Masuknya Islam di Buton

Masuknya Islam di Buton

Banyak diperdebatkan tentang kapan dan dimana Islam mulai masuk di Buton. Informasi dari kutipan teks di atas menginformasikan bahwa Syekh Abdul Wahid masuk ke dalam keraton dan berdakwah mengajak Laki La Pantoi (dalam versi Buton, Laki La Ponto) untuk menjadi muslim pada 940 H (sekitar 1534) dan delapan tahun kemudian pada 948 H (sekitar 1542), kerajaan telah resmi berubah menjadi kesultanan Islam dan Laki La Pontio resmi berubah gelar menjadi Sultan Murhum Kaimuddin I. Informasi ini sekilas seperti mengisyaratkan bahwa Islam masuk ke Buton langsung formal ke keraton dan mengubah struktur dasar kerajaan menjadi kesultanan. Namun, tampaknya prosesnya tidak langsung formal seperti itu. Banyak pendapat yang menilai bahwa masuknya Laki La Pontio ke dalam Islam dan mengubah kerajaan menjadi kesultanan itu hanyalah puncak dari proses yang telah berlangsung lama. Dikabarkan bahwa beberapa dekade sebelumnya,

74 Untuk uraian lebih detail tentang struktur kekuasaan politik dan struktur sosial dengan berbagai pengaturan adatnya di dalam Kesultanan Wolio, lihat Abdul Mulku Zahari, op cit, hal 59 –

141. Sementara untuk analisis lebih dalam secara antropologis terhadap karakter kekuasaan di dalam Kesultanan Wolio, bisa dibaca dalam Tony Rudyansjah, Kekuasaan, Sejarah dan Tindakan. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Terutama halaman 148 – 187.

62 k esepakatan t anah W olio :

i deologi k ebhinekaan dan e ksistensi b udaya b ahari di b uton

Syekh Abdul Wahid telah berdakwah dulu kepada masyarakat di Sampolawa, Batauga, dan Wawoangi sehingga Islam telah berkembang lebih dulu di sana. Baru kemudian ketika masyarakat telah menjadi Islam dan kerajaan mengetahui hal itu, maka Syekh

Abdul Wahid diundang ke dalam keraton. 75 Seperti ditulis La Ode Madu, 76 ia memberikan urutan prosesnya bahwa Islam diperkirakan masuk ke Pulau Buton pada sekitar 1503, dan kemudian pada 1527 masuk ke Wolio dan 1542 adalah peresmiannya di dalam keraton.

Berkaitan dengan siapa yang membawa Agama Islam di Buton, ada versi lain yang termuat di dalam naskah lontara’ yang ditemukan di Selayar, bahwa: 77

“.... nakana I Datu Ri Bandang nisuroak ri karaeng ri Makkah siangang Khalifayya ri Makka akkana anraikko ri Butung siagangko I Datu Ri Tiro, I Datu Patimang. Lekbaki aklampa tojemmi anrai ri Butunga appaka sallang na nampa mange ri Silayarak ..”

(berkata Datuk Ri Bandang saya diperintahkan oleh Raja atau khalifah di Mekkah untuk ke Buton bersama Datuk Ri Tiro dan Datuk Patimang. Maka berangkatlah ke Buton untuk mengislamkannya selanjutnya ia ke Selayar..”)

“.... akkutannangi Karaeng Gantarang ri Datu Ri Bandang, nakana i nai arennu battu kerekomae apa kunjunganmu battu mae? Nanakanmo

I Datu Ri Bandang arengku. Nanakana I malliang I Pangali Sultan Patta Raja, na kanamo I Datu Ri Bandang na kubattu mae Karaeng asssalakku battu ri Minangkabau, minka ri suroa karaeng ri Makka si angang Khalifayya ri Makka, ero ampantamakko Sallang, nakanamo Karaeng Gantarang mallaka ri Karaeng Ri Gowa nakanamo I Datu Ri Bandang manna Karaeng Gowa laku pantamaji Sallang..”

(Bertanya Raja Gantarang kepada Datuk Ri Bandang, siapa namamu, dari mana asalmu, serta apa tujuanmu datang kemari? Namaku Datuk Ri Bandang. Berkata kembali Sultan Pangali Patta Raja, Datu Ri Bandang berkata saya datang kemari wahai raja berasal dari Minangkabau, tetapi saya diperintahkan oleh Raja dan Khalifah di Mekkah untuk mengislamkanmu. Kemudian Raja Gantarang berkata saya takut pada Raja Gowa. Datuk Ri Bandang kemudian berkata Raja Gowa juga saya akan islamkan.)

75 Maia Papara Putra, Proses Masuknya Islam dan Ciri Khas Islam Hakiki di Buton. Tanah Wolio: Saharudin RR, tahun 1999, hlm. 9 -12.

76 La Ode Madu, Sejarah Masuknya Agama Islam di Buton dan Perkembangannya. seminar. Baubau: 1980, hlm. 10.

77 Seperti dikutip di dalam Ahmadin, Selayar Serambi Mekar (Mengapa Orang Berhaji di Gantarang), Makassar: Pustaka Refleksi, 2008. hal 3 dan 4.

M aula ,r udyansJah 63 p rahara ,r atri

Tidak ada keterangan tentang kapan peristiwa di atas terjadi. Akan tetapi, menarik memperhatikan bahwa ada tokoh lain yang juga membawa “mandat” dari Khalifah Makkah untuk mengislamkan raja-raja di kawasan Nusantara sebelah timur. Di luar itu, ada juga pendapat bahwa Islam telah dianut oleh Raja Mulae, raja sebelum Laki La Pontio (Murhum), hanya saja waktu itu masih menjadi agama-agama yang dianut individu-individu, belum diformalkan ke dalam sistem kerajaan menjadi kesultanan. Ada lagi pendapat Islam telah masuk terlebih dahulu pada abad

ke-14 di Lasalimu. Diberitakan oleh La Ode Aegu 78 bahwa pada saat itu di sana telah berdiri kerajaan Islam (perguruan tarekat) dengan bangunan Zawiyah, yang kemudian berkembang menyebar ke berbagai daerah di Pulau Buton. Bahkan menurut Aegu, ada masyarakat Lasalimu yang meyakini bahwa Wa Kaka sendiri adalah putri dari pemimpin kerajaan Islam (perguruan tarekat) Waliyuddin tersebut yang bernama asli Zamzawiyah. Lebih jauh ada pendapat sebetulnya sudah sejak abad ke-7 atau ke-8 M, sudah ada orang Islam dari tanah Arab yang sudah menetap di Buton dan berakulturasi. Ia datang karena mendapat perintah dari Nabi Muhammad SAW yang menubuwatkan bahwa di Pulau Butuni kelak akan banyak dihuni oleh para kekasih Allah ( waliyullah). Kami menganggap bahwa semua pendapat-pendapat di atas sangat mungkin benar semua, dan setiap perbedaan-perbedaan itu sebenarnya disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda-beda dan keterangan-keterangan yang diungkapkan bersifat saling melengkapi.