Kebijakan dan Program Pembangunan Pertanian Kabupaten

3. Memperkuat sarana dan prasarana serta kelembagaan usahatani 4. Meningkatkan daya saing produk pertanian 5. Mengembangkan dan meningkatkan penerapan teknologi tepatguna spesifik lokasi dan ramah lingkungan Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung 2004, sesuai kesepakatan antara DPRD dan Pemerintah Kabupaten Bandung N0. 132102-Um. 40308-Huk2003. Tentang Arah Kebijakan Umum AKU Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD Kabupaten Bandung, maka ditetapkan kebijakan umum yaitu: 1. Peningkatan Pendapatan Petani 2. Pengembangan Agribisnis Terpadu 3. Pengendalaian Pangan dalam Rangka Ketahanan Pangan 4. Berkurangnya Lahan Kritis 5. Meningkatkan Produksi Hutan Rakyat 6. Peningkatan Lahan Perkebunan 7. Peningkatan Produksi Lahan Perkebunan. Untuk tercapainya Arah Kebijakan Umum Tahun 2003 maka Dinas Pertanian menjabarkan ke dalam dua Program melalui delapan kegiatan, yang dibiayai dari Dana Alokasi Umum DAU Kabupaten Bandung , DAU Propinsi Jawa Barat, dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN. Program-program tersebut antara lain: program Pemutahiran Data Pertanian, program Penanganan Pasca Panen Pengolahan Hasil dan Pemasaran, program Pemberdayaan Sumberdaya Pertanian, program Bantuan Operasional Penyuluhan Pertanian, program Pengembangan Komoditas Hortikultur, program kegiatan Mutu Intensifikasi Padi dan Palawijaya, program Analisa Bahan Makanan dan Pola Pangan Harapan, dan program Pengembangan Komoditas Kehutanan dan Perkebunan Hasil, program Pembinaan Kawasan Sentra Kentang Industri, program Pengembangan Konservasi Areal Perkebunan, program Pengembangan Sistem Agribisnis berdaya saing tinggi kentang, anggrek, program Peningkatan Produktivitas Padi dan Pengembangan Sentra Produksi jagung, program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GERHAN. Arah kebijakan umum Dinas Pertanian Kabupaten Bandung untuk Kecamatan Pangalengan adalah: sentra produksi palawija untuk tanaman jagung, sentra produksi sayuran untuk kentang utama, kubis, tomat, dan cabe merah.

4.7. Karakteristik Sistem Usahatani Responden

Kepala Rumah Tangga dan Anggota Keluarga Dari 180 responden yang diwawancara, sebagian besar kepala rumah tangga responden berada di atas umur 40 tahun yaitu sebanyak 135 orang 75. Petani yang berumur 30-39 tahun juga cukup banyak sekitar 21, sedangkan petani yang berumur di bawah 29 tahun sedikit 3.95 Tabel 12. Angka ini menunjukkan penduduk yang berusia produktif tampaknya lebih tertarik bekerja sebagai petani daripada bekerja di tempat lain, apalagi kenyataannya pertanian hortikultur dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya Tabel 12 Penggolongan umur responden Penggolongan Umur tahun Jumlah Responden Persentase 29 7 3.9 30 - 39 38 21.1 40 – 49 56 31.1 50 – 59 49 27.2 60 - 70 30 16.7 Jumlah 180 100 Pendidikan formal sebagian besar responden adalah lulusan SD, SMP dan SMA Tabel 13. Umumnya responden beranggapan untuk menjadi petani tidak perlu menempuh jenjang pendidikan yang tinggi. Tabel 13 Pendidikan responden Pendidikan Jumlah Persentase Tidak Lulus SD 13 7.2 Lulus SD 60 33.4 Lulus SMP 54 30.0 Lulus SMA 42 23.3 AkademiPT 11 6.1 Jumlah 180 100 Demikian juga dengan pengalaman bertani yang memperlihatkan bahwa hampir seluruh responden mempunyai pengalaman bertani di atas 10 tahun Tabel 14. Pengalaman bertani berpengaruh terhadap kearifan menentukan waktu tanam, jenis yang akan ditanam, rotasi tanam dalam hubungannya dengan iklim. Pada umumnya pengetahuan bertani responden didapat karena diwariskan oleh orangtua atau keluarga lainnya yang lebih dahulu berpengalaman. Jika ada informasi baru dalam hal inovasi budidaya, maka sesama petani saling bertukar informasi. Tabel 14 Pengalaman bertani responden Lama Bertani tahun Jumlah Responden Persentase 5 – 9 15 8.3 10 – 19 62 34.4 20 – 29 61 34.0 30 42 23.3 Jumlah 180 100 Jumlah anggota keluarga petani rata-rata 3.4 orang. Walaupun wawancara yang dilakukan terfokus pada rumahtangga petani, di lapang ditemukan juga ada kepala rumahtangga yang tidak berpartisipasi sepenuhnya dalam kegiatan pertanian karena bekerja sebagai pedagang sayuran, pegawai negeri guruABRI, sehingga hanya keluarganya yang terlibat. Selain sebagai petani ada juga petani yang membuka toko, berdagang, membuka industri keripik kentang, dan sebagainya untuk menambah pendapatan di luar pertanian. Dari 180 responden, terdapat 65 responden 30 yang mempunyai pendapatan di luar usahatani dengan pendapatan berkisar antara Rp. 500 000 – Rp 30 juta per bulan. Istri petani pada umumnya juga ikut bekerja di lahan pertaniannya. Pengalaman Kursus Usahatani, Anggota Organisasi Petani dan Konservasi Dari 180 responden yang diwawancara, sebanyak 65 responden pernah mengikuti kursus yang berhubungan dengan usahatani, terlibat dalam organisasi petani maupun organisasi yang berhubungan konservasi. Tabel 15. Lama rata-rata responden aktif dalam organisasi KUT 1 - 2 tahun. Petani yang ikut aktif dalam organisasi KUT ini mengatakan tidak terlalu banyak mendapat manfaat dari organisasi tersebut karena aktifitas dalam KUT tersebut hanyalah dalam bentuk peminjaman uang. Ada 4 responden yang pernah mengikuti kursus Pengendalian Hama Terpadu yang diselenggarakan lembaga swasta, dengan tingkat pendidikan 2 orang SMA, 1 orang SMP dan 1 orang SD. Namun ke empat responden ini kembali menggunakan pengontrolan hama secara tradisional melalui pemakaian pestisida secara teratur tanpa memperhatikan konsentrasijumlah hama di lahan. Alasan mereka kembali ke cara tradisional adalah alasan waktu dan tenaga kerja. Lahan di Pangalengan juga sering menjadi praktek Pengendalian Hama Terpadu bagi mahasiswa pertanian dari berbagai perguruan tinggi antara lain Institut Pertanian Bogor IPB, Universitas Padjadjaran, dan sebagainya. Walaupun petani