Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
menghadapinya atau dengan metode ijtihad ulama yang disebut dengan “istihsan”, yang menurut bahasa adalah anggapan baik atau menganggap baik.
Sedangkan Istihsan menurut istilah ahli ushul al-fiqh adalah :
ﺩﻟﻴ ﹸﻞ
ﻳﹾﻈ ﻬﺮ
ﻓ ﻲ
ﻋﹾﻘ ﹺﻞ
ﹾﺍﹸﳌ ﺠ
ﺘﹺﻬ ﺪ
ﻳﹾﻘﺘ ﻀ
ﻰ ﺗﺮ
ﹺﺟﻴ ﺢ
ﻗﻴ ﹴﺱﺎ
ﺧ ﻔ
ﹴﻰ ﻋﹶﻠ
ﻰ ﻗﻴ
ﹴﺱﺎ ﺟ
ﻠﻲ ﹶﺍﻭ
ﺳﺍ ﺘﹾﺜﻨ
َﺀﺎ ﺟ
ﺰ ﻲﺋ
ﻣ ﻦ
ﺣ ﹾﻜ
ﹺﻢ ﹸﻛّﻠ
ﻲ
.
3
Artinya : “Satu dalil yang keluar dari pemikiran seorang Mujtahid yang
menetapkan kerajihan qiyas yang tidak terang khafy daripada qiyas yang terang jaly, atau merajihkan ketentuan hukum yang khusus juz’iy dari
ketentuan yang umum kully.
Firman Allah SWT dalam surat az-Zumar 39 : 55 di dalamnya
mengandung perintah untuk mengikuti yang terbaik dari apa yang diturunkan Allah. Seandainya mengikuti cara yang terbaik itu tidak mempunyai kekuatan
dalam dalil, tentu Allah tidak mengisyaratkan dengan yang seperti itu. Hal ini berarti bahwa istihsan yang tiada lain adalah upaya untuk berbuat yang terbaik itu
diakui kekuatannya dalam agama.
4
Imam asy-Syatibi ahli usul fikih Mazhab Maliki mendefinisikan istihsan dengan, “memberlakukan kemaslahatan parsial ketika berhadapan dengan kaidah
umum, “kemudian ia menambahkan bahwa hakikat istihsan adalah mendahulukan al-maslahah al-mursalah Maslahat dari qiyas. Oleh sebab itu, bagi ulama
Mazhab Maliki teori istihsan merupakan salah satu teori dalam mencapai
3
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh 1 dan 2, Jakarta: Kencana, 2010, h. 157.
4
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, Jakarta: Kencana, 2009, h. 338.
kemaslahatan yang merupakan tujuan syarak dalam menetapkan hukum. Imam asy-Syatibi selanjutnya mengatakan bahwa istihsan tidak semata-mata di dasarkan
pada logika dan hawa nafsu, tetapi didasarkan pada dalil yang lebih kuat. Dalil yang menyebabkan pemalingan ini adalah nas ayat atau hadis, ijmak, ‘urf adat
kebiasaan yang berlaku umum, dan adakalanya melalui kaidah-kaidah yang berkaitan dengan menghilangkan kesulitan. Dengan demikian, menurut Imam
asy-Syatibi, kaidah istihsan merupakan penerapan kaidah al-maslahah kemaslahatan yang didukung oleh syarak melalui induksi sejumlah nas; bukan
oleh nas yang parsial.
5
Allah SWT
Menciptakan manusia
di dunia
ini dengan
keanekaragamannya, ada perbedaan suku, bangsa, adat istiadat, bahasa, dan warna kulit. Hal tersebut bertujuan agar manusia dapat saling kenal mengenal di
antara sesama. Adanya kemungkinan akulturasi timbal balik antara Islam dan budaya lokal diakui dalam suatu kaedah atau ketentuan dasar dalam Ilmu Ushul
Fiqh bahwa Adat itu dihukumkan al-Ada Muhakkamah, atau lebih lengkapnya “Adat adalah syari’ah yang dihukumkan” al-Ada Syari’ah Muhakkamah
artinya, adat dan kebiasaan suatu masyarakat, yaitu budaya lokalnya, bisa menjadi sumber hukum islam. Para ulama ushul al-fiqh juga sepakat bahwa hukum-hukum
5
Sebagaimana di kutip dalam: Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, jil.3.Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996, h. 771.
yang didasarkan kepada ‘Urf bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat pada zaman tertentu dan tempat tertentu.
6
Hal diatas sesuai dengan ungkapan Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah, yang mengatakan bahwa:
ﺗﻐﻴ ﺮﹾﻟﺍ
ﹶﻔﺘ ﻮ
ﻯ ﻭ
ﺧﺍ ﺘ
ﹶﻼ ﹸﻓﻬ
ﹺﺑﺎ ﺤ
ﺴ ﹺﺐ
ﺗﻐﻴ ﹺﺮﹾﺍ
َﻷ ﺯﻣ
ﻨﺔ ﻭﹾﺍ
َﻷ ﻣ
ﻜﻨ ﺔ
ﻭﹾﺍ َﻷ
ﺣ ﻮ
ﹺﻝﺍ ﻭ
ﹺﻨﻟﺍﻴ ﺕﺎ
ﻭﹾﺍ ﻌﻟ
ﻮﺍ ِﺀﺩ
.
7
Artinya : “Suatu Fatwa bisa berubah karena perubahan zaman, tempat,
lingkungan, niat dan adat kebiasaan manusia”. Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya Ushul al-Fiqh merumuskan
defini adat pada pengertian
:
ﻣ ﻋﺍﺎ
ﺘﺪ ﺍﻩ
ﻨﻟﺍ ﺱﺎ
ﻣ ﻦ
ﻣﻌ ﻣﺎ
ﹶﻼ ﺕ
ﻭ ﺳﺍ
ﺘﹶﻘ ﻣﺎ
ﺖ ﻋﹶﻠ
ﻴﻪ ﹸﺃﻣ
ﻮﺭ ﻫ
ﻢ.
8
Artinya : “Apa-apa yang dibiasakan oleh manusia dalam pergaulannya dan telah
mantap dalam urusan-urusannya”. Abdul Wahhab Khallaf, dalam kitabnya “Ilmu Ushul Fiqh” berpendapat
bahwa ‘Urf berbentuk dari saling mengetahui dan menerima di antara manusia walaupun berbeda-beda tingkatan mereka, rakyat umum dan golongan khusus.
Dan ini berbeda dengan ijma yang berbentuk karena kesepakatan ulama
6
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, h. 143.
7
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, h. 149.
8
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, Jakarta: Kencana, 2009, h. 3 ٨٨.
mujtahidin khususnya; sedang rakyat umum tidak campur tangan dalam pembentukannya.
9
‘Urf itu ada dua macam, yaitu ‘urf yang shahih dan ‘urf yang fasid. ‘Urf yang shahih ialah apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia dan tidak
menyalahi dalil syara’, tidak menghalalkan yang haram dan tidak membathalkan yang wajib. Misalnya adat kebiasaan mengadakan aqad jual-beli barang yang
belum dibikin, membayar maskawin dengan cicilan, apa-apa yang diberikan oleh lelaki kepada wanita pinangannya berupa perhiasan dan pakaian adalah hadiah
tidak termasuk sebagian dari maskawin dan sebagainya.
10
Sedangkan ‘Urf yang fasid ialah apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia, akan tetapi menyalahi dalil syara’. Yaitu menghalalkan yang
haram atau mengharamkan yang halal. Misalnya seperti memakan harta riba, serta melakukan kontrak yang mengandung riba. Mencampurkan kedudukan antara
wanita dan pria di dalam kepentingan yang umum Memberikan minum-minuman keras pada hari raya, termasuk peringatan hari permulaan tahun. Kemudian
beberapa dari orang muslim menari dan bernyanyi di saat resepsi pernikahan. Lelaki memakai cincin emas di saat melakukan pinangan perkawinan hal ini
9
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Al-Kohiroh: Dar al-Hadits, 1423H2003M, h. 99.
10
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Al-Kohiroh: Dar al-Hadits, 1423H2003M, h. 99.
mengikuti kebiasaan orang barat dan lain sebagainya yang mengandung unsur bertentangan dengan syara’ serta pilar-pilar Agama Islam.
11
Suatu tradisi yang selama ini masih tetap berlaku dan terlestarikan dalam adat Muslim masyarakat Lampung adalah praktek upacara Ngumbai lawok.
Tradisi Ngumbai Lawok adalah sebagai tradisi ruhani yang dalam bentuk pelaksanaannya sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, yaitu
berkorban kerbau, dan kepalanya dihanyutkan ke laut. Sebagai simbol kita harus berkorban atau mengeluarkan sedekah, dengan maksud supaya bagi yang
bersedekah rizkinya akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Acara adat yang disebut “Ngumbai Lawok” yang bermakna perjanjian atau sedekah, sebagai
refleksi atas rasa syukur para nelayan kita yang telah mendapatkan hasil yang diterima selama satu tahun. Acara ini juga dilakukan dalam rangka memperingati
Tahun Baru Islam 1 Muharam.
12
Di dalam praktek Acara ngumbai lawok terdapat adanya indikasi yang menuju kearah cerminan kesyirikan. Karena tidak sesuai dengan nilai-nilai agama
Islam. karena Ngumbai lawok dilaksanakan untuk mengucapkan rasa syukur atas ikan-ikan yang melimpah dan laut yang ramah yang telah dinikmati oleh
masyarakat sejauh itu, dan sebagai harapan agar keadaan berlimpah dan keramahan laut tersebut tetap berlanjut, dan bahkan bertambah.
11
Wahbah Al-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, Damaskus - Syiria: Dar Al-Fikr, 1427 H 2006 M, Juz 2, h. 109.
12
KOMPAS.com
Kemusyrikan adalah dosa yang paling besar; dosa yang tak terampunkan. Musyrik adalah orang yang menyekutukan Allah. Pada dasarnya orang musyrik
memiliki kepercayaan akan adanya Allah SWT, tetapi dicampurbaurkan dengan kepercayaan kepada yang lain. Sehingga ia tidak sepenuhnya mempercayai
keesaan dan kemhakuasaan Allah SWT, hal ini di jelaskan dalam firmannya surat an-Nisa’ 4 : 116.
Kemusyrikan bertentangan dengan tauhid karena tauhid adalah keyakinan akan kemahaesaan Allah SWT; sedangkan kemusyrikan tidak demikian. Orang
musyrik mempercayai ada kekuatan lain selain Allah SWT, ada zat lain selain zat Allah SWT yang juga dapat menentukan sesuatu.
13
Dapat dikatakan, faktor utama tersebarnya akidah yang menyesatkan di banyak lingkungan masyarakat atau bangsa ialah adanya rasa percaya terhadap
warisan lingkungan masyarakat atau bangsa ialah adanya rasa percaya terhadap warisan dari peniggalan nenek moyang, yang seringkali disertai sikap fanatik.
Dan fakta menunjukkan, banyak bangsa di muka bumi ini sebenarnya tidak mempunyai alas an yang cukup atau rasional dalam menerima warisan pemikiran
tersebut. Mereka semata-mata berpegang pada suatu kepercayaan yang kurang rasionala. Kepercayaan yang menyimpang itu terus diikuti secara fanatik sesuai
13
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1994, h. 86.
dengan kebiasaan nenek moyangnya. Di tengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, ia tetap hidup.
14
Dalam Ilmu Ushul al-fiqh budaya lokal dalam bentuk adat kebiasaan juga di sebut “Urf secara etimologi berasal dari asal kata yang sama dengan al-
ma’ruf. Karena “Urf suatu masyarakat sesuai dengan uraian diatas, mengandung unsur yang salah dan yang benar sekaligus, maka dengan sendirinya masyarakat
muslim Lampung harus melihatnya dengan kritis dan tidak dibenarkan sikap yang hanya membenarkan semata sesuai dengan berbagai prinsip Islam sendiri yang
amat menentang tradisionalisme. Sebagaimana dijelaskan di dalam Q.S al- Zukhruf 43: 23-24.
Ayat tersebut menegaskan bahwa apa yang telah dijelaskan diatas, yaitu Islam menentang tradisionalisme, yaitu sikap yang secara a priori memandang
bahwa tradisi leluhur selalu baik dan harus dipertahankan serta diikuti. Prinsip ini diletakkan dalam suatu kerangka ajaran dasar mengharuskan kita selalu bersikap
kritis sebgaimana dijelaskan di dalam Q.S al-Isra Bani Isra’il 17: Ayat 36. Sikap kritis terhadap tradisi inilah yang menjadi unsur terjadinya
transformasi sosial suatu masyarakat yang menjadi perkenalan dengan Islam. Karena itu kedatangan Islam di suatu negeri atau masyarakat, sebagaimmana
telah dijelaskan dapat berrsifat distruptif tidak bersifat memotong. Tapi sesuai dengan kaedah yurisprudensi Islam di atas, perlu membedakan antara tradisi dan
14
Abdurrahman Habanakah, Pokok-pokok Akidah Islam, Jakarta: Gema Insani, 1998, h. 575-576.
tradisionalitas. Jelasnya ialah, suatu tradisi belum tentu semua unsurnya tidak baik maka harus dilihat dan diteliti mana yang baik untuk dipertahankan dan
diikuti. Sedangkan tradisionalitas adalah pasti tidak baik, karena ia merupakan sikap tertutup akibat pemutlakan tradisi secara keseluruhan, tanpa sikap kritis
untuk memisahkan mana yang baik dan mana yang buruk.
15
Ngumbai Lawok adalah tradisi ruwatan laut, yaitu upacara membersihkan laut. Hal tersebut lahir dari pemahaman nelayan bahwa laut adalah arena mengais
rezeki. Karena itu wajib dirawat. Agar sumber penghidupan mereka itu tetap menjadi sahabat yang memberikan hasil tangkapan melimpah. Tradisi Ini digelar
rutin, setahun sekali, sebagai bentuk syukur, persembahan, perawatan, dan pengorbanan. Yaitu dengan memberikan sesaji sedekahan berupa kepala kerbau,
daging, buah-buahan, makanan-minuman, dan rokok, serta miniatur perahu. Sesaji itu diangkut ke kapal motor untuk dibawa dan dilarung di kawasan pesisir
laut. Semangatnya mirip berkurban pada Idul Adha. Namun, keduanya beda konteks. Sama-sama tradisi ruhani. Tetapi yang satu sebagai simbol ketaatan
kepada Sang Khalik sedang yang lain semata bentuk implementasi kekerabatan dengan alam. Bagi nelayan Teluk Lampung, Meruwat Laut punya dua tujuan.
Yakni memohon keselamatan di laut sekaligus mensyukuri karunia yang telah diterima.
Di dalam kitab tauhid karangan Muhammad Abdul Wahab diterangkan bahwa meminta pertolongan atau berdoa kepada selain Alloh SWT adalah
15
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina, 2005, h.553.
termasuk perbuatan syirik. Hal itu terjadi karena kurangnya rasa keimanan manusia terhadap kekuasaan Allah SWT, bahwa hanya kepadanyalah kita
meminta pertolongan dan perlindungan dari segala bahaya. Oleh sebab itu, bagi setiap orang beriman harus menjaga dirinya sendiri, isterinya, anak-anaknya dan
keluarganya, agar supaya jangan sampai terjatuh kelembah syirik. Paham syirik ini harus di hapus dan dikeluarkan dari dalam hati. Syirik merupakan salah satu
dari tujuh hal yang membinasakan manusia. Karena syirik dapat menghancurkan iman seseorang dan menjerumuskannya kedalam jurang api neraka. Idealnya
syirik harus mendapat perhatian serius dari setiap muslim. Hal ini juga wajar karena syirik adalah dosa besar yang tak bisa diampuni Allah SWT.
16
Mayoritas penduduk Masyarakat lampung adalah Islam, dan ajaran Islam di sana sangatlah kuat. Akan tetapi di dalam kenyataannya masih ada praktek-
praktek tradisi yang menuju atau mencerminkan kepada kemusyrikan, yaitu melestarikan tradisi nenek moyang dahulu dan diturunkan kepada generasi ke
generasi hingga saat ini. Hal ini terjadi di daerah Pesisir Teluk Lampung, yaitu tempat para nelayan mengais rejeki di laut dengan menangkap ikan. Maka dari itu
penulis tertarik dan bermaksud melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul: “TRADISI RUWATAN LAUT NGUMBAI LAWOK DI KELURAHAN
KANGKUNG KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.
16
Muhammad Abdul Wahab, Kitab Tauhid, Beirut: Dar-Al-arobiyah, 1388 H1969, h. 33.