Erosi Yang Diperbolehkan Edp

mmtahun. Untuk daerah beriklim sedang, kecepatan rata-rata proses pembentukan tanah sering digunakan angka 0.5 mmtahun. Berdasar atas perbedaan kecepatan proses pembentukan tanah tersebut, Arsyad, 2000 mengajukan pedoman penetapan besarnya erosi diperbolehkan untuk tanah-tanah di Indonesia yang besarnya kurang lebihdua kali lebih besar dibanding dengan tanah-tanah di Amerika. Menurut Arsyad 2000 dan Hardjowigeno 2003 ada dua cara perhitungan Edp yaitu perhitungan Edp berdasar persamaan Hammer dan persamaan Wood dan Dent. Persamaan Hammer merumuskan Edp tonhatahun sama dengan kedalaman tanah ekivalen dibagi jangka waktu kelestarian sumberdaya tanah. Hasil pembagian tersebut kemudian dikalikan dengan kerapatan lindak dan dikali 10 tonhath. Persamaan Wood dan Dent merumuskan Edp adalah kedalaman ekivalen dikurangi kedalaman tanah yang diperbolehkan, hasilnya dibagi dengan kelestarian tanah lalu ditambah kecepatan pembentukan tanah. Hasil EDP kemudian dikalikan kerapatan lindak tanah dan dikali 10 tonhath. Untuk menentukan tingkat bahaya erosi TBE, Departemen Kehutanan menggunakan tebal solum tanah yang ada dan besar erosi. Makin dangkal solum tanah maka makin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya sudah cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar. Indeks bahaya erosi IBE juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui sejauh mana erosi yang terjadi akan membahayakan kelestarian produktivitas tanah yang bersangkutan. IBE merupakan hasil pembagian jumlah tanah yang tererosi tonhath dengan Edp tonhath. Sinukaban et al. 1994 melaporkan bahwa erosi tanah di Pangalengan 218 tonha. Edp Pangalengan 12.75 tonha, maka IBE Pangalengan adalah 17. Angka ini menunjukkan kriteria sangat tinggi. Bila menggunakan hasil penelitian Pidio 2004 yang melaporkan erosi tanah Pangalengan untuk sistem tanam searah lereng 56.31 tonha maka maka IBE Pangalengan masuk kriteria tinggi.

2.3. Biaya Erosi Tanah

Seperti disebutkan di atas sebelumnya, erosi tanah mempunyai dua dampak yaitu erosi tanah on-site dan erosi tanah off-site di daerah hilir akibat terbawa oleh aliran permukaan. Dampak erosi tanah di lokasi yang terpenting adalah berkurangnya kesuburan tanah akibat hilangnya bahan organik dan unsur hara tanah, berkurangnya kedalaman lapisan tanah atas topsoil, dan menurunnya kapasitas tanah untuk menahan air yang selanjutnya juga akan menyebabkan penurunan produktivitas lahan yang terkena erosi. Sedangkan dampak erosi tanah di luar lokasi adalah merupakan nilai sekarang dari manfaat ekonomi yang hilang akibat erosi lahan lahan pertanian. Dampak ini bersifat spesifik untuk suatu lokasi dan bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain Barbier, 1995. Midmore et al. 1996 menyatakan bahwa biaya lingkungan di luar lokasi yaitu rusaknya infrastruktur berupa sedimentasi pada saluran irigasi dan Pembangkit Tenaga Listrik di situreservoar, yang ditimbulkan oleh praktek-praktek usahatani sayur mayur di dataran tinggi Cameron, Malaysia sebesar M 2 juta per tahun atau 4 lebih rendah dari total nilai kotor produksi sayuran di dataran tinggi Cameron, Malaysia. Erosi tanah menyebabkan hilangnya pendapatan sekarang petani dan akan menyebabkan bertambah tingginya resiko yang akan dialami petani khususnya petani marjinal Barbier, 1995. Dampak erosi tanah pada penurunan produktivitas lebih besar terjadi di daerah yang beriklim tropis daripada di daerah beriklim sedang karena daerah tropis mempunyai tanah yang relatif rentan dan iklim yang ekstrim Lal, 1990. Pada daerah berkembang, biaya degradasi lahan akan 15 lebih tinggi dari produk nasional kotornya Barbier dan Bishop, 1995. Pendekatan yang umum digunakan untuk menghitung biaya erosi tanah di lokasi on site, menurut Barbier 1995 antara lain adalah pendekatan perubahan produktivitas Productivity Change Approach dan pendekatan biaya pengganti replacement cost approach. Menurut pendekatan perubahan produktivitas, biaya erosi tanah di lahan usahatani samasetara dengan nilai produktivitas yang hilang yang dinilai sesuai dengan harga pasar. Dengan kata lain, perubahan produktivitas merupakan perbedaan hasil panen antara lahan yang mempunyai tingkat erosi tinggi dan erosi rendah Barbier, 1995. Magrath dan Arens 1989 menggunakan pendekatan perubahan produktivitas untuk mengukur erosi tanah di Jawa, Indonesia. Studi menunjukkan adanya penurunan produktivitas tahunan sebesar 1 yang setara dengan Rp. 2.686 per hektar. Fransisco 1998 menggunakan analisis regresi untuk mengukur hubungan antara hasil panen dengan tingkat erosi tanah di Filipina. Hasil analisis pada sistem