Geografis Sekilas Tentang Mbojo Bima, NTB

b. Motto dan Pegangan Hidup Masyarakat

Etika dalam kehidupan dou Mbojo dapat dikenal melalui penelusuran makna sesanti 59 dan beberapa motto yang sudah ada sejak zaman kesultanan Bima. Ajaran tersebut merupakan tuntunan tata kehidupan yang beradab dan dilandasi nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat serta mengandung norma-norma sebagai prisai rohani dan sara pengendalian diri bagi setiap dou Mbojo. Sesanti kehidupan dou Mbojo terungkap dalam bahasa Bima Nggahi Mbojo yang berbunyi : “Maja Labo Dahu”. Dalam sesanti tersebut ada dua kata kunci, yaitu : Maja dan Dahu. Secara harfiah, Maja berarti “malu” dan Dahu berarti “takut = takwa”. 60 Maja Labo Dahu berisi perintah kepada seluruh lapisan masyarakat yang telah mengikrarkan kalimat tauhid untuk mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam urusan ibadah maupun muamalah. Karena sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah, mereka harus merasa malu dan takut kepada Allah, pada manusia yang lain masyarakat, alam, lingkungan dan pada dirinya sendiri untuk melakukan hal-hal yang melanggar ajaran Islam. 61 Sesanti “Maja Labo Dahu” yang merupakan sumber ajaran etika dalam kehidupan masyarakat Bima, aktualisasinya dijabarkan dalam berbagai motto yang merupakan wahana pendorong semangat dan kegigihan tekad untuk berbuat baik, berwatak kesatria, memupuk rasa solidaritas sosisal, mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi, menjaga kelestarian alam, dan banyak yang lainnya. Motto yang berasal dari sesanti “Maja Labo Dahu” tersebut telah menjadi etika pemerintahan adat Dana Mbojo. 62 59 Sesanti adalah suatu ajaran etika yang mengandung nilai-nilai utama yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. 60 Djamaluddin Sahidu, Kampung Orang Bima, Mataram: 2008, cet. II, h. 52-53. 61 M. Hilir Ismail, Menggali Pustaka Terpendam Butir-Butir Mutiara Budaya Mbojo, Bima: 2001, h. 46-47. 62 Djamaluddin Sahidu, Kampung Orang Bima...,h. 55. Berikut adalah beberapa motto dalam kehidupan masyarakatdan pemerintahan Bima yang diungkapkan dalam bahasa Bima : 1 Tahora nahu, sura dou labo dana, yang bermaksud mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi atau golongan. Motto ini diucapkan oleh seorang pemimpin dalam mengemban tugas yang telah dititipkan oleh orang banyak kepadanya. 2 Su’u sa wa’u tundu sa Wale, yang bermaksud seberat apa pun tugas dan kewajiban itu harus dijunjung dan dilaksanakan. Hal inilah yang menjadi sikap kesatria yang dikenal sebagai ciri,watakdan semangat kerja dou Mbojo Masyarakat Bima. 3 Taki ndei kataho, ana di wangga ndei toho, yang bermaksud betapapun seorang pemimpin mencintai anak-istrinya, namun tugas dan amanat yang telah dititipkan kepadanya harus diutamakan. 4 Ka tupa taho, sama tewe sama lembo, yang bermaksud semangat gotong royong ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Hal seperti ini membentuk watak masyarakat menjadi cinta kebersamaan dan solidaritas sosial. 5 Ntanda sama eda sabua, yang bermaksud bahwa semua warga masyarakat itu pada dasarnya mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Tidak ada perbedaan dalam pemberian pelayanan antara yang kaya dengan yang miskin, status, jabatan dan sebagainya. Pemimpin hendaknya memberikan pelayanan yang sama kepada warganya tanpa pandang bulu. Hal ini mencerminkan sikap kepemimpinan masyarakat Bima yang adil, membina persatuan dan kesatuan. 6 Ndinga pahu labo rawi, mengandung pengertian bahwa seseorang akan mendapatkan hasil sesuai dengan usahanya. Hal ini sebagai motivasi dan pendorong masyarakat Bima dalam bekerja dan berikhtiar untuk mendapatkan hasil yang maksimal sesuai dengan yang direncanakan. 7 Nggahi rawi pahu, mengandung pengertian bahwa apabila seseorang telah menyatakan tekad atau sesuatu janji maka harus diiringi dengan kerja keras agar apa yang telah diucapkan atau dijanjikan dapat dilaksanakan, dan apabila ia ingkar dengan apa yang telah dijanjikannya atau perkataannya tidak sesuai dengan perbuatannya, maka seumur hidupnya tidak akan dipercaya oleh orang. Hal ini sebagai pengingat agar masyarakat Bima selalu berusaha untuk berkata yang baik dan berhati-hati dengan ucapannya agar tidak menjadi bumerang baginya kelak. 8 Renta ba rera, ka poda na ade, ka rawi ba weki, mengandung pengertian bahwa apa yang diucapkan harus diyakini kebenarannya dan sanggup dikerjakan oleh anggota badan. Hal tersebut sebagai pembina sikap masyarakat Bima agar selalu bertanggungjawab, mentaati peraturan, dan menepati janji. 63

c. Mbojo Dulu, Kini dan Esok

Mbojo Bima, NTB terletak di tengah jalur maritim yang melintasi Kepulauan Indonesia, sehingga menjadi tempat persinggahan penting dalam jaringan perdagangan Malaka ke Maluku. Sejumlah peninggalan prasasti dan catatan BO membuktikan pelabuhan Bima telah disinggahi sekitar abad ke-10 M. Ketika orang-orang Portugis mulai menjelajahi Kepulauan Nusantara, Bima telah menjadi pusat perdagangan yang berarti. 64 Dalam catatan BO Istana, dikatakan, bahwa Bima telah melewati berbagai macam sistem politik pemerintahan. Dimulai dari Masa Naka zaman pra- sejarah, 65 pada abad VIII M. Bima sudah berinteraksi dengan Raja Sanjaya 66 di Jawa Tengah. 67 Kemudian, masa Ncuhi proto-sejarah. Kata Ncuhi berasal dari bahasa Mbojo yang sinonim dengan kata “Ncuri” 68 dan kata “Suri” 69 . Secara terminologis kata Ncuhi mengandung dua pengertian. Pertama; kepala suku atau 63 Djamaluddin Sahidu, Kampung Orang Bima...,h. 55-61 64 Henri Chambert Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, BO’ Sangaji Kai. Catatan Kerajaan Bima, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000, h. xiii-xiv. 65 Hasil penelitian para arkeolog dari Balai Arkeologi Denpasar Bali yang melakukan penelitian pada Situs Wadu Nocu Renda Prasasti batu tempat menumbuk padi di desa Renda dan Wadu Nocu Ncera Prasasti batu tempat menumbuk padi di desa Ncera Kecamatan Belo, diketahui bahwa kehidupan telah dimulai sekitar 2500 tahun silam atau ± 500 tahun SM. 66 Tidak disebutkan dari kerajaan mana. Tercatat dalam BO ketika itu Bima dikalahkan oleh Raja Sanjaya di Jawa Tengah. 67 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 19. 68 “Ncuri” artinya, tunas baru yang tumbuh dari dahan utama. 69 “Suri” artinya, tunas yang baru tumbuh atau mekar. pemimpin agama. Kedua, Ncuhi adalah nama suatu zaman yang berlangsung sejak abad ke-8 M sampai dengan berlakunya sistem pemerintah kerajaan pada abad ke- 11 M. 70 Dari masa Naka dan Ncuhi, sistem pemerintahan Bima beralih menjadi sistem Kerajaan . Kerajaan dipimpin oleh seorang tokoh yang dipilih melalui “mbolo ro dampa ” musyawarah. Tokoh terpilih diberi gelar “Sangaji” Raja, dalam menjalankan tugas raja harus berpedoman pada norma agama dan sistem adat istiadat yang telah dianut bersama. Pemerintah kerajaan berubah perlahan bersamaan dengan masuknya Islam di tanah Bima. Pada tanggal 15 Rabi’ul Awal 1030 H 7 Februari 1620, Putra mahkota Jena Teke La Ka’I Abdul Kahir dan tiga orang saudaranya mengucapkan dua kalimat syahadat dihadapan para mubalig tersebut. Sejak saat itu pemerintahan dijalankan berdasarkan Islam yang berlangsung selama ± 310 tahun. Masuknya Islam telah membawa dampak dan pengaruh yang besar pada corak pemerintahan dan tatanan sosial masyarakat Bima. Dari catatan BO Istana dikatakan, pada tanggal 11 Jumadil Awal 1028 H 26 April 1618 Islam pertama kali masuk melalui Sape. Mubalig yang bernama Daeng Mangali bersama tiga orang utusan Sultan Gowa datang menyampaikan berita bahwa Raja Gowa, Tallo, Luwu, dan Bone telah memeluk Islam, dan kerajaan Bima diharapkan mengikuti jejak mereka. 71 Kedatangan mubalig Islam itu tertulis di dalam kitab BO sebagai berikut: “Hijratun Nabi SAW 1028 hari bulan Jumadil-awal telah datang dipelabuhan Sape saudara Daeng Mangali di Bugis Sape dengan orang Luwu dan Tallo dan Bone untuk berdagang. Kemudian pada malam hari datang menghadap Ruma Bumi Jara yang memegang Sape untuk menyampaikan Ci’lo kain bugis dan keris serta membawa agama Islam Kerajaan Gowa. Dan Tallo, dan Luwu, dan Bone sudah masuk Islam dan Daeng Malabo dan keluarganya sudah masuk Islam seluruhnya…..,”. Pada masa sekarang Bima merupakan salah satu kabupaten dari enam kabupaten yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sistem politik dan pemerintah telah mengalami perubahan. Perubahan adalah kemajuan diakibatkan pembaruan yang dilakukan masyarakat itu sendiri. Pemerintah dan masyarakat 70 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 21. 71 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 56-65.