Pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian Terhadap

Berdasarkan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya, program pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta menggunakan Pendekatan Dari Atas Top Down Approach. Dalam pelaksanaannya segala program pembinaan yang ada sudah ditentukan oleh pihak Lapas dan WBP diwajibkan mengikuti program yang ada. Program- program pun tidak dibuat berdasarkan hasil analisis mendalam terhadap minat dan bakat yang dimiliki oleh WBP. Namun, asesmen terhadap WBP dilakukan dalam proses orientasi untuk selanjutnya digunakan dalam proses pengarahan untuk menempatkan WBP dalam bidang yang memungkinkan ia bisa ikuti. WBP juga mendapatkan pembinaan dari luar diri mereka sendiri. Karena segala proses pembinaan kemandirian diberikan oleh staf Lapas Terbuka kepada WBP yang artinya WBP memperolehnya dari luar dirinya. Pemberian keterampilan diberikan kepada WBP dan mereka wajib untuk mengikutinya sesuai dengan peraturan yang ada. Sehingga setelah mengikuti program pembinaan kemandirian WBP memiliki keterampilan yang diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian yang ada dalam diri WBP. Pembinaan dari luar ini memang merupakan tugas utama dari sebuah Lapas Terbuka dimana salah satu fungsinya adalah pengintegrasian Narapidana ke dalam masyarakat. Salah satunya melalui program kerja pada pihak ke-3 yang dilakukan oleh J. Berikut penulis akan memaparkan proses pelaksanaan program pembinaan kemandirian yang ada di Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. 1. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Peternakan Ayam Broiler a. Model Pelatihan Model pelatihan yang digunakan oleh Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta dalam memberikan program pembinaan kemandirian di bidang Peternakan Ayam, Budidaya Cacing, dan Perikanan adalah model praktek langsung. Dalam pemberian pelatihan, Warga Binaan WBP Pemasyarakatan mengikuti proses kegiatan pembinaan yang berlangsung dengan diberi pembelajaran tahap awal terlebih dahulu berupa pengenalan proses peternakan dari WBP yang telah lebih dulu mengikuti program serta dari Staf Bidang Kegiatan kerja Giatja dan pelatih atau instruktur. b. Materi Pelatihan Ayam Broiler Materi pelatihan yang diberikan adalah bagaimana proses peternakan ayam broiler. Untuk peternakan ayam broiler, pelatihan dimulai dari bagaimana menjaga anak-anak ayam yang menjadi bibit agar dapat tumbuh menjadi ayam broiler yang sehat dan dapat dijual ke pasar. Dalam pelatihannya, WBP diajarkan bagaimana menjaga suhu di dalam kandang ayam agar cocok bagi anak-anak ayam yang masih kecil hingga lama kelamaan suhu dikurangi disesuaikan dengan usia ayam broiler tersebut. Selain itu juga diajarkan bagaimana memberikan pakan ternak dari mulai takaran pakan, jenis pakan yang diberikan sesuai dengan usia ayam hingga waktu-waktunya. c. Peserta program Peternakan Ayam Broiler Peserta peternakan ayam broiler adalah WBP berinisial AH dan AG. WBP berinisial AH adalah motor dari program pembinaan ini. Karena pada awal AH pindah ke Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta, program ini sedang vakum karena ketiadaan dana. Kemudian AH berinisiatif untuk memanfaatkan sisa ayam broiler betina dan jantan untuk dicoba diternakan. Usaha ini berhasil sehingga kemudian AH merekrut AG untuk diajak bersama mengembangkan program peternakan ayam broiler ini. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Ah dalam wawancara dengan penulis berikut ini. “Saya dulu pernah menggarap proyek peternakan mbak. Pernah lihat proyeknya, lalu dari situ jadi tahu seluk beluknya. Lalu saya lihat disini ada lahan, kenapa tidak dimanfaatkan. Kemudian saya usulkan untuk diadakan kembali program peternakan. Karena waktu saya tiba, program peternakan ayam sedang tidak jalan karena ketiadaan dana. Lalu saya mengajak beberapa warga Warga Binaan Pemasyarakatan untuk ikut program ini. Karena saya ingin mengembangkan program ini agar bisa dijalankan terus disini mbak, jangan sampai berhenti. Karena keuntungannya lumayan mbak. Nantinya bisa ada pemasukan untuk warga, dan ada pemasukan untuk lapas juga.” 8 2. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Perikanan a. Model Pelatihan Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa model pelatihan yang diberikan oleh Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta adalah model praktek 8 Wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan pada 9 Januari 2014. langsung. WBP diperkenankan untuk mengikuti pembinaan bersama dengan WBP yang telah lebih dahulu mengikuti program. b. Materi Pelatihan Materi pelatihan yang diberikan adalah bagaimana memelihara bibit ikan sejak masih dalam kondisi telur, setelah menetas hingga tumbuh besar dan siap untuk dijual. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan air tawar seperti ikan gurami dan ikan mas. Materi diberikan oleh instruktur yang diundang ke Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta. Namun, kehadiran instruktur tidak setiap hari. Instruktur hanya mengajarkan di awal proses pemberian pelatihan. Selanjutnya proses pengawasan dilakukan oleh staf apabila instruktur tidak hadir selama kegiatan pembinaan. c. Peserta Program Pembinaan Kemandirian Perikanan Program pembinaan kemandirian perikanan diikuti oleh dua orang WBP yaitu A S dan AL. Mereka berdua aktif mengikuti program pembinaan kemandirian perikanan sejak pindah ke Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta pada bulan November 2013. Mereka diarahkan oleh staf Bidang Giatja untuk mengikuti kegiatan pelatihan perikanan 3. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Pertukangan a. Model Pelatihan Pelatihan pertukangan diadakan di bengkel kerja yang berada di salah satu gedung Lapas Terbuka Klass IIB Jakarta yang merangkap sebagai kantor para staf Bidang Giatja. Pelatihan dilakukan di dalam bengkel kerja agar dapat menggunakan fasilitas mesin bertenaga listrik serta menghindari cuaca terik matahari serta hujan yang tidak baik bagi pemeliharaan material kayu yang digunakan. Model praktek langsung juga digunakan dalam program pembinaan kemandirian ini. b. Materi Pelatihan Setiap WBP yang ingin mengikuti program ini akan mendapatkan arahan dari staf Bidang Giatja dalam melaksanakan latihan pertukangan, dari mulai cara mengukur, teknik memotong menggunakan mesin dan gergaji, dan lain-lain. Selain itu, para staf yang memiliki keahlian dalam hal pertukangan juga mendorong kreativitas WBP dengan mengajarkan untuk membuat model-model peralatan rumah tangga dan perkantoran dengan menggunakan perkakas yang ada. c. Peserta Pelatihan Program pembinaan pertukangan diikuti oleh AW yang sebelumnya adalah karyawan swasta. Walaupun pekerjaan sebelumnya tidak berkaitan dengan kegiatan pertukangan, ia cukup minat dengan pertukangan. Ia mengikuti kegiatan pertukangan sejak ia masuk ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta yaitu bulan November 2013. 4. Pelatihan Program Pembinaan Kemandirian Budidaya Cacing a. Model Pelatihan Budidaya cacing adalah program yang memiliki kerja sama dengan pihak dari luar lembaga dalam pelaksanaan prosesnya. Hal ini dikarenakan dari pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta tidak memiliki pengetahauan sama sekali mengenai proses budidaya cacing. Sehingga dalam pelaksanaanya mengundang pelatih dari luar. Budidaya cacing merupakan program baru, sehingga belum pernah ada WBP yang mengikuti program ini sebelumnya. Pelatihan diberikan secara bertahap yaitu pengenalan terhadap cacing yang akan dibudidayakan kemudian diikuti dengan praktek langsung dalam budidayanya. b. Materi Pelatihan Budidaya cacing menggunakan sebuah bangunan sederhana yang dindingnya terbuat dari bilik bambu. Bangunan tersebut awalnya digunakan untuk budidaya jamur. 9 Di dalam banguna tersebut dilaksanakan materi berupa pengenalan jenis cacing serta bagaimana proses pemeliharaan cacing. Awalnya untuk membangun sarang cacing, peserta pembudidaya memindahkan lumpur-lumpur yang akan digunakan sebagai sarang cacing ke dalam tempat yang telah disediakan. Kemudian, dalam lumpur tersebut diletakan cacing-cacing yang seterusnya akan berkembang biak. Pemeliharaannya tidak terlalu 9 Informasi diperoleh dari observasi peneliti yang dilakukan pada tanggal 11 Desember 2013. sulit, yaitu hanya dengan dijaga kadar air di dalam lumpur agar tidak terlalu banyak maupun terlalu sedikit. c. Peserta Pelatihan Peserta pelatihan program pelatihan budidaya cacing adalah WBP berinisial AN. Ia diarahkan untuk mengikuti program ini ketika pindah ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Sebelumnya di Lapas Cibinong, ia tidak mengikuti program pembinaan kemandirian apapun. Menurut AN, ia cukup menikmati program budidaya cacing yang telah ia ikuti sejak bulan November 2013. Karena menurutnya prosesnya tidak terlalu sulit dan mudah dimengerti. 5. Program Bekerja Pada Pihak Ke-3 P3 a. Model Pembinaan Program Bekerja Pada Pihak Ke-3 atau P3 dilakukan oleh WBP yang sebelumnya telah mengajukan diri kepada pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Program ini hanya bisa dilakukan oleh WBP yang lolos dari pengawasan yang dilakukan oleh pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Pembinaan ini mengaplikasikan model pembinaan asimilasi atau mengintegrasikan WBP dengan masyarakat di luar. Dengan pembinaan ini, WBP dapat berinteraksi secara lebih dekat dan lebih luas dengan masyarakat di lingkungan kerjanya. Karena itu dibutuhkan pengawasan yang ketat bagi peserta yang mengajukan diri dan atau sedang melakukan program pembinaan ini. Dengan model pembinaan seperti ini, tujuan WBP agar dapat siap kembali ke masyarakat dapat tercapai. Selain itu dapat meningkatkan kepercayaan diri WBP ketika keluar dari Lapas. b. Peserta Pembinaan Peserta pembinaan yang melakukan P3 adalah WBP berinisial J yang pindah ke Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta pada bulan Mei 2013. Ia mengajukan diri untuk melakukan program pembinaan yaitu bekerja di luar Lapas karena memiliki minat yang besar untuk menjadi lebih mandiri. Sebelum masuk ke Lapas ia bekerja sebagai karyawan swasta. Pekerjaan yang dilakukan saat P3 adalah usaha penyaringan air untuk isi ulang. Ia menjalani usaha tersebut dengan bekerja sama dengan beberapa orang rekan. Ia menjalani usaha tersebut karena memiliki latar belakang pendidikan Kimia. Lokasi usahanya terletak di Kota, Jakarta Barat dan di rumahnya yaitu Cengkareng. 10 c. Prosedur Pendaftaran P3 WBP yang mengikuti P3 terlebih dahulu untuk mengajukan diri kepada pihak Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. Dalam pengajuan diri, jika WBP telah memiliki referensi pekerjaan yang ingin dijalani, maka pihak Lapas akan melakukan negosiasi kerjasama kepada pemilik usaha agar mau menerima WBP untuk bekerja di tempat tersebut. Jika WBP tidak memiliki referensi, maka pihak Lapas akan mencari refrensi tempat pekerjaan bagi WBP. Setelah didapatkan persetujuan 10 Informasi diperoleh dari wawancara dengan Warga Binaan Pemasyarakatan pada tanggal 12 Januari 2014. kerjasama, maka langkah selanjutnya adalah pihak Lapas mensurvei lokasi dan lingkungan pekerjaan. Setelah segala prosedur selesai dengan baik, WBP dapat melaksanakan program P3. 11

C. Faktor Penghambat Program Pembinaan Kemandirian

Segala bentuk kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi maupun lembaga akan menemui hambatan dan tantangan. Begitu pula yang dihadapi oleh Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta. 1. Minimnya Anggaran Dana Minimnya anggaran dana merupakan faktor utama yang diakui oleh petugas Lapas Terbuka sebagai faktor penghambat pelaksanaan program pembinaan kemandirian. Sebagaimana yang diketahui bahwa Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta merupaka lembaga milik pemerintah yang berarti seluruh kebutuhan dananya ditopang oleh pemerintah. Sering kali anggaran yang tidak mencukupi ini akan membuat program tidak berjalan dengan baik. Hal ini diungkapkan oleh Pak Iwan selaku staf Bidang Kegiatan Kerja kepada penulis berikut ini. “Kendalanya pasti dana ya. Karena sistem anggaran kita kan sistem pakai habis. Jadi kalau pejabat atas kan berpikirnya ini anggaran negara yang harus habis digunakan dalam masa satu tahun ini. Sehingga, dana yang ada ya keluarkan saja untuk apa-apa. Kalau kita yang ada di lapangan kegiatan kerja kan inginnya dana ini berputar ya. Jadi modal bisa kembali lagi untuk membeli bibit ikan di periode pembibitan selanjutnya, sistem berkelanjutan begitu. Namun, sampai saat ini masih sulit untuk menerapkan sistem 11 Informasi diperoleh dari wawancara dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan pada tanggal 11 Desember 2013. seperti itu. Bukan Cuma di lapas ini tapi di lapas-lapas lain juga begitu. Karena dimana-mana sistemnya kan sama. ” 12 2. Jumlah Program Minim Minimnya jumlah program merupakan imbas dari minimnya jumlah anggaran dana yang diberikan kepada Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta dari pemerintah pusat. Minimnya jumlah program ini mengakibatkan WBP yang ada tidak terserap secara keseluruhan sehingga yang mengikuti program pembinaan kemandirian hanya sedikit. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja kepada penulis. “Jadi ya, masalahnya kembali lagi karena kurangnya program. Kami rasa kalau programnya cukup banyak, maka akan bisa menyerap WBP yang ada sehingga yang tidak mau ikutpun bisa kami paksa. Karena keterbatasan itulah kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau kami sih ingin mereka semua ikut kegiatan, ikut pembinaan supaya kemandiriannya itu bertambah. ” 13 Sedikitnya jumlah program juga diakui oleh Bapak Iwan, rekan dari Ibu Puji, menjadi salah satu penghambat proses pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka. Hal ini diungkapkan beliau sebagai berikut. “Perkembangan mereka cukup baik, karena sebenarnya mereka juga tergantung dengan program yang ada disini. Jika program yang ada disini banyak, bisa menyerap semua WBP yang ada disini, nantinya mereka akan berkembang. Namun, karena program yang ada hanya sedikit, sehingga tidak semua bisa terserap oleh program-program yang ada. Kalau dari WBP sendiri sebenarnya mereka sangat ingin bekerja, memanfaatkan waktu untuk mengerjakan sesuatu.” 14 12 Wawancara dengan Bapak Iwan selaku staf Bidang Kegiatan Kerja pada 20 Desember 2013. 13 Wawancara dengan Ibu Puji Indrayani selaku staf Bidang Kegiatan Kerja dilakukan pada 6 Januari 2014. 14 Wawancara dengan Bapak Iwan selaku staf Bidang Kegiatan Kerja pada 20 Desember 2013. 3. Terbatasnya Kualitas Sumber Daya Manusia Tidak dapat dibantah bahwa kualitas sumber daya manusia yang ada di dalam suatu tubuh lembaga adalah modal penting yang menjadi penggerak bagi lembaga itu. Begitu pula dengan Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta yang memiliki total 80 orang petugas di dalamnya. Minimnya petugas yang memiliki keahlian di bidang pembinaan kemandirian juga merupakan salah satu faktor penghambat. Tidak setiap petugas memiliki keahlian praktis bagi bidang pembinaan kemandirian. Sehingga apabila pelatih atau instruktur pembinaan tidak dapat hadir maka, tidak ada yang bisa menggantikan mereka untuk melatih WBP. 4. Sedikitnya Mitra Kerja Lapas Terbuka Klas IIB Jakarta memiliki program pembinaan kemandirian bekerja pada pihak ke-3 P3 dimana dalam program tersebut, WBP dapat menjalani pekerjaan yang diinginkannya di luar lembaga. Artinya akan terjadi interaksi yang lebih luas antara WBP dengan masyarakat luas. Hal ini adalah salah satu cara WBP mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat. Program ini dilaksanakan sesuai dengan fungsi pokok Lapas Terbuka yaitu sebagai Lapas asimilasi bagi WBP. Namun, karena sedikitnya mitra kerja yang ada saat ini membuat WBP yang dapat bekerja di luar lembaga pun sedikit. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat kepada WBP yang rendah. 15 15 Informasi diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan Bapak Rio Chaidir selaku Kasubsie Perawatan pada tanggal 20 November 2013.