KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG Studi Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku untuk Lapangan Terbang

38

BAB III KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG

Pesawat terbang adalah alat transportasi udara yang dioperasikan untuk mengangkut penumpang maupun barang, dengan jumlah angkutan yang bervariasi sesuai dengan kapasitas pesawat. Berbeda dengan alat transportasi lain pesawat terbang dapat menjangkau tujuan dalam waktu yang lebih cepat dan membutuhkann sebuah lapangan terbang sebagai prasana transportasi. Jenis pesawat terbang berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan material. Perkembangan pesawat terbang terjadi pada seluruh komponen, yaitu pada material bahan dan mesin yang digunakan serta bentuk setiap sisi dari pesawat. Perubahan bentuk tersebut mempengaruhi karakteristik pesawat. Untuk keperluan desain perkerasan lapangan terbang, karateristik pesawat merupakan hal penting untuk diperkirakan. Karakteristik pesawat udara yang menjadi pertimbangan desain lapangan terbang adalah berat pesawat udara, dimensi pesawat udara dan konfigurasi sumbu roda pesawat udara. III.1 Berat Pesawat Setiap perkerasan berfungsi untuk menanggung beban kendaraan dengan berat tertentu yang beraktifitas diatasnya. Pada lapangan terbang, runway,taxiway dan apron di disain untuk menanggung beban pesawat dengan berat tertentu. “Berat pesawat penting untuk menentukan ketebalan dan kekuatan dari perkerasan landasan pacu, landasan hubung, dan apron, serta mempengaruhi panjang landasan untuk lepas landas dan mendarat pada lapangan terbang, yang Universitas Sumatera Utara 39 kemudian untuk pengaruh besar terhadap tingkat perencanaan seluruh properti bandara .” Horonjeff et. Al : 2010. Keperluan mengetahui berat pesawat adalah sebuah tahap untuk perencanaan sebuah lapangan terbang, karena setiap pesawat meskipun dengan konfigurasi dan dari produk yang sama namun, memiliki berat yang berbeda-beda. Terdapat beberapa pengukuran berat guna untuk keperluan perencanaan dan sebagai bagian dari karakteristik pesawat. Menurut Heru Basuki 2008:10 ada 6 macam pengertian berat pesawat yaitu : a. Operating Weight Empty adalah berat dasar pesawat, termasuk di dalamnya crew, dan peralatan pesawat yang biasa disebut “No Go Item” tetapi tidak termaksud bahan bakar dan penumpangbarang yang membayar. Operating weight empty tidak tetap untuk pesawat-pesaawat komersiil, besarnya tergantung konfigurasi tempat duduk. b. Payload adalah produksi muatan barangpenumpang yang membayar, diperhitungkan menghasilkan pendapatan bagi perusahaan termaksud didalamnya penumpang, barang, surat-surat, paket-paket, excess bagasi. Maximum Structural Payload adalah muatan maximum yang diizinkn untuk tipe pesawat itu oleh direktorat jendral perhubungan udara, sertifikat muatan maximum bisa untuk penumpangbarang bisa untuk keduanya, tercantum dalam izin yang dikeluarkan. Maximum payload yang dibawa biasanya lebih kecil dari maximum structural payload, mengingat batasan-batasan ruangan Universitas Sumatera Utara 40 Biasanya pada pesawat-pesawat penumpang susunan kursinya barang tertentu horizontal juga perbekalan dan peturasan yang membutuhkan ruangan. c. Zero Fuel weight adalah batasan berat, spesifik pada tiap jenis pesawat, diatan batasan berat itu tambahan berat harus berupa bahan bakar, sehingga ketika pesawat sedang terbang, tidak terjadi momen lentur yang berlebihan pada sambungan. Sayap pesawat berupa rongga-rongga yang berhubungan seperti bejana berhubungan, waktu pesawat sedang miring kesamping cairan bahan bakar tidak terkumpul ke satu sisi melainkan tetap terbagi rata. d. Maximum Ramp weight adalah berat maximum pesawat diizinkan untuk taxi. Pada saat pesawat taxing dari apron menuju ujung landas pacu dan berjalan dengan kekuatan sendiri, membakar bahan bakar sehingga kehilangan berat. Selisih dan perbedaan maximum ramp weight sangat sedikit, hanya beberapa ratus kilogram saja. e. Maximum Structural Landing Weight adalah kemampuan struktural pesawat pada waktu mendarat. Main gear Roda pendaratan utama yang strukturnya direncanakan untuk menyerap gaya yang lebih besar tentu harus dengan gear yang lebih kuat. Selama penerbangan pesawat akan kehilangan berat dengan dibakarnya bahan bakar lebih-lebih untuk pesawat-pesawat yang menerbangi rute-rute jauh Universitas Sumatera Utara 41 Bisa dimengerti bila main gear direncanakan untuk menahan berat yang lebih kecil dari Maximum Structural Take Off Weight terutama pada pesawat-pesawat transport. f. Maximum Structural Take Off Weight adalah berat maximum pesawat termaksud crew, berat pesawat kosong, bahan bakar, payload yang diizinkan oleh pabrik, sehingga momen tekuk yang terjadi pada badan pesawat, rata-rata masih dalam batas kemampuan material pembentuk pesawat. Tidak ekonomis merencanakan main gear pesawat untuk menahan maximum struktural take off weight, waktu mendarat sangat jarang terjadi pesawat mendarat dengan berat maximum struktural take off weight. Bila terjadi ketika pesawat baru lepas landas dia harus kembali karena kerusakan, pilot pesawat harus terbang berputar-putar untuk membakar bahan bakar sampai berat tidak lebih dari maximum landing gear. Disamping 6 hal mengenai pengukuran berat pesawat menurut horonjeff et al. 2010:61 terdapat lebih banyak istilah pengukuran berat pesawat yang berguna untuk keperluan desain, beberapa tambahannya yaitu : a. The Maximum Structural Payload adalah beban maksimum dimana pesawat tersebut telah disertifikasi untuk dijalankan, apakah beban merupakan penumpang, barang, atau kombinasi keduanya. Secara teoritis, payload struktural maksimum adalah perbedaan antara The Zero Full Weight dan Operating Empty Weight. Maximum payload sebenarnya dilakukan biasanya kurang dari Maximum Structural Payload karena Universitas Sumatera Utara 42 keterbatasan ruang. Hal ini berlaku terutama untuk pesawat penumpang, di mana kursi dan barang-barang lainnya memakai sejumlah besar ruang b. Maximum Gross Take Off Weight adalah berat maksimum yang diizinkan dengan melepas rem ketika lepas landas. Ini belum termasuk bahan bakar taxi dan run-up serta mencakup the operating empty weight, perjalanan dan cadangan bahan bakar, dan payload. Perbedaan antara maximum gross take off weight dan maximum ramp weight sangat nominal, hanya beberapa ribu pound untuk pesawat terberat. Berat kotor maksimum pendaratan sebenarnya bervariasi dengan kondisi atmosfer tertentu yaitu, kepadatan udara, yang merupakan fungsi dari ketinggian lapangan maupun suhu udara sekeliling. Hal ini disebabkan fakta bahwa pada saat kerapatan udara rendah seperti pada ketinggian tinggi dan atau suhu tinggi, sebuah pesawat dengan berat tertentu mungkin tidak memiliki kekuatan mesin untuk mendapatkan take off, sementara pada berat yang sama beberapa pesawat mungkin mampu dengan kerapatan udara yang lebih tinggi, ditemukan di ketinggian rendah dan atau suhu udara lebih rendah. Setiap bagian dari istilah berat secara keseluruhan saling berkaitan dan penting untuk perkerasan, karena ketika berat pesawat tidak teerkordinasi secara tepat maka akan menimbulkan kerusakan pada perkerasan. Terutama jika terjadi kelebihan berat. Menurut FAA 2007:2 dalam Aircraft Weight and Balance Handbook. Beberapa masalah yang disebabkan oleh kelebihan beban sebuah pesawat adalah: Universitas Sumatera Utara 43 a. pesawat akan membutuhkan kecepatan lepas landas yang lebih tinggi, yang menghasilkan lebih lama lepas landas. b. baik tingkat dan sudut pendakian akan berkurang. c. plafon layanan akan diturunkan. d. kecepatan jelajah akan berkurang. e. kisaran jelajah akan dipersingkat. f. kemampuan manuvernya akan menurun. g. roll pendaratan yang lebih lama akan diperlukan karena kecepatan pendaratan akan lebih tinggi. h. beban yang berlebihan akan dibebankan pada strukturnya, terutama roda pendaratan. Kelebihan berat pesawat akan menimbulkan kerusakan ketika struktur perkerasan harus dipaksa untuk menampung beban diluar jangkauan. perkembangan pesawat dan munculnya pesawat baru yang mengalami peningkatan bobot pesawat tersebut merupakan masalah untuk perkerasan. maka ketepatan dalam mempertimbangkan berat pesawat dalam hal karakteristik pesawat akan menghindari perkerasan dari kerusakan dan dapat digunakan sesuai dengan umur rencana. III.2 Dimensi Pesawat Dimensi pesawat merupakan karakteristik fisik pesawat yang diperkirakan dalam perencanaan karena akan mempengaruhi dimensi runway, taxiway maupun apron. Dimensi pesawat ini merupakan ukuran dari setiap bagian fisik pesawat. seperti terlihat pada gambar 3.1 yang menunjukan dimensi pesawat dalam kategori besar dan gambar 3.2 yang merupakan dimensi pesawat kecil. Universitas Sumatera Utara 44 Gambar 3.1 Dimensi Pesawat besar Sumber : FAA AC 1505300-13A 2014 Gambar 3.2 Dimensi Pesawat Kecil Sumber : FAA AC 1505300-13A 2014 Universitas Sumatera Utara 45 Dimensi pesawat juga mengalami perubahan ketika terjadi perkembangan pesawat. Dimensi pesawat dapat berdampak pada penambahan berat pesawat. seperti pesawat terbaru jenis A-380 dan B-787 seperti yang terlihat pada gambar 3.3 dan 3.4 berikut : Gambar 3.3 Dimensi Pesawat A380 Sumber : Airbus AC 380-800 2014 Universitas Sumatera Utara 46 Gambar 3.4 Dimensi Pesawat B 787-8 Sumber : 787 Airplane Characteristics for Airport Planning 2014 Universitas Sumatera Utara 47 Dimensi dari pesawat-pesawat tersebut memiliki ukuran untuk setiap bagian-bagiannya. Beberapa definisi untuk dimensi pesawat menurut Horonjeff et al. 2010:57-58 adalah sebagai berikut : a. Panjang pesawat didefinisikan sebagai jarak dari ujung depan badan pesawat, atau badan utama pesawat, ke ujung belakang bagian ekor, yang dikenal sebagai ekor rakitan. Panjang pesawat digunakan untuk menentukan panjang area parkir sebuah pesawat, hanggar. Selain untuk bandara komersial, panjang pesawat terbesar untuk melakukan setidaknya lima keberangkatan per hari yang menentukan jumlah yang dibutuhkan untuk penyelamatan dan peralatan pemadam kebakaran pesawat di lapangan terbang. b. lebar sayap pesawat didefinisikan sebagai jarak dari sayap ke sayap sayap utama pesawat. Lebar sayap pesawat yang digunakan untuk menentukan lebar area parkir pesawat dan jarak gate, serta menentukan lebar dan pemisahan landasan pacu dan taxiway di lapangan terbang. c. Ketinggian maksimum pesawat biasanya didefinisikan sebagai jarak dari tanah ke atas bagian ekor pesawat. Pada kasus yang jarang, tinggi maksimal pesawat ini ditemukan di tempat lain di pesawat misalnya, tinggi maksimum Airbus Beluga ini tercatat sebagai jarak dari tanah ke atas pintu masuk depan pesawat bila sepenuhnya diperpanjang ke atas dalam posisi terbuka . d. Jarak sumbu roda dari pesawat didefinisikan sebagai jarak antara pusat roda pendaratan utama pesawat dan pusat nose gear , atau tail-wheel , dalam kasus pesawat tail-wheel. Jalur roda pesawat ini didefinisikan Universitas Sumatera Utara 48 sebagai jarak antara roda luar dari roda pendaratan utama pesawat. Jarak sumbu roda dan jalur roda pesawat menentukan radius minimum berputar, yang pada gilirannya memainkan peran besar dalam desain turnoffs taxiway, persimpangan, dan daerah lain di sebuah lapangan udara yang membutuhkan pesawat untuk berputar. e. Memutar radius adalah fungsi dari sudut depan roda kemudi. Semakin besar sudut, semakin kecil radius tersebut. Dari pusat putaran jarak ke berbagai bagian dari pesawat, seperti ujung sayap, bagian depan, atau ekor, mengakibatkan sejumlah radius. Radius terbesar adalah yang paling penting dari sudut pandang izin untuk bangunan atau pesawat yang berdekatan. Radius putar minimum sesuai dengan sudut maksimum kemudi roda depan yang ditentukan oleh produsen pesawat. Sudut maksimum bervariasi dari 60 ° sampai 80 °, untuk keperluan desain sudut kemudi dari sekitar 50 ° sering diterapkan. Radius putar dari dalam pesawat terbang dapat dinyatakan menggunakan rumus berikut : R180° putaran = b tan 90 - b + t 2 2-1 dimana : b = jarak sumbu roda dari pesawat t = jejak roda pesawat b = maksimum sudut kemudi f. Pusat rotasi dapat dengan mudah ditentukan dengan menarik garis melalui sumbu roda hidung di sudut kemudi apapun yang diinginkan. Persimpangan garis ini dengan garis yang ditarik melalui sumbu dari dua roda gigi utama adalah pusat rotasi. Beberapa pesawat besar baru Universitas Sumatera Utara 49 memiliki kemampuan berputar gigi utama ketika membuat tikungan tajam III.3 Konfigurasi Roda Pesawat Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa beban pesawat di dasarkan pada berat kotor pesawat dan prosedur desain mengasumsikan 95 dari berat kotor dilakukan oleh roda gigi pendaratan utama dan 5 dilakukan oleh roda gigi depan . “Konfigurasi roda pendaratan dan berat kotor pesawat merupakan bagian tidak terpisahkan dari desain lapangan udara perkerasan dan sering digunakan untuk menggambarkan kekuatan perkerasan” FAA Order 5300, 2005:1. Kaitan ini dikarenakan roda pesawat berfungsi sebagai tempat mendistribusikan beban yaitu berat kotor pesawat, terhadap perkerasan. Roda pesawat memiliki penamaan untuk setiap konfigurasinya. “Dalam sejarahnya, kebanyakan pesawat udara yang digunakan geometri roda nya relatif sederhana seperti roda tunggal Berpenyangga atau dua roda berdampingan pada penyangga p endaratan” Shafabakhsh dan Kashi, 2014:85. Pada FAA order 5300.7 2005:1 dinyatakan bahwa sampai akhir 1980-an, sebagian besar pesawat sipil dan militer menggunakan tiga konfigurasi roda dasar: roda tunggal satu roda per penyangga, roda ganda dua roda berdampingan di setiap penyangga, dan ganda tandem dua roda berdampingan diikuti oleh dua tambahan roda side-by- side. Jenis-jenis konfigurasi roda tersebut merupakan bentuk paling dasar. Karena perkembangan pesawat yang menyebabkan meningkatnya berat kotor, maka terjadi penambahan roda pada konfigurasi dasar roda pesawat sehingga jenis dan bentuk konfigurasi roda semakin kompleks. Ketika sebuah pesawat mengalami peningkatan berat kotor maka harus ada penambahan roda Universitas Sumatera Utara 50 pada pesawat agar beban terdistribusi merata dan menghindari tekanan yang tinggi pada pekerasan akibat beban roda. ”Sebagaimana pesawat menjadi lebih besar dan lebih berat, mereka membutuhkan roda tambahan untuk mencegah beban roda individu dari memberikan tekanan terlalu tinggi kedalam struktur pe rkerasan.” Shafabakhsh dan Kashi, 2014:85. Hal ini juga dinyatakan dalam kutipan berikut “Secara khusus, lebih banyak roda pada roda pendaratan, semakin berat sebuah pesawat bisa dan masih akan didukung pada jalan, taxiway, atau landasan pacu dari kekuatan perkerasan diberikan ” Horonjeff et.al, 2010:61. Penambahan konfigurasi roda ke bentuk yang lebih kompleks menuntut untuk sistem penamaan dikembangkan dan dikoordinasi agar terdapat penamaan yang seragam dari setiap jenis dan bentuk roda pendaratan seperti yang terlihat pada gambar 3.5 sampai 3.7. Gambar 3.5 Jenis dan Bentuk Roda pendaratan Sumber : FAA order 5300.7 Universitas Sumatera Utara 51 Gambar 3.6 Jenis dan Bentuk Roda pendaratan Sumber : FAA order 5300.7 Universitas Sumatera Utara 52 Gambar 3.7 Jenis dan Bentuk Roda pendaratan Sumber : FAA order 5300.7 Universitas Sumatera Utara 53 “Konfigurasi roda pesawat merupakan faktor efektif dalam kerusakan” Shafabakhsh dan Kashi, 2014:88. Roda pesawat mendistribusikan beban dan menimbulkan kerusakan pada perkerasan. Semakin sedikit roda pesawat maka kerusakan yang ditimbulkan semakin besar. dari susunan roda dasar pada pesawat terbang seperti pada tabel 2.1 yaitu: single wheel, dual wheel, twin-tandem dan tandem. Terlihat pengaruh pengaruh susunan roda pada tekanan ban. Tabel 2.1 Karakteristik Perwakilan Roda Pendaratan Pesawat Terbang Sumber : Cojocaru 2011 Ban diberlakukan untuk menanggung beban pesawat dalam waktu yang singkat sebelum akhirnya lepas landas. hal tersebut yang menyebabkan tekanan ban berhubungan dengan berat kotor pesawat dan susunan roda. Tekanan ban bervariasi antara 75 dan 200 PSI 516-1 380 kPa tergantung pada konfigurasi roda dan berat kotor. perkembangan nilai definisi tekanan ban berkembang seiring kemajuan teknologi pesawat terbang. Pada FAA AC 1505320-6E 2009:14 menyatakan bahwa “Tekanan ban bervariasi tergantung pada konfigurasi roda, berat kotor, dan ukuran ban. Tekanan ban memiliki signifikan lebih berpengaruh pada strain di lapisan permuka an aspal dari pada tanah dasar”. Universitas Sumatera Utara 54

BAB IV STRUKTUR PERKERASAN KAKU

Dokumen yang terkait

ANALISA PERBANDINGAN KONSTRUKSI JALAN PERKERASAN LENTUR DENGAN PERKERASAN KAKU DITINJAU DARI METODE Analisa Perbandingan Konstruksi Jalan Perkerasan Lentur Dengan Perkerasan Kaku Ditinjau Dari Metode Pelaksanaan Dan Biaya (Studi Kasus: Pekerjaan Peningka

0 3 16

ANALISA PERBANDINGAN KONSTRUKSI JALAN PERKERASAN LENTUR DENGAN PERKERASAN KAKU Analisa Perbandingan Konstruksi Jalan Perkerasan Lentur Dengan Perkerasan Kaku Ditinjau Dari Metode Pelaksanaan Dan Biaya (Studi Kasus: Pekerjaan Peningkatan Struktur Jalan Ma

0 2 20

STUDI KOMPARASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU JALAN TOL MENGGUNAKAN Studi Komparasi Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Jalan Tol Menggunakan Metode Bina Marga 2002 Dan Aashto 1993 ( Studi Kasus : Ruas Jalan Tol Solo – Kertosono ).

0 2 17

Studi Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku untuk Lapangan Terbang

0 0 11

Studi Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku untuk Lapangan Terbang

0 0 1

Studi Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku untuk Lapangan Terbang

0 0 10

Studi Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku untuk Lapangan Terbang

0 0 16

Studi Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku untuk Lapangan Terbang

0 0 4

PERENCANAAN PERKERASAN KAKU JALAN KABUPA

0 2 5

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS JALAN KALIANAK STA 0+000 – 5+350 SURABAYA TUGAS AKHIR - PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL

0 1 13