Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan medis yang terjadi

karena itu prinsip komunikasi terbuka harus diterapkan pada setiap komunikasi yang dilakukan termasuk komunikasi dengan pasien dan keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang tidak diharapkan. Pasien berhak mendapat dukungan dan perlindungan bila terjadi kesalahan medis. Organisasi dengan budaya keselamatan yang positif dicirikan oleh komunikasi saling percaya, oleh persepsi bersama pentingnya keselamatan, dan oleh kepercayaan dalam keberhasilan langkah-langkah pencegahan The Comission of Patient Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008. Pendidikan terkait keterbukaan komunikasi dan kemampuan komunikasi interpersonal bagi tenaga kesehatan sejak mereka masih berada dibangku pendidikan sangat dibutuhkan dalam membangun dimensi ini. Karena kemampuan komunikasi didapatkan dengan proses yang cukup lama dan tidak instan. The Accreditation Council for Graduate Medical Education sendiri sebagai institusi akreditasi pendidikan kedokteran mewajibkan para calon dokter untuk membangun dan mengembangkan kemampuan komunikasi dan interpersonal. Hal ini dilakukan karena tidak semua resident memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan topik sensitif seperti terjadinya kesalahan medis terkadang menjadi stressor yang sangat memberikan efek psikologis bagi para dokter Raper dkk., 2014.

5. Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan medis yang terjadi

Dimensi umpan balik dan komunikasi tenatang kesalahan medis yang terjadi adalah salah satu dimensi budaya keselamatan pasien berdasarkan AHRQ yang menunjukkan bahwa staf diinformasikan setiap kesalahan yang terjadi dalam rumah sakit, diberikan umpan balik terkait perubahan yang dilakukan untuk mencegah terulangnya kesalahan tersebut dan bagaimana mereka mendiskusikan kesalahan medis yang terjadi serta cara untuk mencegahnya Robb dan Seddon, 2010. Berdasarkan hasil analisa data, respon positif dari dimensi umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan medis yang terjadi di Rumah Sakit X adalah sebesar 65 sedangkan di Rumah Sakit Y adalah sebesar 91. Dimensi ini terdiri dari 3 pertanyaan yang diwakili pada item C1, C3 dan C5 dalam kuesioner penelitian ini. Respon positif dimensi ini yang didapat di Rumah Sakit X cenderung lebih rendah dari Rumah Sakit Y. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya kemudahan komunikasi dan kordinasi secara ‗trickle down ‘ di Rumah Sakit Y karena semua hal yang berkaitan dengan keselamatan pasien ditangani langsung oleh Komite Mutu yang secara struktural maupun fungsional lebih tinggi dari unit lain sehingga komunikasi ‗trickle down‘ akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Selain itu Unit Komite Mutu di RS Y lebih dapat mengkoordinasikan unit lain karena terdapat petugas-petugas yang paling senior dan seluruh petugas yang bekerja di Rumah Sakit Y mengetahui bahwa unit inilah yang bertugas dalam proses akreditasi maupun optimalisasi pelayanan di Rumah Sakit Y. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan juga diketahui bahwa dimensi umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan medis yang terjadi memiliki korelasi yang bermakna baik di Rumah Sakit X maupun di Rumah Sakit Y. Hal ini selaras dengan temuan El-Jardali dkk. 2011 bahwa dimensi umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan yang terjadi berkorelasi signifikan dengan persepsi pelaporan kesalahan medis pada tenaga kesehatan di Libanon. Selain itu hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Winsvold Prang dan Jelsness-Jørgensen 2014 di Norwegia juga menyatakan bahwa ada korelasi antara umpan balik dengan pelaporan kesalahan medis. Dalam penelitian mereka, perawat merasa enggan melaporkan karena mereka pikir hal itu sama sekali tidak ada gunanya ketika tidak ada umpan balik apapun dan hal itu tidak didiskusikan lebih lanjut. Sulit untuk menentukan apakah ada peningkatan keselamatan saat tidak ada umpan balik yang adekuat bagi perawat. Hal yang sama juga diutarakan Lederman dkk. 2013 dalam penelitiannya di 2 rumah sakit di Australia. Mereka menemukan bahwa perawat dan dokter seringkali tidak melaporkan kesalahan medis yang terjadi akibat ketiadaan umpan balik yang mereka dapatkan dari kegiatan pelaporan yang telah mereka lakukan. Ketika tenaga kesehatan telah meluangkan waktunya untuk melakukan pelaporan disaat mereka seharusnya bisa melakukan kegiatan lain, tenaga kesehatan menginginkan adanya outcome positif. Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga kesehatan di kedua rumah sakit juga diketahui bahwa mereka lebih merasa termotivasi untuk melakukan pelaporan ketika ada feedback yang cukup dan dikhususkan pada mereka selaku pelapor. Tenaga kesehatan di kedua rumah sakit mengungkapkan bahwa rumah sakit telah memberikan feedback yang baik terkait semua laporan yang mereka lakukan, hanya saja mereka menyatakan bahwa akan lebih baik jika feedback yang sebelumnya hanya bersifat general kepada setiap unit baik yang melapor atau tidak maka ditambah. Unit mereka selaku unit yang melapor sebaiknya diberikan feedback yang lebih dibandingkan unit lain yang tidak melapor sebagai wujud apresiasi manajemen terhadap pelaporan yang telah diberikan. Ketiadaan atau minimnya umpan balik terkait kesalahan medis yang terjadi juga merupakan salah satu kegagalan komunikasi. Ginen menyatakan bahwa umpan balik merupakan aspek terpenting dan kritis dalam komunikasi baik ketika menerima ataupun memberikan umpan balik. Umpan balik yang efektif memberikan outcome positif bagi pemberi, penerima dan juga organisasinya. Ketika individu berbicara maka dia perlu mendapatkan 2 hal dasar dalam komunikasi tersebut yakni mereka perlu paham bahwa mereka dimengerti dan apa yang mereka katakan adalah sesuatu yang bernilai. Umpan balik yang positif juga merupakan kesempatan untuk memberikan penghargaan dan motivasi bagi orang tersebut. Umpan balik juga merupakan kesempatan untuk belajar dari hal sebelumnya yang dikomunikasikan Ginen, 2014.

6. Respon yang tidak menyalahkan