Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
dilakukan oleh para leluhur dan pelaku sejarah di masa lalu. Bukankah kita tahu dan sering kita dengar sebuah pepatah “belajarlah dari pengalaman, karaena
pengalaman adalah guru yang terbaik”, baik itu pengalaman pribadi atau orang
lain. Karena pengalaman itu adalah sejarah, sesuatu yang telah terjadi. Apa jadinya
kalau masyarakat kita sampai tidak menghargai sejarah bangsa. Masyarakat zaman sekarang bisa hidup seperti sekarang karena adanya sejarah yang telah
dibuat oleh para pelaku sejarah di masa lalu. Bangsa yang arif dan bijak adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya. Bangsa-bangsa yang hidup di masa
lalu mengalami puncak kejayaannya karena senantiasa belajar dari masa lalu. Firman Allah swt.:
”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang- orang yang
mempunyai akal.” Q.S. Yusuf12 ayat 111. Abraham Lincoln mantan president Amerika pernah mengatakan seperti
yang dikutip oleh Ghazali Ama La Nora bahwa “one can not escape history”
tidak ada satu orang pun yang bisa menghindari sejarah. Dan dipertegas oleh mantan president Indonesia, Soekarno;
“Bukan saja tidak mungkin menghindar dari sejarah, tetapi jangan sekali-
kali kita meninggalkan sejarah.”
4
Bahkan dalam buku Soerakrno The Leadership Seckrets Of yang dikutip oleh Argawi
Kandito bahwa Soekarno juga pernah mengatakan “JASMERAH” jangan sekali-
kali melupakan sejarah.
5
Akan tetapi tidak sedikit diantara kita yang terlalu silau dengan kemajuan yang ditimbulkan oleh negara-negara modern dan mengkonsumsinya dengan
mentah, karena yang seperti itu juga belum tentu cocok dengan kebiasaan dan karakteristik bangsa kita. Masyarakat kita yang terlalu banyak mengkomsumsi
berbagai paham dan budaya dari luar, mengakibatkan masyarakatnya cenderung
4
Ghazali Ama La Nora, Mutiara Donggo; Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry, Jakarta: NCI Perss, 2008, h.24
5
Argawi Kandito, Soekarno ”The Leadership Secrets Of” Depok: Oncor Semesta Ilmu,
20011, cet. I, h. vi
mengenyampingkan dan meninggalkan paham dan budaya bangsa dan daerahnya. Bahkan tidak sedikit masyarakatnya yang lupa dan tidak tahu bagaima
kecendrungan dan kebudayaan yang telah ditanamkan oleh para tokoh dan pendahulu mereka. Dan tidak sedikit juga masyarakatnya yang melenceng dari
koridor kehidupan berbudaya dan bermasyarakat. Padahal nilai-nilai kearifan lokal local wisdom yang telah diciptakan oleh
para pendahulu kita dari berbagai suku dan budaya yang tersebar luas diseluruh nusantara ini telah menjadi pegangan dan sandaran masyarakat Indonesia, terlebih
khusus penulis menitik beratkan pada karakteristik masyarakat Mbojo
6
Bima NTB dalam menerjemahkan dan memahami pesan-pesan pendidikan yang pernah
diciptakan oleh tokoh-tokoh yangpernah hidup di Mbojo yang menggambarkan bentuk dari kehidupan masyarakatnya pada zaman dahulu yang tidak bertentangan
dengan model kehidupan sekarang, dan bisa sejalan bahkan masyarakat Mbojo sekarang bisa menjadikannya contoh mengembangkannya, yaitu salah satunya
adalah dziki guru bura, sehingga bisa dikembangkan sebagai konsep pendidikan yang bermoral dan dapat menciptakan generasi bangsa yang berakhlak mulia,
jujur, bertanggungjawab, dan berkarakter. Menurut Ahmad Tafsir : “Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam
pandangan Islam adalah kepribadian.kepribadian itu kompenennya ada tiga, yaitu tahu pengetahuan, sikap, dan prilaku. Yang dimaksud dengan
kepribadian utuh adalah bila penhetahuan sama dengan sikap dan prilaku. Dan kepribadian pecah adalah bila pengetahuan sama dengan sikap, tapi tidak
sama dengan prilakunya. Atau pengetahuan tidak sama dengan sikap, dan
tidak sama dengan prilaku.”
7
Penulis beranggapan bahwa kehancuran moral bangsa ini akibat dari pola pendidikan yang tidak seimbang antara pengembangan intelektualitas dengan
peningkatan budipekerti akhlak mulia, walaupun dalam undang-undang kita tercantum jelas bahwa proses pendidikan bertujuan untuk menciptakan manusia
yang unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dan berbudipekerti luhur, sehingga
6
Ada yang mengatakan Mbojo itu berasal dari bahasa Jawa, yaitu bojo yang artinya pasangan. Ada juga yang mengatakan Mbojo itu berasal dari bahasa lokal, yaitu babuju yang artinya
berbukit-bukit. Dan untuk selanjutnya penulis akan menelitinya.
7
Abdul Majid Dian Andayani, Pendidikan Karakter Berspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 20011, cet. I, h. iv
mereka peserta didik bisa berguna bagi kehidapan bermasyarakat, agama dan bangsa, tapi hal itu hanya ada dalam tulisan saja. Kenyataan yang kita dapatkan di
lapangan sangat berbeda dari apa yang kita harapkan. Pendidikan yang ada sekarang hanya cenderung mengembangkan ranah kognitifnya saja tanpa
menghiraukan sisi afektifnya. Yang lebih pahit lagi, para pendidik juga tidak jarang hanya mengejar untuk menyampaikan materi pengajaran tentang akhlak.
Padahal pendidikan akhlak bukanlah rangkaian teori dan materi yang susah, sehingga terkesan menakutkan bagi peserta didik. Akan tetapai akhlak adalah
contoh praktis dari seorang pendidik yang lahir dari hati sanubari yang suci tanpa dibuat-buat, sehingga harapan itu akan menjadi sebuah kenyataan dan bukan
harapan yang kosong. Pada level keluarga, sekolah dan masyarakat pendidikan akhlak bertumpuk pada
figuritas yang akan memberikan warna terhadap pola perilaku anak peserta didik, dalam hal ini Azyumardi Azra memberikan tiga cara untuk meningkatkan
nilai-nilai moral dan akhlak, yaitu: “Pertama, menerapkan pendekatan modeling atau exemplary atau uswatun
hasanah. Yakni, mensosialisasikan lingkungan sekolah untuk menghidupkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model dan keteladanan.
Setiap guru dan tenaga kependidikan lain di lingkungan sekolah hendaknya mampu menjadi uswah hasanah yang hidup living exemplary bagi setiap
peserta didik; Kedua menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus terang tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk;
Ketiga menerapkan pendidikan berdasarkan karakter character based education. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan character based
approach ke dalam setiap pelajaran yang ada disamping matapelajaran- matapelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama,
sejarah, pancasila dan sebagainya.
”
8
Penulis tidak memprioritaskan terhadap moderenitas pandidikan, baik yang bersumber dari Barat maupun dari Timur. Akan tetapi penulis ingin
menggabungkan keduanya, agar kita menjadi manusia yang menghargai warisan leluhur yang selaras dengan ajaran Islam dan sekaligus terbuka terhadap
pandangan baru.
8
Azyumardi Azra, “Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan
Demokrastisasi” Jakarta: Kompas, 2006 , h. 176-177.
Maka dari penjelasan tersebut diatas dan keinginan untuk melestarikan warisan budaya yang luhur penulis mengangkat judul skripsi ini yaitu:
“KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM FALSAFAH
ZIKI GURU BURA PADA MASYARAKAT
MBOJO BIMA, NTB ”