Latar Belakang Rehabilitasi, Rehabilitasi pada kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu isu penyakit menular yang terus hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIVAIDS Human Immunodeficiency Virus Acquired Immune Deficiency Syndrome. Negara Indonesia dinyatakan berada pada posisi nomor tiga sedunia untuk jumlah penderitanya, dan Indonesia juga menjadi negara dengan persebaran HIVAIDS tercepat di dunia. Dalam target Millennium Development Goals MDGs 2015 Indonesia harus mampu memerangi HIVAIDS, malaria dan penyakit menular lainnya. Menurut Duarsa 2011, AIDS disebabkan oleh virus HIV dan virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuan Perancis. Dalam waktu singkat virus HIV telah mengubah keadaan sosial, moral, ekonomi dan kesehatan dunia, sehingga saat ini HIVAIDS merupakan masalah kesehatan terbesar yang dihadapi oleh komunitas global Kepmenkes RI 832MenkesSKX2006. Menimbang bahwa dengan terjadinya peningkatan kejadian HIV dan AIDS yang bervariasi mulai dari epidemi rendah, epidemi terkonsentrasi dan epidemi meluas, perlu dilakukan upaya penanggulangan HIV dan AIDS secara terpadu, menyeluruh dan berkualitas Ditjen PPPL 2015. Data hingga akhir tahun 2005 pandemik HIVAIDS telah membunuh hampir 30 juta orang. Lebih dari 40 juta Orang hidup dengan HIVAIDS ODHA dan sedikitnya terdapat penambahan 14.000 orang terinfeksi tiap harinya. Jika tidak diterapi, diperkirakan 3 juta akan mati tiap tahunnya akibat HIVAIDS Universitas Sumatera Utara 2 DEPKES RI, 2006. Sementara, menurut data Kemenkes RI 2016 kasus AIDS sampai September 2015 sejumlah 68.917 kasus. Data HIV dan AIDS di Provinsi Sumatera Utara KPA Sumatera Utara, 2016, tercatat hingga bulan Desember 2015, data kumulatif kasus HIV dan AIDS berjumlah 7.736, dengan rincian 3.127 untuk kasus HIV dan 4.609 untuk kasus AIDS. Sedangkan untuk jumlah kumulatif HIV dan AIDS berdasarkan KabupatenKota terbanyak adalah Kota Medan yaitu 1.756 penderita HIV dan 2.641 penderita AIDS. Data dari Info DATIN 2014, sampai dengan september 2014, jumlah kumulatif ODHA yang masuk perawatan sebanyak 153.887, memenuhi syarat untuk ARV sebanyak 108.060 70,22, sementara yang tidak memenuhi syarat untuk ARV sebanyak 45.827 29,78. Dari keseluruhan ODHA yang memenuhi syarat untuk ARV, sebanyak 84.030 77,76 sudah pernah menerima ARV sebelumnya pasien lama dan 24.030 22,24 belum pernah menerima ARV sebelumnnya pasien baru. Untuk ODHA yang sudah pernah menerima ARV sebelumnya pasien lama terbagi lagi menjadi lima kategori yaitu sebanyak 14.547 17,31 sudah meninggal, 45.631 54,30 masih menerima ARV, 15.046 17,91 Lost Follow Up LFU, 6839 8,14 rujuk keluar dan 1.967 2,34 stop. Dari data yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa angka Lost Follow Up dan stop memiliki persentasi yang cukup tinggi dalam upaya perawatan HIV dan terapi Antiretroviral di Indonesia, sementara untuk data di RSUP H. Adam Malik sendiri, peneliti tidak dapat memperolehnya karena data tersebut tidak untuk dipublikasikan. Universitas Sumatera Utara 3 Penanggulangan Penyakit Menular adalah upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian, membatasi penularan, serta penyebaran penyakit agar tidak meluas antardaerah maupun antarnegara serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasawabah. Salah satu usaha yang dapat membantu ODHA adalah perawatan dan layanan dalam bentuk cakupan pengobatan, tetapi hal ini masih belum terlaksana secara maksimal. Faktor ‐faktor yang berpengaruh terhadap cakupan pengobatan antara lain rendahnya deteksi dini diagnosis HIV, pasien yang layak mendapat pengobatan eligible menurut pedoman nasional belum siap untuk menerima pengobatan karena masalah psikososial tidak siap untuk berobat seumur hidup, masalah transportasi rumah jauh, dukungan keluarga, pasien masuk sudah dalam taraf terminal, lain ‐lain. Faktor eksternal lain yang berpengaruh besar adalah upaya penjangkauan terhadap ODHA masih belum optimal karena masih ada stigma diskriminasi sehingga penemuan kasus secara dini belum optimal. Melalui pelayanan kesehatan penemuan kasus HIV ini diharapkan dapat di deteksi sedini mungkin, oleh karena itu diperlukan pelayanan khusus yang dapat membantu para ODHA mudah dalam mengakses pengobatan tanpa stigma Ditjen PPPL 2015. Stigma terhadap ODHA merupakan sebuah bentuk diskriminasi sosial. Cara pandang yang keliru, sempit, dan bahkan negatif turut mendiskriminasi para pengidap virus tersebut dapat menghambat mereka dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Mereka selalu dikaitkan dengan penyakit moralitas, bahkan bukan rahasia lagi, pengidap HIVAIDS disangkal dan diusir oleh keluarga sendiri. Ini Universitas Sumatera Utara 4 adalah beban sosial yang akhirnya ditanggung oleh ODHA. Hukuman sosial berupa stigma dan diskriminasi bagi penderita HIVAIDS umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIVAIDS. Di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 tertulis bahwa pelayanan kesehatan adalah salah satu hak masyarakat. Pelayanan kesehatan diperlukan bagi kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, hal ini menunjukan bahwa pelayanan kesehatan menjadi bagian yang seharusnya dapat dinikmati oleh setiap orang tanpa melihat status sosial dan ekonomi ataupun latar belakang lainnya. Salah satu dari pelaksana pelayanan kesehatan yang sudah umum dicari masyarakat adalah Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah memiliki peran penting dalam melawan penyebaran HIV dan AIDS. Tetulis dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS Pasal 41 ayat 4, bahwa setiap Rumah Sakit sekuraang-kurangnya kelas C wajib mampu mendiagnosis, melakukan pengobatan dan perawatan ODHA sesuai dengan ketentuan dan sistem rujukan. Dari 358 Rumah Sakit yang telah ditentukan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 451MENKESSKIV2012 sebagai Rumah Sakit rujukan bagi Orang dengan HIV dan AIDS ODHA, untuk Sumatera Utara telah ditetapkan 18 Rumah Sakit dan salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik RSUP HAM. Sehingga pada prinsipnya Universitas Sumatera Utara 5 Rumah Sakit yang telah ditentukan harus mampu merawat dan memberikan pelayanan medis pada ODHA. Upaya perawatan penderita HIVAIDS adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang juga merupakan penentu dalam tercapainya kepuasan pasien. Kepuasan pasien dikaitkan oleh beberapa faktor diantaranya kualitas pelayanan, harga, situasi dan karakteristik pasien Zeithmal dalam Tjiptono, 2004. ODHA memiliki hak yang sama untuk memberikan nilai terhadap kualitas pelayanan yang diperolehnya, sebagaimana yang telah diuraikan dalam berbagai peraturan dan ketentuan yang ada. Menurut Parasuraman yang dikutip Lupiyoadi 2001 kualitas pelayanan ditentukan berdasarkan lima dimensi yang diantaranya adalah bukti fisik tangibles, keandalan reliability, ketanggapan responsiveness, jaminan assurance dan perhatian emphaty. Lima dimensi ini dapat menjadi penentu kepuasan pasien ODHA dalam pelayanan yang diperolehnya. Dengan kualitas pelayanan yang baik, maka ODHA akan terdorong melanjutkan perawatan yang sekaligus untuk berusaha hidup produktif ditengah masyarakat, sehingga harapannya angka kesakitan dan kematian karena HIVAIDS dapat menurun. Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik dengan melakukan wawancara kepada beberapa pasien dan pendamping ODHA tentang pelayanan kesehatan di RSUP H. Adam Malik, mereka mengatakan bahwa masih ada perlakuan yang berbeda antara pasien umum dan ODHA, beberapa perawat dan dokter masih memiliki stigma terhadap pasien ODHA, dan pasien merasa kurang puas karena proses administrasi yang membuat Universitas Sumatera Utara 6 mereka lama menunggu. Hingga Desember 2015, jumlah Masuk perawatan dengan status positif HIV di RSUP H. Adam Malik yaitu sebanyak 4.931 Kasus dan sekitar 80 sampai 100 orang yang berkunjung tiap harinya di Pusat Pelayanan Khusus ODHA Pusyansus atau VCT RSUP H. Adam Malik. Penelitian Wiyono 2005 menyimpulkan bahwa semua variabel kualitas pelayanan medis, paramedis, dan penunjang medis berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan konsumen di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten. Penelitian Nuraga 2014 menyimpulkan bahwa adanya pengaruh kualitas pelayanan secara signifikan terhadap kepuasan pasien rawat jalan peserta askes sosial PT. Askes. Sedangkan secara parsial menunjukan bahwa variabel kehandalan dan empati berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien rawat jalan peserta askes sosial PT. Askes. Pemerintah terus berupaya dalam menanggulangi masalah HIV dan AIDS ini baik dengan program pencegahan dan pengobatan. Peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah juga semakin meningkatkan kualitas pelayanan untuk pasien ODHA. Tidak hanya pasien umum yang berhak memperoleh kepuasan dalam pelayanan kesehatan, tetapi pasien ODHA juga memiliki hak yang sama. Berdasarkan hal diatas dan data-data yang diperoleh sebelumnya maka peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien pasien ODHA di Klinik Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan, dimana rumah sakit tersebut sebagai rumah sakit kelas A dan menjadi salah satu rumah sakit rujukan untuk ODHA yang terbesar di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 7

1.2 Permasalahan Penelitian