Pertanian Lahan Kering Dataran Tinggi dan Sistem Pertanian Konservasi SPK

diversifikasi komoditas pertanian, 5 pengendalian hama dan penyakit terpadu dan 6 konservasi tanah mekanik, vegetatif atau kimia. Lahan kering dataran tinggi yang berada pada wilayah beriklim basah pada umumnya akan cepat mengalami degradasi apabila diusahakan atau dikelola tanpa disertai usaha-usaha konservasi yang tepat. Potensi degradasi lahan ini akan semakin tinggi bila wilayah tersebut mempunyai curah hujan dengan intensitas yang tinggi, tanah peka erosi, lereng curam, dan pola tanam yang diterapkan kurang baik. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas lahan. Permasalahan pada usahatani lahan kering dataran tinggi adalah keberlanjutan dalam produktivitasnya di masa mendatang yang akhir-akhir ini ternyata menurun atau mengalami stagnasi pada tingkat input yang lebih tinggi. Sitorus 2004b menyatakan bahwa penurunan produktivitas usahatani lahan kering dataran tinggi tersebut karena adanya kendala pada lahan kering dataran tinggi dalam pemanfaatannya untuk pertanian yaitu: 1 kendala fisik-relief dengan lereng curam berbukit sampai bergunung yang peka terhadap erosi dan longsor, 2 berkurangnya kesuburan tanah karena erosi sehingga terjadi penurunan produktivitas lahan, 3 kendala sosial budaya keluarga petani yang mempunyai sifat individualisme yang tinggi. Dengan adanya kendala tersebut, maka pola pengembangan pertanian di lahan kering dataran tinggi di masa mendatang selain perlu memperhatikan kondisi sosial-ekonomi, harus pula didasarkan atas karakteristik lahan, dan kesesuaian jenisvarietas komoditas pertanian yang akan dikembangkan, serta lingkungan. Agar produktivitas dan kelestarian lahan lebih terjamin, maka perlu penerapan teknologi maju sesuai dengan kondisi spesifik lokasinya, antara lain berupa penggunaan varietas unggul, pemupukan, rehabilitasi dan konservasi tanah, pencegahan hamapenyakit, dan mekanisasi pertanian Abdurachman, 2001. Sinukaban 1994 menyatakan fokus pendekatan baru untuk pembangunan pertanian berkelanjutan adalah dengan menerapkan Sistem Pertanian Konservasi Conservation Farming System. Sistem Pertanian Konservasi SPK adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan tindakanteknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan kerusakan tanah oleh erosi sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas waktu. Jadi tujuan utama konservasi tanah bukan menetapkan tindakanteknik konservasi tanah dan air saja tetapi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mempertahankan pertanian yang lestari. Oleh karenanya SPK mempunyai ciri-ciri : 1. Produksi pertanian cukup tinggi, agar petani tetap bergairah melanjutkan usahanya. 2. Pendapatan petani yang cukup tinggi, sehingga petani dapat mendisain masa depan keluarganya dari pendapatan usahataninya. 3. Teknologi yang diterapkan, baik teknologi produksi maupun teknologi konservasi adalah teknologi tepat guna sesuai dengan kemampuan petani dan diterima oleh petani dengan senang hati sehingga sistem pertanian tersebut akan diteruskan oleh petani dengan kemampuannya secara terus-menerus tanpa bantuan dari luar. 4. Komoditi pertanian yang diusahakan sangat beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik daerah, dapat diterima oleh petani dan laku di pasar. 5. Laju erosi kecil minimal, lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan sehingga produktivitas yang cukup tinggi tetap dipertahankanditingkatkan secara lestari dan fungsi hidrologis daerah terpelihara dengan baik sehingga tidak terjadi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. 6. Sistem penguasaanpemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang longterm investment security dan menggairahkan petani untuk terus berusahatani. Agar ciri di atas terwujud, maka dalam SPK harus diterapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yaitu menempatkan sebidang ladang dalam penggunaan yang sesuai dengan kemampuannya dan memberlakukannya sesuai dengan syarat- syarat yang diperlukan untuk itu. Oleh sebab itu dalam SPK diintegrasikan tindakan konservasi tanah dan air yang sesuai dan memadai ke dalam sistem pertanian yang cocok untuk setiap daerah yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Komoditi pertanian yang dikembangkan akan sangat bervariasi, dapat terdiri dari tanaman pangan, palawija, sayuran, buah-buahan, kayu termasuk ternak dan ikan yang sesuai dengan keadaan setempat sehingga SPK tersebut dapat dikembangkan secara lestari. Teknik pemilihan tanaman dan teknologi yang akan diterapkan didasarkan pada prosedur yang telah sering dilaksanakan. Ciri ini menunjukkan SPK adalah sistem pertanian yang khas kondisi setempat site specific. SPK cocok di suatu tempat belum tentu cocok di tempat lain.

2.6. Andisols, Potensi dan Kendalanya

Andisols adalah tanah-tanah yang 23 lapisan atas setebal 60 cm atau lebih mempunyai sifat andik, dan sifat-sifat tanah andik ini terutama disebabkan oleh kandungan mineral-mineral amorf. Sifat andik dicirikan oleh kandungan C-organik 25 dan bobot isi tanah kurang dari 0,90 g cm -3 Soil Survey Staff, 1999. Penyebarannya terutama terbatas pada wilayah sekitar atau dekat daerah volkan gunung api. Luas seluruh jenis Andisols diperkirakan 5,39 juta ha, atau sekitar 2.9 wilayah daratan Indonesia Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000. Di Pulau Jawa, Andisols umumnya berasal dari bahan induk andesitik sampai basaltik, karena itu umumnya berupa tanah-tanah yang subur Munir, 1996. Andisols merupakan tanah yang berwarna hitam, sangat porous, mengandung bahan organik dan liat tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika dan alumina atau hidroksi besi Darmawidjaja, 1990. Warna hitam pada Andisols menurut Aomine dan Jacksons 1959, dikarenakan akumulasi humus yang tinggi berasosiasi dengan alofan dimana alofan tersebut mempunyai kapasitas memegang air yang sangat tinggi. Masalah yang paling menonjol pada Andisol adalah sifat kemampuan menyerap dan menyimpan air yang tak pulih kembali seperti semula apabila mengalami kekeringan irreversible drying. Hal ini dikarenakan koloid amorf seperti abu vulkan dan bahan organik mempunyai daya jerap air tinggi ekuivalen 80-90 dari bobotnya. Jika andisols mengalami kekeringan sampai 15 atmosfir terbukanya tanaman penutup tanah maka lapisan air yang terikat pada permukaan partikel akan menguaphilang dan selanjutnya pada permukaan antar partikel akan terjadi kontak ikatan kimia, sehingga tanah mengkerut dan bersifat irreversible, akibatnya jika sudah mengalami kekeringan sulit untuk dibasahi kembali. Kohesi tanah pada sub soil yang basah lebih tinggi, sehingga gerakan air dalam tanah selalu dapat ditahan oleh kohesi yang rendah pada permukaan tanah yang kering. Bila ikatan antar partikel tanah putusrusak kekuatan tanah menjadi rendah, sehingga menyebabkan terjadinya gerakan tanah bila terdapat air hujan yang berlebihan. Hal ini tersebut menggambarkan bahwa Andisols pada wilayah berlereng mempunyai sifat stabilitas tanah yang rendah Munir, 1996. Andisols, yang umumnya terletak di dataran tinggi, dengan kesuburan tanahnya yang baik dan didukung oleh kondisi suhu udara yang sejuk berkisar antara 16-22 C sangat memungkinkan untuk pertumbuhan dan perkembangan komoditas pertanian dataran tinggi Prasetyo, 2005. Namun karena lokasi Andisols yang umumnya berada di kawasan berlereng pada bentuk wilayah berbukit sampai bergunung, maka dalam pengelolaannya harus memperhatikan asas kelestarian lingkungan. Pada kenyataannya, hampir di setiap daerah sayuran dataran tinggi tidak dijumpai teknik-teknik konservasi tanah yang benar, dan aktivitas budidaya sayuran yang intensif serta memiliki curah hujan yang tinggi, mengakibatkan kondisi tersebut sangat rentan terhadap erosi Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000. Di Indonesia terjadinya erosi terutama disebabkan oleh curah hujan. Hujan di Indonesia sebagian besar termasuk tipe orografis, yakni makin tinggi suatu tempat semakin tinggi pula curah hujannya, sebaliknya penguapan semakin berkurang. Makin besar selisih antara curah hujan dengan penguapan mengakibatkan bahaya erosi semakin besar ditunjang dengan kondisi banyaknya lahan berlereng dan curam. Melihat potensi Andisols dengan tingkat kesuburan yang tinggi, namun berada pada kondisi yang dapat menyebabkan risiko terjadinya erosi, maka dalam pemanfaatannya sebagai lahan pertanian harus memperhatikan upaya penanggulangan erosi, agar produktivitas lahan tetap dapat dipertahankan.

2.7. Adopsi Sistem Pertanian Konservasi dan Manfaatnya

Sistem pertanian konservasi SPK dapat dikatakan sebagai suatu bentuk inovasi pertanian lahan kering dataran tinggi Sinukaban, 1994 dan Hoesle, 1997 dan sebagai inovasi memerlukan suatu proses sampai diadopsi oleh petani. Menurut Rogers 1995, yang dikenal sebagai guru dalam studi adopsidifusi sejak tahun 1960, menyatakan bahwa adopsi suatu inovasi merupakan proses mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolak dan kemudian mengukuhkannya. Secara lebih rinci, proses adopsi dapat dibagi dalam lima tahapan yaitu pengenalan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Tiga tahapan terakhir dapat dipandang sebagai satu tahapan implementasi atau adopsi inovasi. Lebih lanjut Rogers mengemukakan bahwa kecepatan adopsi suatu inovasi dipengaruhi banyak faktor terutama karakteristik inovasi, lingkungan sosial budaya, karakteristik individu petani, dan kondisi usahataninya. Yang dimaksud adopsi dalam studi ini adalah ‘sudah menerapkan’. Kriteria adopsi atau sudah menerapkan konservasi diketahui dari melihat langsung di lapang bentuk teknik konservasi mekanik seperti apa yang