247
Informan : “Linus ? He’em. Dia nungguin labu.” “... mungkin dia pingin merayakannya seperti background story nya ...”
Peneliti : “O, ya, ya, ya.”
Informan : “apa itu
? Halloween ?”
“Bahwa anak laki-laki yang menunggu labu. Nah kan bener juga. Akhirnya Lucy lewat dengan papan seperti itu, ‘The Great Pumpkin is a male
chauvinist ’” Peneliti
: “Jadi ibu tau kalo si Lucy itu feminis ?” Informan : “Yah, keliatan sekali.”
Peneliti : “Dia pasti akan membela gendernya.”
Informan : “He’e. Dan kalo buat saya, kartun strip ini mewakili isu gender yang ada di mana-mana.”
Peneliti : “Bahkan di Amerika ya ?”
Informan : “Iya ... Dan bahwa kaum feminis masih harus selalu berjuang untuk diakui.” Peneliti
: “Dan itu dicuekin kok sama si Linus. Dia suma sigh aja menghela napas.” Informan : “Mungkin ia menghela napas karena bingung. Ya begitulah perempuan
selalu ingin dimengerti.” Peneliti
: “Tidak harus memberi komentar dia dengan protesnya si Lucy itu.” Informan : “He’em. Jadi ini buat saya adalah isu gender bahwa di mana-mana
feminis itu masih berjuang untuk dihargai. Dan bahwa ...” Peneliti :
“Eventhough di Amerika ?” Informan : “Iya ... Dan bahwa e masih pria juga yang menang di mana-mana.”
Peneliti : “Ibu tau pria yang menang di mana-mana dari mana Bu ?”
Informan : “Lha itu
? Male chauvinist ?”
Peneliti : “Ya sih, dan male yang menerima keistimewaan hanya cuek-cuek saja.”
Informan : “Tentu saja. Karena dia sudah ...” Peneliti :
“Karena dia
menikmati priviledge-nya ?”
Informan : Iya.”
Lampiran V, Halaman 18
4.2.1.4.3 Informan 3
Informan 3 menghubungkan protes Lucy van Pelt --sebagai feminis-- atas keberpihakan The Great Pumpkin kepada kaum pria,
yaitu Linus van Pelt, dengan ketidaksetaraan gender yang tercermin dari perayaan Halloween. Dengan demikian, Lucy van Pelt merupakan
representasi dari kaum wanita dan Linus van Pelt merupakan representasi dari kaum pria di Amerika Serikat.
248
Menurut informan 3, seri Halloween menunjukkan tuntutan kaum feminis atas kesetaraan gender. Hal tersebut terjadi karena
mereka masih merasakan ketidaksetaraan gender, di mana kaum pria masih memperoleh hak istimewa dari gendernya, seperti yang tercermin
di dalam perayaan Halloween di Amerika Serikat. Tuntutan tersebut terlalu berlebihan bagi informan 3 karena
pada saat ini cukup banyak wanita yang dapat menduduki posisi yang sebelumnya dimonopoli oleh pria.
Menurut informan 3, seri Helloween menunjukkan bahwa kaum feminis terlalu mempermasalahkan ketidaksetaraan gender
meskipun pada dasarnya mereka sudah memperoleh kesetaraan gender di pelbagai bidang.
Selain itu, seri Halloween juga menunjukkan bahwa ketidaksetaraan gender masih ada di Amerika Serikat meskipun
Amerika Serikat menyatakan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kesimpulan tersebut diperoleh dari dialog berikut.
Informan : “E si Lucy bilang, ‘The Great Pumpkin is a male chauvinist.’ Karena dia pasti nggak dapet, nggak bakal dapet.”
Peneliti : “Nggak bakal dapet karena nggak boleh keluar malem.”
Informan : “Iya.” Peneliti
: “Jadi kalo misalnya dihubungkan dengan isu gender di Amerika Serikat ataupun di dunia belahan dunia manapun memang laki-laki masih
tetap lebih menang ?” Informan : “Ya.
Setuju.” Peneliti
: “Apakah hal ini bisa dikatakan bahwa kaum feminis itu masih memang sampe sekarang harus berjuang untuk mendapatkan kesetaraan gender ?”
Informan : “Kurang setara apa sih ? Sekarang kurang setara apa ? “ Peneliti
: “Itu masih di, masih di kemudian dikemukakan lagi.” Informan : “Kalo, kalo mau, mau berbicara gender ini kan gender gitu. Mengapa
kalo di mana di busway itu atau di transportasi manapun di dunia selalu dikatakan ...”
Peneliti : “Ladies First ?”
249
Informan : “Give your seat to the ladies atau Ladies First atau e Pregnant Women’ atau Mistress or whatever ya. A di India atau bahkan di ada beberapa negara
yang satu gerbong khusus untuk wanita.” Peneliti :
“Di Jepang
juga.” Informan : “Jepang
juga. OK. Kalo itu memang e mereka mau e setara, ya udah berdiri,
berdiri aja, duduk, duduk aja.” “... Ya, if you, if you want to me stand up as a man ya, ya stand up.
Why do you have to kenapa saya harus kasih e duduk e ke perempuan gitu.” Peneliti
: “Dan ini kemudian pada panil yang keempat si e Linus cuman bisa menghela napas. Dalam arti tidak ada yang bisa dia lakukan gitu.
Karena memang begitulah adanya. Apakah itu yang masih terjadi even di Amerika yang katanya negara paling menghargai hak asasi manusia
sekalipun ?” Informan : “Ya. Karena ada beberapa pos yang pasti nggak boleh didudukin oleh
perempuan. Walaupun di perempuan itu ada jenderal ada juga perempuan yang bisa ke medan tempur.”
“Ada juga, ada beberapa perempuan yang bawa pesawat tempur...” “Hebat. Tapi umumnya yang untuk pertempuran utama perempuan hanya
menjadi pendukung. Gitu.” Peneliti :
“Supportive ...” Informan : “Support apa support apa ya jadi ya kalo laki-lakinya udah abis ya baru
mereka maju. Gitu.” “... Karena mereka masih merasa perempuan, bukan menahan saya rasa,
tapi kasian mungkin ya karena ...” Peneliti
: “Secara fisik memang lemah gitu ? Dalam artian ...” Informan : “Bukan, bukan gitu. E ...”
Peneliti : “Trus
?” Informan : “Ya mungkin e ada beberapa ya perempuan yang punya anak atau apa gitu.
Jadi kalo menurut saya sih semacam ya belas kasian juga karena kalo mereka maju bertempur mereka mati ya tanggungjawabnya gimana gitu.”
Peneliti : “Who’s gonna take care of her children ?”
Informan : “Ya. Itu kalo suaminya mati kan masih bisa ...” Peneliti
: “Kalo misalnya diliat dari strip komik itu apakah bisa dikatakan bahwa e pria dalam hal ini sebagai orang yang apa keberpihakannya lebih tinggi ?”
Informan : “Eh em.”
Peneliti : “Artinya
dibela oleh
The Great Pumpkin ?” Infoman :
“Eh em.”
Peneliti : “Karena memang menghela napas dan tidak berbuat apa-apa karena
memang menikmati priviledge-nya.” Informan : “Ah enggak. Ya bukan menikmati priviledge-nya. Mau apa lagi itu
perempuan ?”
250
Peneliti : “Mau apa lagi gitu ya ? Jadi yang ditanyakan gitu ? Mau apa lagi gitu ?”
Informan : “Kan udah ke e angkasa, udah jadi presiden, di, di Indonesia udah jadi presiden, di Bangladesh udah jadi, sama India, udah jadi perdana menteri. E
menteri-menteri sudah, jadi supir truk paling besar di dunia ada. Di Indonesia juga ada supir bemo tuh, perempuan berjilbab juga ada. E kepala sekolah
udah biasa, rektor udah biasa.” Peneliti
: “Tukang beca juga ada.” Informan : “Ha
?” Peneliti
: “Tukang beca juga ada.” Informan : “Tukang beca ada ...”
Peneliti : “Enggak, tapi kalo dihubungkan dengan strip komik ini gitu. Apakah e itu
yang dikemukakan oleh si Linus gitu. Dalam artian memang Lucy kan feminis ?”
Informan : “Ya.” Peneliti : “Dan memang sangat, sangat bahwa saya seorang feminis gitu.
Kalo kemudian Linus ...” Informan : “Nggak kalo menurut saya tu ...”
Peneliti : “Udah biasa ?”
Informan : “Si Linus ini, ya udahlah ngapain sih di, diangkat-angkat ...” Peneliti :
“Dipermasalahkan lagi
?” Informan : “Dipermasalahkan
lagi.” Peneliti :
“I see. Dia udah biasa soalnya punya kakak si Lucy.” Informan : “Iya karena dia kan kakaknya kan. Dia kan, ‘O, ngapain diomongin lagi. Ya
udahlah.’ Itu aja gitu. Bukannya dia merasa, ‘O, aku nggak bisa berbuat apa- apa lagi, ‘ tapi ya itu ...”
“ ... Dalam hal ini ya kenapa sih diprotes gitu lho. Kalau menurut saya bukan dia ingin berbuat apa lagi. Nggak. Tapi ya sudahlah gitu
Lampiran V, halaman 27--28
4.2.1.4.4 Informan 4