Organizational learning – perbaikan berkelanjutan

Manajer sering mendelegasikan tanggungjawab ke bawahannya. sering menyalahkan korban dan bukan mengidentifikasi kegagalan sistem dan akar permasalahan, tidak menanyakan isu-isu keselamatan, dan tidak senang mendengarkan informasi buruk tentang penerapan keselamatan dan menyalahkan si pembawa berita. Beberapa hal yang bisa ditingkatkan oleh manajer untuk meningkatkan motivasinya adalah : a. Kunjungi lapangan secara perorangan dan minta pekerja membantu menunjukkan kondisi dan perilaku tidak aman. b. Sampaikan apa yg dilakukan sebagai manajer untuk aspek keselamatan dan mengapa hal ini dilakukan. Pada akhirnya kemajuan dan penerapan safety leadership di setiap rumah sakit sangat tergantung dari komitmen pihak top management dalam menumbuhkembangkan budaya keselamatan di organisasinya masing- masing.

2. Organizational learning – perbaikan berkelanjutan

Dimensi organizational learning – perbaikan berkelanjutan adalah salah satu dimensi budaya keselamatan pasien berdasarkan AHRQ yang menun jukkan bahwa terdapat budaya belajar‘ dimana kesalahan medis yang terjadi dapat memberikan perubahan positif bagi peningkatan keselamatan pasien. Dimensi ini juga menunjukkan bahwa setiap perubahan yang dilakukan akan evaluasi efektifitasnya Robb dan Seddon, 2010. Berdasarkan hasil analisa data, respon positif dari dimensi organizational learning – perbaikan berkelanjutan di Rumah Sakit X adalah sebesar 67 sedangkan di Rumah Sakit Y adalah sebesar 89. Dimensi ini terdiri dari 3 pertanyaan yang diwakili pada item A6, A9 dan A13 dalam kuesioner penelitian ini. Respon positif dimensi ini yang didapat di Rumah Sakit X cenderung lebih rendah dari Rumah Sakit Y. Hal ini bisa disebabkan karena petugas kesehatan di Rumah Sakit Y telah lebih akrab dengan pelaporan kesalahan medis dan budaya keselamatan pasien. Rumah Sakit Y juga telah rutin melakukan pengukuran budaya keselamatan pasien selama 6 tahun terakhir sehingga setiap tahun tiap dimensi budaya keselamatan pasien dapat terkontrol perkembangannya. Dan berdasarkan wawancara dengan beberapa informan di Rumah Sakit Y didapatkan bahwa meskipun tenaga kesehatan masih merasa adanya penyalahan individu, tetapi mereka sadar bahwa itulah kesempatan mereka untuk mengetahui apa yang salah sehingga menyebabkan kesalahan medis agar kesalahan tersebut dapat ditanggulangi dan tidak terjadi lagi. Hasil observasi di kedua rumah sakit selama pengumpulan data juga menunjukkan bahwa kedua rumah sakit merupakan organisasi pembelajar yang cukup baik. Tenaga kesehatan sudah mulai terbiasa untuk melakukan diskusi untuk meningkatkan keselamatan baik dengan personil di unitnya ataupun dengan personil lintas unit seperti unit K3 ataupun Komite Mutu di Rumah Sakit Y ataupun Manrisk di Rumah Sakit X. Saat terjadi kesalahan, tenaga medis juga secara aktif menjadikannya sebagai bahan diskusi untuk evaluasi kinerja keselamatan guna menemukan pemecahan masalahnya. Oleh karena itulah pengetahuan tenaga kesehatan selalu berkembang seiring dengan banyaknya pengalaman yang didapatkan selama bertugas di kedua rumah sakit. Berdasarkan uji statistik juga didapatkan bahwa dimensi organizational learning-perbaikan berkelanjutan di Rumah Sakit X memiliki korelasi yang bermakna dengan persepsi pelaporan kesalahan medis pada tenaga kesehatan. Hali ini selaras dengan hasil penelitian Waters dkk. 2012 yang dilakukan pada perawat dan bidan di 3 unit persalinan di provinsi British Columbia. Pelaporan kesalahan medis merupakan kesempatan untuk belajar bagi perawat yang terlibat atau anggota staf lainnya. Adanya kesempatan untuk belajar memberikan motivasi bagi perawat dan bidan untuk melaporkan kesalahan yang terjadi. Insiden keselamatan pasien yang disebabkan oleh kesalahan medis memberikan kesempatan bagi perawat dan bidan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi hingga terjadi kesalahan medis. El-Jardali dkk. 2011 juga menyatakan bahwa dimensi organizational learning-perbaikan berkelajutan berkorelasi dengan persepsi pelaporan kesalahan medis. Pelaporan kesalahan pada level sistem dan bersifat wajib akan menciptakan kesempatan untuk belajar yang lebih baik dibandingkan pelaporan yang bersifat sukarela Espin dkk., 2007. Organizational learning sendiri merupakan kegiatan proaktif yang dapat menciptakan serta mentransfer pengetahuan dalam nilai-nilai organisasi kesehatan Kreitner dan Kinicki, 2007. Adanya proses organizational learning berfungsi untuk menambah, mengubah atau mengurangi pengetahuan organisasi Schulz, 2001. Menurut Cyet dan March dalam Schulz 2001 organisasi akan belajar saat terjadi ‗masalah‘. Pada saat mengalami masalah, organisasi akan mencari penyelesaian masalah, mengadopsi solusi yang baik dan mempertahankan solusi terbaik untuk nantinya digunakan di masa yang akan datang. Schulz 2001 merangkum sumber pembelajaran organisasi dapat berasal dari berbagai sumber termasuk diantaranya adalah pengalaman masa lalu, pengalaman organisasi lain, proses berpikir, rekombinasi pengetahuan, proses kehilangan, dan eksperimen. Sebagian besar dari sumber tersebut mempunyai 2 peran yakni sebagai pencetus proses belajar misal pencarian solusi masalah yang terjadi atau memberikan input pembelajaran misal pengalaman atau ide bagi rumah sakit. Heni 2011 menyatakan bahwa pengetahuan atau pengalaman tentang keselamatan dapat berupa explicit knowledge ataupun tacit knowledge. Explicit knowledge merupakan pengetahuan yang didapatkan petugas kesehatan melalui lembaga pendidikan formal atau non formal seperti pelatihan atau kursus. Sedangkan tacit knowledge adalah pengetahuan yang didapatkan melalui pengalaman yang diresapi sendiri. Pengetahuan petugas kesehatan di rumah sakit terkait keselamatan yang didapatkan dari tiap pelatihan yang dihadiri haruslah terlebih dahulu dipahami, dimengerti dan dilakukan agar dapat menjadi modal awal pembelajaran mandiri dan aktif dari petugas yang bertugas di unit terkait. Dan dalam rangka meningkatkan pengetahuan tersebut maka pengetahuan yang patut diketahui petugas kesehatan bukan hanya terkait hal-hal di bidang keselamatan tetapi juga perlu mengetahui aspek perilaku manusia, safety leadership serta materi lainnya. Berdasarkan Tecdoc IAEA No. 1329 yang dikutip oleh Barenzani 2009 diketahui juga bahwa learning organization sendiri merupakan salah satu ciri pengembangan budaya keselamatan tingkat akhir. Pada tahap ini organisasi yang menerapkan sudah menerapkan gagasan terus menerus untuk meningkatkan performa keselamatan. Manajemen organisasi yang sudah pada tahap ini tercermin dengan adanya penekanan kuat pada komunikasi, pelatihan, gaya kepemimpinan, dan meningkatkan efisiensi efektifitas sumber daya dalam organisasi.

3. Kerjasama dalam unit rumah sakit