Konsep Diri TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri Hurlock 1992 mengungkapkan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Gambaran tersebut sebagai suatu kesatuan yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri yang mencakup citra fisik diri dan citra psikologi diri. Citra fisik terbentuk berkaitan dengan penampilan fisik seseorang, daya tariknya, dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya dan berbagai bagian tubuh untuk perilaku dan harga diri seseorang di hadapan orang lain. Sedangkan citra psikologis adalah perasaan, pikiran dan emosi yang terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, seperti kejujuran, keberanian, kemandirian, kepercayaan diri dan berbagai jenis aspirasi serta kemampuan. Burns Metcalfe dalam Pudjijogyanti, 1985 juga mengungkapkan bahwa konsep diri adalah hubungan sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Pada bagian lain Cawagas dalam Pudjijogyanti, 1985 berpendapat bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan, dan lain sebagainya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penjelasan Brooks dalam Rakhmat, 1999 tentang konsep diri adalah keseluruhan pandangan individu terhadap keadaan fisik, sosial dan psikologis yang diperoleh dari pengalaman interaksi dengan orang lain. Jadi konsep diri merupakan pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Konsep diri dapat pula didefinisikan sebagai persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri Grinder dalam Rakhmat, 1999. Persepsi tersebut terbentuk melalui penarikan kesimpulan dari pengalamannya dan secara khusus dipengaruhi oleh reward dan punishment yang berarti dalam kehidupan orang yang bersangkutan. Seorang individu akan memandang diri dirinya meliputi fisik, jenis kelamin, kognisi sosial, pekerjaan, motivasi, tujuan atau emosi dalam rangka melakukan persepi tersebut. Scheneider Furhann dalam Pikunas, 1976 mengungkapkan bahwa konsep diri digunakan untuk mengevaluasi persepsi pada diri individu yang bersangkutan. Konsep diri juga dapat membantu seseorang dalam melakukan interaksi sosial. Konsep diri pada akhirnya sebagai kualitas organisasi yang merupakan penggambaran seseorang sebagai individu Kinch dkk, dalam Pikunas, 1976. Keseluruhan persepsi mengenai kualitas, kemampuan, impuls dan sikap-sikap seseorang atau juga ke seluruhan persepsi tentang dirinya dalam berhubungan dengan orang lain akan diterima di dalam konsep kesadaran yang diorganisir oleh individu yang bersangkutan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Konsep diri seseorang terbentuk tidak lepas pengalamannya selama hidup. Menurut Shavelson dalam Pikunas, 1976 konsep diri terbentuk dari pengalaman dengan lingkungan, interaksi dengan orang-orang yang memiliki arti dan atribusi perilaku seseorang. Konsep diri menurut Grinder dapat digunakan sebagai bukti atau dasar dalam melakukan tindakan oleh orang yang bersangkutan. Menurut Mead dalam Burns, 1999 konsep diri merupakan hasil perhatian individu yang berupa perkiraan-perkiraan mengenai lingkungan dan bagaimana orang lain bereaksi terhadap yang bersangkutan. Seseorang dapat mengantisipasi agar perilakunya sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan bila memahami lingkungannya. Maka konsep diri juga menjadi penentu yang paling penting dari respon terhadap lingkungannya. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Rogers dalam Burns, 1999 bahwa konsep diri selain menunjuk pada bagaimana cara seseorang memandang dan merasakan dirinya juga mengarah pada bagaimana seseorang mengendalikan dan mengintegrasikan tingkah lakunya. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri, yang diperoleh dari pengalaman berinteraksi dengan orang lain yang memiliki arti penting dalam kehidupan orang tersebut. Konsep diri juga digunakan seseorang untuk melakukan evaluasi persepsi terhadap dirinya sendiri dan sebagai sarana untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain. 2. Terbentuknya Konsep Diri Konsep diri tumbuh melalui proses internalisasi pengalaman psikologis. Individu akan melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya dan refleksi terhadap dirinya sendiri atas reaksi dan perilaku orang lain yang berpengaruh sehingga membentuk pengalaman tersebut. Konsep diri timbul dari interaksi sosial dengan orang-orang lain dan konsep tentang diri pun menuntun bagi individu untuk bertingkah laku. Maka konsep diri merupakan hasil pengalaman belajar dan bukan pembawaan sejak lahir sehingga akan berkembang secara bertahap sebagai hasil pemahaman tentang dirinya dan orang lain yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman Burns, 1993. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Raimy dalam Burns, 1993, dimana konsep diri sebagai sesuatu yang dipelajari. Konsep diri seseorang merupakan keterlibatan yang memiliki pola dan bersifat gestalt, sebagai suatu percampuran-percampuran konsep-konsep tersendiri mengenai individu yang bersangkutan. Konsep diri seseorang ini merupakan dirinya sendiri dari titik pandangnya sendiri. Individu mulai belajar mengenal berbagai perasaan, sikap dan nilai-nilai dalam kontak dengan orang-orang terdekat, seperti dengan orang tua, teman sebaya, dan sanak saudara Hurlock, 1992. Konsep-konsep positif tentang dirinya akan dikembangkan oleh individu jika kebutuhan dasarnya terpenuhi dan pengalaman-pengalaman awal terbebas dari tekanan traumatik. Namun hal yang sebaliknya akan terjadi, yaitu pengembangan konsep-konsep negatif tentang diri, apabila terjadi penolakan dan diremehkan sehingga mengakibatkan munculnya perasaaan kurang dihargai, tidak menyenangkan dan tidak berguna. Dengan demikian, konsep diri positif atau negatif tidak terbentuk secara otomatis, melainkan melalui pengalaman-pengalaman belajar. Pembentukan konsep diri menurut Sullivan dalam Hall dan Linzey, 1993 merupakan hasil hubungan antar manusia dengan ibu yang terjadi sejak individu masih kecil. Anak akan belajar memahami bagaimana harapan orang tua terhadapnya untuk berperilaku tertentu dan untuk menjauhi perilaku yang lain, melalui hukuman dan pujian yang diterimanya. Hal tersebut dilakukan oleh anak untuk menghindari kecemasan dan merupakan usaha untuk memenuhi rasa aman. Sullivan pun mendefinisikan konsep diri dalam Burns, 1993 sebagai suatu pemahaman diri yang diperoleh individu untuk meminimalkan kesalahan dalam berperilaku yang mungkin dilakukannya sehingga menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Perkembangan Konsep Diri Konsep diri individu berkembang dengan dipengaruhi banyak faktor tertentu. Menurut Hurlock 1992 perkembangan konsep diri dipengaruhi beberapa faktor, antara lain : cacat tubuh, bentuk tubuh, nama, julukan, emosi, status sosial keluarga, emosi, intelegensi, jenis sekolah dan teman bergaul atau tokoh “signifikan” dalam hidup significant others, dan lain- lain. Pengaruh masing-masing faktor tergantung dari perasaan yang dialami oleh individu yang bersangkutan sesuai dengan faktor yang dimilikinya. Apabila individu yang bersangkutan memiliki perasaan bangga atau senang maka faktor tersebut membawa pengaruh positif bagi individu tersebut. Fitts mengemukakan lima faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut: a. Diri Fisik Physical Self Penilaian diri sendiri oleh seorang individu dilihat dari segi fisik akan dipengaruhi oleh kesehatan, penampilan luar dan gerakan motoriknya. Penilaian yang positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik oleh diri sendiri maupun dari orang lain, akan mempengaruhi pembentukan perkembangan ke arah positif. Sebaliknya, penilaian negatif terhadap segi fisik akan mengarah pada pembentukan perkembangan yang negatif pula. Pendapat tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Burns 1993 bahwa penilaian terhadap keadaan fisik seseorang secara positif, baik dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, akan sangat membantu perkembangan konsep diri ke arah positif. Penilaian positif akan menumbuhkan rasa puas terhadap diri sehingga individu mampu menerima dirinya sendiri dan meningkatkan harga dirinya. Harga diri merupakan nilai yang diberikan oleh individu terhadap dirinya. Sedangkan pandangan negatif terhadap fisik akan mengakibatkan individu sulit untuk menerima dirinya, minder atau rendah diri dan kurang percaya diri. Kepercayaan diri adalah perasaan yakin yang dimiliki individu terhadap kemampuan dan segala sesuatu yang terdapat dalam dirinya, termasuk daya tarik fisik. b. Diri Pribadi Pandangan terhadap diri pribadi akan memberi pengaruh terhadap perkembangan konsep diri individu. Pandangan yang positif terhadap diri sendiri akan membuat individu lebih mudah dalam menerima keberadaan dirinya, dimana individu tersebut tidak merasa malu dan takut untuk mengungkapkan diri pribadinya, baik kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Sebaliknya, individu yang memiliki pandangan rendah terhadap dirinya sendiri akan mengalami kesulitan untuk menerima dirinya sendiri dan orang lain serta memiliki rasa takut. Rogers dalam Hall dan Linzey, 1993 memperkuat pendapat tersebut, bahwa penilaian yang positif terhadap diri melalui berbagai bentuk sanjungan, senyuman, pujian dan penghargaan sehingga individu akan menghormati, menerima dan menghargai diri sendiri sehingga akan membantu perkembangan konsep diri ke arah positif. Hal yang sebaliknya akan terjadi, yaitu individu akan merasa tertekan, tidak akan menyenangi, tidak dapat menghargai dan tidak menerima dirinya sendiri apabila memiliki penilaian negatif terhadap dirinya sendiri akibat menerima ejekan, cemoohan, kritikan dan telalu banyak menuntut sehingga perkembangan konsep dirinya akan cenderung negatif. c. Diri Keluarga Family Self Keluarga merupakan lingkungan pertama yang menanggapi perilaku individu, baik orang tua, saudara kandung, atau orang lain yang tinggal satu atap dengan individu Burns, 1993. Stoot dalam Burns, 1993 menjelaskan bahwa adanya penerimaan, rasa saling percaya dan kecocokan antara orang tua dan anak, pemberian kebebasan untuk berkembang, pemberian batasan perilaku yang tegas, pengajaran tentang kemandirian yang terdapat dalam pola asuh anak dalam keluarga akan membawa anak lebih baik dalam kemampuan penyesuaian diri, kemandirian, dan lebih memiliki pandangan positif mengenai diri mereka. Hal ini akan membawa pada konsep diri yang positif. Sedangkan anak yang terlalu dimanja dan dilindungi akan menjadi pribadi yang tergantung dan kurang memiliki kepercayaan diri sehingga membawa pada konsep diri yang negatif. Hasil interaksi antara individu dengan keluarga akan memberi pengalaman kepada anak tentang bagaimana keberadaannya di dalam keluarga, bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga. d. Diri Etika Moral Moral Ethical Self Moral ethical self adalah perasaan mengenai hubungan individu dengan Tuhan, tentang bagaimana pandangan hidup dan penilaian terhadap benar dan salah serta baik dan buruk. Hurlock 1992 mengemukakan bahwa individu yang memiliki etika moral yang matang akan mudah dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga bila tidak memenuhi harapan sosial maka individu tersebut tidak akan merasa bersalah terhadap perilakunya, mampu memilih dan menentukan perilaku yang diinginkan. Sebaliknya, individu akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya terhadap standar-standar moral yang telah ditetapkan oleh lingkungan dan penerimaan dirinya menjadi rendah apabila tidak memiliki etika moral yang matang e. Lingkungan Sosial Social Self Faktor sosial juga mempengaruhi perkembangan konsep diri. Interaksi dengan individu lain di sekitarnya mempengaruhi konsep diri seorang individu. Konsep diri dipengaruhi oleh persepsi individu lain terhadap individu tersebut. Seorang individu dengan status sosial yang tinggi akan memiliki konsep diri yang tinggi. Sedangkan individu dengan status PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sosial yang rendah akan memiliki konsep diri yang rendah. Konsep diri juga dipengaruh oleh kelompok, ras, atau golongan. Terdapat asumsi bahwa kelompok minoritas akan memiliki konsep diri yang rendah. Prasangka sosial yang terdapat dalam masyarakat yang menganggap bahwa kelompok minoritas sebagai kelompok individu yang memiliki kemampuan yang rendah mempengaruhi asumsi tersebut Rosenberg dalam Pudjijogyanti, 1985. Faktor lingkungan, yaitu bagaimana reaksi orang lain terhadap diri seorang individu atau terhadap tingkah lakunya, bagaimana pujian-pujian atas prestasi yang dicapai atau pun berbagai hukuman atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan akan membentuk konsep tentang dirinya. Sedangkan Calhoun dan Acocella dalam Mathilda, 2004 mengemukakan bahwa konsep diri dipengaruhi beberapa faktor berikut: a. Perluasan perasaan diri, yaitu pengembangan yang dilakukan individu terhadap seluruh kemampuan yang dimiliki, baik kognitif, afektif, dan perilaku b. Hubungan interpersonal, yaitu interaksi yang dilakukan oleh individu terhadap orang-orang dan lingkungan sekitarnya c. Kestabilan emosi, yaitu ekspresi perasaan yang dapat disalurkan secara proporsional oleh individu d. Pandangan realistik, penilaian yang dilakukan secara efektif oleh individu terhadap suatu permasalahan e. Keterampilan dan tugas, yaitu kemampuan yang dimiliki individu dalam menyelesaikan pekerjaan atau tanggung jawab yang dibebankan kepada dirinya f. Pemahaman diri, yaitu kesadaran yang dimiliki individu akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dirinya dan mengenal dirinya yang sebenarnya g. Tujuan jangka panjang, yaitu harapan atau cita-cita individu yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu 4. Jenis-jenis Konsep Diri Konsep diri pada umumnya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan negatif, atau dapat disebut juga sebagai konsep diri tinggi dan rendah. Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama. a. Konsep diri positif Identifikasi individu dengan konsep diri yang positif menurut Brooks dan Emmert dalam Rukyat, 1999 sebagai berikut: 1 yakin mampu untuk mengatasi masalah 2 merasa setara dengn orang lain 3 mampu memperbaiki diri 4 menerima pujian tanpa rasa malu 5 menyadari bahwa setiap individu memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat sekitar Adler dan kawan-kawan dalam Trefina, 1990 juga melakukan identifikasi terhadap kedua jenis konsep diri tersebut. Beberapa elemen yang terdapat dalam konsep diri positif adalah: 1 rasa aman, bentuk kepercayaan yang kuat terhadap suatu kebenaran perbuatan dan nilai-nilai yang dimiliki individu,kepercayaan tersebut berhubungan dengan kepercayaan yang relatif kebal terhadap penilaian orang lain 2 penerimaan diri, yaitu seorang individu yang mampu utuk menerima segala sesuatu yang ada dalam dirinya, pada umumnya dapat mengubah pandangan mereka sehingga menjadi lebih mudah untuk menerima pendapat dan perasaan orang lain serta lebih terbuka 3 harga diri, individu yang memiliki harga diri yang tinggi biasanya mempunyai popularitas, tidak nervous, tidak inferior, dan mempunyai rasa percaya diri yang kuat b. Konsep diri negatif Individu yang memiliki konsep diri negatif menurut Brooks dan Emmert dalam Rakhmat, 1999 mempunyai tanda-tanda antara lain: 1 responsif sekali terhadap pujian 2 peka terhadap kritik 3 cenderung merasa tidak disenangi orang lain dan bersikap pesimis terhadap kompetisi, yang terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi Sedangkan elemen yang terdapat dalam konsep diri negatif menurut Adler kawan-kawan dalam Trefina, 1990 adalah sebagai berikut: 1 adanya perasaan tidak aman karena tidak memiliki kepercayaan diri sehingga selalu khawatir terhadap penilaian orang lain terhadap dirinya 2 kurangnya penerimaan diri, individu yang harga dirinya rendah biasanya tidak popular, nervous, inferior dan tidak percaya diri Berdasarkan uraian tentang jenis konsep diri di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki konsep diri yang positif memiliki kepercayaan diri, penerimaan diri yang baik, optimis, harga diri yang tinggi, dan adanya perasaan aman. Sebaliknya sifat khas yang dimiliki individu dengan konsep diri yang negatif adalah tidak percaya diri, penerimaan diri yang kurang, pesimis, harga diri yang rendah, tidak aman dan peka terhadap kritikan. 5. Aspek-aspek Konsep Diri Individu dapat melakukan penilaian terhadap “diri”nya untuk mengerti konsep diri yang dimilikinya Berzonsky, 1983. Penilaian tersebut meliputi beberapa aspek sebagai berikut: a. Aspek fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya seperti tubuh, pakaian,benda miliknya. b. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri, misal: saya merasa yakin dengan kemampuan yang saya miliki. c. Aspek sosial, meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan individu dan penilaian individu terhadap peranan tersebut, misal: saya sering membantu teman-teman dalam mengerjakan tugas. d. Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan individu, misal: menegakkan kebenaran dan keadilan adalah kewajiban setiap manusia.

B. Paraplegia