Ritual Pemotongan Ayam di Lambo Puse

Ritual Pemotongan Ayam di Lambo Puse

Upacara Kapipiria dimulai dari ritual pemotongan ayam di lambo puse perahu. Sebelumnya, seorang pale datang ke rumah sang tuan perahu untuk memberi makan ayam yang akan di potong itu. Biasanya ayam yang disediakan untuk ritual ini lebih dari satu ekor. Pasalnya, hanya ayam yang memiliki pertanda baik yang akan digunakan dalam ritual pemotongan ayam di lampo puse. Pertanda baik yang dimaksud itu dapat dilihat oleh pale ketika memberi makan ayam di rumah tuan perahu yang menyelenggarakan upacara Kapipiria. Simak pengalaman kami ketika mengamati prosesi pemberian makan ayam yang dipimpin oleh seorang pale bernama La Muda di rumah seorang pelaut bernama Langkasa.

Di depan rumah Langkasa nampak dua ekor ayam yang akan digunakan dalam upacara Kapipiria telah disiapkan. Tak lama, pale pun datang ke rumah Langkasa. Pale yang dipanggil oleh Langkasa untuk memimpin upacara Kapipiria hari itu bernama La Muda. Setelah La Muda datang, Langkasa menerahkan seekor ayam kepadanya. Upacara pemotongan ayam pun dimulai. La Muda menimang-nimang ayam yang diserahkan kepadanya. Lalu ia membetulkan posisi duduknya sambil memeluk ayam tersebut. Suasana pun menjadi hening. Langkasa duduk berhadapan dengan La Muda. Prosesi ini disaksikan pula oleh istri dan anak Langkasa. La Muda pun membaca doa seraya mengusap ayam yang dipeluknya itu. La Muda lalu mengambil segenggam beras kemudian membaginya menjadi tiga bagian yang ia letakkan secara berderetan. Setelah itu La Muda melepaskan ayam tersebut ke hadapannya. La Muda pun memperhatikan gerak-gerik ayam tersebut dengan seksama. Pertama-tama ayam tersebut memakan beras yang terletak di bagian tengah, lalu bagian depan dan bagian belakang. Setelah memakan beras yang diberikan oleh La Muda, ayam tersebut pun terdiam dan tidak bergerak kemana-mana. Sesekali ayam itu berkokok lalu berhenti memakan beras yang diberikan oleh La Muda. La Muda pun meminta diberikan ayam yang kedua. Seperti halnya ayam pertama, La Muda menimangnya, memeluk sambil mengusap seraya membaca doa. Setelah membaca doa ayam tersebut dilepaskan. La Muda kali ini memberikan segenggam jagung yang di bagi menjadi tiga bagian. Setelah modar-mandir beberapa kali, ayam tersebut pun memakan jagung di bagian tengah lalu secara tiba-tiba menghampiri Langkasa yang duduk di hadapan La Muda. Melihat hal itu, La Muda pun memutuskan menggunakan ayam yang kedua.

Melihat prosesi pemberian makan ayam itu, kami pun bertanya-tanya: mengapa ia menggunakan dua ayam? Apa bedanya

130 k esepakatan t anah W olio :

i deologi k ebhinekaan dan e ksistensi b udaya b ahari di b uton

ayam pertama dan ayam kedua? Apa maksud dari umpan yang dibagi menjadi tiga itu? Kami pun meminta La Muda menjelaskan maksud dari semua itu. La Muda pun menjelaskan pada kami bahwa Ketiga pembagian umpan itu melambangkan 3 hal dalam perahu, yakni: (1.) Keselamatan Perahu, (2.) Pencarian atau rezeki yang akan didapatkan perahu, dan (3.) Melambangkan tuan perahunya sendiri. Urutan ayam memakan tiga umpan itu digunakan sebagai pertanda untuk melihat keberuntungan yang diperoleh. Dilihat dari cara ayam tersebut memakan umpan, menurut La Muda sebetulnya pertanda yang baik. Ayam tersebut memakan umpan di tengah, depan dan belakang yang berarti perolehan rezeki akan berlimpah dan perahu serta awak kapalnya akan selamat. Akan tetapi setelah selesai memakan umpan, ayam tersebut hanya diam saja. Seharusnya menurut La Muda, setelah makan umpan ayam akan datang menghampiri si tuan perahu. Ayam pertama yang tidak menghampiri si tuan perahu dinilai menolak untuk dikorbankan dan merupakan pertanda bahwa si tuan perahu akan kesulitan mengatur anak buah ( sawi). Dikahawatirkan jika tetap menggunakan ayam tersebut untuk upacara maka para awak tidak akan jujur dan patuh terhadap tuan perahu. Karena itulah La Muda memutuskan menggunakan ayam kedua. Menurut Langkasa sebetulnya ayam kedua itu lebih liar dari ayam pertama. Akan tetapi, ketika hendak diberi umpan perilaku ayam sangatlah jinak dan seperti patuh kepadanya. Menurut La Muda, itu adalah pertanda bahwa ayam tersebut telah rela dan ikhlas untuk dikorbankan. Ayam yang langsung menghampiri Langkasa setelah diberi umpan menandakan bahwa para anak buah akan jujur dan patuh kepadanya. Itulah alasan mengapa La Muda memilih ayam kedua alih-alih ayam pertama. “Kita kan cari yang baik biar perjalanannya mudah” katanya pada kami.

Setelah memilih ayam dari caranya memakan umpan yang diberikan oleh pale, Ayam pun dipotong di perahu. Darah dari pemotongan ayam itu dicurahkan di lubang lambo puse (lihat gambar

7) . Pemberian darah pada lubang lambo puse itu menunjukkan bahwa perahu yang dianggap sebagai seorang perempuan itu telah dewasa dan siap untuk digunakan untuk berlayar.

M aula ,r udyansJah 131 p rahara ,r atri

Gambar 7: Darah ayam pada lambo puse atau kabile melambangkan kedewasaan

perahu

Pemberian darah ayam itu seperti halnya menstruasi pada perempuan yang merupakan pertanda ketika memasuki akil balig. Setelah memotong ayam, seorang pale akan meramalkan nasib perahu dari cara ayam itu meregang nyawa setelah disembelih di atas lubang lambo puse. Menurut La Ode Arsyad, seorang pale dari Desa Tira, jika ayam mati dengan kepala menengadah ke atas dan posisi kakinya tidak masuk ke sela-sela kayu perahu menunjukkan pertanda yang baik. Jika ayam mati dalam posisi telungkup dan kakinya masuk ke dalam sela-sela kayu menunjukkan pertanda yang tidak baik. Jika dalam pemotongan ayam terdapat pertanda yang tidak baik dilihat dari posisi matinya ayam, seorang pale akan memanggil pemilik perahu beserta anak dan istrinya. Pada saat itu juga, pale akan menanyakan pada pemilik perahu apakah ada permasalahan dalam rumah tangga yang belum terselesaikan. Masing-masing pihak dari keluarga pemilik perahu harus mengeluarkan segala unek-unek yang terpendam untuk diselesaikan saat itu juga. Setelah persoalan rumah tangga itu diselesaikan dihadapan pale, ayam kedua pun disembelih diatas lambo puse perahu. Jika masih menunjukkan pertanda yang tidak baik, pale pun akan kembali bertanya kepada pemilik perahu

132 k esepakatan t anah W olio :

i deologi k ebhinekaan dan e ksistensi b udaya b ahari di b uton

beserta keluarga: “apakah masih ada yang belum selesai?” Hal itu akan terus dilakukan oleh pale hingga posisi ayam menunjukkan pertanda yang baik. Prosesi ini mencerminkan kepercayaan para pelaut bahwa keharmonisan dalam rumah tangga adalah kunci keberhasilan dalam melakukan pelayaran. Segala sesuatu yang terjadi dalam pelayaran, akan selalu dikaitkan dengan keharmonisan dalam keluarga. Terkait dengan persoalan keharmonisan rumah tangga, dalam suatu kesempatan Sabahi mengisahkan sebuah cerita pada kami. Suatu ketika ada seorang tetangganya yang hendak pergi berlayar. Sebelum berangkat, ia berjanji akan memberikan “bekal” pada istrinya. “Bekal” yang dimaksud di sini adalah hubungan seksual suami-istri. Karena terlalu lelah bekerja, sang suami ternyata tidur terlalu lelap hingga lupa akan janjinya itu. Akhirnya ketika keesokan harinya ia akan pergi berangkat berlayar, perutnya mendadak sakit. Karena sakit perut, akhirnya sang suami pun menunda keberangkatannya. Sepulangnya sang suami, ia pun bercerita mengenai sakitnya itu kepada istrinya di rumah. Setelah ia menceritakan sakitnya itu pada sang istri barulah terungkap bahwa sang istri merasa sakit hati karena sang suami melupakan janjinya untuk memberikan “bekal” padanya sebelum berangkat berlayar. Cerita Sabahi itu menyiratkan sebuah pesan moral yang sangat dipegang teguh oleh para pelaut di Desa Tira yakni “janganlah meninggalkan istri dalam keadaan tidak sempurna sebelum pergi berlayar.” Kembali ke pembahasan mengenai prosesi pemotongan ayam dalam upacara Kapipiria, segala sesuatu baik itu pertanda baik maupun buruk selalu dikaitkan dengan keharmonisan rumah tangga sang pemilik perahu.

Ayam yang telah disembelih di atas lambo puse perahu itu kemudian dipotong kepala, sayap dan kakinya. Kepala ayam, sayap dan kaki ayam kemudian diikat menjadi satu dengan bunga kelapa lalu diletakkan di bagian depan perahu (lihat gambar 8). Sementara itu, di bagian belakang perahu, diletakkan ikatan sayap ayam, kaki ayam dan bunga kelapa.

M aula ,r udyansJah 133 p rahara ,r atri

Gambar 8. Ikatan kepala, sayap, kaki ayam, dan bunga kelapa di muka perahu.

Sisa bagian ayam yang telah dipotong itu pun dibawa pulang untuk dimasak. Ayam yang telah dimasak itu nantinya akan digunakan dalam upacara memberi makan perahu atau pakande bangka dan juga dimakan bersama-sama orang yang datang menghadiri upacara Kapipiria hari itu.