Sintesis dan Implikasi Hasil Penelitian
tidak sepenuhnya bermotifkan keuntungan dalam melaksanakan usahataninya. Petani padi tersebut terlebih dahulu mengutamakan kecukupan pangan beras
keluarganya, dan setelah itu hasil produksi selebihnya dijual ke pasar. Petani padi tersebut dapat dikatakan masih memiliki motif subsistensi dan belum sepenuhnya
motif keuntungan. Petani yang bermotifkan subsistensi lebih mementingkan minimum resiko dalam proses produksinya. Petani berupaya usahatani yang
dilakukannya memberikan hasil yang pasti Ghatak dan Ingersent,1984. Dengan demikian, ketersediaan tenaga kerja yang lebih besar pada rumahtangga petani
dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan mutu atau konservasi tanah agar dapat dipastikan usahatani menghasilkan produksi yang diperlukan untuk konsumsi
keluarganya. Sebaliknya, petani di Pangalengan memiliki tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya dari usahatani kentang yang diusahakannya. Kentang adalah tanaman komersial
cash crop yang memerlukan biaya relatif jauh lebih besar daripada usahatani padi. Apabila berhasil, usahatani kentang mampu
memberikan keuntungan finansial yang juga jauh lebih besar daripada usahatani padi. Potensi keuntungan yang besar ini mendorong petani untuk mengintensifkan
pemanfaatan lahan usahatani yang digarapnya. Untuk itu semakin besar sumberdaya tenaga kerja yang dimiliki, maka semakin intensif pengusahaan
usahatani kentang dilakukan, artinya semakin tinggi tingkat eksploitasi terhadap lahan.
Hasil penelitian yang menunjukkan semakin besar jumlah anggota keluarga maka semakin rendah peluang petani melakukan konservasi tanah, ternyata juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pakpahan dan Syafaat 1991. Pakpahan dan Safaat meneliti petani yang mengusahakan tanaman sayuran kubis di
daerah aliran sungai DAS Cimanuk dan Citanduy, Kabupaten Ciamis. Hasil penelitian mereka menunjukkan semakin besar jumlah anggota rumahtangga, maka
semakin tinggi tingkat eksploitasi terhadap sumberdaya tanah yang ditunjukkan oleh semakin besarnya peluang terjadinya erosi tidak mengadopsi konservasi tanah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bagi petani sayuran adopsi konservasi ditentukan oleh seberapa besar tindakan konservasi itu mampu memberikan
keuntungan. Jika petani beranggapan tidak akan memperoleh keuntungan dari
melaksanakan konservasi tanah, maka tentunya konservasi tanah tidak akan ia lakukan.
Model Adopsi menunjukkan bahwa status lahan bukan milik sewa berpengaruh negatif terhadap peluang adopsi konservasi tanah. Lahan yang
berstatus sewa tentunya tidak dapat menjamin bahwa manfaat investasi yang ditanamkan petani, dalam bentuk konservasi tanah, dapat diperoleh seluruhnya.
Dalam rangka mempertinggi konservasi tanah pada pertanian dataran tinggi di Republik Dominika, Hwang
et al. 1994 meneliti biaya beberapa bentuk teknik konservasi tanah yang diperkenalkan dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi adopsi teknik konservasi. Teknik konservasi tanah yang diperkenalkan adalah penanaman rumput strip
grass strips, pembuatan paritsaluran
hillside ditches, dan teras. Penelitian tersebut menunjukkan walaupun kemampuan teknik konservasi tanah penanaman rumput strip dalam menurunkan
erosi tidak seefektif teknik konservasi tanah dengan teras, namun penanaman rumput strip bersifat lebih ekonomis. Biaya untuk melakukan konservasi tanah
dalam bentuk penanaman rumput strip akan kembali dalam waktu minimal satu tahun. Sementara, faktor kelembagaan seperti status lahan berpengaruh negatif
terhadap keputusan petani untuk menerapkan konservasi tanah. Dengan diketahuinya masa pengembalian penanaman rumput strip dalam waktu minimal
satu tahun maka pemerintah Republik Dominika mengeluarkan keputusan masa sewa menyewa lahan minimal selama dua tahun, dengan harapan petani penyewa
mampu memperoleh manfaat dari konservasi tanah dengan penanaman rumput strip. Pengalaman di Republik Dominika menunjukkan durasi sewa yang cukup
panjang meningkatkan peluang penerapan konservasi tanah oleh petani penyewa. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas usahatani kentang mendukung temuan
dari Model Adopsi Logit, bahwa petani memperhitungkan bagaimana manfaat dari adopsi konservasi tanah. Hasil dugaan fungsi produksi menunjukkan bahwa
variabel adopsi konservasi berpengaruh negatif terhadap variabel jumlah produksi kentang yang dihasilkan. Petani menyatakan bahwa pembuatan teras bangku dan
penanaman searah kontur tidak saja memerlukan biaya dan mempersempit luasan tanam kentang tetapi juga meningkatkan resiko serangan penyakit layu bakteri.
Budidaya kentang pada tanah yang berlereng dan tak menerapkan konservasi tanah tentunya akan berdampak buruk bagi kesuburan tanah maupun bagi
lingkungan. Hasil dari aplikasi model SCUAF menunjukkan bahwa tanah mengalami erosi dan kehilangan unsur C, hara N dan P yang besar jika tak menerapkan teknik
konservasi tanah. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan PPL, merosotnya mutu kesuburan tanah oleh erosi disubstitusi dengan pemakaian jumlah
pupuk yang besar baik pupuk anorganik maupun pupuk kandang. Hasil dugaan fungsi produksi menunjukkan bahwa unsur N pupuk masih memberikan pengaruh
positif pada jumlah produksi kentang yang dihasilkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat produktivitas kentang yang dihasilkan selama ini ditopang
oleh pemberian pupuk dalam jumlah yang besar. Hasil penelitian Model Adopsi Logit dan Model Fungsi Produksi Cobb-
Douglas diperkuat oleh hasil analisis finansial usahatani kentang dalam satu musim tanam jangka pendek dan analisis finansial dalam perspektif 20 tahun jangka
panjang. Hasil analisis finansial jangka pendek menunjukkan bahwa usahatani kentang tanpa konservasi tanah memberikan keuntungan yang lebih besar daripada
usahatani kentang yang menerapkan teknik konservasi tanah. Namun apabila analisis dilakukan dalam perspektif jangka panjang barulah terlihat bahwa usahatani
kentang yang menerapkan teknik konservasi tanah akan memberikan keuntungan yang lebih besar. Hal ini tampak dari nilai kini bersih NPV yang lebih besar dari
usahatani kentang yang menerapkan konservasi daripada yang tidak menerapkan konservasi. Penemuan ini selaras dengan hasil Model Adopsi yang menunjukkan
status lahan bukan milik berpengaruh negatif terhadap peluang untuk mengadopsi konservasi tanah. Lahan yang berstatus bukan milik sewa akan membatasi waktu
petani untuk memperoleh manfaat dari adopsi konservasi tanah, sehingga perspektifnya menjadi jangka pendek.
Bagaimana implikasi hasil penelitian ini bagi upaya-upaya untuk mendorong petani agar lebih bersedia mengadopsi konservasi tanah? Uraian yang telah
dikemukakan di atas menunjukkan: a petani memperhitungkan manfaat atau keuntungan yang dapat diperolehnya saat memutuskan untuk menerapkan
konservasi tanah, b keuntungan lebih besar dari konservasi tanah, jika dibandingkan dengan tanpa konservasi, akan terlihat dalam perspektif jangka
panjang, sedangkan c petani lebih menekankan pada keuntungan jangka pendek, terlebih pada usahatani yang diusahakan pada lahan yang berstatus sewa. Dengan
demikian, untuk memperbesar peluang petani untuk mengadopsi konservasi tanah
akan ditentukan oleh keberhasilan untuk menggeser perspektif keuntungan jangka panjang menjadi lebih menarik daripada perspektif jangka pendek.
Agar petani yang mengusahakan lahan yang berstatus bukan milik sewa bersedia mengadopsi konservasi tanah, maka status sewa-menyewa perlu lebih
panjang jangka waktunya. Pengalaman di negara Republik Dominika Hwang et al,
1994 dapat menjadi pelajaran bahwa masa sewa yang diwajibkan untuk jangka waktu lebih lama ternyata mampu meningkatkan praktek konservasi di lahan
usahatani. Jangka waktu sewa lahan untuk usahatani kentang yang lebih lama akan memampukan petani penyewa meraih manfaat maksimum dari praktek konservasi
tanah yang dilakukannya. Jika sewa-menyewa hanya dalam jangka waktu satu atau dua musim tanam seperti selama ini dipraktekkan di Pangalengan, maka tidak akan
ada insentif untuk menerapkan teknik konservasi tanah di usahatani kentang. Peluang petani untuk menerapkan konservasi tanah dapat dipengaruhi
melalui penciptaan insentif finansial. Perlu ada insentif bagi petani yang menerapkan konservasi tanah dalam bentuk teras bangku. Misalnya, insentif dapat
berupa pengurangan besaran pajak tanah yang perlu dibayar oleh petani kentang yang menerapkan konservasi tanah dalam bentuk teras bangku. Dengan demikian
tambahan biaya yang dikeluarkan petani kentang untuk membuat teras bangku sebagian dapat dikompensasi dari pengurangan pembayaran pajak tanah.
Kebijakan pemerintah Kabupaten Bandung dalam program pembangunan pertanian adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air yang
berwawasan lingkungan, penerapan teknologi tepatguna spesifik lokasi dan ramah lingkungan dan mengurangi luasan lahan kritis. Adopsi konservasi tanah tentunya
akan dapat ditingkatkan jika ada peraturan yang mewajibkan petani untuk menerapkan konservasi tanah teras bangku dan searah kontur apabila menanam
pada tanah dengan tingkat kelerengan tertentu. Peraturan ini diharapkan tidak memperoleh tantangan yang berarti dari petani, karena berdasarkan Model Adopsi
Logit terlihat adanya pengaruh yang positif tingkat kelerengan dengan peluang adopsi konservasi tanah.
Peraturan tersebut perlu disertai dengan sanksi yang jelas tentang besarnya penalti yang harus dibayar jika aturan tersebut tidak dipatuhi. Besaran penalti dapat
ditentukan berdasarkan perhitungan besaran biaya eksternal off-site cost, seperti
pendangkalan sungai, waduk ataupun rusaknya infrastruktur pengairan, yang
ditimbulkan oleh erosi akibat tidak menerapkan teknik konservasi tanah. Penalti akan menyebabkan biaya-biaya lingkungan yang muncul akibat praktek usahatani
kentang yang tidak menerapkan kaidah konservasi, yang semula ditanggung oleh masyarakat, menjadi diinternalisasikan dan ditanggung oleh petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konservasi tanah menguntungkan petani, jika perhitungan dilakukan dalam perspektif jangka panjang. Upaya-upaya
konservasi biasanya memang memiliki perspektif jangka panjang, sebagaimana halnya definisi pembangunan berkelanjutan
sustainability development oleh WECD 1987. Oleh sebab itu, faktor edukasi atau peningkatan pengetahuan petani
diperlukan untuk mengatasi hambatan persepsi waktu ini. Petani perlu memperoleh edukasi bahwa dalam jangka panjang konservasi tanah lebih menguntungkan
daripada tidak menerapkan konservasi. Kepada petani perlu ditunjukkan bahwa produktivitas usahatani kentang yang tidak merosot yang selama ini diperoleh
adalah karena pemanfaatan jumlah pupuk yang besar sebagai pengganti hilangnya kesuburan tanah akibat erosi. Jika subsidi terhadap pupuk ditiadakan, dan harga
pupuk menjadi mahal, maka akan semakin terlihat manfaat dari adopsi konservasi tanah terhadap tingkat keuntungan usahatani kentang di Pangalengan.