Upacara Memberi Makan Perahu
Upacara Memberi Makan Perahu
Setelah ritual pemotongan ayam selesai dilaksanakan, masuklah kita pada sesi selanjutnya yaitu pakande bangka atau upacara memberi makan perahu. Upacara pakande bangka adalah ungkapan terima kasih dari sang pemilik perahu atas jasa yang telah diberikan perahunya itu. Seperti juga dalam pemotongan ayam, dalam pakande bangka juga dapat diketahui nasib baik dan buruknya suatu perahu. Dalam upacara pakande bangka, para ibu menyiapkan berbagai makanan yang mereka sajikan dalam loyang. Makanan yang disajikan dalam loyang itu terdiri dari sayap ayam, pisang digoreng tanpa tepung, pisang yang tidak dimasak, ubi yang digoreng tanpa tepung, barua rasa, wajik, cucur/cucuru, dan juga nasi. Makanan-makanan itu lah yang akan dibawa ke perahu untuk
134 k esepakatan t anah W olio :
i deologi k ebhinekaan dan e ksistensi b udaya b ahari di b uton
upacara pakande bangka yang dilaksanakan di atas perahu. Seperti halnya dalam ritual pemotongan ayam, kegiatan dalam upacara pakande bangka juga dilakukan di lambo puse. Upacara dimulai dari pembacaan doa yang dipimpin oleh pale di depan lambo puse. Setelah membaca doa, pale mengambil beberapa makanan dari loyang yang telah disiapkan oleh pemilik perahu dan diletakkan di lambo puse lalu juga di muka dan belakang perahu (lihat gambar 9).
Gambar 9: Prosesi pakande bangka di depan lambo puse
Setelah meletakkan makanan di tiga bagian dalam perahu itu, pale membakar tiga batang lilin untuk diletakkan bersama dengan makanan. Setelah itu, pale memerintahkan tiga orang untuk menjaga lilin yang telah ia letakkan di lambo puse serta di bagian muka dan belakang perahu. Urutan matinya api lilin di tiga bagian dalam perahu itulah yang akan menjadi salah satu pertanda yang akan dibaca oleh pale untuk mengetahui nasib perahu.
Setelah selesai memberi makan perahu, pale dan para warga yang datang kembali ke rumah untuk makan bersama. Sebelum memasuki acara makan bersama, seorang pale akan memimpin doa bersama atau batata. Setelah berdoa, para ibu pun sibuk mengeluarkan beberapa nampan yang berisi makanan yang isinya
M aula ,r udyansJah 135 p rahara ,r atri
sama dengan makanan yang diberikan pada perahu. Satu nampan disediakan untuk tiga orang. Ayam yang sebelumnya dipotong di lambo puse juga disajikan dalam acara makan bersama itu. Akan tetapi, yang berhak menyentuh ayam itu hanyalah pale. Dari ayam itu pale mengambil tulang di bagian leher. Tulang tersebut juga merupakan pertanda yang digunakan untuk mengetahui nasib dan peruntungan perahu (lihat gambar 10).
Gambar 10: Tulang ayam yang digunakan untuk mengetahui nasib dan peruntungan
perahu.
Setelah acara makan bersama selesai, pale yang memimpin upacara Kapipiria itu akan memberi tahukan makna yang terkandung dari urutan matinya api pada lilin dan bentuk tulang ayam yang ia lihat. Di Desa Tira kami sempat menyaksikan bagaimana seorang pale membaca tanda-tanda yang ditunjukkan oleh lilin dan tulang ayam dalam upacara pakande bangka yang diselenggarakan oleh seorang pelaut bernama Lajey. Lilin yang diletakkan di perahu Lajey seusai upacara pakande bangka mati apinya dengan urutan dari tengah, muka lalu belakang. La Ode Arsyad yang pada saat itu berperan sebagai pale, menjelaskan pada kami bahwa urutan matinya lilin dari tengah, muka, lalu belakang memberikan pertanda bahwa perahu
136 k esepakatan t anah W olio :
i deologi k ebhinekaan dan e ksistensi b udaya b ahari di b uton
akan selalu pulang dengan selamat sejauh apapun ia pergi berlayar. Sekalipun terjadi kemalangan, perahu akan karam di daratan setelah kembali pulang dan bukan tenggelam di perjalanan. Adapun jika lilin mati dengan urutan dari belakang, tengah, lalu muka adalah pertanda yang kurang baik karena perahu diperkirakan akan karam di perjalanan. Selain digunakan untuk melihat nasib dan peruntungan perahu, lilin yang di pasang di muka, belakang dan tengah perahu juga merupakan simbol dari penerangan yang digunakan oleh perahu dalam berlayar sehingga terhindar dari kemalangan yang datang dari muka, dari belakang maupun dari tengah. Dengan meletakkan lilin, dipercaya bahwa dalam perjalanan perahu akan mampu menghindar dari karang yang tidak terlihat oleh awak perahu. Sedangkan tulang ayam seperti yang terlihat dalam gambar 4 memiliki makna bahwa perjalanan perahu dan perolehan rezekinya akan lancar tanpa hambatan suatu apapun. Hal itu ditunjukkan dengan bentuk sum- sum tulang yang membetuk lingkaran yang bagian tengahnya seperti berlubang. Sebaliknya, menurut La Ode Arsyad, jika bentuk sum- sumnya padat tanpa lubang menunjukkan bahwa perjalanan dan perolehan rezekinya akan banyak hambatan. Setelah acara makan bersama dan pengumuman pertanda yang ditunjukkan oleh lilin dan tulang ayam telah selesai, acara memasuki sesi selanjutnya yakni Ritual Berjanji .