Erosi, Dampak dan Upaya Pengendaliannya

sepertiga tanah yang baik untuk ditanami arable land dunia telah rusak atau hilang akibat erosi dan kehilangan ini akan terus berlanjut dengan laju rata-rata lebih dari 10 juta hektar per tahun. Pimentel et al. 1995 melaporkan di Amerika setiap tahun diperkirakan 4000 juta ton tanah dan 130 000 juta ton air hilang dari 160 000 juta ha lahan pertanian. Bila angka tersebut dihitung sebagai kehilangan ekonomi erosi on- site maka akan setara dengan 27 juta setiap tahun, dimana 20 juta untuk penggantian hara tanah, sedangkan 7 juta untuk pengganti kehilangan air dan lapisan permukaan tanah. Dari jumlah ini terlihat bahwa komponen yang nyata hilang adalah hilangnya hara tanah. Biaya total erosi tanah on-site dan off-site di Amerika yang disebabkan erosi angin dan air dan biaya total pencegahan erosi per tahun adalah 44 399 juta. Pierce 1991 mengemukakan bahwa erosi tanah mempengaruhi produktivitas tanah. Erosi dapat mengubah kondisi fisik dan kimiawi tanah. Erosi tanah merupakan penyebab utama dari degradasi tanah di seluruh dunia. Di samping dapat menyebabkan degradasi tanah, erosi dapat juga merusak tanaman yang pada akhirnya mengurangi produktivitas. Dampak erosi tanah terhadap produktivitas bervariasi cukup besar antar tempat dan waktu. Semua lahan, beserta jenis tanaman apapun yang tumbuh di atasnya, sewaktu-waktu dapat mengalami erosi. Laju erosi tanah sangat dipengaruhi oleh bagaimana lahan tersebut dikeloladigunakan. Setiap bentuk penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan tingkat erosi tanah yang berbeda pula. Tingkat erosi suatu lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang ditanam dan teknik pertanian yang digunakan Miranda, 1992. Di Indonesia, dampak buruk dari proses erosi tanah tidak hanya dialami oleh lahan-lahan pertanian saja, melainkan dialami juga oleh kawasan hutan daerah pemukiman, daerah industri yang sedang dibangun, daerah pertambangan, dan sebagainya. Di areal pertanian sendiri, proses erosi banyak terjadi pada lahan berlereng yang dikelola untuk budidaya tanaman semusim yang tidak dilengkapi dengan tindakan-tindakan konservasi tanah Abdurachman dan Sutono, 2002. Erosi yang terpenting di Indonesia adalah erosi yang disebabkan oleh air. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi, menurut Hardjowigeno 2003, adalah curah hujan erosivitas sifat-sifat tanah erodibilitas panjang dan kemiringan lereng, vegetasi, dan manusia. Dari curah hujan, yang terpenting dalam mempengaruhi besarnya erosi adalah intensitas hujan atau hujan yang jatuh sangat deras, bukan jumlah hujan rata-rata tahunan yang tinggi. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, daya infiltrasi atau permeabilitas tanah, dan kandungan bahan organik. Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu dan pasir sangat halus. Oleh karena itu makin tinggi kandungan debu dalam tanah, maka tanah makin peka terhadap erosi. Bentuk struktur tanah yang membulat granuler, remah, gumpal membulat menghasilkan tanah dengan porositas tinggi sehingga air mudah meresap ke dalam tanah, dan aliran permukaan tanah menjadi kecil sehingga erosi juga kecil. Tanah-tanah yang mempunyai strutur tanah yang mantap tidak mudah hancur oleh pukulan air hujan. Sebaliknya pada struktur tanah yang tidak mantap sangat mudah hancur oleh pukulan air hujan menjadi butir-butir halus sehingga menutup pori-pori tanah. Akibatnya air infiltrasi terhambat, aliran permukaan meningkat yang berarti erosi juga akan meningkat. Bila daya infiltrasi tanah besar berarti air mudah meresap ke dalam tanah sehingga aliran permukaan kecil dan erosi yang akan terjadi juga kecil. Daya infiltrasi tanah dipengaruhi oleh porositas dan kemantapan tanah. Kandungan bahan organik tanah menentukan kepekaan tanah terhadap erosi karena bahan organik mempengaruhi kemantapan struktur tanah. Tanah yang cukup mengandung bahan organik umumnya menyebabkan tanah menjadi mantap sehingga tahan terhadap erosi. Tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2 umumnya peka terhadap erosi Hardjowigeno, 2003 Pengaruh lereng pada erosi adalah erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang. Semakin curam lereng maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan mengangkutnya meningkat juga. Bila kecepatan aliran permukaan naik dua kali lipat maka besarnya benda yang dapat diangkut menjadi 64 kali lebih besar, sedangkan berat benda yang dapat diangkut menjadi 32 kali lebih berat. Lereng yang semakin panjang akan menyebabkan volume air yang mengalir semakin besar. Bila dalamnya air menjadi 4 kali lebih besar, akibatnya besar maupun berat benda yang dapat diangkut juga berlipat ganda Hardjowigeno, 2003. Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung dipermukaan tanah, menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air infiltrasi, serta memperkuat penyerapan air ke dalam tanah oleh transpirasi melalui vegetasi. Makin rapat vegetasi makin efektif terjadinya pencegahan erosi. Vegetasi yang tingginya lebih dari 7 m kadang-kadang tidak efektif karena air yang tertahan di pohon dan di daun akan terkumpul dan akan jatuh kembali ke tanah dengan kekuatan yang besar juga. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi erosi adalah memanipulasi faktor yang mempengaruhi erosi yaitu erodibilitas, kemiringan dan panjang lereng, dan vegetasi. Faktor erosivitas jumlah dan curah hujan tidak dapat diubah. Pembuatan teras merupakan upaya menurunkan tingkat kemiringan lereng sehingga aliran permukaan dapat dikurangi dan erosi dapat ditekan. Pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki kemantapan struktur tanah sehingga tanah lebih tahan terhadap kerusakan akibat pukulan air hujan. Dengan demikian pupuk kandang merupakan faktor yang mampu menurunkan erodibilitas tanah. Beberapa jenis tanaman dapat bertindak sebagai penghalang jatuhnya air hujan ke tanah dan jenis tanaman lainnya mampu memperbaiki kemantapan strutur tanah. Hutan adalah paling efektif mencegah erosi karena daun-daunnya rapat, tetapi rumput-rumput yang tumbuh rapat juga sama efektifnya. Untuk pencegahan erosi paling sedikit 70 tanah harus tertutup vegetasi. Cara lain yang juga dipakai untuk menutup lahan yang terbuka adalah dengan pemakaian mulsa alami jerami padi, daunbatang tanaman jagung, danatau tanaman lainnya atau mulsa plastik. Namun ada juga beberapa jenis tanaman yang merusak struktur tanah seperti tanaman ubikayu. Dengan demikian, tanaman juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi erosi. Dixon dan Hufschmidt 1993 menyatakan pemberian mulsa sisa tanaman mampu menurunkan biaya produksi sebesar 64 pada tahun kedua karena terjadi penurunan erosi dan penurunan kehilangan hara serta meningkatnya produktivitas lahan di Korea. Kurnia 1996 melaporkan bahwa mulsa jerami padi sangat efektif dalam mengurangi erosi tanah sebesar 86-98, sedangkan mulsa Mucuna sp mampu mengurangi erosi sebesar 74-85. Pada tanah Podsolik Merah Kuning Bogor, pemberian mulsa jerami mampu menaikkan hasil jagung 47,5 dan kacang tanah 47,5. Satu tahun kemudian perlakuan pemberian mulsa jerami padi tersebut mampu meningkatkan hasil jagung lebih dari 50 atau produksi jagung melebihi 3 tonha. Kurnia et al. 1997 menyatakan penggunaan 10 ton per hektar mulsa jerami padi ditambah 7 ton per hektar batang dan daun jagung ditambah 6 ton per hektar mulsa Flemingia congesta merupakan cara rehabilitasi lahan yang paling efektif pada tanah Haplohumults di Jasinga, Jawa Barat untuk mencegah erosi, menurunkan konsentrasi sedimen dan jumlah hara yang hilang, serta mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Rehabilitasi dengan cara tersebut dapat diterapkan pada tanah yang mempunyai tingkat erosi sampai 10 cm. Kurnia et al. 1998 melaporkan bahwa biaya pengendalian erosi dengan mulsa jerami padi dan mulsa Mucuna sp berturut-turut Rp 2 175.- dan Rp 1 640,- per ton tanah erosi. Pengendalian erosi dengan pupuk kandang menghasilkan biaya yang lebih tinggi yaitu Rp 4 085,- per ton tanah tererosi. Sedangkan biaya kerusakan lahan Podsolik Merah Kuning Bogor tanpa rehabilitasi adalah Rp 291 715,- per ha sehingga biaya rehabilitasi kerusakan lahan dengan mulsa padi dan mulsa Mucuna sp hanya 1.2 – 9.2 dari biaya kerusakan lahan tanpa rehabilitasi. Manusia juga berperan terhadap laju erosi tanah. Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia menjadi baik atau lebih buruk. Pembuatan teras- teras pada tanah yang berlereng curam merupakan pengaruh baik manusia karena dapat mengurangi erosi. Sebaliknya penggundulan hutan di daerah-daerah pegunungan merupakan pengaruh manusia yang jelek karena dapat menyebabkan erosi dan banjir. Aktivitas manusia seperti pertanian pangan tanpa menggunakan teknologi konservasi yang tepat, penggembalaan yang berlebihan over-grazing, penambangan lahan yang mengganggu vegetasi penutup lahan alami dan merusak sifat-sifat tanah akan mempercepat proses erosi alami. Aktivitas manusiapetani menerapkan tindakan konservasi menurut Sinukaban 1994 sangat dipengaruhi oleh 1 pemahaman petani tentang fungsi komponen teknik konservasi yang telah dibangun, 2 kurangnya penyuluhan tentang pentingnya pemeliharaan komponen pengendali erosi untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas secara lestari, 3 biaya untuk pembuatan atau pemeliharaan teknik konservasi yang dibangun, 4 rendahnya pendapatan keluarga.

2.2. Erosi Yang Diperbolehkan Edp

Laju erosi tanah sangat dipengaruhi oleh bagaimana lahan tersebut dikelola. Tidaklah mungkin menekan laju erosi sampai nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian tertutama pada tanah-tanah berlereng. Namun demikian, jumlah maksimum tanah yang hilang agar produktivitas lahan tetap lestari, harus lebih kecil atau sama dengan jumlah tanah yang terbentuk melalui proses pembentukan tanah. Untuk daerah-daerah yang digunakan untuk pertanian terutama daerah berlereng, jumlah tanah hilang hampir selalu lebih besar dari tanah yang terbentuk. Oleh karena itu perlu penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransi. Erosi yang diperbolehkan Edp adalah jumlah tanah yang hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari Wischmeier dan Smith, 1978. Jika laju Edp dapat diperkirakan maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Hardjowigeno 2003 menyatakan bahwa tanah yang mempunyai solum tebal, memiliki nilai Edp lebih tinggi dari tanah yang bersolum tipis. Di daerah dengan proses pembentukan tanah yang cepat, nilai Edp lebih tinggi daripada di daerah dengan proses pembentukan tanah yang lambat. Kecepatan pembentukan tanah di Indonesia cukup beragam, tergantung dari jenis batuan bahan induk dan faktor-faktor pembentuk tanah lainnya. Tanah-tanah yang berasal dari batuan yang keras proses pembentukan tanahnya akan lambat sedangkan tanah-tanah berasal dari bahan-bahan yang lebih lunak proses pembentukan tanah akan berjalan lebih cepat. Suhu dan curah hujan yang tinggi di Indonesia juga mempercepat proses pembentukan tanah. Kecepatan pembentukan kecepatan tanah di daerah tropika basah diperkirakan dua kali lebih besar daripada di daerah beriklim sedang Arsyad, 2000. Di Amerika Serikat kecepatan tertinggi pembentukan tanah diperkirakan 0.8 mmtahun, sedangkan di Indonesia mencapai 2 mmtahun. Hardjowigeno 2003 mengemukakan bahwa tanah-tanah berasal dari abu volkanik gunung Krakatau di Pulau Rakata, kecepatan pembentukan tanahnya mencapai 2.5 mmtahun. Bila 2.5.mmtahun dianggap sebagai kecepatan tertinggi pembentukan tanah di Indonesia, maka rata-rata proses pembentukan tanah di Indonesia diperkirakan 1 mmtahun. Untuk daerah beriklim sedang, kecepatan rata-rata proses pembentukan tanah sering digunakan angka 0.5 mmtahun. Berdasar atas perbedaan kecepatan proses pembentukan tanah tersebut, Arsyad, 2000 mengajukan pedoman penetapan besarnya erosi diperbolehkan untuk tanah-tanah di Indonesia yang besarnya kurang lebihdua kali lebih besar dibanding dengan tanah-tanah di Amerika. Menurut Arsyad 2000 dan Hardjowigeno 2003 ada dua cara perhitungan Edp yaitu perhitungan Edp berdasar persamaan Hammer dan persamaan Wood dan Dent. Persamaan Hammer merumuskan Edp tonhatahun sama dengan kedalaman tanah ekivalen dibagi jangka waktu kelestarian sumberdaya tanah. Hasil pembagian tersebut kemudian dikalikan dengan kerapatan lindak dan dikali 10 tonhath. Persamaan Wood dan Dent merumuskan Edp adalah kedalaman ekivalen dikurangi kedalaman tanah yang diperbolehkan, hasilnya dibagi dengan kelestarian tanah lalu ditambah kecepatan pembentukan tanah. Hasil EDP kemudian dikalikan kerapatan lindak tanah dan dikali 10 tonhath. Untuk menentukan tingkat bahaya erosi TBE, Departemen Kehutanan menggunakan tebal solum tanah yang ada dan besar erosi. Makin dangkal solum tanah maka makin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya sudah cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar. Indeks bahaya erosi IBE juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui sejauh mana erosi yang terjadi akan membahayakan kelestarian produktivitas tanah yang bersangkutan. IBE merupakan hasil pembagian jumlah tanah yang tererosi tonhath dengan Edp tonhath. Sinukaban et al. 1994 melaporkan bahwa erosi tanah di Pangalengan 218 tonha. Edp Pangalengan 12.75 tonha, maka IBE Pangalengan adalah 17. Angka ini menunjukkan kriteria sangat tinggi. Bila menggunakan hasil penelitian Pidio 2004 yang melaporkan erosi tanah Pangalengan untuk sistem tanam searah lereng 56.31 tonha maka maka IBE Pangalengan masuk kriteria tinggi.

2.3. Biaya Erosi Tanah

Seperti disebutkan di atas sebelumnya, erosi tanah mempunyai dua dampak yaitu erosi tanah on-site dan erosi tanah off-site di daerah hilir akibat terbawa oleh aliran permukaan. Dampak erosi tanah di lokasi yang terpenting adalah berkurangnya kesuburan tanah akibat hilangnya bahan organik dan unsur hara