Kentang pada tahun ke t
t = kurun waktu penilaian 1,2,3,....,n r = faktor diskon
NPV = nilai bersih kini Net Present Value
BCR = rasio manfaat biaya Benefit Cost Ratio
n = jumlah tahun Kriteria penilaian yang digunakan adalah bila NPV 0 atau bila BCR 1, maka
usahatani sayuran lahan kering dataran tinggi Pangalengan dikatakan layak. Asumsi yang dipakai dalam analisis NPV adalah: a perhitungan NPV yang
dilakukan berdasarkan umur teknik konservasi tanah teras yang dalam dalam 20 tahun sudah memerlukan perbaikan yang cukup besar, b penghitungan nilai
penyusutandepresiasi tidak dimasukkan dalam cash flow untuk menghindari
penghitungan ganda double counting, c diskon faktor yang digunakan
berdasarkan pada tingkat suku bunga untuk proyek-proyek pertanian 18, d nilai sisa untuk barang-barang pertanian dianggap nolhabis, dan e sumber pendanaan
berasal dari dalam rumahtangga petani sendiri. Hasil analisis akan disajikan sebagai nilai kini bersih NPV komulatif dari setiap sistem usahatani sayuran. Keuntungan
dari menggunakan NPV adalah karena NPV mampu menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh usahatani kentang setelah memperhitungkan nilai waktu
dari uang time value of money.
Menurut Gittinger 1982, perhitungan tingkat pengembalian internal IRR dapat dilakukan jika IRR dari sederetan nilai-nilai seperti nilai arus uang
hanya jika paling tidak ada satu nilai negatif. Jika semuanya positif maka tidak ada satupun
tingkat diskonto discount rate yang dapat membuat NPV sama dengan nol.
Berapapun besarnya tingkat diskonto, NPV akan positif jika tidak terdapat bilangan negatif.
Analisis sensitivitas perlakuan terhadap ketidaktentuan bertujuan meneliti kembali suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat
keadaan yang berubah-ubah. Analisis sensitivitas tidak dilakukan terhadap kenaikan biaya ataupun kenaikan harga output, karena akan memiliki dampak yang sama baik
terhadap NPV usahatani kentang yang mengadopsi sistem pertanian konservasi maupun yang tidak mengadopsi. Sensitivitas dilakukan terhadap besaran tingkat
diskonto discount rate yang digunakan. Tingkat diskonto dapat menggambarkan
preferensi petani terhadap pendapatan kini ataukah pendapatan masa yang akan datang. Semakin besar tingkat diskonto dapat berarti petani lebih mementingkan
atau memberi bobot yang lebih tinggi terhadap keuntungan masa kini dibandingkan keuntungan masa depan Lumley, 1997.
Keputusan petani untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi sistem pertanian konservasi bersifat privat. Analisis manfaat biaya ditingkat usahatani
field level dari perspektif petani dapat memberikan gambaran kepada petani untuk memutuskan
akan mengadopsi sistem pertanian konservasi atau tidak. Biaya erosi tanah usahatani kentang Pangalengan
Erosi tanah usahatani sayuran kentang di Pangalengan terutama berhubungan dengan erosi tanah
on-site. Biaya erosi on-site didekati melalui nilai kini PV biaya pengganti hara yang hilang melalui erosi tanah untuk ketiga sistem pertanaman
dalam kurun waktu 20 tahun, dengan diskon faktor 18. Pendekatan biaya pengganti
The Replacement Cost Approach dalam penelitian ini adalah mengukur
unsur hara tanah yang hilang melalui erosi dengan menghitung nilai bahan organik C dan unsur hara tanah N dan P yang hilang tersebut yang ekuivalen dalam
penggunaan pupuk kandang dan pupuk buatan. Metode ini kadang-kadang juga dipakai dalam metode penilaian sumberdaya yang berhubungan dengan perkiraan
biaya pengganti relatif. Melalui pendekatan biaya pengganti untuk menghitung biaya erosi tanah
on- site, kesuburan tanah diperlakukan sebagai input dalam produksi tanaman. Tanah
diasumsikan akan digunakan secara optimal oleh petani. Karena itu, kontribusi unsur hara tanah terhadap produksi seperti nilai marjinal produk dari produksi tanaman
sama dengan atau setara dengan harga unsur hara tanah. Nitrogen, fosfor dan bahan organik C yang hilang melalui erosi tanah dapat
diduga dengan SCUAF. Dari hasil wawancara, dapat diketahui biaya kehilangan unsur hara yang ekuivalen dalam pupuk organik dan anorganik yang digunakan
yang hilang melalui erosi. Harga pupuk dihitung melalui harga pasar. Biaya pengganti tahunan erosi lahan didiskon sepanjang waktu analisis
discounting over time untuk menghitung nilai pengganti sekarang dari tanah yang hilang.
Eksternalitas usahatani di Pangalengan terutama berhubungan dengan dampak
off-site di luar tempat kejadian erosi yaitu munculnya sedimentasi seperti pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya, tertimbunnya lahan
pertanian, dan sebagainya. Eksternalitas off-site Pangalengan hasil penelitian
Katharina 2001 akan digunakan sebagai data sekunder untuk ditambahkan dalam penghitungan NPV sistem penanaman pada guludan searah lereng tanpa teknik
konservasi tanah dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan NPV penanaman dengan teknik konservasi tanah teras bangku dan penanaman pada guludan searah
kontur. Pembandingan ini ditujukan untuk melihat manfaat jangka panjang adopsi sistem pertanian konservasi.
.
IV. KARAKTERISTIK WILAYAH DAN SISTEM USAHATANI RESPONDEN 4.1. Geografi dan Administrasi
Lokasi penelitian berada di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Secara geografis Kecamatan Pangalengan termasuk dalam DAS
Citarum, Sub DAS Citarik Cisangkuy Hulu dan berjarak 51 km dari ibukota propinsi, Bandung dan 23 km dari ibukota kabupaten, Soreang, dengan batas-batas Wilayah
sebagai berikut: Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pasir Jambu, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pacet, sebelah Utara berbatasan
dengan Kecamatan Cimaung dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kertasari dan Kabupaten Garut Lampiran 1 dan 2.
Secara administratif, total luas wilayah Kecamatan Pangalengan 25 552.31 ha yang terbagi menjadi 13 desa yaitu desa Lamajang, desa Tribaktimulya, desa
Margamulya, desa Pulosari, desa Pangalengan ibukota kecamatan, desa Sukamanah, desa Margamukti, desa Warnasari, desa Margamekar, desa Sukaluyu,
desa Margaluyu, desa Banjarsari, dan desa Wanasuka Lampiran 2.
4.2. Iklim
Tinggi wilayah kecamatan Pangalengan dari permukaan laut berkisar antara 1050 – 1600 m dpl tertinggi desa Sukaluyu, terendah desa Lamajang. Berdasarkan
data curah hujan tahun 1998 – 2004 dari stasiun pengamat hujan PLTA Plengan, rata-rata hujan tahunan adalah 2324 mm, dengan rata-rata hari hujan tahunan
adalah 158 Gambar 4. Oldeman 1977 menyatakan bahwa untuk keberlanjutan ekonomi pertanian dataran tinggi setidaknya dibutuhkan curah hujan 100 mm per
bulan. Jika periode kekeringan kurang dari dua bulan, maka petani masih dapat menanam komoditas apa saja sepanjang tahun tersebut. Tetapi jika periode
kekeringan terjadi selama lima sampai enam bulan tanpa hujan sama sekali maka petani memerlukan irigasi atau sumber air tambahan untuk menanam selama
periode tersebut. Bulan-bulan kering di Pangalengan curah hujan 100 mm terjadi pada bulan Juni sampai September, sedangkan bulan-bulan basah curah hujan
200 mm terjadi pada bulan Nopember sampai dengan bulan April. Hujan maksimum terjadi bulan Nopember sebesar 378,5 mm sedangkan hujan minimum
terjadi pada bulan Agustus sebesar 41 mm. Hari hujan terbanyak yaitu pada bulan Nopember 24,4 dan paling sedikit bulan Juli 3,8. Lampiran 3.
2791.3 1906.6
2354.5 2457 2097
2821 1841
500 1000
1500 2000
2500 3000
1 3
5 7
Tahun 1998 - 2004 J
um la
h h
uj a
n m
m t
a hu
n
Gambar 4 Curah hujan Pangalengan tahun 1998 – 2004 Temperatur rata-rata di Pangalengan berkisar antara 13.34
C - 22.8 C. Suhu
minimum berkisar antara 10.6 C - 21.2
C sedangkan suhu maksimum berkisar antara 14.9
C – 23.8 C. Kelembaban rata-rata Pangalengan berkisar antara 60.3 -
74.1. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Nopember dan kelembaban terendah pada bulan Agustus. Daerah Pangalengan dapat dikatakan mempunyai
kelembaban cukup tinggi sepanjang tahun.
4.3. Penggunaan Lahan dan Kondisi Tanah
Pola penggunaan lahan di Kecamatan Pangalengan, berdasarkan Monografi Kecamatan Pangalengan 2005, terdiri dari tanah sawah irigasi setengah teknis,
irigasi sederhana, dan tadah hujan, tanah kering pekarangan, bangunan, tegal, kebun, ladang, tanah basah empangkolam, tanah hutan hutan lebat, hutan
belukar, hutan sejenis, tanah perkebunan negaraswasta, dan tanah keperluan lain Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa dari luas keseluruhan wilayah di kecamatan
Pangalengan yaitu sebesar 25 552.31 ha, sebagian besar lahan didominasi oleh tanah hutan seluas 9 316.88 ha 36.46, tanah kering seluas 7 710.66 ha 30.17
dan tanah perkebunan seluas 6 992.91 ha 27.37.