Motto dan Pegangan Hidup Masyarakat

pemimpin agama. Kedua, Ncuhi adalah nama suatu zaman yang berlangsung sejak abad ke-8 M sampai dengan berlakunya sistem pemerintah kerajaan pada abad ke- 11 M. 70 Dari masa Naka dan Ncuhi, sistem pemerintahan Bima beralih menjadi sistem Kerajaan . Kerajaan dipimpin oleh seorang tokoh yang dipilih melalui “mbolo ro dampa ” musyawarah. Tokoh terpilih diberi gelar “Sangaji” Raja, dalam menjalankan tugas raja harus berpedoman pada norma agama dan sistem adat istiadat yang telah dianut bersama. Pemerintah kerajaan berubah perlahan bersamaan dengan masuknya Islam di tanah Bima. Pada tanggal 15 Rabi’ul Awal 1030 H 7 Februari 1620, Putra mahkota Jena Teke La Ka’I Abdul Kahir dan tiga orang saudaranya mengucapkan dua kalimat syahadat dihadapan para mubalig tersebut. Sejak saat itu pemerintahan dijalankan berdasarkan Islam yang berlangsung selama ± 310 tahun. Masuknya Islam telah membawa dampak dan pengaruh yang besar pada corak pemerintahan dan tatanan sosial masyarakat Bima. Dari catatan BO Istana dikatakan, pada tanggal 11 Jumadil Awal 1028 H 26 April 1618 Islam pertama kali masuk melalui Sape. Mubalig yang bernama Daeng Mangali bersama tiga orang utusan Sultan Gowa datang menyampaikan berita bahwa Raja Gowa, Tallo, Luwu, dan Bone telah memeluk Islam, dan kerajaan Bima diharapkan mengikuti jejak mereka. 71 Kedatangan mubalig Islam itu tertulis di dalam kitab BO sebagai berikut: “Hijratun Nabi SAW 1028 hari bulan Jumadil-awal telah datang dipelabuhan Sape saudara Daeng Mangali di Bugis Sape dengan orang Luwu dan Tallo dan Bone untuk berdagang. Kemudian pada malam hari datang menghadap Ruma Bumi Jara yang memegang Sape untuk menyampaikan Ci’lo kain bugis dan keris serta membawa agama Islam Kerajaan Gowa. Dan Tallo, dan Luwu, dan Bone sudah masuk Islam dan Daeng Malabo dan keluarganya sudah masuk Islam seluruhnya…..,”. Pada masa sekarang Bima merupakan salah satu kabupaten dari enam kabupaten yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sistem politik dan pemerintah telah mengalami perubahan. Perubahan adalah kemajuan diakibatkan pembaruan yang dilakukan masyarakat itu sendiri. Pemerintah dan masyarakat 70 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 21. 71 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam..., h. 56-65. Bima saat ini tengah dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan yang terus berubah dan asing. Dan unsur kebudayaan tersebut perlahan menjadi satu budaya baru yang diterima sebagai budaya sendiri.

d. Sejarah Masuknya Islam di Dana Mbojo

Para penulis sejarah Barat dan Indonesia berpendapat bahwa agama Islammasuk ke Indonesia dibawa oleh orang arab sendiri. 72 Di Dana Mbojo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bima sendiri terdapat masalah yang timbul disebabkan kurangnya informasi-informasi atau referensi-referensi dari catatan- catatan lokal Mbojo tentang bagaimana sejarah dan proses masuknya Islam di Dana Mbojo. Untuk membantu menjelaskan sejarah masuknya Islam di Bima terdapat dua sumber catatan lokal Mbojo yang dapat kita pedomani yaitu catatan BO Istana dan BO Melayu. 73 Dari sumber yang pertama BO Istana hanya mencantumkan keterangan bahwa masuknya Islam di Dana Mbojo, itu ditandai dengan kehadiran para Muballig dari Tallo, Luwu dan Bone di Sape nama daerah di ujung timur Bima pada tanggal 11 Jumadil Awal1028 H. 26 April 1618 M., para Muballigh itu adalah Daeng Mangali dari Bugis bersama tiga orang masing-masing berasal dari Tallo, Luwu dan Bone. Dimana kehadiran mereka atas perintah Sultan Gowa untuk manyampaikan berita bahwa Raja Gowa, Tallo, Luwu dan Bone sudah memeluk agama Islam. Kemudian diberitakan pula bahwa pada tanggal 15 Rabi’ul Awal 1030 H. 7 Februari 1621, Putra Jena Teke La Ka’I bersama pengikutnya mengucapkan dua kalimat Syahadat dihadapan para Muballigh itu. 74 Dari peristiwa itu, keempat orang petinggi kerajaan tersebut mengganti nama sesuai nama Islam: 1 La Ka’i Ruma Ma Bata Wadu menjadi Abdul Kahir 2 La Mbila menjadi Jalaluddin 72 Abdullah Tajeb BA., Sejarah Bima Dana Mbojo...,h.105 73 BO adalah catatan lama kerajaankesultanan Bima, terkenal dengan BO ’ Sangaji Kai. Bo masih ada sampai sekarang ditulis tahun 1055 H + tahun 1645 masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin Sultan II, kemudian disalin ulang dan dilanjutkan oleh para sultan sesudahnya. 74 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam ..., h. 56. 3 Bumi Jara Mbojo Sape menjadi Awaluddin 4 Manuru Bata menjadi Sirajuddin, yang kemudian menjadi Sultan Dompu. Menurut silsilah ia adalah putera Ma Wa’a Tonggo Raja Dompu dengan Isterinya, Puteri Raja Bima Ma Wa’a Ndapa. 75 Dari sumber BO Melayu juga tidak memberikan informasi yang memadai, hanya menjelaskan tentang peranan Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro dalam penyiaran Islam di Dana Mbojo pada masa Sultan Abdul Kahir Sultan Bima I. kemudian keterangan tentang peranan Ulama Melayu anak cucu Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro dalam meneruskan perjuangan Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro yang sudah kembali ke Makassar. Untuk mengatasi kebuntuan yang ada, maka perlu penulis jelaskan catatan-cacatan lokal dari daerah yang pernah menjadi pusat penyiaran Islam pada abad 16 M, yaitu cacatan dari Demak dan Ternate. 76 Berdasarkan keterangan dari cacatan lokal yang dimiliki, ternyata pada tahap awal kedatangan Islam di Dana Mbojo, peranan Demak dan Ternate sangat besar. Para Muballigh dan pedagang dari dua negeri tersebut silih berganti datang menyiarkan Islam di Dana Mbojo juga para pedagang Bima pun memliki andil dalam penyiaran Islam tahap awal. Secara kronologis penulis akan memaparkan proses kedatangan Islam di Dana Mbojo, yaitu sebagai berikut: 1 Tahap Pertama Dari Demak Sejak jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, Demak mengambil alih peranan Malaka sebagai pusat penyiaran Islam di Asia Tenggara, dan sejak itu pula Demak berhasil mengislamkan daerah-daerah di Jawa Barat dan di daerah-daerah Nusantara bagian timur seperti Ternate dan Tidore. Menurut Tome Pires yang berkunjung ke Bima pada tahun 1513 M. pada masa itu pelabuhan Bima telah ramai dikunjungi oleh para pedagang Nusantara, begitupun para pedagang Bima menjual barang dagangannya ke Ternate, Banda dan Malaka serta singgah disetiap pelabuhan di wilayah Nusantara. Kemungkinan para 75 M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, Mataram: Lengge, 2004, cet. I, h. 52 76 M. Hilir Ismail, Kebangkitan Islam ..., h. 56