Tujuan, Prinsip, dan Faktor Pelaksanaan Pembinaan

3 Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapat kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. 7 Karena memiliki spesifikasi tertentu, maka dalam membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang. Membina narapidana harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan narapidana. Prinsip-prinsip paling mendasar kemudian dinamakan prinsip-prinsip dasar pembinaan narapidana. Ada empat komponen penting dalam pembinaan narapidana, yaitu: 8 1 Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri. 2 Keluarga 3 Masyarakat 4 Petugas pemerintah dan kelompok masyarakat. Dalam melaksanakan pembinaan di lingkungan Lapas terdapat faktor- faktor yang perlu mendapat perhatian karena dapat berfungsi sebagai faktor pendukung dan dapat pula menjadi faktor penghambat. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain : 1 Pola dan tata letak bangunan. Pola dan tata letak bangunan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PL.01.01 Tahun 1985 tanggal 11 April 1985 tentang Pola Bangunan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara perlu diwujudkan, 7 C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h. 47. 8 Ibid, h. 51. karena pola dan tata letak bangunan merupakan faktor yang penting guna mendukung pembinaan, sesuai dengan tujuan pemasyarakatan. 2 Struktur Organisasi. Mekanisme kerja, khususnya hubungan dan jalur-jalur perintah atau komando dan staf hendaknya mampu dilaksanakan secara berdaya guna agar pelaksanaan tugas di setiap unit kerja berjalan dengan lancar. Setiap petugas harus mengerti dan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing. Namun demikian, disiplin dan penerapan struktur organisasi hendaknya tidak menjadikan tugas-tugas menjadi lamban apabila sampai terlambat. Dengan perkataan lain struktur organisasi tidak boleh menjadi faktor penghambat, sehingga harus diperlakukan secara luwes, sepanjang tidak melanggar ketentuan yang ada. 3 Kepemimpinan Kalapas Kepemimpinan Kalapas akan mampu menjadi faktor pendukung apabila kepemimpinannya mampu mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan memantapkan disiplin, tanggung jawab dan kerjasama serta kegairahan bekerja. Demikian juga kemampuan profesional dan integritas moral Kalapas sangat dituntut agar kepemimpinannya dapat menjadi faktor pendukung sekaligus menjadi teladan. 4 Kualitas dan kuantitas Petugas. Haruslah selalu diusahakan agar kualitas petugas dapat mampu menjawab tantangan tantangan dan masalah-masalah yang selalu ada daln muncul di lingkungan Lapas disamping penguasaan terhadap tugas-tugas rutin. Kekurangan dalam kualitas atau jumlah petugas hendaknya dapat diatasi dengan peningkatan kualitas dan pengorganisasian yang rapih, sehingga tidak menjadi faktor penghambat atau bahkan menjadi ancaman bagi pembinaan dan keamanan atau ketertiban. 5 Manajemen. Hal ini berkaitan erat dengan mutu kepemimpinan, struktur organisasi dan kemampuan atau keterampilan pengelolaan managerial skill dari pucuk pimpinan maupun staf sehingga pengelolaan administrasi di lingkungan Lapas dapat berjalan tertib dan lancar. Dalam kaitan ini perlu dikaji terus menerus mengenai tipe manajemen pemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia. 6 Kesejahteraan Petugas. Disadari sepenuhnya bahwa faktor kesejahteraan petugas pemasyarakatan memang masih memprihatinkan, namun faktor kesejahteraan ini tidak boleh menjadi faktor yang menyebabkan lemahnya pembinaan dan keamanan atau ketertiban. 7 Sarana dan Fasilitas Pembinaan Kekurangan sarana dan fasilitas baik dalam jumiah maupun mutu telah menjadi penghambat pembinaan bahkan telah menjadi salah satu penyebab rawannya keamanan atau ketertiban. Adalah menjadi tugas dan kewajiban bagi Kalapas untuk memelihara dan merawat semua sarana dan fasilitas yang ada dan mendayagunakannya secara optimal. 8 Anggaran Sekalipun dirasakan kurang mencukupi untuk kebutuhan seluruh program pembinaan, namun hendaklah diusahakan memanfaatkan anggaran yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna. 9 Sumber daya alam Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan konsep pemasyarakatan terbuka dan produktif, maka sumber daya alam merupakan salah satu faktor pendukung. Namun demikian, tanpa sumber daya alam pun pembinaan tetap harus dapat berjalan dengan memanfaatkan sarana dan fasilitas-fasilitas yang ada. 10 Kualitas dan Ragam Program Pembinaan Kualitas bentuk-bentuk program pembinaan tidak semata-mata ditentukan oleh anggaran ataupun sarana dan fasilitas yang tersedia. Diperlukan program-program kreatif tetapi murah dan mudah serta memiliki dampak edukatif yang optimal bagi warga binaan pemasyarakatan. 11 Masalah-masalah lain yang berkaitan dengan warga binaan pemasyarakatan. Dalam hal ini para petugas dituntut untuk mampu mengenal masalah-masalah lain yang berkaitan dengan warga binaan pemasyarakatan agar dapat mengatasinya dengan tepat. Umumnya masalah itu berkisar pada : a Sikap acuh tak acuh keluarga napi, karena masih ada keluarga napi yang bersangkutan tidak memperhatikan lagi nasib napi tersebut. b Partisipasi masyarakat yang masih perlu juga ditingkatkan karena masih didapati kenyataan sebagian anggota masyarakat masih enggan menerima kembali bekas napi. c Kerjasama dengan instansi badan tertentu baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung masih perlu ditingkatkan juga, karena masih ada diantaranya yang belum terketuk hatinya untuk membina kerjasama. d Informasi dan pemberitaan-pemberitaan yang tidak seimbang, bahwa cenderung selalu mendiskreditkan Lapas sehingga dapat merusak citra Pemasyarakatan di mata umum. Dengan mengenali faktor-faktor tersebut baik yang ada di dalam lingkungan Lapas maupun dari luar, maka diharapkan pembinaan yang dilakukan dapat dilaksanakan dengan lebih baik. 9 9 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 02-Pk.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan NarapidanaTahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Bab V tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembinaan.

d. Tahap Pembinaan Narapidana

Seperti yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya bahwa pembinaan adalah suatu kegiatan yang memiliki proses. Maka, pembinaan memiliki tahap-tahap dalam menjalankannya. Tahap-tahap pembinaan dalam konteks pembinaan narapidana dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu: 10 a. Tahap awal yaitu bagi Narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai Narapidana sampai dengan 13 satu per tiga dari masa pidana. Pembinaan narapidana pada tahap awal ini meliputi: 1. Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1 satu bulan. 2. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; 3. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan 4. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal. b. Tahap lanjutan yaitu tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ satu per dua dari masa pidana; dan tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 23 dua per tiga masa pidana. Tahap lanjutan ini meliputi: 10 Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Bab II Pembinaan Bagian Kesatu Narapidana pasal 7 ayat 2 kemudian diperjelas di dalam pasal 9 dan pasal 10. 1. perencanaan program pembinaan lanjutan; 2. pelaksanaan program pembinaan lanjutan; 3. penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan 4. perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi. c. Pembinaan tahap akhir yaitu dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari Narapidana yang bersangkutan. Pembinaan tahap akhir ini meliputi: 1. perencanaan program integrasi; 2. pelaksanaan program integrasi; dan 3. pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.

3. Kemandirian

a. Pengertian Kemandirian

Istilah kemandirian sering disebut dengan autonomy atau independency. Autonomy merupakan suatu tendensi untuk mencapai sesuatu, mengatasi sesuatu, bertindak secara efektif terhadap lingkungan dan merencanakan serta mewujudkan rencana dan harapan- harapannya. Sedangkan independeny menurut Batia yang dikutip dari buku Masrun dartikan sebagai perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain, bahkan mencoba menyelesaikan dan memecahkan masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain. 11 11 Masrun, Sikap Mandiri Anak Kost, Bandung: Tarsito, 1986, h.8. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri atau tidak bergantung pada orang lain. Sedangkan kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. 12 Menurut Elkind dan Weiner mendefinisikan kemandirian sebagai kebebasan bertindak, tidak bergantung pada individu lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. 13 Bernadib yang dikutip dari Yulianti mengartikan kemandirian sebagai suatu keadaan jiwa seseorang yang mampu memilih norma dan nilai-nilai atas keputusannya sendiri, mampu bertanggung jawab atas segala perilaku dan perbuatan individu yang bersangkutan. Kemandirian yang dimiliki menjadikan ketergantungan kepada pihak lain sangat minimal. 14 Menurut Greenberger bahwa kemandirian mencakup beberapa istilah antara lain autonomy, independency, dan self-reliance. Autonomy dimaksudkan suatu tendensi untuk mencapai sesuatu, mengatasi sesuatu, bertindak secara efektif terhadap lingkungan dan merencanakan serta mewujudkan rencana dan harapan-harapannya yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam. Secara fungsional autonomy juga dapat diartikan sebagai suatu tendensi untuk bersikap 12 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, h. 710. 13 S. Nuryoto, Kemandirian Remaja Ditinjau dari Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin, dan Peran Jenis Anima Indonesia Psychological Journal No. 2, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1993, h.51. 14 P.D. Yulianiti, Perbedaan Kemandirian Ditinjau Dari Pola Asuh Orangtua dan Jenis Kelamin Pada Siswi Kelas I SMU Negeri 1 Ungaran Tahun Ajaran 20032004, UKSW: 2004, h.9.