berdasarkan perkiraan dan kenyataan buruk dampak pertambangan yang diketahui bukan sisi positifnya.
4.8.5. Dinamika Pertambangan Rakyat
Masuknya PT. Sorikmas Mining yang diawali konflik dengan masyarakat desa sekitar lokasi pertambangan. Isu kerusakan lingkungan saat itu
dijadikan alasan utama untuk menolak kehadiran PT. Sorikmas Mining. Namun seiring berjalannya waktu masyarakat yang semakin menyadari kalau tanah di
desa mereka memiliki kandungan emas yang dapat mendatangkan keuntungan besar.
Masyarakat mulai melakukan penambangan rakyat. Pertambangan rakyat ini juga membutuhkan modal yang besar. Masyarakat yang memiliki
lahan di sekitar lokasi tambang belum tentu mampu melakukan penggalian di lahan mereka sendiri. Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan
penggalian mulai dari peralatan, biaya upah bagi para pekerja. Bagi yang tidak mempunyai lahan di sekitar lokasi tambang harus membayar lagi kepada
pemilik lahan. Lahan biasanya berupa kebun-kebun milik masyarakat desa yang diyakini tanahnya memiliki kandungan emas karena letaknya yang sangat dekat
dengan lokasi pertambangan perusahaan PT. Sorikmas Mining. Banyak dinamika yang menarik dari penambangan rakyat yang
dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Naga Juang termasuk desa Tarutung Panjang. Mulai dari cara mereka mendeteksi lokasi keberadaan emas. Jika PT.
Sorikmas Mining mendeteksi sumber emas dengan berbagai peralatan canggih
Universitas Sumatera Utara
dan melalui tahap-tahap rumit bahkan memakan waktu yang cukup lama. Sementara masyarakat desa Tarutung Panjang menggunakan “orang pintar”
untuk mendeteksi lokasi. Sebelum menentukan lokasi yang akan digali, lubang tambang para
penambang ini akan menghubungi “orang-orang pintar” atau paranormaldukun. “Orang pintar” ini yang akan menentukan di mana lokasi
tambang. Setelah itu mereka akan menyediakan sesajen yang isinya adalah buah-buahan, rokok, dan lain sebagainya.
Pertambangan masyarakat ini sangat menarik perhatian. Pertambangan masyarakat ini tidak hanya dilakukan oleh penduduk asli desa sekitar, namun
banyak juga pendatang yang berasal dari daerah-daerah lain ikut melakukan pertambangan, bahkan para penduduk desa yang berada di perantauan
berdatangan untuk ikut melakukan pertambangan. Beberapa di antaranya ada yang berhasil melakukan penggalian.
Dikatakan berhasil karena batu yang terdapat di lubang-lubang yang mereka gali mengandung emas. Namun tidak sedikit juga para penambang masyarakat
ini harus kecewa karena lubang yang mereka gali batunya tidak mengandung emas. Padahal sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
penggalian. Batu-batu yang diperoleh dari lubang dimasukkan ke dalam karung.
Setelah dimasukkan ke dalam karung batu-batu itu diangkat ke desa menggunakan kuli angkut yang di upah Rp 125.000,- untuk tiap karungnya.
Setelah itu batu-batu tersebut diolah dengan cara dipukul-pukul dengan martil
Universitas Sumatera Utara
sampai ukurannya menyerupai kerikil-kerikil kecil. Mengolah batu menjadi krikil inipun harus mengupah orang sekitar Rp 50.000,- tiap karungnya.
Kerikil-kerikil ini sudah siap untuk dibawa ke galundung. Galundung ini merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan partikel-partikel emas dari
kerikil. Dari hasil yang diperoleh peneliti di lapangan terdapat kira-kira 67 buah
galundung di Kecamatan Naga Juang. Orang yang memiliki usaha galundung ini tentu akan memperoleh keuntungan yang cukup besar. Batu kerikil yang
dikelola di galundung memerlukan biaya sekitar Rp 115.000,- sampai dengan Rp 150.000,- untuk tiap karungnya. Dalam penggunaannya galundung ini juga
menggunakan zat kimia berbahaya sejenis merkuri yang disebut quik oleh penduduk awam.
Seluruh rangkaian pengelolaan batu hasil galian sampai bisa menjadi emas membutuhkan banyak tenaga kerja. Tenaga kerja biasanya berasal dari
penduduk setempat atau pendatang-pendatang yang berasal dari Nias atau Pulau Jawa. Pendatang dari Nias dan Jawa lebih sering menjadi kuli pikul atau
tenaga untuk menggali lubang. Pendapatan yang mereka peroleh juga tidak sedikit hal ini menyebabkan banyak pendatang yang datang untuk bekerja dan
memperoleh keuntungan dari pertambangan rakyat. Pendatang bisa saja membuka lubang sendiri jika memiliki modal besar namun jika tidak mereka
bisa jadi tenaga upahan yang memperoleh penghasilan dari upah yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
Bagi yang memiliki modal besar dan menggali lubangnya sendiri, jika lubang yang digali berhasil maka keuntungan yang diperoleh juga sangat besar.
Bisa mencapai puluhan bahkan ratusan rupiah. Seperti yang diungkapkan oleh informan, yang saudara laki-lakinya pernah berhasil menggali lubang:
”Ito saya diawal-awal tahun 2012 lalu pernah berhasil menggali lubang, keuntungan yang diperoleh lumayan besar
ada itu tiga ratus delapan puluh juta. Uangnya digunakan untuk membeli mobil, motor, dan kebun.” Informan PP
Kebanyakan dari mereka yang memperoleh keuntungan dari pertambangan masyarakat menggunakan uangnya untuk membeli kendaraan,
kebun, membangun rumah, bahkan membeli perhiasan. Hal ini tentu memicu terjadinya kecemburuan sosial di antara masyarakat desa Tarutung Panjang.
Terjadi ketidakmerataan atau kesenjangan dalam hal peningkatan ekonomi. Kesenjangan ekonomi ini juga memiliki andil yang cukup besar untuk
mempertajam polarisasi antara masyarakat desa Tarutung Panjang. Di bawah ini merupakan hasil wawancara terhadap salah satu pemuda
desa Tarutung Panjang mengenai cara mereka mendapatkan batu emas. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pemuda ini, pemuda ini mengaku
pernah mendapat emas dengan cara mencuri batu dari lubang galian orang lain. Pada saat itu pemilik lubang sedang lengah menjaga lubangnya. Maka OH dan
ketiga temannya diam-diam mengambil batu dari lubang tersebut. Hanya 2 karung kecil yang berhasil mereka peroleh pada malam itu namun mereka
beruntung batunya adalah inti kandungan emasnya lebih banyak. Setelah
Universitas Sumatera Utara
diproses di galundung hasilnya cukup lumayan sekitar dua ratus tiga puluh juta rupiah. Keuntungan tersebut dibagi tiga dan OH mendapat bagian kurang lebih
delapan puluh juta rupiah. Mengambil batu emas dengan cara seperti ini disebut dengan istilah manggacong. Seperti yang diungkapkan oleh informan.
”Yah gak nyangka juga kalau kami bisa dapat keuntungan sebanyak itu. Sudah lama memang kami mengincar lubang itu,
lubangnya lagi produksi. Makanya pas ada kesempatan kami ambil aja. Untungnya gak ketauan kami sama yang punya
lubang.” Informan OH
Selain manggacong ada cara lain untuk memperoleh batu emas yaitu dengan cara mangaleles di lubang galian batu emas milik orang lain. Bedanya
mangaleles ini adalah dengan cara meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik lubang.
4.8.6. Peran Pemerintah Dalam Memfasilitasi Masyarakat dan Perusahaan Tambang