PENDAHULUAN Studi deskripsi konsep diri korban gempa yang menjadi penderita paraplegia.

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Permasalahan Bencana alam membawa berbagai dampak atau akibat yang sifatnya merugikan bagi para korban dan lingkungannya. Beberapa organisasi dunia, yaitu UNHCR, WHO dan Badan Koordinasi Nasional PBB, mengungkapkan bahwa bencana adalah suatu peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan bagi manusia dan lingkungan atau ekologi Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006. Peristiwa gempa pada tanggal 27 Mei 2006 merupakan salah satu bencana yang terjadi di wilayah Indonesia ini, yaitu dengan pusat gempa di daerah Bantul, DI Yogyakarta Kompas, 28 Mei 2006. Berdasarkan data dari Satuan Koordinasi Pelaksana Bencana DI Yogyakarta pada tanggal 24 Juni 2006 menunjukkan bahwa terdapat korban meninggal 5.778 jiwa serta luka-luka ringan dan berat mencapai 37.903 jiwa yang berada dalam wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, sedangkan bangunan rusak berat dan roboh mencapai lebih dari 134.588 bangunan Satkorlak Bencana, 2006. Crisis Center Fakultas psikologi UGM 2006 menjelaskan bahwa bencana akan membawa dampak secara fisik, sosial, ekonomi dan psikologis. Selain kematian, kerusakan lingkungan dan infrastruktur, dampak fisik bencana gempa ini juga mengakibatkan bertambahnya penyandang cacat tubuh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pemerintah DI Yogyakarta mencatat bahwa ada lebih dari 500 korban gempa mengalami kelumpuhan di wilayah Bantul Kedaulatan Rakyat, 19 Juli 2007. Sedangkan Dr. dr. Sunartini, SPA 2007 dari Fakultas Kedokteran UGM mengungkapkan bahwa dari lebih 1500 korban gempa yang mengalami kecacatan terdapat sekitar 300 orang mengalami kecacatan permanen. Para korban mengalami cacat tubuh akibat tertimpa runtuhan bangunan ketika ingin menyelamatkan diri pada saat gempa terjadi. Penyandang cacat tubuh atau fisik yang mengalami kelumpuhan disebut juga penderita paraplegia. Penderita paraplegia akan mengalami kelumpuhan atau kelayuan plegia pada kedua belah tungkainya sebagai akibat dari adanya trauma pada medulla spinalis sumsum tulang belakang karena berbagai penyebab, seperti jatuh dari pohon, tertimpa benda keras, tabrakan atau karena pengalaman-pengalaman traumatik lainnya Balai Penelitian dan Peninjauan Sosial, 1970. Korban gempa yang menjadi penderita paraplegia umumnya mengalami patah tulang belakang akibat tertimpa runtuhan bangunan. Penderita paraplegia akan mengalami kelumpuhan tubuh pada bagian bawah Noback, 1982 dan Mardjono, 1997. Dampak fisik gempa tersebut juga berpengaruh terhadap timbulnya dampak sosial, ekonomi dan psikologis. Orang yang mengalami bencana atau menjadi korban cenderung akan memiliki masalah penyesuaian perilaku dan emosional Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006. Para korban bencana akan menghadapi beban yang sangat berat sehingga dapat mengubah pandangan mereka terhadap kehidupan dan mengalami tekanan secara psikis atau pada jiwa mereka. Hal ini terjadi karena para korban berhadapan dengan adanya kematian, perpisahan, pengisoliran, dan kehilangan yang lainnya. Kondisi ini tentu akan lebih berat bagi para korban yang mengalamai kecacatan, apalagi hingga lumpuh. Kondisi fisik atau tubuh yang tidak lagi mampu untuk berdiri tegak dan berjalan dengan kakinya tentu akan membawa beban psikologis yang makin memberatkan. Secara sosial bencana akan membawa para korban pada pola hubungan sosial yang berubah dan juga membawa dampak ekonomi karena banyak individu yang kehilangan status sosial, posisi, dan peran dalam masyarakat. Para penderita paraplegia, seperti para penderita cacat yang lainnya, tentu akan mempunyai masalah ketika berhadapan sebagai bagian suatu masyarakat. Penderita paraplegia tentu akan mengalami masalah-masalah baru dan bahkan lebih kompleks jika dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kelumpuhan. Secara umum penderita permasalahan yang dihadapi oleh penderita paraplegia meliputi masalah pribadi yang berhubungan dengan jasmani dan rohani, masalah sosial yang menyangkut keluarga, pekerjaan, ekonomi dan kesejahteraan, serta beberapa permasalahan lainnya Balai Penelitian dan Peninjauan Sosial, 1970. Dalam kaitannya dengan permasalahan pribadi, para penderita paraplegia tentu mengalami perubahan dalam aktivitas dan rutinitas sehari-hari. Keadaan sebelum mengalami kecacatan dan pada saat mengalami kecacatan tentu sangat berbeda. Keadaan yang berbeda tersebut membawa perubahan yang sangat besar bagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI para penderitanya, dan perubahan tersebut berupa permasalahan yang sangat kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Penderita paraplegia akan menjalani kehidupannya dalam suatu rutinitas, dimana ada banyak hal yang harus dilakukan dalam waktu-waktu tertentu seperti waktu buang air besar dan air kecil, yang kemungkinan besar akan membuat bosan dan tertekan. Hal yang jelas adalah menyangkut mobilitas dan akses yang makin terbatas bagi penderita paraplegia. Para penderita paraplegia akan mengalami kesulitan dalam bergerak dan melakukan aktivitas sehari-hari. Secara sosial para penderita juga akan mengalami hambatan-hambatan Mobilitas yang terbatas akan membawa pada keterbatasan penderita paraplegia dalam mencari nafkah. Hal ini mempengaruhi pada produktivitas pada penderita paraplegia, terutama dalam rangka pemenuhan kebutuhan pribadi dan atau bagi yang telah berkeluarga untuk kebutuhan keluarga. Ada kecenderungan penderita paraplegia memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap keluarga atau lingkungan sekitarnya karena keterbatasannya tersebut. Fallon 1985 mengungkapkan bahwa akibat rusaknya tulang belakang akan membawa pengaruh terhadap tubuh penderita paraplegia. Selain tidak dapat merasakan tekanan dan tidak dapat menggerakkan bagian tubuh yang lumpuh, tubuh penderita paraplegia juga mengalami kondisi tidak terkontrol lainnya. Penderita tidak dapat merasakan reaksi ketika akan buang air besar dan buang air kecil. Secara seksuallitas juga terjadi perubahan, yaitu wanita akan mengalami gangguan pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menstruasinya sehingga bisa saja datang lebih awal atau terlambat, bahkan kemungkinan besar tidak dapat merasakan sensasi ketika melakukan hubungan seks. Sedangkan pada laki-laki kemungkinan besar juga tidak mampu lagi untuk ereksi. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melihat konsep diri korban gempa yang menjadi penderita paraplegia. Konsep diri seseorang terbentuk dari berbagai pengalaman yang dialami sepanjang hidup. Pengalaman menjadi korban gempa dan menjadi penderita paraplegia merupakan suatu pengalaman yang sangat berarti individu yang mengalaminya. Shavelson dalam Pikunas, 1976 mengungkapkan bahwa konsep diri terbentuk dari pengalaman dengan lingkungan, interaksi dengan orang-orang yang memiliki arti dan atribusi perilaku seseorang. Menurut Hurlock 1992 konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri Gambaran ini merupakan gabungan keyakinan yang dimiliki diri sendiri yang mencakup citra fisik dan citra psikologis. Citra fisik berkaitan dengan penampilan seseorang, daya tariknya dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya dan berbagai bagian tubuh untuk perilaku dan harga diri di hadapan orang lain. Sedangkan citra psikologis mencakup pikiran, perasaan dan emosi yang terdiri atas kualitas dan kemampuan mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, seperti kejujuran, keberanian, kemandirian, kepercayaan diri, dan berbagai jenis aspirasi dan kemampuan. Rogers dalam Burns, 1999 menambahkan bahwa, selain menunjuk pada bagaimana cara seseorang memandang dan merasakan dirinya, konsep diri juga mengarah pada bagaimana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI seseorang mengendalikan dan mengintegrasikan tingkah lakunya. Maka konsep diri juga menjadi penentu yang paling penting dari respon terhadap lingkungannya Korban gempa yang menjadi penderita paraplegia telah mengalami perubahan secara fisik yang bersifat permanen dan terjadi dalam suatu peristiwa yang tidak terduga. Pada awalnya, sebelum gempa terjadi, seluruh bagian tubuh dapat bekerja secara baik tapi setelah gempa terjadi dan mengalami patah tulang belakang mengakibatkan bagian tubuh bagian bawah tidak dapat digerakkan dan mengalami kelumpuhan sehingga berakibat pula ada perubahan fisik lainnya seperti tersebut di atas. Kondisi ini tentu akan berpengaruh secara psikologis, yang menyangkut pikiran, perasaaan,emosi, harga diri, kepercayaan diri, dan lain-lainnya. Para penderita paraplegia korban gempa mengalami perubahan fisik dan sosial ke arah negatif sebab terjadinya kelumpuhan tersebut. Hal tersebut tentu akan berpengaruh pada perkembangan konsep dirinya karena banyaknya hambatan dan keterbatasan yang dialaminya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran konsep diri para korban gempa yang menjadi penderita paraplegia?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menggambarkan konsep diri para korban gempa yang menjadi penderita paraplegia

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang psikologi yaitu psikoterapi dan psikologi kepribadian 2. Manfaat praktis a. Untuk Praktisi Psikologi Memberi gambaran tentang diri penderita paraplegia akibat gempa sehingga dapat berperan lebih baik dalam proses pendampingan psikologis bagi mereka b. Untuk Umum Memberi gambaran tentang diri penderita paraplegia, secara khusus akibat gempa, terutama berbagai hal yang memberi hambatan dan gangguan sehingga dapat turut serta memberi peran dalam proses pengembangan diri mereka c. Untuk Korban Gempa yang Menderita Paraplegia Memberi gambaran umum mengenai diri mereka sendiri sehingga dapat membantu dalam upaya memperbaiki tingkah laku menjadi lebih positif.

BAB II TINJAUAN TEORITIS