Pertanyaan : Bagaimana sejarah tradisi ruat laut hingga nyampai ke
WAWANCARA Data informan
Narasumber : Bapak Hi. M Djamhari Tokoh AdatMasyarakat Tempat : Jl. Ikan Bawal No. 63 Gg. Kelurahan Kangkung, Hp 0812 7901 8053
Tanggal : Lampung, 29-04-2011
1. Pertanyaan : Bagaimana sejarah berdirinya kelurahan Kangkung ? Jawaban : Kangkung adalah sebuah nama kelurahan yang namanya berasal
dari nama sayuran, yaitu Kangkung. Dahulu di daerah perbatasan antara Bumi Waras dengan Nila Sari ada Rawa Kecil yang isinya tanaman sayuran
kangkung. Maka dari itulah kelurahan kangkung namanya berasal. Kelurahan kangkung lebih di kenal masyrakat Bandar Lampung dengan sebutan Ujung
Bom, ujung bom adalah sebuah tempat dermaga para koloni Belanda yang menjadikan daeraha kangkung sebagai pendaratan kapal mereka, dan di sana
mereka menurunkan alat mortir yaitu bom yang bentuknya seperti bamboo runcing namun terbuat dari besi. Belanda membuat dermaga dengan
menancapkan besi-besi di pinggiran pantai sebagai tempat sandaran kapal. Pada mulanya, Kelurahan kangkung di huni oleh masyarakat
Lampung, namun sekitar tahun 1952 datanglah perahu besar yang berasal dari Jawa Barat dengan membawa awak kapal yang sebagian besar isinya masih
mempunyai ikatan kekeluargaan. Mereka dating dan mendarat ke pesisir teluk lampung dengan tujuan untuk menangkap ikan yaitu menjadi nelayan. Mereka
melihat di lampung belum terdapat nelayan penangkap ikan, yang di jadikan alat penangkap ikan dari masyarakat lampung hanya menggunakan pancing.
Inilah yang menjadi motivasi mereka untuk tinggal di Lampung. Masyarakat Jawa Barat Cirebon dulunya hanya mendiami pesisir
teluk Lampung dengan menyewa tanah. Hal tersebut di latarbelakangi oleh sulitnya putra daerah untuk menjual tanahnya. Namun dengan kegigihan
masyarakat, sampai saat ini mereka dapat membeli tanah. Hal tersebut di dapatkan mereka dengan cara pendekatan kepada warga putra daerah, yaitu
dengan cara memberikan sebagian hasil tangkapan ikan dengan harapan penduduk asli lampung dapat menerima kedatangan mereka. Lalu pada tahun
1968 sedikit demi sedikit tanah milik warga Lampung dapat di beli oleh masyarakat pendatang dari cirebon.