Bahasa
kedhaton
dan
basa bagongan
adalah bagian dari bahasa Jawa yang dibedakan menurut tingkat tuturnya dan merupakan bahasa yang tak produktif
karena dipakai untuk maksud dan tujuan tertentu dalam suatu lingkup tertentu. Hal tersebut diungkapkan oleh Uhlenbeck 1978:51 bahwa yang dimaksud
prosede produktif dalam bahasa Jawa merupakan resep atau pola dan termasuk perlengkapan bahasa yang memungkinkan pembicara asli bahasa itu memberikan
bentukan-bentukan yang tidak terbatas jumlahnya. Sebaliknya prosede tak produktif hanya terdapat secara
insidental
dan dipakai untuk maksud-maksud khusus.
C. Kerangka Berpikir
Penelitian mengenai penggunaan bahasa
kedhaton
akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik
yaitu dengan melihat, unsur masyarakat pengguna atau pemakai bahasa
kedhaton
, pemarkah leksikon, morfologi, sintaksis dan unsur formalitas penggunaan
bahasa
kedhaton
itu sendiri, untuk dapat diketahui adanya tingkat tutur dan perbedaanya dengan bahasa Jawa baru pada umumnya..
Langkah-langkah yang akan dipergunakan dalam proses penelitian yaitu mencari petunjuk sejarah bahasa
kedhaton
dengan mencari sumber data antara lain naskah-naskah kuna yang ada di perpustakaan Karaton Surakarta Hadiningrat,
mencari beberapa praktisi pengguna bahasa
kedhaton,
menggunakan informan dan mengikuti kegiatan-kegiatan tata-cara adat resmi yang dilakukan di dalam lingkup
Karaton Surakarta Hadiningrat. Secara singkat kerangka pikir bagi penelitian ini dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:
Gambar 1 : Skema Kerangka Berpikir
Keterangan : Di dalam Karaton Surakarta Hadiningrat terdapat bahasa
kedhaton
dan dan bahasa Jawa baru. Bahasa
kedhaton
pada tata-cara dan upacara adat mempunyai hubungan timbal-balik dengan praktisi pengguna, dalam hal ini adalah
raja
,
Pemakai pengguna bahasa
kedhaton
kedhaton
Pemarkah Marker Bahasa Jawa
baru
Masyarakat Pendukung
Kawula
Bahasa
kedhaton
Fungsi Karaton Surakarta Hadiningrat
sentana
dan
abdidalem
, yang semuanya behubungan dengan tingkat kedudukan dan akan mempengaruhi tingkat tutur.
Bahasa
kedhaton
memiliki pemarkah yang sangat berhubungan dengan tingkat tutur maupun
gramatikal
bahasa itu sendiri leksikon, morfologi, dan sintaksis, dan pemarkah tersebut secara tidak langsung juga berhubungan dengan
penggunanya. Bahasa
kedhaton
dalam penggunaannya mempunyai fungsi yang secara tidak langsung berhubungan dengan pemakai atau pengguna bahasa tersebut.
Bahasa Jawa baru digunakan masyarakat pendukung atau
kawula
pada umumnya. Dalam penggunaan sehari-hari maupun pada acara formal banyak
terdapat perbedaan dengan bahasa
kedhaton
yang hanya digunakan di dalam keraton pada tata-cara dan upacara adat keraton mempunyai fungsi tertentu, dalam
hal ini sangat berhubungan dengan pemakai atau pengguna bahasa
kedhaton
sehingga menarik masyarakat pendukung akibat dari pengaruh tersebut.
BAB III METODE PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mendeskripsikan wujud, bentuk, dan fungsi penggunaan bahasa
kedhaton
dalam lingkup Karaton Surakarta Hadiningrat, peneliti perlu berupaya mencari kebenaran ilmiah supaya tujuan
penelitian tersebut tercapai. Sehubungan dengan tujuan penelitian tersebut, penelitian ini dapat disebut penelitian deskriptif. Penyebutan istilah deskriptif
merupakan salah satu ciri dalam penelitian kualitatif, yang karakteristiknya