Usulan Perbaikan Rancangan Fasilitas Kerja Perajangan Ubi Kayu di UD. Tiga Bawang

(1)

USULAN PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS KERJA

PERAJANGAN UBI KAYU (MANIHOT ESCULENTA)

DI UD. TIGA BAWANG

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh WINDI WIGUNA

040403032

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

USULAN PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS KERJA

PERAJANGAN UBI KAYU KAYU (MANIHOT ESCULENTA)

DI UD. TIGA BAWANG

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh, WINDI WIGUNA

040403032

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ir. Nazlina, MT) (Ir. Anizar, M.Kes)

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam melaksanakan Tugas Sarjana sampai dengan selesainya laporan ini, banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan semua keluarga tercinta yang selalu mendoakan,

memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini.

2. Ibu Ir. Nazlina, MT selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Anizar M.Kes

selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penulisan laporan.

3. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku ketua Departemen Teknik Industri USU

dan yang telah memberi motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini.

4. Pegawai Administrasi Departemen Teknik Industri, Bang Bowo, Kak Dina,

Bang Mijo dan Ibu Ani yang telah membantu penulis dalam melakukan urusan administrasi di Departemen Teknik Industri USU.

5. Ibu Dewi Irawati dan keluarga serta karyawan UD. Tiga Bawang yang telah

memberikan izin untuk mengadakan penelitian dan meluangkan waktu membimbing penulis selama melaksanakan penelitian di usaha tersebut.

6. Sahabat-sahabat tercinta penulis, Elfrida, Anggianika Mardhatillah, Elfisa Khazastri, Zunawakhir Tanjung, M. Rawi, Robin, M. Teguh Putra, Digo


(4)

Andesa P. dan Izet Mustakim yang selalu memberi support, masukan dan teman diskusi selama pelaksanaan Tugas Sarjana ini.

7. Rekan-rekan angkatan 2004, 2005, dan 2006 yang telah memberi support

selama pelaksanaan Tugas Sarjana ini.

8. Teman, Abang, Kakak dan Adik-adik di HMI Komisariat FT-USU yang telah

memberi dukungan dan motivasi selama pelaksanaan Tugas Sarjana ini. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2009 Hormat Saya,


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas semua berkat, rahmat, lindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Kegiatan penelitian ini dilakukan di industri kecil pembuatan keripik ubi dengan nama UD. Tiga Bawang yang beralamat di jalan Ujung Serdang Pasar III Kecamatan Tanjung Morawa yang dijadikan sebagai salah satu dari beberapa syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “Usulan Perbaikan Rancangan Fasilitas Kerja Perajangan Ubi Kayu di UD. Tiga Bawang”.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada Tugas Sarjana ini, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk dapat menyempurnakan Tugas Sarjana ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas sarjana ini bermanfaat bagi seluruh pembaca dan kita semua.

Universitas Sumatera Utara Medan, Desember 2009


(6)

DAFTAR ISI

BAB Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-2 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-5


(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB Halaman

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-3 2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas ... II-4 2.4. Proses Produksi ... II-4 2.4.1. Bahan Baku ... II-5 2.4.2. Bahan Tambahan ... II-5 2.4.3. Bahan Penolong ... II-5 2.4.4. Uraian Proses Produksi ... II-6 2.4.5. Mesin Produksi ... II-8

III LANDASAN TOERI

3.1. Ergonomi ... III-1 3.1.1. Defenisi Ergonomi... III-1 3.1.2. Tujuan Ergonomi ... III-1 3.1.3. Tipe-tipe Masalah Ergonomi ... III-2


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB Halaman

3.1.4. Aplikasi Ergonomi untuk Perancangan Tempat Kerja ... III-3 3.1.5. Sistem Manusia-Mesin ... III-10 3.1.6. Pengembangan Metode untuk Mengefektifkan Kerja... III-13 3.1.7. Peta Kerja ... III-17 3.1.7.1. Definisi Peta Kerja... III-17 3.1.7.2. Jenis-jenis Peta Kerja ... III-18 3.1.7.3. Peta Pekerja dan Mesin ... III-19 3.1.7.4. Kegunaan Peta Pekerja dan Mesin ... III-19 3.1.7.5. Prinsip-prinsip Pembuatan Peta Pekerja dan Mesin ... III-21 3.1.8. Keluhan Muskuloskeletal ... III-24 3.1.8.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... III-27 3.1.9. Antropometri ... III-28 3.1.10. Postur Kerja ... III-35 3.1.11 The Quick Exposure Check (QEC) ... III-37 3.2. Statistik Deskriptif ... III-40 3.2.1. Statistik Nonparametrik ... III-43 3.2.2. Uji Chi -Square ... III-44


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB Halaman

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-2 4.4. Variabel Penelitian ... IV-2 4.5. Instrumen Penelitian ... IV-4 4.6. Pelaksanaan Penelitian ... IV-5 4.6.1. Pengumpulan Data ... IV-5 4.6.1.1. Sumber Data ... IV-5 4.6.1.2. Cara Pengumpulan Data ... IV-6 4.7. Pengolahan Data ... IV-8 4.8. Analisis Pemecahan Masalah... IV-11 4.9. Kesimpulan dan Saran ... IV-12

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengolahan Data Muskuloskeletal………V-1 5.2. Penilaian Postur Kerja Aktual dengan QEC ... V-8 5.3. Data Antropometri ... V-22


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB Halaman

5.4. Data Dimensi Fasilitas Kerja Aktual ... V-23 5.5. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square ... V-25 5.6. Uji Keseragaman Data... V-25 5.7. Uji Kecukupan Data ... V-28 5.8. Penentuan Dimensi Produk yang Akan Dirancang ... V-30 5.9. Peta Pekerja dan Mesin Sekarang ... V-32

VI ANALISA DAN EVALUASI ... VI-1 6.1. Analisa Keluhan Muskuloskeletal ……….VI-1 6.2. Analisa Postur Kerja Aktual ... VI-2 6.3. Analisa Kondisi Aktual Fasilitas Kerja ... VI-3 6.4. Analisa Prosedur Kerja Aktual ... VI-4 6.5. Usulan Rancangan Fasilitas Kerja yang Baru ... VI-5 6.6. Analisa Postur Kerja pada Fasilitas Kerja Usulan ... VI-9 6.7. Peta Pekerja dan Mesin Usulan... VI-12 6.8. Pembuatan Prosedur Kerja yang Baru ... VI-14


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB Halaman

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-3

DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 2.1. Jumlah Tenaga Kerja Tetap ... II-3 2.2. Mesin Produksi ... II-9 3.1. Lambang Peta Pekerja dan Mesin ... III-23 3.2. Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Duduk ... III-35 3.3. Penilaian Pekerja (Worker) QEC ... III-37 3.4. Penilaian Observer QEC ... III-38 3.5. Nilai Level Tindakan QEC ... III-39 3.6. Perbedaan Antara Chi-Square dan Kolmogorov-Smirnov ... III-44 5.1. Hasil Pengolahan SNQ ... V-3 5.2. Skor Postur Kerja Menumpuk Ubi Kayu ... V-11 5.3. Nilai Level Tindakan QEC ... V-11 5.4. Skor Postur Kerja Mengambil Keranjang Kosong ... V-12 5.5. Nilai Level Tindakan QEC ... V-13 5.6. Skor Postur Kerja Mengatur Posisi Ujung Goni ... V-13 5.7. Nilai Level Tindakan QEC ... V-14 5.8. Skor Postur Kerja Menjangkau Ubi Kayu ... V-15 5.9. Nilai Level Tindakan QEC ... V-15 5.10. Skor Postur Kerja Merajang Ubi Kayu ... V-16 5.11. Nilai Level Tindakan QEC ... V-17


(13)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

Tabel Halaman 5.12. Skor Postur Kerja Memasukkan Ubi ke Keranjang ... V-17 5.13. Nilai Level Tindakan QEC ... V-18 5.14. Skor Postur Kerja Mengangkat Keranjang ... V-19 5.15. Nilai Level Tindakan QEC ... V-19 5.16. Rekapitulasi Hasil Akhir Analisis Postur Kerja ... V-20 5.17. Data Antropometri Operator ... V-22 5.18. Data Dimensi Fasilitas Kerja Aktual ... V-24 5.19. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square... V-25 5.20. Uji Keseragaman Data Antropometri... V-28 5.21. Uji Kecukupan Data Antropometri ... V-29 6.1. Skor Postur Kerja Menjangkau Ubi Kayu ... VI-10 6.2. Nilai Level Tindakan QEC ... VI-10 6.3. Skor Postur Kerja Merajang Ubi Kayu ... VI-11 6.4. Nilai Level Tindakan QEC ... VI-12 6.5. Perbandingan Prosedur Kerja Lama dan Baru ... VI-15


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Struktur Organisasi UD. Tiga Bawang ... II-3 2.1. Blok Diagram Proses Pembuatan Keripik ... ..II- 8 3.1. Standard Nordic Questionnaire ... III-28 3.2. Pengukuran Antropometri ... III-34 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-14 5.1. Histogram Keluhan Muskuloskeletal Operator ... V-5 5.2. Stasiun Perajangan ... V-9 5.3. Layout Kerja Karyawan ... V-9 5. 4. Menumpuk Ubi Kayu ... V-10 5. 5. Mengambil Keranjang Kosong ... V-12 5.6. Mengatur Posisi Ujung Goni ... V-3 5. 7. Menjangkau Ubi Kayu ... V-14 5. 8. Merajang Ubi Kayu ... V-16 5. 9. Memasukkan Ubi ke Keranjang ... V-17 5. 10. Mengangkat Keranjang ke Samping Kiri ... V-18 5. 11. Fasilitas Kerja Aktual ... V-24 5.12. Peta Kontrol Dimensi Tinggi Bahu Duduk ... V-27 5.13. Peta Pekerja dan Mesin Sekarang ... V-32 6. 1. Mesin Perajang Usulan Pandangan Depan ... VI-6


(15)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

Gambar Halaman 6. 2. Mesin Perajang Usulan Pandangan Belakang ... VI-7 6. 3. Mesin Perajang Usulan Pandangan samping Kanan ... VI-7 6. 4. Mesin Perajang Usulan Pandangan samping Kiri ... VI-8 6. 5. Menjangkau Ubi Kayu ... VI-9 6. 6. Merajang Ubi Kayu ... VI-11 6. 7. Peta Pekerja dan Mesin Usulan ... VI-13 6. 8. Layout Kerja Karyawan dan Aliran Bahan ... VI-16


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Panduan Wawancara ... L-1 2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab di UD. Tiga Bawang ... L-2 3. Standart Nordic Questionnaire ... L-3 4. Hasil Uji Kenormalan Data Antropometri ... L-4 5. Hasil Uji Keseragaman Data Antropometri ... L-5 6. Tabel Distribusi Normal ... L-6 7. Tabel Distribusi Chi-Square ... L-7 8. Hasil Penilaian Postur Kerja dengan QEC ... L-8 9. Surat Penjajakan ke Perusahaan ... L-9 10. Surat Balasan dari Perusahaan ... L-10 11. Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-11 12. Surat Keputusan Tugas Sarjana. ... L-12 13. Berita Acara Laporan Tugas Sarjana ... L-13


(17)

ABSTRAK

UD. Tiga Bawang merupakan industri kecil yang memproduksi keripik ubi dengan merek Dora yang beralamat di jalan Ujung Serdang Pasar III Kecamatan Tanjung Morawa. Proses produksi tidak semua dilakukan secara manual, terdapat beberapa pekerjaan yang dilakukan secara semi otomatis. Proses perajangan ubi kayu dilakukan secara semi otomatis, yaitu operator pada posisi duduk di atas bangku kecil dan tangan operator mendorong ubi kayu satu-persatu hingga mendekati mata pisau perajangan dengan sikap kerja yang tidak ergonomis. Sikap kerja yang tidak ergonomis ini dibuktikan dengan hasil pengolahan Standart

Nordic Questionnaire (SNQ) yang mengidentifikasi terjadi keluhan

muskuloskeletal mulai dari tingkat sangat sakit hingga agak sakit pada anggota tubuh tertentu. Dari hasil penilaian postur kerja dengan Quick Exposure Check (QEC) terdapat beberapa elemen kerja dengan postur kerja yang tidak ergonomis. Dari peta pekerja dan mesin dapat disimpulkan operator lebih banyak bekerja tanpa melibatkan mesin perajang dengan waktu yang diperlukan untuk merajang 1 keranjang ubi kayu (6 kg) adalah 187 detik. Persentase aktivitas produktif operator adalah 100% sedangkan mesin perajang hanya 0,37%.

Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan perbaikan rancangan fasilitas kerja yang terdiri dari mesin perajang dan kursi operator. Perbaikan dilakukan dengan merancang fasilitas kerja sesuai dengan antropometri operator. Bentuk, ukuran dan bahan yang digunakan untuk kursi operator diganti. Lubang mata pisau dirancang dengan bentuk tabung sehingga sesuai dengan bentuk ubi kayu dan mencegah jari operator bersentuhan langsung dengan mata pisau.

Setelah usulan perbaikan rancangan fasilitas kerja dibuat, dilakukan penilaian postur kerja pada kegiatan perajangan dengan metode QEC dan hasilnya semua elemen kerja berada pada level aman. Selanjutnya, berdasarkan peta

pekerja dan mesin pada fasilitas kerja usulan waktu yang diperlukan untuk

merajang 1 keranjang ubi kayu (6 kg) menjadi 62 detik dengan persentase aktivitas produktif operator 100% dan mesin perajang 96,77%. Terjadi penghematan waktu 125 detik persiklus.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mesin digunakan untuk membantu kemampuan dan keterbatasan manusia dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan sehingga hasil kerja lebih banyak, lebih cepat, lebih kuat, mutu produk lebih baik, kesalahan lebih sedikit, beban kerja yang lebih ringan serta dengan resiko yang sekecil-kecilnya (Barners, 1980; Grandjean, 1993; Sutalaksana, 2000). Mesin yang digunakan di industri kecil masih banyak yang kurang memuaskan pemakai karena cepat menimbulkan kelelahan, mutu produk dan jumlah produknya rendah, tidak nyaman dipakai dan sering menyebabkan kecelakaan maupun penyakit akibat kerja (Ardana dkk. 2005, Haryo dkk. 2005). Setiap desain suatu peralatan atau produk dengan manusia sebagai operator maupun pemakai produk tersebut, maka faktor kemampuan dan keterbatasan manusia harus menjadi fokus utama (Sutalaksana, 2000). Peralatan kerja, tempat kerja maupun lingkungan kerja harus disesuaikan dengan manusia (Human Centered Design).

UD. Tiga Bawang merupakan salah satu industri kecil yang memproduksi keripik ubi dengan merek Dora. Jumlah yang diproduksi sesuai dengan pesanan pelanggan (Make to Order). Proses produksi tidak semua dilakukan secara manual, terdapat beberapa pekerjaan yang dilakukan secara semi otomatis.

Proses perajangan ubi kayu dilakukan secara semi otomatis, yaitu operator pada posisi duduk di atas bangku kecil dan tangan operator mendorong ubi kayu


(19)

satu-persatu hingga mendekati mata pisau perajangan. Posisi mata pisau yang terlalu rendah menyebabkan sikap kerja yang tidak ergonomis terutama pada tangan saat mendorong ubi ke mesin perajang bersamaan dengan menjangkau ubi yang akan dirajang. Operator tidak dapat menggerakkan kaki dengan leluasa sementara sekali-kali harus memutar badan untuk menjangkau ubi yang akan dirajang.

Sikap kerja yang tidak ergonomis ini disebabkan oleh fasilitas kerja yang tidak sesuai dengan operator. Fasilitas kerja yang tidak sesuai tersebut antara lain dimensi mesin dan kursi operator yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh operator, bentuk serta bahan fasilitas kerja yang tidak memberikan kenyamanan kepada operator saat mengoperasikan mesin, dan sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada anggota tubuh tertentu yang dikenal dengan musculoskeletal

disorders (MSDs). Gangguan terjadi karena sikap paksa anggota tubuh untuk

dapat menyesuaikan atau mengoperasikan mesin untuk melakukan gerakan menjangkau atau memutar badan yang terjadi berulang-ulang. Untuk mengatasi masalah di atas, perlu dilakukan perbaikan rancangan mesin dengan pendekatan ergonomi terutama untuk mengatasi ketidaksesuaian antara fasilitas kerja dengan operator.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka masalah pokok yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah fasilitas kerja perajangan ubi kayu yang terdiri dari mesin perajang dan kursi operator pada


(20)

stasiun perajangan yang tidak sesuai dengan operator sehingga dapat menyebabkan keluhan rasa pegal atau sakit pada otot skeletal. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan perbaikan rancangan fasilitas kerja yang digunakan operator. Perbaikan dilakukan untuk menyesuaikan dimensi, bentuk dan bahan yang digunakan untuk merancang fasilitas kerja sehingga dihasilkan postur kerja yang ergonomis.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh usulan perbaikan rancangan fasilitas kerja perajangan ubi kayu untuk memperbaiki postur kerja operator sehingga dapat mengurangi keluhan pada otot rangka.

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal yang dialami operator di stasiun

perajangan dengan Standart Nordic Questionnaire (SNQ).

2. Menganalisa dan menilai serta mendapatkan skor dan level resiko postur

kerja aktual operator di stasiun perajangan dengan menggunakan Quick

Exposure Check (QEC).

3. Merumuskan tindakan perbaikan yang mungkin dilakukan terhadap postur

kerja aktual sesuai dengan hasil pengolahan SNQ dan QEC.

4. Penentuan dimensi antropometri yang sesuai untuk melakukan perbaikan

rancangan fasilitas kerja.

5. Membandingkan fasilitas kerja aktual dengan fasilitas kerja usulan. 6. Perbaikan prosedur kerja di stasiun perajangan.


(21)

7. Membandingkan prosedur kerja aktual dengan prosedur kerja usulan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat bagi Peneliti

Manfaat penelitian bagi peneliti yaitu dapat memahami dan mengetahui berbagai aspek kegiatan di usaha pembuatan keripik ubi serta menambah pengalaman peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan perancangan fasilitas kerja.

2. Manfaat bagi Perusahaan

Manfaat penelitian bagi perusahaan adalah menjadi bahan masukan sehingga

lebih mementingkan kenyamanan karyawan dalam menyelesaikan

pekerjaannya.

3. Manfaat bagi Lembaga atau Institusi Pendidikan

Manfaat penelitian bagi lembaga atau institusi pendidikan adalah sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian berikutnya.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Perbaikan rancangan dan prosedur kerja hanya dilakukan pada fasillitas kerja perajangan ubi kayu di stasiun perajangan tanpa dipengaruhi oleh komponen sistem kerja lainnya.


(22)

2. Data keluhan muskuloskeletal diidentifikasi dengan menggunakan Standart

Nordic Questionnaire (SNQ).

3. Penilaian postur kerja dilakukan dengan menggunakan Quick Exposure Check

(QEC).

4. Data antropometri yang digunakan untuk penentuan dimensi fasilitas kerja

adalah data antropometri operator laki-laki di UD. Tiga Bawang yang berusia antara 20 sampai 35 tahun yang terdiri dari tinggi bahu duduk, lebar pinggul, panjang popliteal, tinggi popliteal dan jangkauan tangan.

5. Perbaikan prosedur kerja berdasarkan prosedur kerja aktual dan diaplikasikan untuk fasilitas kerja usulan.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Proses produksi, mesin dan prosedur kerja tidak diganti selama penelitian dilaksanakan.

2. Proses produksi berlangsung secara normal dan tidak ada gangguan atau

perubahan urutan operasi yang mempengaruhi jalannya proses produksi. 3. Operator yang diteliti sudah mengerti dan paham akan tugasnya.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :

Bab I, menyajikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup dan asumsi penelitian serta sistematika penulisan tugas akhir.


(23)

Bab II, menggambarkan secara umum atribut perusahaan yang menjadi objek studi diantaranya sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab, tenaga kerja perusahaan, sistem pengupahan yang berlaku di perusahaan, proses produksi, bahan yang digunakan, jumlah dan spesifikasi produk, uraian proses produksi dan mesin serta peralatan yang digunakan.

Bab III, menampilkan literatur yang melandasi dan mendukung penelitian ini. Memberikan pemahaman singkat melalui penjelasan umum, uraian pengertian dan teori.

Bab IV, menguraikan langkah-langkah penelitian yang merupakan kerangka pemecahan masalah baik dalam mengumpulkan data ataupun dalam menganalisis data yang diperoleh.

Bab V, mengidentifikasi data hasil penelitian yang diperoleh dari perusahaan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pemecahan masalah. Pengolahan data terdiri dari pengolahan SNQ, penilaian postur kerja, uji kenormalan data antropometri, uji keseragaman data antropometri, uji kecukupan data antropometri dan pembuatan peta pekerja dan mesin usulan.

Bab VI, menganalisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah yang terdiri dari analisis tingkat keluhan muskuloskeletal, analisis postur kerja aktual, analisis kondisi fasilitas kerja aktual, perancangan fasilitas kerja usulan, analisis postur kerja pada fasilitas kerja usulan, membandingkan fasilitas kerja aktual


(24)

dengan fasilitas kerja usulan, pembuatan prosedur kerja usulan dan membandingkan prosedur kerja aktual dan prosedur kerja usulan.

Bab VII, memberikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat bagi perusahaan.


(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

UD. Tiga Bawang merupakan usaha pembuatan keripik ubi dengan merek Dora dikelola oleh Ibu Dewi Irawati yang juga merupakan pemilik usaha tersebut. Pada awalnya UD. Tiga Bawang berlokasi di jalan Pelajar Timur gang Melati No.16B Medan. Usaha ini kemudian pindah ke jalan Ujung Serdang Pasar III Kecamatan Tanjung Morawa karena masyarakat setempat tidak mengizinkan adanya industri di daerah pemukiman mereka.

Ibu Dewi memulai usaha ini secara kecil-kecilan dengan peralatan sederhana yang dikerjakan sendiri oleh Ibu Dewi untuk dijual ke warung di sekitar rumahnya. Keripik yang dijual pada saat itu belum mempunyai variasi rasa serta belum mencantumkan label pada kemasannya. Usaha ini mulai berkembang dengan meningkatnya permintaan. Pada tahun 2000 Ibu Dewi mendaftarkan usahanya dengan nama UD. Tiga Bawang dengan merek Dora. UD. Tiga Bawang setiap harinya mengolah enam ton ubi yang merupakan pesanan dari Siantar. Produksi akan bertambah jika ada pesanan dari daerah Medan dan sekitarnya.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

UD. Tiga Bawang merupakan home industry yang memproduksi keripik ubi dengan merek Dora dengan enam variasi rasa yaitu rasa asin, jagung bakar, balado, kari ayam, ayam bawang dan sapi panggang. Sistem produksi berdasarkan


(26)

make to order, yaitu memproduksi sesuai dengan pesanan pelanggan. Enam ton

ubi diolah setiap harinya untuk kemasan 24 gram dan langsung dikirim ke distributor di Siantar.

Bahan-bahan yang diperlukan seperti ubi kayu dan kayu bakar berasal dari Tanjung Morawa dan Siantar, bumbu serta kemasan dari Jakarta, bahan lainnya seperti minyak goreng dibeli di Medan. Tenaga kerja sebagian besar merupakan keluarga dari pemilik usaha ditambah masyarakat sekitar lokasi usaha.

2.3. Organisasi dan Manajemen

2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi adalah bagian yang menggambarkan hubungan kerjasama antara dua orang atau lebih dengan tugas yang saling berkaitan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu. Pendistribusian tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan satu sama lain dapat digambarkan pada suatu struktur organisasi, sehingga para pegawai dan karyawan mengetahui dengan jelas apa tugas yang harus dilakukan, dari siapa perintah diterima dan kepada siapa harus bertanggung jawab.

UD. Tiga Bawang memiliki struktur organisasi yang berbentuk lini. Bentuk lini atau hubungan garis ditunjukkan dengan hubungan pimpinan (pemilik usaha) kepada operator masing-masing stasiun kerja yang di bawahnya, mereka hanya bertanggung jawab kepada satu pemimpin. Struktur organisasi UD. Tiga Bawang dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(27)

Pimpinan (Pemilik Usaha) Bagian Pengupasan Bagian Transportasi Bagian Pembumbuan Bagian Pencucian Bagian Perajangan Bagian Pengemasan & Pengepakan Bagian Penggorengan Kasir

Gambar 2.1. Struktur Organisasi UD. Tiga Bawang

2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Jumlah tenaga kerja di UD. Tiga Bawang saat ini adalah 46 orang. Kategori tenaga kerja tersebut adalah:

a. Tenaga Kerja Tetap

Jumlah tenaga kerja tetap yaitu 36 orang dengan pembagian kerja seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja Tetap Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)

Pimpinan 1

Perajangan 3

Pencucian 3

Penggorengan 4

Perapian 1

Pembumbuan 2

Pengemasan 17

Transportasi 4

Kasir 1

Total 36

Sumber : hasil wawancara


(28)

Karyawan lepas ini bekerja selama waktu penyelesaian suatu pekerjaan sesuai dengan kontraknya. Jika pekerjaan ini sudah selesai maka ia tidak lagi bekerja di industri tersebut kecuali dengan kontrak baru. Jumlah tenaga kerja lepas adalah 10 orang yang semuanya tenaga kerja wanita dan bekerja di bagian pengupasan.

Hari kerja di UD. Tiga Bawang sebanyak enam hari kerja dari hari Senin sampai hari Sabtu. Jam kerja per hari dari pukul 07.00 WIB sampai 18.00 WIB dengan waktu istirahat selama satu jam yaitu dari pukul 12.00 WIB sampai 13.00 WIB. Jika ada penambahan pesanan maka akan diadakan jam lembur hingga pukul 20.00 WIB. Lembur juga dilaksanakan pada hari Minggu jika ada pesanan yang belum selesai dikerjakan.

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas

Upah karyawan dibayar dengan sistem mingguan berupa upah pokok dan dilakukan penambahan jika ada lembur. Karyawan diberikan fasilitas berupa penginapan jika rumah karyawan tersebut jauh dari lokasi pabrik dan makan 3 x sehari juga ditanggung oleh pemilik usaha.

2.4. Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu proses transformasi (mengalami perubahan bentuk secara fisik dan kimia) yang mengubah input yang berupa bahan baku, mesin, peralatan, modal, energi, tenaga kerja menjadi output sehingga memiliki nilai tambah.


(29)

UD. Tiga Bawang yang merupakan perusahaan pembuatan keripik menggunakan teknologi produksi yang manual dan semi otomatis yaitu selain menggunakan mesin juga masih menggunakan tenaga kerja sebagai operator maupun pekerjaan manual.

2.4.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam suatu proses produksi, dimana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan fisik maupun kimia yang langsung ikut di dalam proses produksi sampai dihasilkannya barang jadi.

Bahan baku yang digunakan adalah ubi kayu. Ubi kayu yang digunakan adalah yang telah berumur satu tahun dan memiliki bentuk yang lurus serta besarnya yang hampir seragam. Ubi kayu diperoleh dari Tanjung Morawa dan Siantar.

2.4.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam produksi sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas secara lebih baik. Bahan tambahan yang digunakan adalah bumbu dan kemasan. Kemasan dibedakan berdasarkan rasa dan berat produk.


(30)

2.4.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang dapat menunjang proses produksi yang tidak nampak pada produk akhir. Bahan penolong yang digunakan adalah minyak goreng, air untuk mencuci ubi dan kayu bakar.

2.4.4. Uraian Proses Produksi

Ubi kayu sebagai bahan baku utama pembuatan keripik melewati berbagai tahapan pengolahan (proses produksi) hingga menjadi produk keripik dengan berbagai rasa. Berikut ini adalah uraian proses produksi :

1. Pengupasan

Pengupasan adalah tahap paling awal dalam proses pembuatan keripik. Tujuan dari pengupasan ini adalah untuk membuang kedua ujung ubi kayu dan memisahkan umbi dari kulitnya. Proses ini dilakukan secara manual (menggunakan pisau).

2. Perajangan

Proses perajangan adalah proses pemotongan ubi yang telah dikupas dengan mesin perajang. Tujuan dari perajangan ini adalah untuk memotong ubi dengan bentuk dan ketebalan yang sama. Ubi yang telah dirajang selanjutnya dibawa ke bagian pencucian.

3. Pencucian

Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan ubi yang telah dirajang. Ubi direndam ke dalam sebuah bak yang berisi air kemudian ditiriskan, yaitu proses pengeringan ubi yang telah selesai dicuci sebelum tahap penggorengan.


(31)

4. Penggorengan

Setelah ubi kayu melalui tahap penirisan, maka tahap selanjutnya adalah penggorengan. Penggorengan dilakukan di dalam wadah yang terbuat dari logam (berbentuk segi empat) dan berisi minyak goreng panas. Setiap kali penggorengan, dimasukkan sekitar 2 keranjang ubi. Proses ini bertujuan untuk mematangkan ubi menjadi keripik. Setelah menjadi keripik hasil tersebut ditiriskan untuk mengurangi minyak dan menurunkan suhu.

5. Pembumbuan

Selanjutnya keripik dimasukkan ke dalam mesin pembumbuan. Tujuan dari proses ini adalah untuk memberikan bumbu pada keripik sesuai dengan rasa yang diinginkan sehingga bumbu tercampur secara merata pada keripik.

6. Pendinginan

Setelah itu keripik didinginkan dengan meletakkan di atas meja pendinginan agar suhunya normal ketika dikemas.

7. Pengemasan (pembungkusan)

Keripik selanjutnya dikemas dengan kemasan plastik berlabel sesuai dengan rasanya. Untuk kemasan ½ kg, proses pengemasannya adalah memasukkan keripik secara manual, ditimbang, dan disegel dengan alat segel. Sedangkan untuk kemasan 24 gram, proses pengemasannya dengan menggunakan mesin pengemas.

8. Pengepakan

Untuk keripik kemasan 24 gram, dilakukan lagi pengepakan ke dalam bentuk bal. Satu bal berisi 25 bungkus (5x5 bungkus) kemasan 24 gram.


(32)

Blok diagram proses pembuatan keripik dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Pengupasan

Pengepakan Pembumbuan

Pencucian Perajangan

Pengemasan Penggorengan

Pendinginan Air

Minyak goreng

Bumbu

Plastik kecil

Plastik besar

Gambar 2.2. Blok Diagram Proses Pembuatan Keripik

2.4.5. Mesin Produksi

Mesin yang digunakan di UD. Tiga Bawang untuk pembuatan keripik dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(33)

Tabel 2.2. Mesin Produksi

Nama Fungsi Spesifikasi Jumlah

Mesin Perajang

Memotong ubi yang telah dikupas dengan tebal yang sama

Daito Cooper, tipe YCL80B-4,

½ HP, 1400 rpm 3 unit

Mesin Mollen Meratakan bumbu yang

dicampurkan ke keripik

Daito Cooper, tipe YCL80B-4, 29 rpm, ukuran 1,2m x Ø75cm, kapasitas 6 kg ubi

2 unit

Mesin Pengemas Mengemas keripik ke dalam

kemasan kecil (24 gram)

Jumbo packer, tipe JD 657,

kapasitas 75 bungkus per menit 3 unit

Air Blower

Meniupkan angin ke kayu yang dibakar pada tungku pembakaran

Fuli Electrical, tipe T-CZR, output 0,6m3/menit, tekanan 135 Pa

4 unit

Timbangan

Menimbang berat bahan baku (ubi kayu) yang masuk dari

supplier

Merek Lucky, kapasitas 50 kg 1 unit

Pisau Pengupas Ubi

Memotong dan mengupas ubi

kayu Pisau ukuran 15 cm 7 unit

Kereta Sorong

Mengangkut ubi kayu yang telah dikupas dari bagian pengupasan ke bagian perajangan

Ukuran 45cm x 122 cm 1 unit

Keranjang Kecil

Tempat penampungan ubi yang telah dirajang dan untuk meniriskan ubi yang telah dicuci

Ø30cm 140 unit

Bak Pencucian Tempat mencuci ubi yang

telah dirajang Ukuran 1m x 1,2m x 40cm 1 unit

Tempat Penggorengan

Tempat menggoreng ubi yang

telah dicuci Ukuran 1,4m x 1,5m x 45cm 4 unit

Sendok Penggorengan Besar

Alat pengaduk pada saat

melakukan penggorengan Panjang 2 m, Ø50cm 4 unit

Sendok Penggorengan Kecil

Mengangkat serpihan-serpihan kecil keripik dalam minyak

Panjang 2 m, Ø30cm 2 unit

Keranjang Besar Meniriskan keripik yang telah

digoreng Ø45cm 14 unit

Baskom Besar

Tempat penampungan keripik yang telah digoreng dan menampung minyak yang menetes saat ditiriskan


(34)

Tabel 2.2. Mesin Produksi (Lanjutan)

Nama Fungsi Spesifikasi Jumlah

Tong Besar Tempat penampungan keripik

yang telah dibumbui Tinggi 64cm, Ø22cm 6 unit

Trolley

Mengangkut bahan-bahan yang diperlukan oleh setiap stasiun kerja

Ukuran 50cm x 30 cm x 50 cm 2 unit

Meja

Pendinginan

Tempat penumpukan sementara untuk mendinginkan keripik yang telah digoreng

Ukuran 2m x 5m 1 unit

Timbangan kecil

Menimbang berat pada saat mengemas kemasan ukuran ½ kg

Merek Thang Long, kapasitas

10kg 1 unit


(35)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi

3.1.1. Defenisi Ergonomi

Istilah “Ergonomi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Ergon (kerja) dan

Nomos (hukum), sehingga ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang

aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan juga dengan optimisasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan dimana saja manusia berada1

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :

. Ergonomi merupakan studi tentang manusia, fasilitas kerja dan lingkungan yang saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusia.

3.1.2. Tujuan Ergonomi

2

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental dan mengupayakan kepuasan kerja.

1

Eko Nurmianto, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, edisi kedua, Guna Widya, Surabaya, 2004, p.1

2

Tarwaka.dkk, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta, 2004, p.7


(36)

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama waktu produktif maupun setelah tidak produktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,

antropologis dan budaya dari sistem kerja, sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

3.1.3. Tipe-tipe Masalah Ergonomi 3

a. Anthropometric

Masalah ergonomi dapat dikategorikan ke dalam bermacam-macam grup yang berbeda, bergantung kepada wilayah spesifik dari efek tubuh seperti :

Antropometri berhubungan dengan dimensi antara ruang geometri fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan pengukuran dari dimensi tubuh secara linier, termasuk berat dan volume, jarak jangkauan, tinggi mata saat duduk, dan lain-lain. Masalah antropometri merupakan ketidaksesuaian antara dimensi terhadap desain ruang dan sarana kerja. Pemecahan masalah ini dengan memodifikasi desain dan menyesuaikan kenyamanan.

b. Cognitive

Masalah cognitive muncul ketika beban kerja berlebih atau berada di bawah kebutuhan proses. Keduanya dalam jangka waktu panjang maupun dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan ketegangan. Pada sisi lain fungsi ini tidak sepenuhnya berguna untuk pemeliharaan tingkat optimum. Pemecahan

3


(37)

masalah ini dengan melengkapkan fungsi manusia dengan fungsi mesin untuk meningkatkan performansi.

c. Musculoskeletal

Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif. Pemecahan masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja atau mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai dengan batas kemampuan manusia.

d. Cardiovaskular

Masalah ini diakibatkan oleh ketegangan sistem sirkulasi, termasuk jantung. Jantung memompa lebih banyak darah ke otot untuk memenuhi tingginya permintaan oksigen. Pemecahan masalah ini dengan mendesain kembali pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan rotasi pekerjaan.

e. Psychomotor

Permasalahan dalam hal ini adalah ketegangan pada sistem psychomotor. Pemecahannya adalah dengan menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk disesuaikan dengan kemampuan manusia dan menyediakan bantuan performansi pekerjaan.

3.1.4. Aplikasi Ergonomi untuk Perancangan Tempat Kerja

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), control and display, dan lain-lain.


(38)

Ergonomi dapat berperan sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain.

Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia dan desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (Visual Display Unit Station). Hal tersebut untuk mengurangi ketidaknyamanan visual, postur kerja, serta desain suatu perkakas kerja untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen dan sistem pengendalian untuk mendapatkan optimasi dalam proses transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimumkan resiko kesalahan serta upaya untuk mendapatkan optimasi, efisiensi kerja dan hilangnya resiko kesehatan akibat metode kerja yang kurang tepat.

Ilmu ergonomi dalam penerapannya perlu informasi yang lengkap mengenai kemampuan manusia dengan segala keterbatasannya. Manusia tidak cukup mempelajarinya dari satu segi ilmu saja, tetapi diperlukan berbagai disiplin ilmu antara lain psikologi, antropologi, faal kerja, biologi, sosiologi, perencanaan kerja, fisika, dan lain-lain. Disiplin ilmu tersebut berfungsi sebagai pemberi informasi dan para ahli teknis bertugas untuk meramu masing-masing informasi sebagai pengetahuan untuk merancang fasilitas sehingga fasilitas tersebut


(39)

mencapai kegunaan yang optimal. Usaha yang dapat ditempuh untuk memperoleh informasi tersebut adalah4

a. Penyelidikan tentang display :

Display adalah bagian dari lingkungan yang mengkomunikasikan keadaannya langsung kepada manusia dalam bentuk lambang atau tanda. Persoalan yang sering terjadi adalah display yang tidak mengkomunikasikan keadaan secara langsung dan oleh karena itu kita perlu memikirkan bagaimana merancang suatu alat yang bisa menerjemahkan informasi sehingga mudah dimengerti manusia. Display harus dirancang dengan baik agar dapat menjalankan fungsinya untuk menyajikan informasi yang diperlukan manusia dalam melaksanakan pekerjaannya. Perancangan display yang baik adalah apabila

display tersebut dapat menyampaikan informasi selengkap mungkin tanpa

menimbulkan banyak kesalahan dari manusia yang menerimanya.

b. Penyelidikan Mengenai Hasil Kerja Manusia dan Proses Pengendaliannya

Dalam hal ini dilakukan penyelidikan tentang aktivitas manusia pada saat bekerja dan kemudian mempelajari cara mengukur setiap aktivitas tersebut. Penyelidikan ini banyak berhubungan dengan biomekanika. Hal ini mencakup pengukuran kekuatan/daya tahan fisik manusia ketika bekerja dan mempelajari bagaimana cara bekerja sehingga peralatan harus dirancang agar sesuai dengan kemampuan fisik manusia ketika melakukan aktivitas tersebut. Pengukuran kekuatan fisik manusia dalam hal ini adalah mengukur berapa besarnya tenaga yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk melaksanakan

4

Sutalaksana, dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Tata Cara Kerja dan Ergonomi Departemen Teknik Industri, ITB, 1979, p.64


(40)

pekerjaannya. Secara umum kriteria pengukuran aktivitas dapat dibagi dalam dua kelas, yaitu:

1. Kriteria Fisiologi

Kriteria ini merupakan kegiatan manusia yang ditentukan berdasarkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Usaha untuk menentukan besarnya tenaga yang akurat berdasarkan kriteria ini agak sulit karena perubahan fisik dari keadaan normal menjadi keadaan fisik yang aktif akan melibatkan beberapa fungsi fisiologis, seperti tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang digunakan, jumlah karbondioksida yang dihasilkan, temperatur badan dan sebagainya.

2. Kriteria Operasional

Kriteria ini melibatkan teknik untuk mengukur atau menggambarkan hasil yang bisa dilakukan tubuh atau anggota tubuh pada saat melaksanakan gerakan. Secara umum gerakan yang dapat dilakukan tubuh atau anggota tubuh dapat dibagi dalam bentuk range (rentang) gerakan, pengukuran aktivitas berdasarkan kekuatan, ketahanan, kecepatan dan ketelitian.

c. Penyelidikan Mengenai Tempat Kerja.

Ukuran tempat kerja harus sesuai dengan ukuran dimensi tubuh manusia. Hal ini dipelajari di antropometri. Data hasil pengukuran (data antropometri) dijadikan sebagai data untuk perancangan peralatan.

d. Penyelidikan Mengenai Lingkungan Fisik.

Lingkungan fisik meliputi ruangan dan fasilitas yang digunakan manusia serta kondisi lingkungan kerja yang keduanya banyak mempengaruhi tingkah


(41)

laku manusia. Pendekatan khusus yang ada dalam disiplin ergonomi adalah aplikasi yang sistematis dari segala informasi relevan yang berkaitan dengan karakteristik dari prilaku manusia dalam perancangan peralatan, fasilitas dan lingkungan kerja yang dipakai. Untuk analisa dan penelitian maka ergonomi akan meliputi hal yang berkaitan dengan :

1. Anatomi (struktur), fisiologi, dan antropometri tubuh manusia.

2. Psikologi yang fisiologis mengenai berfungsinya otak dan sistem syaraf

yang berperan dalam tingkah laku manusia.

3. Kondisi kerja yang dapat mencederai baik dalam waktu yang pendek

maupun panjang, atau membuat celaka manusia sehingga diperlukan desain kondisi kerja yang dapat membuat nyaman manusia dalam bekerja.

3.1.4.1. Desain Stasiun Kerja untuk Sikap Kerja Duduk

Posisi tubuh saat bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tubuh. Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain:5 1. Mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari dua jam. 2. Mempunyai derajat stabilitas tubuh yang tinggi.

3. Operator memerlukan sedikit istirahat dan lebih produktif.

Posisi duduk mempunyai keuntungan maupun kerugian. Sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh

5

Tarwaka.dkk, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta, 2004, p.23


(42)

buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan jenis pekerjaan apa saja yang paling baik untuk posisi duduk yaitu sebagai berikut :

1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki. 2. Memerlukan ketelitian pada tangan.

3. Tidak memerlukan tenaga dorong yang besar.

4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih

dari 15 cm dari landasan kerja.

5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi. 6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama.

7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan

posisi duduk.

Salah satu pertimbangan dasar dalam perancangan tempat duduk adalah tinggi permukaan bagian atas dari landasan tempat duduk diukur dari permukaan lantai. Jika suatu landasan tempat duduk terlalu tinggi letaknya, bagian bawah paha akan tertekan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan gangguan peredaran darah. Landasan tempat duduk yang tidak memungkinkan telapak kaki untuk menapak pada permukaan lantai menyebabkan stabilitas tubuh akan melemah, sebaliknya jika letak suatu landasan tempat duduk terlalu rendah, kaki akan memanjang dan posisinya maju ke depan. Pada posisi demikian kaki akan meniadakan stabilitas tubuh.

Secara antropometrik, tinggi lipatan dalam lutut (jarak diukur secara vertikal dari permukaan lantai hingga bagian bawah paha tepat di bagian belakang lutut) harus menjadi ukuran pada data yang digunakan untuk menentukan tinggi


(43)

landasan tempat duduk. Rentang data yang terkecil misalkan data persentil 5 merupakan pedoman yang tepat karena data ini mencakup bagian populasi yang berukuran tubuh paling kecil.

Pertimbangan lainnya dalam perancangan tempat duduk adalah kedalaman landasan tempat duduk (jarak yang diukur dari bagian depan hingga belakang sebuah tempat duduk). Apabila kedalaman landasan tempat duduk terlalu sempit, dapat menyebabkan posisi tidak stabil karena berkurangnya penopang pada bagian bawah paha. Secara antropometrik, jarak dari pantat ke lipatan dalam lutut (jarak horizontal dari permukaan paling belakang pantat hingga bagian belakang dari kaki bagian bawah) merupakan pedoman penentuan kedalaman tempat duduk yang tepat.

Tempat duduk dengan alas yang keras dan datar tidak akan nyaman digunakan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengatasi masalah ini salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pemberian bantalan pada dasarnya. Tujuan pemberian bantalan ini dapat juga sebagai upaya penyebaran tekanan. Tetapi jika peracangan bantalan tidak tepat, tegangan tekanan yang dihasilkan akan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Rekomendasi yang dapat dijadikan pedoman dalam perancangan bantalan adalah :6

- Untuk busa bantalan medium, ketebalan bantalan 1,5 inci atau 3,8 cm.

- Untuk busa bantalan yang rapat, ketebalan bantalan 0,5 inci atau 1,3 cm.

Tempat duduk yang dipakai harus memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan posisi. Ukuran tempat duduk disesuaikan dengan antropometri

6

J.Panero dan M.Zelnik. Human Dimension & Interior Space. New York: Watson-Guptill. 2003 .p.51-64


(44)

pemakainya. Fleksi lutut membentuk sudut 900 dengan telapak kaki bertumpu pada lantai atau injakan kaki. Tulang belakang akan membungkuk ke depan jika landasan kerja terlalu rendah dan bahu akan terangkat pada posisi rileks jika landasan kerja terlalu tinggi. Prinsip untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk, yaitu :7

1. Jika memungkinkan sediakan meja yang dapat diatur turun dan naik.

2. Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks

dari bahu dan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun.

3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang

berlebihan.

3.1.5. Sistem Manusia-Mesin

Sistem manusia-mesin adalah kombinasi antara satu atau beberapa manusia dengan satu atau beberapa mesin yang saling berinteraksi untuk

menghasilkan keluaran berdasarkan masukan yang diperoleh.8

7

Sanders dan Mc.Cormick. Human Factor in Engineering and Design, Mc.Graw-Hill, New York, 1987.p.344

8

Sutalaksana, dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Tata Cara Kerja dan Ergonomi

Mesin adalah mencakup semua objek fisik seperti peralatan, perlengkapan, fasilitas dan benda yang digunakan manusia dalam melaksanakan kegiatannya, sehingga dengan mempelajari manusia sebagai salah satu komponen sistem manusia-mesin, diharapkan dapat meletakkan fungsi manusia dengan segala kemampuan dan keterbatasannya untuk merancang sistem manusia-mesin yang terdiri dari


(45)

manusia, peralatan dan lingkungan kerja sedemikian rupa sehinga memberikan hasil akhir yang optimal.

Dalam sistem manusia mesin dikenal tiga macam hubungan, yaitu :9

1. Sistem Manusia Mesin Manual (Manual Man-Machine System)

Dalam system ini input akan langsung ditransformasikan oleh manusia menjadi output. Manusia memegang kendali secara penuh dalam melaksanakan aktivitasnya. Peralatan kerja yang ada hanya sekedar menambah kemampuan atau kapabilitas dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

2. Sistem Manusia Mesin Semi Otomatis (Semi Automatic Man-Machine

System)

Terdapat mekanisme khusus yang akan mengolah input atau informasi dari luar sebelum masuk ke dalam sistem kerja manusia, demikian pula reaksi yang berasal dari sistem ini akan diolah atau dikontrol terlebih dahulu melewati suatu mekanisme tertentu sebelum suatu output berhasil diproses. Pada sistem ini mesin akan memberikan power (tenaga) dan manusia akan melaksanakan fungsi control.

3. Sistem Manusia Mesin Otomatis (Automatic Man-Machine System)

Sistem berlangsung secara otomatis, mesin akan melaksanakan dua fungsi sekaligus yaitu menerima ransangan dari luar (sensing) dan pengendali aktivitas seperti umumnya dijumpai pada prosedur kerja yang normal. Fungsi operator hanyalah memonitor dan menjaga agar mesin tetap bekerja dengan

9

Sritomo Wignjosoebroto. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya, 1995.p.35-40.


(46)

baik serta memasukkan data atau mengganti dengan program-program baru apabila diperlukan.

Merancang sistem manusia mesin yang efektif dan efisien perlu dipahami keunggulan masing-masing serta memanfaatkan keunggulan tersebut secara optimum. Kegiatan yang merupakan keunggulan manusia dan kegiatan yang merupakan keunggulan mesin adalah: 10

1. Keunggulan Manusia

- Mengindra stimulus yang sangat rendah seperti bunyi, cahaya, rasa, dan

lain-lain.

- Mendeteksi pola stimulus yang kompleks yang bervariasi dengan situasi.

- Mengindra kejadian yang tidak umum dalam lingkungannya.

- Menyimpan informasi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama

dalam ingatan.

- Mengeluarkan informasi dari ingatan dalam frekuensi yang cukup tinggi.

- Mengambil manfaat/pelajaran dari berbagai pengalaman masa lalu.

- Menggunakan prinsip untuk memecahkan problema yang bervariasi.

- Membuat estimasi dan evaluasi subjektif.

- Mengembangkan penyelesaian masalah secara menyeluruh.

- Mengonsentrasikan diri pada kegiatan terpenting jika mengalami situasi

padat.

- Mengadaptasikan diri terhadap variasi dalam lingkungan operasional.

10


(47)

2. Keunggulan Mesin

- Mengindra stimulus yang berada di luar kepekaan normal manusia.

- Memonitor kejadian yang telah terspesifikasi.

- Menyimpan informasi yang telah terkode dengan kecepatan tinggi.

- Mengeluarkan informasi yang telah terkode secara cepat dan akurat

melalui instruksi yang spesifik.

- Mengolah informasi yang kuantitatif berdasarkan program tertentu. - Merespon secara cepat dan konsisten terhadap signal input.

- Melakukan kegiatan berulang-ulang secara handal.

- Memelihara kinerja yang relatif stabil dalam periode kerja yang relatif

panjang.

- Menghitung jumlah dengan kecepatan sangat tinggi.

- Melakukan operasi secara efisien pada kondisi beban yang tinggi.

3.1.6. Pengembangan Metode untuk Mengefektifkan dan Mengefisienkan Kerja

Analisa metode (Methods Analysis) adalah kegiatan pencatatan secara sistematis dan pemeriksaan dengan seksama mengenai cara yang berlaku atau diusulkan untuk melaksanakan kerja. Hal ini dimaksudkan untuk mempelajari prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengaturan kerja yang optimal dalam suatu sistem kerja. Sistem kerja merupakan komponen kerja seperti manusia, mesin, material serta lingkungan fisik berinteraksi dengan aturan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.


(48)

Terdapat 4 macam komponen sistem kerja yang harus dipelajari untuk memperoleh metode kerja yang sebaik-baiknya, yaitu :

1. Komponen Material

Material meliputi bahan baku, komponen, produk jadi, limbah, dan sebagainya. Hal yang perlu diperhatikan adalah cara menempatkan material, jenis material yang mudah diproses, dan sebagainya.

2. Komponen Manusia

Hal yang perlu diperhatikan adalah posisi orang pada saat bekerja sehingga memberikan gerakan yang efektif dan efisien.

3. Komponen Mesin

Desain dari mesin merupakan faktor utama yang harus disesuaikan dengan prinsip ergonomi.

4. Komponen Lingkungan Kerja Fisik

Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah kondisi lingkungan fisik aman dan nyaman.

Dalam menganalisa dan mengevaluasi metode kerja untuk memperoleh metode kerja yang lebih efisien, perlu dipertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi gerakan (The Principles of Motion Economy). Berikut ini diuraikan aplikasi prinsip ekonomi gerakan :11

11

Sritomo Wignjosoebroto. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya,1995. p.100-104.


(49)

a) Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Penggunaan Anggota Tubuh Manusia

- Manusia memiliki kondisi fisik dan struktur tubuh yang memberi

keterbatasan dalam melaksanakan gerakan kerja.

- Apabila memungkinkan kedua tangan harus memulai dan menyelesaikan

gerakan dalam waktu yang bersamaan.

- Kedua tangan jangan menganggur pada waktu bersamaan kecuali sewaktu

istirahat.

- Gerakan tangan harus simetris dan berlawanan arah

- Untuk menyelesaikan pekerjaan hanya bagian tubuh yang memang

diperlukan saja yang bekerja agar tidak terjadi penghamburan tenaga dan kelelahan yang tidak perlu.

- Hindari gerakan yang patah-patah karena akan cepat menimbulkan

kelelahan.

- Pekerjaan harus diatur sehingga gerak mata terbatas pada bidang yang

menyenangkan tanpa perlu sering merubah fokus.

b) Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Tempat Kerja

- Tempat tertentu yang tidak sering dipindahkan harus disediakan untuk

semua alat dan bahan sehingga dapat menimbulkan kebiasaan tetap (gerak rutin).

- Letakkan bahan dan peralatan kerja pada jarak yang dapat dengan mudah


(50)

- Tata letak bahan dan peralatan kerja diatur sehingga memungkinkan ururtan gerakan yang baik.

- Tinggi tempat kerja atau mesin harus disesuaikan dengan ukuran tubuh

manusia sehingga pekerja dapat mengerjakan pekerjaan dengan mudah dan nyaman. Prinsip antropometri diperlukan untuk merancang fasilitas kerja tersebut.

- Kondisi ruangan pekerja seperti penerangan, temperature, kebersihan,

ventilasi udara dan sebagainya yang berkaitan dengan persyaratan ergonomis harus diperhatikan sehingga dapat diperoleh area kerja yang lebih baik.

c) Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Desain Peralatan Kerja

- Kurangi sebanyak mungkin pekerjaan tubuh (manual) apabila hal tersebut

dapat dilaksanakan dengan peralatan kerja.

- Usahakan menggunakan peralatan kerja yang dapat melaksanakan

berbagai macam pekerjaan sekaligus, baik yang sejenis maupun yang berlainan.

- Siapkan dan letakkan semua peralatan kerja pada posisi tepat untuk

memudahkan pemakaian dan pengambilan pada saat diperlukan tanpa harus bersusah payah mencari-cari.

Prinsip ekonomi gerakan ini dapat digunakan untuk menganalisa gerakan kerja setempat yang terjadi dalam suatu stasiun kerja dan dapat juga untuk kegiatan kerja yang berlangsung secara menyeluruh antar stasiun kerja.


(51)

3.1.7. Peta Kerja

3.1.7.1. Definisi Peta Kerja

Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Dengan menggunakan peta kerja dapat dilihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh benda kerja mulai dari masuk ke pabrik yang berbentuk bahan baku, kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya seperti transportasi, operasi, pemeriksaan dan perakitan, sampai menjadi produk, baik produk jadi atau produk setengah jadi. Dengan menggunakan peta kerja maka usaha memperbaiki metode kerja dari suatu proses produksi akan lebih mudah dilaksanakan. Peta kerja merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga akan mudah untuk menganalisa dan memperbaiki kesalahan, dan akan sangat bermanfaat dalam perencanaan sistem kerja. Perbaikan yang mungkin dilakukan antara lain :

- Menghilangkan operasi yang tidak perlu.

- Menggabungkan suatu operasi dengan operasi lainnya.

- Menemukan urutan kerja/proses produksi yang lebih baik.

- Menentukan mesin yang lebih ekonomis.

- Menghilangkan waktu menunggu antar operasi.

Pada dasarnya semua perbaikan tersebut ditujukan untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan, jadi peta ini merupakan alat yang baik untuk menganalisis suatu pekerjaan sehingga mempermudah perencanaan perbaikan.


(52)

3.1.7.2. Jenis-jenis Peta Kerja

Berdasarkan kegiatannya peta kerja dibagi atas dua kelompok besar, yaitu: 1. Peta kerja untuk menganalisis kegiatan kerja keseluruhan.

Yang termasuk peta kerja keseluruhan yaitu : a. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart) b. Peta Aliran Proses (Flow Process Chart)

c. Peta Proses Perakitan (Assembly Process Chart)

d. Peta Proses Kelompok Kerja (Gang Process Chart)

e. Diagram Aliran (Flow Diagram)

2. Peta-peta kerja untuk menganalisis kegiatan kerja setempat. Yang termasuk peta kerja setempat yaitu :

a. Peta Pekerja dan Mesin (Man-Machine Chart)

b. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan kerja setempat apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas. Hubungan antara kedua macam kegiatan adalah untuk menyelesaikan suatu produk diperlukan beberapa stasiun kerja, di mana satu sama lainnya saling berhubungan dan kelancaran proses produksi secara keseluruhan tergantung pada kelancaran setiap stasiun kerja.


(53)

3.1.7.3. Peta Pekerja dan Mesin (Man-Machine Chart)

Peta pekerjaan dan mesin merupakan suatu grafik yang menggambarkan koordinasi antara waktu bekerja dan waktu menganggur dari kombinasi antara pekerja dan mesin. Dengan demikian peta ini merupakan alat yang baik digunakan untuk mengurangi waktu menganggur. Kegunaan peta pekerja dan mesin antara lain berupa informasi yang paling penting diperoleh melalui peta pekerja dan mesin yaitu hubungan yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang ditanganinya. Dengan informasi ini, kita mempunyai data yang baik untuk melakukan penyelidikan, penganalisaan, dan perbaikan terhadap suatu sistem kerja.

Dalam beberapa hal, hubungan antara operator dengan mesin sering bekerja secara bergantian, yaitu sementara mesin menganggur, operator bekerja atau sebaliknya. Waktu menganggur adalah suatu kerugian, sehingga harus dihilangkan atau setidaknya diminimumkan, tetapi harus masih berada dalam batas-batas kemampuan manusia dan mesinnya.

3.1.7.4. Kegunaan Peta Pekerja dan Mesin

Informasi paling penting yang diperoleh melalui peta pekerja-mesin ialah hubungan yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang ditanganinya. Dengan informasi ini dapat diambil data yang memadai untuk melakukan penyelidikan, penganalisaan, dan perbaikan suatu kegiatan kerja, sehingga efektifitas penggunaan pekerja dan mesin dapat ditingkatkan serta keseimbangan kerja antara pekerja dan mesin dapat lebih diperbaiki.


(54)

Peningkatan efektifitas penggunaan dan perbaikan keseimbangan kerja tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan cara :

1. Merubah Tata Letak Tempat Kerja

Tata letak tempat kerja merupakan salah satu factor yang menentukan lamanya waktu penyelesaian suatu pekerjaan. Penataan kembali suatu tata letak tempat kerja diharapkan dapat menempatkan elemen sistem kerja pada tempat yang tepat sehingga benar-benar dapat menghemat waktu penyelesaian.

2. Mengatur Kembali Gerakan-gerakan Kerja.

Gerakan kerja merupakan faktor yang menentukan waktu penyelesaian suatu pekerjaan. Penataan kembali gerakan-gerakan yang dilakukan pekerja akan sangat membantu meningkatkan efektivitas kerja dan mempengaruhi efisiensi penggunaan tenaga.

3. Merancang Kembali Mesin dan Peralataan

Keadaan mesin dan peralatan seringkali perlu dirancang kembali untuk meningkatkan efektivitas pekerja dan mesin. Misalnya untuk mengurangi waktu mengangkut dan sekaligus menghemat tenaga pekerja, maka pekerjaan memindahkan barang terutama barang berat yang tadinya menggunakan gerobak dorong dapat menggunakan alat peluncur atau yang bertenaga motor. Dengan demikian selain diperoleh keuntungan seperti di atas, kapasitas pemindahan dapat jauh lebih besar.


(55)

4. Menambah Pekerjaan bagi Sebuah Mesin atau sebaliknya, Menambah Mesin bagi Seorang Pekerja.

Apabila ditemukan bahwa efektivitas pekerja yang menangani sebuah atau beberapa mesin itu rendah, seperti pekerja banyak menganggur, sementara di tempat lain banyak terdapat mesin yang menganggur, maka penambahan tugas bagi pekerja tersebut mungkin dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Sebaliknya jika terdapat pekerja yang terlampau sibuk dalam menangni tugasnya sehingga tidak memungkinkan baginya untuk dapat melepas lelah dan melakukan kepentingan pribadi lainnya, tentu hal ini pun akan merugikan, baik bagi perusahaan atau pekerja itu sendiri. Pekerja akan cenderung lebih banyak melakukan kesalahan, sehingga ini mungkin saja dapat mengakibatkan kerusakan pada mesin atau menurunkan kualitas produksi. Dampak negatif yag dialami pekerja, terutama yang dirasakan dalam jangka panjang akan mengakibatkan menurunnya kondisi tubuh pekerja tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan pekerja sehingga keseimbangan antara pekerja dan mesin dapat diperoleh.

3.1.7.5. Prinsip-prinsip Pembuatan Peta Pekerja dan Mesin

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat peta pekerja dan mesin, yaitu

1. Nyatakan identifikasi peta yang dibuat.

Biasanya dibagian paling atas kertas dinyatakan “ PETA PEKERJA DAN MESIN “ sebagai kepalanya, kemudian diikuti oleh informasi-informasi yang


(56)

melengkapi, meliputi : nomor peta, nama pekerja yang dipetakan, metoda sekarang atau usulan, tanggal dipetakan, dan nama orang yang membuat peta tersebut.

2. Uraikan semua elemen pekerjaan yang terjadi.

Tiga jenis kolom (bar) digunakan untuk melambangkan elemen-elemen yang bersangkutan. Kolom tersebut dibuat memanjang dari atas hingga ke bawah dengan panjang masing-masing sebanding dengan lamanya waktu pelaksanaan elemen pekerjaan tersebut.

3. Buatlah kesimpulan dalam bentuk ringkasan yang memuat waktu menganggur

dan waktu kerja, sehingga dapat diketahui penggunaan waktu dari pekerja atau mesin tersebut. Satuan waktu biasanya digunakan dalam detik. Lambang yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Peta pekerja dan mesin ini, seperti peta-peta lainnya mempunyai fungsi khusus, sehingga penganalisis harus dapat memilih mana diantara peta kerja tersebut yang paling cocok untuk pekerjaan yang akan dianalisis. Peta pekerja dan mesin dapat digunakan hanya jika terdapat hubungan kerja sama antara mesin atau fasilitas kerja dengan pekerja/operator. Dari peta ini dapat dihitung waktu menganggur dari pekerja dan mesin serta menentukan jumlah mesin yang dapat ditangani oleh seorang pekerja.


(57)

Tabel 3.1. Lambang Peta Pekerja dan Mesin

No. Lambang Fungsi Keterangan

1. Menunjukkan waktu

menganggur

Digunakan untuk menyatakan pekerja atau mesin yang sedang menganggur atau salah satu sedang menunggu yang lain

2. Menunjukkan kerja

independen

Jika ditinjau dari pekerjanya, keadaan ini menunjukkan seorang pekerja yang sedang bekerja dan independen dengan mesin dan pekerja lainnya, sebaliknya jika ditinjau dari pihak mesin, mesin sedang beroperasi tanpa bantuan pekerja.

3. Menunjukkan kerja

kombinasi

Jika ditinjau dari pihak pekerja, lambang ini digunakan apabila diantara operator dan mesin atau dengan operator lainnya sedang bekerja secara bersama-sama. Jika ditinjau dari pihak mesin, mesin tersebut memerlukan pelayanan dari operator.


(58)

3.1.8. Keluhan Muskuloskeletal 12

1. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai pada yang sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini disebut juga musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

2. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.

Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih berlanjut.

Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi oleh beberapa penyebab, diantaranya adalah :

1. Peregangan otot yang berlebihan.

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat.

12


(59)

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekana akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah.

Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal. 4. Faktor penyebab skunder.

Faktor skunder yang juga berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal adalah tekanan, getaran dan mikroklimat.

5. Penyebab kombinasi

Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas mengangkat beban di bawah tekanan panas matahari.

Langkah-langkah untuk mengatasi keluhan muskuloskeletal sebagai berikut:

1. Rekayasa Teknik

Rekayasa teknik dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai berikut :


(60)

- Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang dapat dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan menggunakan peralatan yang ada.

- Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang

aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan

- Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja,

contonya memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja lainnya.

- Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko

sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.

2. Rekayasa Manajemen

Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan sebagai berikut :

- Pendidikan dan pelatihan

Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan lebih inovatif dalam upaya pencegahan resiko sakit akibat kerja.

- Pengaturan waktu kerja istirahat yang seimbang

Menyesuaikan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.


(61)

- Pengawasan yang intensif

Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya resiko sakit akibat kerja.

3.1.8.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Ada beberapa cara dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Salah satunya adalah melalui Standard Nordic Questionnaire (SNQ). Melalui kuesioner ini dapat diketahui bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari Tidak Sakit (TS), Agak Sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1. maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.


(62)

(Sumber : Gempur Santoso, Ergonomi : Manusia, Peralatan dan Lingkungan)

Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire 3.1.9. Antropometri

Istilah Antropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Antropometri dapat diartikan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia13

. Manusia pada umumnya NO JENIS KELUHAN TINGKAT KELUHAN

Tida k Sakit

Agak Sakit

Sakit Sangat Sakit

0 Sakit kaku di leher bagian atas

1 Sakit kaku di leher bagian bawah

2 Sakit di bahu kiri

3 Sakit di bahu kanan

4 Sakit lengan atas kiri

5 Sakit di punggung

6 Sakit lengan atas kanan

7 Sakit pada pinggang

8 Sakit pada bokong

9 Sakit pada pantat

10 Sakit pada siku kiri

11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri

13 Sakit pada lengan bawah kanan

14 Sakit pada pergelangan tangan

kiri

15 Sakit pada pergelangan tangan

kanan

16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan

18 Sakit pada paha kiri

19 Sakit pada paha kanan

20 Sakit pada lutut kiri

21 Sakit pada lutut kanan

22 Sakit pada betis kiri

23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri

25 Sakit pada pergelangan kaki

kanan

26 Sakit pada kaki kiri


(63)

memiliki bentuk, ukuran, berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan lainnya. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :

- Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain)

- Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas, dan sebagainya. - Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan

lain-lain.

- Perancangan lingkungan kerja fisik.

Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range ukuran tubuh dari populasi yang akan memakainya. Kemampuan penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan satu prasyarat yang sangat penting dalam proses perancangan, terutama untuk produk yang berorientasi ekspor.

Beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia dan seorang perancang produk harus memperhatikan faktor tersebut, yaitu :

a) Umur

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar dengan bertambahnya umur sejak awal kelahiran sampai dengan umur sekitar 20 tahunan.

b) Jenis kelamin (Sex)

Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuh wanita, kecuali untuk beberapa ukuran tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.


(64)

c) Suku/bangsa (Ethnic)

Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karekteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.

d) Posisi tubuh (Posture)

Posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran karena berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Pengukuran posisi tubuh dapat dilakukan dengan dua cara pengukuran yaitu:

- Pengukuran dimensi struktur tubuh (Structural Body Dimension).

Posisi tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak. Istilah lain dari pengukuran tubuh dengan cara ini dikenal dengan “Static

Anthropometry”. Ukuran diambil dengan persentil tertentu seperti 5-th,

50-th dan 95-th.

- Pengukuran dimensi fungsional tubuh (Functional Body Dimensions).

Disini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat melakukan gerakan tertentu. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya berkaitan erat dengan gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Cara pengukuran semacam ini juga biasa disebut dengan “Dynamic Anthropometry”.

e) Cacat tubuh

Data antropometri diperlukan untuk perancangan produk bagi orang cacat seperti kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain.


(65)

f) Tebal/tipisnya pakaian yang dipakai

Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variansi yang berbeda pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orangpun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

g) Kehamilan (Pregnancy)

Kondisi ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus bagi perempuan). Hal tersebut jelas membutuhkan perhatian khusus terhadap produk yang dirancang bagi segmentasi ini.

Agar rancangan suatu produk dapat sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip penggunaan data antropometri harus sesuai. Prinsip tersebut adalah :14

1. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individu Dengan Ukuran Yang Ekstrim.

Rancangan produk dibuat agar dapat memenuhi dua sasaran produk, yaitu:

a. Dapat sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi

ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-rata.

b. Dapat digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari

populasi yang ada).

Ukuran yang diaplikasikan agar memenuhi sasaran pokok tersebut yaitu :

- Dimensi minimum yang ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya

didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th, atau 99-th.

14

Sutalaksana, dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Tata Cara Kerja dan Ergonomi Departemen Teknik Industri, ITB, 1979. p.78


(66)

Contoh kasus ini dapat dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat, dan lain-lain.

- Dimensi maksimum yang ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang

terendah, seperti 1-th, 5-th, atau 10-th dari distribusi data antropometri yang ada. Contohnya penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

2. Prinsip Perancangan Produk yang Dapat Dioperasikan Pada Rentang Ukuran

Tertentu (Adjustable).

Rancangan dapat berubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang letaknya bisa digeser maju dan mundur, begitu juga dengan sandarannya bisa dirubah sudutnya sesuai dengan keinginan. Untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel hal semacam ini umumnya mengaplikasikan data antropometri dalam rentang persentil 5-th s/d 95-th.

3. Prinsip Perancangan Produk dengan Ukuran Rata-rata.

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini adalah justru sedikit sekali mereka yang berada dalam ukuran rata-rata.

Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa


(67)

saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut :15

a. Tetapkan anggota tubuh yang mana yang akan difungsikan untuk

mengoperasikan rancangan tersebut.

b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,

dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah mengunakan data static

anthropometry atau dynamic anthropometry.

c. Tentukan apakah produk dirancang khusus untuk individu tertentu, untuk

semua populasi, atau dilakukan pengambilan sampel dengan tujuan mewakili populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut.

d. Untuk perancangan fasilitas atau produk dengan target pemakainya adalah

populasi, tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti misalnya apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, adjustable, ataukah ukuran rata-rata.

e. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasi selanjutnya

pilih/tetapkan nilai ukurannya apakah dilakukan pengukuran langsung terhadap dimensi tubuh tersebut atau ukurannya telah tersedia dan dapat diambil dari tabel data antropometri yang sesuai.

f. Jika data berasal dari sampel dan perancangan produk atau fasilitas kerja

diaplikasikan untuk populasi atau tujuan perancangan untuk ukuran rata-rata,

15

Sanders dan Mc.Cormick. Human Factor in Engineering and Design, Mc.Graw-Hill, New York, 1987.p.338


(68)

pilih persentil populasi yang harus diikuti; persentil 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.

g. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan, dan sebagainya.

Pengukuran antropometri pada posisi berdiri dan posisi duduk dapat dilihat pada Gambar 3.2. Nama dimensi tubuh untuk pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.2.


(69)

Tabel 3.2. Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Duduk

No. Nama Dimensi

1 Tinggi tubuh posisi berdiri tegak 2 Tinggi mata posisi berdiri tegak 3 Tinggi bahu posisi berdiri tegak

4 Tinggi siku posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5 Tinggi kepalan tangan yang berjulur lepas posisi berdiri tegak

6 Tinggi tubuh posisi duduk

7 Tinggi mata posisi duduk

8 Tinggi bahu posisi duduk

9 Tinggi siku posisi duduk 10 Tebal atau lebar paha

11 Panjang paha diukur dari pantat sampai ujung lutut

12 Panjang paha diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut/betis 13 Tinggi lutut diukur baik dalam posisi berdiri maupun duduk

14 Tinggi tubuh posisi duduk yang diukur dari lantai sampai paha 15 Lebar dari bahu

16 Lebar pinggul/pantat

17 Lebar dari dada (tidak tampak dalam gambar) 18 Lebar perut

19 Panjang siku diukur dari siku sampai ujung jari dalam posisi siku tegak lurus

20 Lebar kepala

21 Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai ujung jari 22 Lebar telapak tangan

23 Lebar tangan posisi tangan terbentang lebar ke samping kiri-kanan 24 Tinggi jangkauan tangan posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai

dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas

25 Tinggi jangkauan tangan posisi duduk tegak (tidak ditunjukkan dalam gambar)

26 Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan, diukur dari bahu sampai ujung jari tangan

3.1.10. Postur Kerja

Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk maupun postur kerja lainnya. Pada beberapa jenis pekerjaan terdapat postur kerja yang tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang


(1)

Results: Back Score: 10, Shoulder / Arm Score: 14, Wrist / Hand Score: 10, Neck Score: 4,

Driving Score: 1, Vibration Score: 1, Work Pace Score: 1, Stress Score: 1

2.

Merajang Ubi Kayu

Results: Back Score: 16, Shoulder / Arm Score: 16, Wrist / Hand Score: 20, Neck Score: 8,

Driving Score: 1, Vibration Score: 1, Work Pace Score: 1, Stress Score: 1


(2)

UJI KENORMALAN DATA ANTROPOMETRI MENGGUNAKAN

MODEL CHI-SQUARE DENGAN BANTUAN SOFTWARE

SPSS 15.0 FOR WINDOWS

Tabel 1. Uji Kenormalan Data Tinggi Bahu Duduk

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

TBD 34 63.5529 .58788 62.50 64.70

Chi-Square Test

Frequencies

TBD

Observed N Expected N Residual

62.50 1 1.7 -.7

62.60 1 1.7 -.7

62.80 2 1.7 .3

62.90 3 1.7 1.3

63.00 2 1.7 .3

63.10 1 1.7 -.7

63.20 1 1.7 -.7

63.30 2 1.7 .3

63.40 1 1.7 -.7

63.50 4 1.7 2.3

63.60 2 1.7 .3

63.70 2 1.7 .3

63.90 2 1.7 .3

64.00 2 1.7 .3

64.10 1 1.7 -.7

64.20 2 1.7 .3

64.30 2 1.7 .3

64.40 1 1.7 -.7

64.50 1 1.7 -.7

64.70 1 1.7 -.7


(3)

Test Statistics

TBD

Chi-Square 7.176a

df 19

Asymp. Sig. .993

a. 20 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1.7.

Tabel 2. Uji Kenormalan Data Lebar Pinggul Duduk

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

LPD 34 32.3176 .46546 31.50 33.20

Chi-Square Test

Frequencies

LPD

Observed N Expected N Residual

31.50 1 2.0 -1.0

31.60 1 2.0 -1.0

31.70 1 2.0 -1.0

31.80 4 2.0 2.0

31.90 2 2.0 .0

32.00 4 2.0 2.0

32.10 2 2.0 .0

32.20 1 2.0 -1.0

32.30 1 2.0 -1.0

32.40 2 2.0 .0

32.50 2 2.0 .0

32.60 4 2.0 2.0

32.70 2 2.0 .0

32.80 1 2.0 -1.0

32.90 3 2.0 1.0

33.00 2 2.0 .0

33.20 1 2.0 -1.0

Total 34


(4)

LPD

Chi-Square 10.000a

df 16

Asymp. Sig. .867

a. 17 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 2.0.

Tabel 3. Uji Kenormalan Data Panjang Popliteal

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Ppo 34 48.0794 .85910 46.80 49.60

Chi-Square Test

Frequencies

Ppo

Observed N Expected N Residual

46.80 1 2.4 -1.4

46.90 1 2.4 -1.4

47.00 3 2.4 .6

47.20 2 2.4 -.4

47.30 1 2.4 -1.4

47.50 6 2.4 3.6

48.00 3 2.4 .6

48.20 7 2.4 4.6

48.50 1 2.4 -1.4

48.90 1 2.4 -1.4

49.00 3 2.4 .6

49.30 1 2.4 -1.4

49.50 2 2.4 -.4

49.60 2 2.4 -.4

Total 34

Test Statistics

Ppo

Chi-Square 19.529a

df 13

Asymp. Sig. .108

a. 14 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 2.4.


(5)

Tabel 4. Uji Kenormalan Data Tinggi Popliteal

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Tpo 34 44.1265 .63833 43.00 45.00

Chi-Square Test

Frequencies

Tpo

Observed N Expected N Residual

43.00 1 1.9 -.9

43.10 3 1.9 1.1

43.20 1 1.9 -.9

43.30 1 1.9 -.9

43.50 2 1.9 .1

43.60 1 1.9 -.9

43.80 2 1.9 .1

43.90 2 1.9 .1

44.00 2 1.9 .1

44.10 2 1.9 .1

44.20 2 1.9 .1

44.30 1 1.9 -.9

44.40 1 1.9 -.9

44.50 2 1.9 .1

44.70 3 1.9 1.1

44.80 3 1.9 1.1

44.90 3 1.9 1.1

45.00 2 1.9 .1

Total 34

Test Statistics

Tpo

Chi-Square 5.176a

df 17

Asymp. Sig. .997

a. 18 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1.9.


(6)

Tabel 5. Uji Kenormalan Data Jangkauan Tangan

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

JKT 34 77.3941 .87696 76.00 78.60

Chi-Square Test

Frequencies

JKT

Observed N Expected N Residual

76.00 1 1.7 -.7

76.10 1 1.7 -.7

76.20 3 1.7 1.3

76.30 1 1.7 -.7

76.50 1 1.7 -.7

76.60 1 1.7 -.7

76.70 2 1.7 .3

76.80 1 1.7 -.7

76.90 3 1.7 1.3

77.00 2 1.7 .3

77.10 1 1.7 -.7

77.50 1 1.7 -.7

77.80 1 1.7 -.7

77.90 1 1.7 -.7

78.00 2 1.7 .3

78.10 3 1.7 1.3

78.20 2 1.7 .3

78.30 2 1.7 .3

78.50 2 1.7 .3

78.60 3 1.7 1.3

Total 34

Test Statistics

JKT

Chi-Square 7.176a

df 19

Asymp. Sig. .993

a. 20 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1.7.