Upacara Sokaiana Pau

Upacara Sokaiana Pau

Pada hari pengumuman calon terpilih berkumpulkan semua anggora Syarat Kerajaan dan rakyat di baruga di depan Masjid Agung Keraton. Tempat duduk anggota Syarat Kerajaan tergantung dari tinggi rendahnya jabatan masing-masing dalam Syarat Kerajaan.

Setelah semua anggota Syarat Kerajaan dan tamu undangan, seperti raja-raja dari wilayah negeri bawahan (Kalingsusu, Muna, Tiworo, Kaledupa, dll.) berkumpul, salah seorang dari bonto ogena menyampaikan kepada sapati bahwa semua anggota Syarat Kerajaan sudah hadir dan upacara dapat segera dimulai. Seusai menyampaikan hal ini, bonto ogena ini kemudian memanggil Bonto Baluwu dan Bonto Peropa untuk datang menghadap kepadanya. Setelah kedua bonto utama dari Baluwu dan Peropa ini berada di hadapannya dan duduk di dekatnya, kembali bonto ogena memanggil kedua kapita lao, yakni kapita lao i sukanaeo dan kapita lao i matanaeo untuk datang menghadap kepadanya. Setelah kedua laksamana laut kerajaan ini datang dan mengambil tempat duduk dekat Bonto Baluwu dan Bonto Peropa, maka bonto ogena lalu meminta kedua bonto utama dari Baluwu dan Peropa untuk “melahirkan” rahasia yang “dikandungnya” kepada kedua kapita lao itu. Dengan suara berbisik, bonto Balawu dan Bonto Peropa menyampaikan rahasia yang dikandungnya ke telinga kedua kapita lao.

Selang beberapa saat setelah rahasia yang “dikandung” disampaikan, dan Bonto Baluwu dan Bonto Peropa kembali ke tempat duduknya, maka kapita lao i matanaeo dengan muka menghadap ke timur dan kapita lao i sukanaeo ke arah barat secara bersama-sama menyerukan dengan suara lantang kalimat:

99 Ibid, hlm. 489.

86 k esepakatan t anah W olio :

i deologi k ebhinekaan dan e ksistensi b udaya b ahari di b uton

tarango tarango tarango imondoakana isaanguakana baaluwu oPeropa daa ngiapo mini Sapati La Falihi tao Laki Wolio inunca asambali pata pata walea pata pata singkua bara daangia mokowala walana moko singku singkuna totono incana mai iwei kupale palea kulae lae keya hancu siy

Artinya:

dengar, dengar dengar yang ditetapkan, yang dimufakati Baluwu dan Peropa sementara ini sapati La Ode Falihi sebagai Sultan Wolio di dalam dan di luar pada keempat penjuru dan keempat ujung barangsiapa ada yang tidak setuju dalam hatinya merasa tidak senang datanglah kemari supaya kupotong-potong kucincing-cincang dengan pedang ini

Mendengar seruan lantang ini, semua yang hadir serentak menyambutnya dengan teriakan “ haa, haa, iaaya” tanda setuju dengan keputusan yang diambil Syarat Kerajaan.

Gambar 2: Pejabat Kapita Lao (foto dari KITLV).

Pejabat kapita lao i sukanaeo La Ode Sidi dan kapita lao i matanaeo La Ode Abidi seusai mengumunkan calon sultan ke-38 yang terpilih, La Ode Muhammad Falihi,

pada tahun 1938.

M aula ,r udyansJah 87 p rahara ,r atri

Saat pengumuman ini, calon yang terpilih tidak boleh hadir di baruga. Sebagai contoh kasus dapat dikemukakan di sini bahwa pada saat pengumuman Sultan ke-38, calon yang terpilih adalah La Ode Muhammad Falihi yang sebelumnya menjabat sebagai sapati, maka secara adat ia diminta bonto ogena untuk meninggalkan baruga dan tetap tinggal di rumah sampai Syarat Kerajaan selesai menuntaskan pengumumannya. Calon sultan ini pergi meninggalkan baruga dengan dikawal dan dijaga oleh dua bonto yang ditunjuk oleh Bonto Baluwu dan Bonto Peropa. Dalam kasus pengangkatan Muhammad Falihi saat itu, jabatan tertinggi kesultanan tidak lagi berada di tangan sapati melainkan jatuh untuk sementara waktu ke tangan kenipulu. Selama upacara itu berlangsung, kenipulu dianggap sebagai pejabat kesultanan yang tertinggi. Perlu disampaikan juga di sini bahwa secara adat jabatan sapati dan kenipulu yang kosong ini sudah harus diisi sebelum upacara pelantikan dan pengambilan sumpah sultan dapat dilakukan. Secara adat jabatan dalam kesultanan biasanya diisi oleh orang yang berada dari jabatan di bawahnya. Artinya, orang yang tadinya menjabat sebagai sapati biasanya menjadi sultan, dan jabatan sapati yang kosong itu kemudian diisi oleh orang yang tadinya menjabat sebagai kenipulu. Meskipun begitu, harus diingat bahwa ketentuan ini tidak bersifat mutlak karena dalam beberapa kasus tidak berjalan sesuai dengan mekanisme serupa itu.

Sepeninggalnya calon terpilih, bonto ogena kembali memberi- tahukan pejabat tertinggi kesultanan ( kenipulu pada saat pengu- muman Sultan ke-38), untuk mengutus apa yang di dalam adat dinamakan ‘kapajaga’, yang artinya ‘pemberi peringatan’. Kapajaga ini terdiri dari delapan orang pejabat kerajaan, yakni empat orang bonto (menteri) dan empat orang bobato (raja kerajaan kecil di bawah kesultanan). Atas perintah dari bonto ogena, keempat bonto itu dipilih oleh Bonto Baluwu dan Bonto Peropa, sedangkan keempat bobato dipilih oleh kapita lao. Setelah dipilih, kapajaga ini datang menghadap bonto ogena untuk menerima mandatnya dan kemudian berangkat pergi ke rumah calon terpilih di tempat kediamannya. Sesampainya di tempat tujuan, pimpinan kapajaga ini menyampaikan kepada calon terpilih bahwa Sarana Wolio/Syarat Kerajaan akan

88 k esepakatan t anah W olio :

i deologi k ebhinekaan dan e ksistensi b udaya b ahari di b uton

mendatangi calon, karena itu yang bersangkutan diharapkan tidak pergi ke mana-mana. Dalam menjalankan tugas ini, para anggota kapajaga mendapat pembayaran adat sebesar 10 boka 100 dari anggaran kas kerajaan. Setelah jelang beberapa saat sekembalinya kapajaga, bonto ogena kembali mengutus apa yang dalam adat disebut ‘kapaumba’ yang artinya “pemberitahuan’. Penentuan anggota ‘kapaumba’ terdiri dari delapan bonto dan delapan bobato, dan tata cara pemilihannya sama dengan pemilihan anggota ‘kapajaga ’. Dalam kelompok ‘kapaumba’ ini yang bertindak sebagai juru bicara adalah bonto Gama (menteri dari pemukiman Gama). Kata-kata yang disampaikannya kepada calon terpilih adalah bahwa tanggung jawab sara sapulu ruaanguna (syarat yang ke-12) serta kesultanan sementara berada dalam tangan calon terpilih, di dalam dan di luar, pada segenap penjuru kerajaan. Di saat inilah untuk pertama kali perkataan adat ‘opu’ (terjemahan: tuan/ lord) diucapkan kepada calon terpilih. Selesai penyampaikan pemberitahuan ini, kapaumba mendapatkan pembayaran adat sebesar

40 boka dari anggaran kas kerajaan, yang semuanya dibagi di antara anggotanya. Sekembalinya kapaumba ke baruga, bonto ogena kembali meminta semua anggota Syarat Kerajaan untuk meninggalkan baruga menuju tempat kediaman sultan untuk memberikan selamat dan berjabat tangan. Tata tertib meninggalkan baruga dimulai dari jabatan yang paling rendah sampai yang paling tinggi satu per satu berdiri dan berjalan membentuk barisan memanjang. Kenipulu, bonto ogena, Bonto siolimbona, kapita lao dan boboto merupakan kelompok yang berada pada urutan paling belakang. Setibanya di

galampa 101 istana, anggota Syarat Kerajaan memberikan selamat dan berjabat tangan

dengan calon terpilih. Tata cara berjabat tangan dimulai dengan jabatan tertinggi saat itu, yakni dimulai oleh kenipulu, bonto ogena, bonto siolimbona, dan seterusnya ke bawah. Selesai berjabat tangan ini usailah sudah upacara Sokaiana Pau.

Boka adalah mata uang berasal dari Kesultanan Wolio yang diambil-alih dari sistem mata uang perak di dalam masyarakat Arab. Pada masa kini tinggi rendahnya nilai boka ditentukan berdasarkan hukum adat, dan pada saat penelitian dilakukan penulis 2007 nilai satu boka adalah sekitar Rp. 15.000.

Galampa adalah bagian dari istana dimana biasanya digunakan sebagai ruangan pertemuan. Tiga jabatan tertinggi dalam kesultanan, yakni sultan, sapati, dan kenipulu, memiliki ruangan pertemuan di rumah mereka masing-masing. Pada saat seorang calon terpilih jadi sultan, secara otomatis rumahnya kemudian dianggap sebagai istana.

M aula ,r udyansJah 89 p rahara ,r atri