keselamatan tetapi juga perlu mengetahui aspek perilaku manusia, safety leadership serta materi lainnya.
Berdasarkan Tecdoc IAEA No. 1329 yang dikutip oleh Barenzani 2009 diketahui juga bahwa learning organization sendiri merupakan salah
satu ciri pengembangan budaya keselamatan tingkat akhir. Pada tahap ini organisasi yang menerapkan sudah menerapkan gagasan terus menerus untuk
meningkatkan performa keselamatan. Manajemen organisasi yang sudah pada tahap ini tercermin dengan adanya penekanan kuat pada komunikasi,
pelatihan, gaya kepemimpinan, dan meningkatkan efisiensi efektifitas sumber daya dalam organisasi.
3. Kerjasama dalam unit rumah sakit
Dimensi kerjasama dalam unit adalah salah satu dimensi budaya keselamatan pasien berdasarkan AHRQ yang menunjukkan adanya dukungan
yang diberikan staf satu sama lain. Dimensi ini juga menunjukkan adanya sikap saling menghargai antar staf dan staf yang dapat saling bekerjasama
sebagai sebuah tim Robb dan Seddon, 2010. Berdasarkan hasil analisa data, respon positif dari dimensi kerjasama
dalam unit di Rumah Sakit X adalah sebesar 71 sedangkan di Rumah Sakit Y adalah sebesar 81. Dimensi ini terdiri dari 3 pertanyaan yang diwakili
pada item A1, A3, A4 dan A11 dalam kuesioner penelitian ini. Respon positif dimensi ini yang didapat di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y cenderung
tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh karena setiap petugas di dalam unit tersebut saling mendukung satu sama lain, bekerja sebagai tim apabila banyak
hal yang harus diselesaikan dan menghargai satu sama lain. Selain itu atasan mereka juga menciptakan suasana yang baik dan memotivasi tenaga
kesehatan untuk membicarakan masalah yang terjadi dalam unit mereka. Hasil uji statistik yang dilakukan juga menunjukkan bahwa ada
korelasi signifikan antara kerjasama dalam unit rumah sakit dengan persepsi pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X. Hal ini selaras dengan
penelitian Erler dkk. 2013 yang menemukan bahwa kerjasama dalam tim memiliki korelasi yang bermakna dengan persepsi pelaporan kesalahan
medis. Hal yang sama juga ditemukan oleh El-Jardali dkk. 2011 pada penelitiannya di Libanon.
Namun hasil uji statistik tidak menunjukkan adanya hubungan antara kerjasama dalam unit dengan persepsi pelaporan kesalahan medis di Rumah
Sakit Y. Kerjasama yang ada di dalam unit tidak dapat dijadikan faktor pendukung terciptanya persepsi positif tenaga kesehatan terhadap pelaporan
kesalahan medis yang ada. Kondisi ini dapat disebabkan perbedaan persepsi tenaga kesehatan tentang kerjasama dalam unit di Rumah Sakit X dan Rumah
Sakit Y. Tenaga kesehatan di masing-masing unit Rumah Sakit Y cenderung lebih beragam daripada di Rumah Sakit X. Keberagaman yang dimaksud
disini contohnya adalah pada tiap-tiap unit perawatan selalu ada petugas farmasi yang bertugas untuk menyediakan kebutuhan obat-obatan pasien
sehingga dalam satu unit perawatan tidak hanya terdapat perawat dan petugas administrasi saja. Hal ini berbeda dengan penerapan pembagian tugas di
Rumah Sakit X dimana pemberian obat di unit perawatan Rumah Sakit X
dilakukan oleh perawat dan tidak ada petugas farmasi yang ditugaskan di unit perawatan.
Schaefer dkk. dalam WHO 2009 yang menyatakan bahwa 70-80 kesalahan medis yang terjadi merupakan akibat buruknya komunikasi dan
pengertian dalam tim. Dalam penelitian kualitatif yang dilakukan Chakravarty 2013 juga menyatakan bahwa mayoritas dokter dan perawat setuju bahwa
kerjasama yang baik dalam tim akan memberikan pengaruh yang baik terhadap kinerja keselamatan unit kerjanya.
Kerjasama dalam unit menunjukkan sejauh mana anggota unit tersebut dapat bekerjasama dalam tim. Kerjasama merupakan aspek penting dalam
tiap rumah sakit karena banyak pekerjaan yang melibatkan banyak orang dalam pelaksanaannya. Hal tersebut juga berlaku di rumah sakit dimana
hampir semua pelayanan kesehatan yang diberikan melibatkan tenaga kesehatan dalam kelompok interdisiplin World Health Organization, 2009.
Perbedaan disiplin ilmu dari setiap anggota tim dapat berpengaruh terhadap persepsi kerjasama yang berlaku di dalam tim tersebut Erler dkk., 2013.
Kerjasama tim dalam rumah sakit merupakan aspek krusial yang harus dikembangkan untuk memastikan keselamatan pasien.
Anggota tim yang bekerja dalam tiap fungsi di rumah sakit mungkin merupakan ahli yang sangat berpengalaman di bidangnya namun mereka
tidak terlatih secara khusus untuk bekerja dalam sebuah tim Beuzekom dkk., 2010. Maka dari itu diperlukan satu sesi khusus bagi tiap rumah sakit untuk
mengembangkan kinerja tim di masing-masing rumah sakit untuk
mempertahankan dan memperbaiki kinerja tim. DiTullio 2010 menyatakan bahwa ketika ada rasa tidak dihargai dalam suatu tim maka mereka memiliki
hak untuk bertindak sesuai yang diperlukan. Tidak ada tim yang sempurna namun ketika ada hal yang tidak berjalan sesuai keinginan maka anggota tim
harus dapat menggunakan kemampuan komunikasi yang dimilikinya untuk memecahkan situasi tersebut.
4. Keterbukaan komunikasi