Informan 2 Analisis Hasil Interpretasi Strip Komik 1 April Fool

217 Peneliti : “Nggak sama Amerika aja ? Semua kayaknya ?” Informan : “Hyuk. Betul sekali.” Peneliti : “Jangan-jangan kita memang bangsa yang bodoh ya ?” Informan : “Kalo itu nggak tau deh. Tanya sama pemerintah.” Peneliti : “Dalam artian begini, e kita barangkali tidak bodoh, banyak sarjana, banyak profesor, tapi kita gampang dibodohin. Beda kan Bu ?” Informan : “E sebenernya kita nggak bodoh ya, tapi menurutku kita nggak bisa apa-apa. Come on, they, they are absolutely powerful ya kan. Kalo misalnya, katakanlah, mereka hancur gitu, trus, kita trus gimana juga, gitu kan. Toh, juga banyak sekali hal-hal penting nggak cuman dari hal, katakanlah, politik gitu ya tapi dari, dari aspek lain dari, dari, dari Unites States yang kita perlukan juga atau kita juga e diperlukan oleh mereka gitu. Jadi sebenarnya mungkin sebagian orang-orang yang duduk di pemerintahan e The Unites States yang, yang tanda kutip tadi membodoh-bodohin kita orang Indonesia atau bahkan negara-negara lain.” Peneliti : “Mereka karena mereka merasa superpower dan negara-negara lain inferior ?” Informan : “Betul sekali. Karena Uni Soviet sudah hancur ya. Jadi ...” Peneliti : “Jadi satu-satunya gitu ...” Informan : “yang membuat mereka lebih arogan. Gitu aja.” Lampiran V, Halaman 5--6

4.2.1.1.2 Informan 2

Informan 2 menghubungkan karakter Lucy van Pelt dengan Amerika Serikat yang berhasil memperdaya negara lain dan karakter Charlie Brown dengan negara lain yang berhasil diperdaya oleh Amerika Serikat. Dengan demikian, Lucy van Pelt merupakan representasi dari Amerika Serikat dan Charlie Brown merupakan representasi dari negara lain tersebut Selain itu, menurut informan 2, seri April Fool menunjukkan keberadaan karakter Charlie Brown dan Lucy van Pelt di dalam masyarakat Amerika Serikat. Dengan demikian, Lucy van Pelt dan Charlie Brown merupakan representasi dari orang Amerika Serikat 218 Oleh karena itu, tawa Lucy van Pelt atas kebodohan Charlie Brown dipandang sebagai kebesaran hati Amerika Serikat untuk menerima kekurangannya, di mana hal tersebut ditujukan untuk melepaskan ketegangan yang dihadapi oleh Amerika Serikat. Informan 2 menambahkan bahwa, seperti Amerika Serikat, Indonesia juga berbesar hati untuk menerima kekurangannya dengan menertawakan kebodohan sendiri. Perbedaannya, Indonesia tertawa karena memandang kebodohan sebagai hal yang biasa, sedangkan Amerika Serikat tertawa karena memandang kebodohan sebagai hal yang memalukan. Hal tersebut dapat dihubungkan dengan Teori Release dari kajian humor Mey 1998:355--356 yang memandang humor sebagai sarana pelepasan beban hidup. Melalui humor seseorang dapat menertawakan penderitaan untuk meringankan beban hidupnya. Berdasarkan teori ini, humor berfungsi sebagai penawar kekecewaan dalam hidup. Pembuat humor menyajikan humornya untuk mengajak penikmat humor meretas kesulitan yang dihadapinya dengan tawa, sehingga beban yang dipikul terasa lebih ringan. Walaupun demikian, sebagai negara yang berhasil memperdaya negara lain, tawa Lucy van Pelt atas kebodohan Charlie Brown menunjukkan bahwa Amerika Serikat menertawakan kebodohan negara lain dan memandang kebodohan mereka sebagai lelucon. Hal tersebut dipandang sebagai sebuah cara yang kejam dari Amerika Serikat untuk menunjukkan kebodohan negara lain. Kesimpulan tersebut diperoleh dari dialog berikut. 219 Informan : “Ya, ya, sebetulnya nggak ada. Cuma ni cara yang kejam aja untuk, untuk membuktikan bahwa seseorang itu memang bener-bener ...” Peneliti : “Bodoh ?” Informan : “Ehm. “ Peneliti : “Tapi memang ada lho komentar untuk Peanuts yang menyatakan bahwa e kalo nggak salah dari Matt Groening ... bahwa, ‘Saya seneng olok-olok yang ada di Peanuts karena benar-benar menunjukan bahwa e semua orang adalah bodoh dan kebodohan itu bisa ditertawakan.’ Konyol kan ? Kita menertawakan kebodohan diri sendiri. Ini contohnya. Ini real. Dimana pun ada orang yang kayak gitu. Barangkali kita pun pernah jadi si Chuck itu kan ? Informan : “Ya, dan, ya berarti kesamaan antara Indonesia dan Amerika adalah kita e budaya maupun orangnya adalah kita berani untuk menertawakan diri kita sendiri dan itu kebutuhan setiap orang untuk menerima sesuatu dengan besar hati.” Peneliti : “Mungkin juga untuk melepaskan ketegangan kali ya ? Udah, diketawain aja. Mau gimana lagi ? “ Informan : “Iya.” Peneliti : “Si yang ngerjain tertawa terbahak-bahak lho... Dan Chuckie cuma bilang, ‘I can’t stand it.’” Informan : “’... Ya saya cuma jadi ingat sesuatu aja, tentang hubungannya antara negara, tentang fool dan tadi menertawakan diri sendiri itu. Kalo di Republik BBM itu kemarin dibilang adalah, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang e bisa menertawakan diri sendiri. “ Si kelik.” “Dan bisa dibilang Indonesia lebih e banyak menutupi kekurangannya dengan menertawakan diri sendiri dan menganggap itu sesuatu yang wajar gitu lho.” Peneliti : “Lumrah.” Informan : “Iya.” Peneliti : “Kalo orang Amerika mungkin ketawanya simpul ya, karena malu, gitu.” Informan : “Iya. Bisa dibilang ...” Peneliti : “Sebetulnya sama-sama menertawakan, cuma yang satu tertawa lepas karena malu-maluin, yang satu karena malu gitu. Tengsin, tapi hm lucu ...” Informan : “Iyah ...” Lampiran V, Halaman 13 Peneliti : “Ada juga pujian yang diberikan kepada Peanuts yang disebutkan bahwa olok-olok yang cerdas. Dalam artian e itu memang ditujukan untuk olok-olok, tapi orang yang diolok-olok bukannya marah tapi malah menertawakan diri sendiri karena itu sangat tepat.” “Termasuk betapa bodohnya si Chuck bisa dibohongi ...” 220 Informan : “Dalam April Fool.” Peneliti : “oleh si Lucy ... Dia cuman bilang, ‘I can’t stand it’ tapi over and over again. Dia sering lagi dan lagi dan lagi.” Informan : “Iya.” Peneliti : “Jadi ingat e apa Republik BBM.” Informan : “Iya.” Peneliti : “Bangsa yang besar adalah ...” Informan : “Bangsa yang ...” Peneliti : “bisa menertawakan dirinya sendiri.” Infoman : “menertawakan dirinya sendiri.” Peneliti : “Cuman bedanya kalo yang kita menertawakannya untuk menutupi kekurangan. Kita ketawa ...” Informan : “Iya, kalo, ya, betul.” Peneliti : “Kalau Amerika untuk menertawakan orang lain juga.” Informan : “Iya. Begitu.” Peneliti : “Cuman dijadikan lelucon aja.” Informan : “Lelucon aja bahwa mereka sudah menang kok dengan menunjukkan seperti itu. Lampiran V, Halaman 20

4.2.1.1.3 Informan 3