89
Gunungsitoli meluangkan waktu untuk berkomunikasi dan mendengarkan keluhan pasien. Ketiga, sebanyak 14 70 responden menjawab sering terkait pertanyaan
apakah dokter,perawat atau petugas RSUD Gunungsitoli selalu memberikan apa yang menjadi kebutuhan pasien PBI. Keempat, sebanyak 11 55 responden
menyatakan sering terkait pertanyaan apakah dokter,perawat,atau petugas RSUD Gunungsitoli selalu memberikan pelayanan yang tulus kepada pasien PBI.
Jadi dapat disimpulkan bahwa RSUD Gunungsitoli memiliki empati terhadap pasien PBI BPJS Kesehatan, hal ini tercermin bahwa RSUD
Gunungsitoli menindaklanjuti setiap keluhan yang disampaikan oleh pasien. Selain itu dokter dan perawat di RSUD Gunungsitoli disela-sela kesibukannya
tetaap memberikan waktu dan kesempatan untuk menanyakan kabar pasien, mendengarkan keluhan pasien dan juga memberikan dukungan kepada pasien.
RSUD Gunungsitoli juga berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien selama menginap di RSUD Gunungsitoli dan juga tetap berusaha untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang tulus agar pasien merasakan kenyamanan dan juga merasa diperhatikan kesehatan dan kebutuhannya oleh pihak RSUD
Gunungsitoli.
4.3 Hasil Wawancara
Dalam penelitian ini, selain menggunakan kuisioner dan melakukan wawancara dengan beberapa pasien PBI BPJS Kesehatan yang menginap di
RSUD Gunungsitoli, penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa informan penelitian yang dianggap memiliki pengetahuan mengenai Kualitas
Pelayanan Publik RSUD Gunungsitoli bagi Peserta PBI BPJS Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
90
sekaligus memiliki peranan dalam memberikan pelayanan tersebut, beberapa diantaranya yakni : Ibu dr.Yudika K.Zendrato Kepala Bidang Pelayanan RSUD
Gunungsitoli , Bapak Ismed K.Amazihono SKM Kepala Bidang Program SDM , Ibu Erna Suryanti Lase, AMK Kepala Ruangan Inap di salah satu
ruangan di RSUD Gunungsitoli , dan Ibu Apriyani Zendrato , Am.Keb Perawat di salah satu ruang inap di RSUD Gunungsitoli .
Penulis melakukan wawancara secara terpisah dengan informan penelitian baik secara waktu maupun tempat dan memberikan beberapa pertanyaan yang
berhubungan dengan judul penelitian. Berikut hasil wawancara penulis dengan infroman penelitian :
Terkait dengan dimensi tangibles atau bukti fisik, maka penulis bertanya tentang fasilitas apa saja yang dapat diperoleh oleh pasien PBI BPJS Kesehatan
dan apakah ada perbedaan fasilitas yang diterima oleh pasien PBI BPJS Kesehatan dengan pasien Non-PBI serta umum, maka Ibu dr.Yudika K.Zendrato menyatakan
bahwa : “Berbicara mengenai fasilitas, sebenarnya tidak ada perbedaan fasilitas
yang diterima pasien BPJS baik PBI maupun Non-PBI dan umum. Pelayanan pun demikian, prinsipnya tetap sama. Akan tetapi terkait
pasien yang tercatat sebagai PBI BPJS Kesehatan sesuai ketentuan memang ditempatkan di ruangan kelas III. Dan itu tidak bisa ditempatkan
di ruangan kelas lain atau tidak bisa naik kelas yang lebih tinggi. Kalau perbedaan fasilitas ya tidak ada ya, semua pasien kelas 3 mendapatkan
fasilitas yang sama, tidak dibedakan mau PBI atau bukan. Bedanya hanya di kelas saja. Tapi memang kita tidak bisa menyamakan dengan kelas VIP,
itu beda lagi. Yang penting pasien PBI BPJS Kesehatan yang kita layani disini sudah mendapatkan apa yang memang sesuai dengan ketentuan
dari BPJS sendiri”
Lebih lanjut penulis bertanya mengenai kemungkinan yang dapat terjadi di rumah sakit, salah satunya adalah jika ada kejadian tidak ada tempat tidur yang kosong
Universitas Sumatera Utara
91
untuk pasien PBI BPJS Kesehatan dikarenakan ruangan kelas III yang sudah penuh. Terkait hal tersebut maka Ibu Erna Lase menjawab :
“Ya memang hal tersebut bisa saja terjadi dan sudah pernah terjadi di rumah sakit kita ini. Pada kenyataannya, kondisi pasien disini sebenarnya
sudah melebihi 100 dari target. Peraturannya setiap satu ruangan harusnya diisi oleh 80-90 orang saja, tetapi pada kenyataannya satu
ruangan lebih dari angka tersebut. Penyebabnya karena RSUD Gunungsitoli merupakan rumah sakit rujukan, sehingga kapasitas tempat
tidur terkadang tidak cukup untuk menampung pasien. Contohnya di dalam satu bangsal seharusnya diisi dengan 6 bed, tetapi karena tidak
cukup maka di tambah menjadi satu bangsal diisi dengan 7 bed. Kalau masih tidak cukup lagi, terkadang kita terpaksa melayani di koridor
ruangan , bukan dibangsal. Tapi sering juga kita memilih IGD sebagai ruangan transit kita sebelum pasien dimasukkan dibangsal, paling lama 6
jam menunggu dulu di IGD. Ya, lebih baik seperti itu daripada kita menolak pasien yang berobat. Tapi dengan sedang berlangsungnya
pembangunan bangunan baru di RSUD ini, semoga bisa memuat seluruh pasien yang menginap, supaya pasien juga nyaman”
Pertanyaan lain yang masih membahas mengenai bukti fisik rumah sakit yang penulis tanyakan kepada informan adalah mengenai performance para pegawai
RSUD Gunungsitoli, baik dari segi penampilan fisik maupun keramahan ketika melayani pasien. Penulis bertanya mengenai budaya organisasi apakah yang
diterapkan oleh RSUD Gunungsitoli dalam menjaga maupun meningkatkan performance tersebut sehingga pasien merasa nyaman di RSUD, terkait hal
tersebut maka Ibu dr.Yudika K.Zendrato menyatakan : “ RSUD Gunungsitoli memiliki nilai-nilai yang harus diingat dan
diterapkan oleh seluruh pegawai yang bekerja disini. Baik dia dokter,perawat,petugas rumah sakit, maupun pegawai yang kerja
dibagian administrasinya. Nilai-nilai tersebut adalah 3S dan Makna Pasien. 3S adalah motto dari RSUD Gunungsitoli yang artinya
senyum,sapa dan sentuh. Sedangkan makna pasien terdiri dari 6 poin yang berisi betapa pentingnya arti pasien bagi RSUD ini dan kami
sebagai pelayan publik benar-benar harus melayani pasien dengan setulus hati. Salah satu poinnya itu adalah bahwa bukannya kita yang bermurah
hati untuk melayani mereka pasien akan tetapi merekalah yang bermurah hati kepada kita dengan memberikan kesempatan kepada kita
untuk melayani mereka. Motto dan Makna Pasien itu harus diingat oleh seluruh pegawai disini dan selalu di ucapkan setiap apel pagi, biar semua
Universitas Sumatera Utara
92
ingat dan sadar akan tugas dan tanggungjawab mereka untuk melayani pasien disini”
Sedangkan terkait dimensi reability atau keandalah, penulis bertanya tentang pelayanan yang akurat dan sudah dijanjikan oleh rumah sakit, dalam hal
ini terkait tentang penerapan slogan RSUD Gunungsitoli yakni : “Layani dengan cepat, Penuh perhatian, dan Jangan terlantarkan pasien” apakah sudah berjalan
dengan baik, maka kembali Ibu dr.Yudika Zendrato selaku Kepala Bidang Pelayanan menanggapi :
“Tentu saja slogan yang sudah diterapkan semenjak tahun 2013 oleh pimpinan yang baru ini kita terapkan dengan sebaik-baiknya ya. Kita
berusaha semaksimal mungkin untuk menghidupkan slogan itu, agar tidak hanya sebatas janji-janji saja, dan menurut saya penerapannya sudah
dengan baik. Hal tersebut berlaku untuk semua pasien yang menginap disini, mau dia pasien VIP, pasien umum atau pasien BPJS kita berikan
pelayanan yang sama. Hanya terkadang sering sekali masyarakat memandang rumah sakit sering menelantarkan pasien, pada kenyataannya
tidak seperti itu. Masyarakat kita budaya tidak sabarnya itu sangat tinggi, maunya langsung dilayani langsung keluar hasilnya, padahal sumberdaya
kita disini masih sangat kurang, perbandingan pasien dengan tenaga medis tidak seimbang. Yah itu juga menjadi tantangan bagi kita ya untuk
menghadapi pasien-pasien yang terkadang seperti itu”
Kemudian penulis bertanya mengenai tindakan apa yang dilakukan oleh pihak
RSUD Gunungsitoli apabila ada kritik dari pasien bahwa ada oknum rumah sakit yang tidak melayani pasien dengan baik, maka beliau kembali menyatakan :
“Jika memang ada dari pihak kami, baik dokter atau perawat atau petugas lain yang kedapatan melakukan hal tersebut maka kami akan
segera menanggapinya jika memang ada keluhan dari pasien ataupun keluarga. Kita akan berikan teguran karena peraturannya berjenjang.
Jenjang yang paling pertama kita berikan peringatan berupa teguran lisan yang dalam hal ini ditangani oleh kepala ruangan kalau misalnya
masih dilakukan naik lagi ke kepala seksi, tegurannya bisa berupa teguran lisan atau tulisan, kalau tidak bisa lagi maka akan naik lagi ke kami
sebagai bidang pelayanan. Prinsipnya keluhan itu diproses secara berjenjang dan bersifat pembinaan dulu kalau yang paling dasarnya, tidak
langsung ke bidang pelayanan”
Universitas Sumatera Utara
93
Selanjutnya penulis bertanya kepada ibu Erna Lase selaku kepala ruangan di salah satu ruang inap di RSUD Gunungsitoli tentang, apakah ada perbedan pelayanan
kepada pasien. Berdasarkan pertanyaan tersebut maka beliau menjelaskan : “Tidak ada perbedaan pelayanan bagi pasien yang menginap disini. Mau
dia pasien VIP atau biasa bahkan BPJS Kesehatan tetap kita perlakukan semuanya sama dan adil. Baik dikelas manapun kita layani sama sesuai
dengan standart. Istilahnya kami sebagai perawat tidak mendahulukan atau mengistimewakan satu pasien oleh karena kelasnya beda. Mana yang
membutuhkan kita, kita akan datang dan melayaninya”
Dalam memberikan pelayanan yang akurat dan maksimal kepada pasien tentu saja
tenaga medis membutuhkan waktu yang memadai untuk bekerja atau bekerja sesuai shift . Oleh karena itu penulis bertanya mengenai shift yang diberlakukan
kepada perawat dan apakah ada kendala dalam menjalankan shift tersebut, maka Ibu Apriani Zendrato menjawab :
“Di RSUD Gunungsitoli berlaku sistem shift yang dibagi 3, yang pertama adalah shift pagi dimulai dari pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul
15.00 , yang kedua shift sore dimulai dari pukul 14.30 WIB sampai dengan pukul 22.00, dan yang terakhir shift malam dari pukul 21.30
sampai pukul 07.30. Kalau saya secara pribadi tidak ada hambatan dalam menjalankan tugas saya sesuai dengan shift saya sejauh ini”
Selanjutnya penulis memberikan pertanyaan terkait dengan dimensi responsiveness atau daya tanggap. Apakah dokter di RSUD Gunungsitoli
meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan pasien dan juga menanggapi keluhan yang dialami pasien, maka Ibu dr.Yudika K.Zendrato menyatakan :
“Dokter di RSUD Gunungsitoli tentu saja memberikan waktu kepada pasien untuk bertanya mengenai hal apa saja terkait kesehatannya
ataupun menyampaikan keluhan-keluhan kepada dokter. Biasanya bisa disampaikan ketika dokter melakukan visiting kepada setiap pasien atau
juga bisa berkonsultasi setelah dokter selesai visiting. Akan tetapi kenyatannya tidak semua pasien menggunakan waktu tersebut untuk
bertanya, padahal tingkat kepuasan pasien berbeda-beda. Bahkan jika waktu untuk berkomunikasi tidak cukup dirumah sakit, pasien tetap dapat
berkonsultasi dengan dokter melalui telepon jika memang dibutuhkan”
Universitas Sumatera Utara
94
Berkaitan dengan daya tanggap RSUD Gunungsitoli dalam pengelolaan kritik dan saran dan hal pengurusan administrasi, maka Pak Ismed Amazihono menyatakan :
“Sebenarnya RSUD Gunungsitoli sangat terbuka untuk menerima setiap kritik dan saran mengenai pelayanan kesehatan yang kami berikan. Bisa
secara langsung maupun secara tulisan. Di RSUD bidang yang mengelola kritik dan saran tersebut adalah bidang pelayanan, tetapi juga dapat
disampaikan secara tulisan. Sebenarnya disetiap ruangan telah disediakan sebuah kotak saran dimana fungsinya kotak tersebut diisikan
kritik ataupun saran bagi RSUD Gunungsitoli. Namun ternyata banyak dari masyarakat kita yang justru malas mengisi kotak tersebut dan malah
melaporkannya kepada LSM, sehingga kita sering dicap memberikan pelayanan yang buruk. Padahal saat kita berusaha untuk memprosesnya
dan menanyakan siapa oknumnya, mereka tidak mau memberitahu jadi kita bingung bagaimana untuk menindaklanjutinya karena kita juga tidak
tahu siapa oknumnya. Sedangkan mengenai hal pengurusan administrasi, sebenarnya kita tidak pernah mempersulit masyarakat, tetapi
masyarakatlah yang sering berbuat kesalahan sehingga menjadi sulit. Contohnya saja, masyarakat kita sering sekali memalsukan kartu BPJS
dengan cara menscan , sedangkan yang memverifikasikan data benar tidaknya si pasien ini adalah anggota BPJS Kesehatan sesuai dengan
kartu adalah pihak BPJS sendiri dan di cek secara online. Jadi tidak bisa dipaslukan. Jika setelah dicek bahwa identitas pasien sesuai dengan yang
ada dikartu maka harus dilihat dulu kelengkapan surat-suratnya kalau mau mendapatkan pelayanan BPJS Kesehatan di rumah sakit, yang
dibutuhkan itu diantaranya kartu BPJS Kesehatan asli, KTP dan Kartu Keluarga serta surat rujukan. Tapi sekarang pasien sudah jarang
melakukan kecurangan seperti itu”
Hal lain yang berkaitan dengan dimensi daya tanggap adalah mengenai penyampaian informasi yang tepat dan cepat kepada pasien. Sudah sewajarnya
jika perawat memiliki pengetahuan atau pendidikan kesehatan sehingga mampu menanggapi keluhan pasien ataupun memberikan edukasi kepada pasien akan
kesehatannya, berkaitan dengan hal tersebut maka Ibu Erna Lase menyatakan : “Kita sebagai tenaga medis dan juga perawat memang memiliki batasan
pengetahuan atau melakukan tindakan dengan dokter. Akan tetapi kita juga sebagai perawat perlu dibekali dengan ilmu-ilmu dalam melayani
pasien. Saya secara pribadi selaku kepala ruangan biasanya melakukan sharing dengan kepala instalasi setiap 1 kali dalam sebulan. Biasanya kita
suka mengadaka bedah kasus , mendiskusikan tentang penyakit yang dialami pasien , dan juga hal mengenai manajemen ruang inap, serta
Universitas Sumatera Utara
95
banyak hal lain. Selain itu diruangan inap ini biasanya kami mengadakan coffee morning atau semacam briefing sebelum dinas, tujuannya untuk
kami benar-benar siap untuk bekerja dan melayani pasien secara baik”
Selanjutnya adalah pertanyaan yang berkaitan dengan dimensi assurance atau jaminan. Penulis bertanya mengenai jaminan yang di berikan RSUD
Gunungsitoli jika terjadi kesalahan dari hasil diagnosa atau tindakan lain yang dilakukan oleh dokter atau tenaga medis lain di RSUD Gunungsitoli, maka Ibu
dr.Yudika K. Zendrato menyatakan : “Sejauh ini tidak pernah terjadi kesalahan diagnosa penyakit pasien di
RSUD Gunungsitoli. Dan berbicara tentang jaminan, sebenarnya tidak ada yang dapat menjamin 100 bahwa hasil diagnosa itu benar. Karena hasil
diagnosa itu sendiri masih berupa dugaan, jadi harus ada pemeriksaan lebih lanjut”
Mengenai ketersediaan tenaga medis yang ada di RSUD Gunungsitoli dan kemampuan pegawainya lebih lanjut beliau menyampaikan :
“Saat ini RSUD Gunungsitoli berstatus sebagai rumah sakit tipe C. Akan tetapi sebenarnya kelengkapan tenaga medis yang dalam arti kelengkapan
dokter spesialis di RSUD ini sudah memadai untuk tipe C, bahkan sudah melampaui tipe C bisa dikatakan sudah C+ namun masih belum
memenuhi untuk menjadi RSUD tipe B. Masih banyak dokter spesialis yang tidak tersedia di RSUD Gunungsitoli, diantaranya adalah dokter
spesialis radiologi, jantung, bedah ortopedi, patologi anatomi, kulit kelamin, dan masih banyak lagi. Selain itu memang kita masih kekurangan
sumberdaya manusia dalam melayani pasien. Di RSUD ini orang- orangnya sudah pasti berkompeten, baik dokter dan perawatnya. Sebagai
contoh dokter dan perawat juga diberikan pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kompetensinya, selain itu sekarang dokter IGD juga harus
memiliki sertifikat bahwa dia adalah dokter yang berkompeten dan melayani di ruang IGD “
Pasien PBI BPJS Kesehatan adalah pasien yang secara ekonomi tidak mampu, dan dalam ketentuannya pasien tersebut mendapatkan pelayanan kesehatan secara
gratis, akan tetapi dilapangan penulis mendapatkan fakta bahwa masih ada
Universitas Sumatera Utara
96
beberapa pasien yang mengeluarkan biaya untuk membeli obat-obatan diluar. Mengenai hal tersebut maka Pak Ismed Amazihono menyatakan :
“ Pasien yang tercatat sebagai peserta PBI BPJS Kesehatan memang berhak mendapatkan pelayanan secara gratis dan iurannya juga
dibayarkan oleh pemerintah. Gratis dalam arti bebas biaya ruangan inap dan juga tidak dibebankan untuk membeli obat-obatan. Tetapi fenomena
yang terjadi adalah kebanyakan pasien tidak percaya dengan obat-obatan yang diberikan dari rumah sakit. Kurang patenlah katanya dan masih
banyak lagi anggapan lain dari pasien sehingga kebanyakan dari mereka memilih untuk membeli obat di luar sehigga mengeluarkan biaya
tambahan”
Hal tersebut juga senada dengan tanggapan yang diberikan oleh Ibu dr.Yudika K.Zendrato berikut ini:
“Paradigma yang ada dimasyarakat saat ini adalah bahwa obat-obatan yang diberikan oleh rumah sakit untuk pasien BPJS Kesehatan adalah
obat-obat yang kurang bagus. Sehingga mereka memilih untuk membeli diluar. Tak jarang keluarga pasien meminta resep kepada pihak RSUD
untuk dibeli diluar, sebenarnya ini sudah menyalahi aturan. Dokter disinipun pada dasarnya tidak mengizinkan, karena di rumah sakit sudah
disedikan obat-obatan bagi pasien. Jika pasien memaksa, maka mau tidak mau kami terpaksa memberikan resep tersebut tetapi dengan surat
pernyataan bahwa atas kemauan pasien sendirilah untuk membeli obat- obatan diluar dan surat tersebut harus ditandatangani oleh kedua belah
pihak”
Terakhir penulis memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan dimensi emphaty atau empati kepada informan penelitian. Pertanyaan tersebut adalah
mengenai pelayanan seperti apa yang diberikan oleh RSUD Gunungsitoli bagi pasien PBI BPJS Kesehatan dan pasien lainnya dan apa yang menjadi dasar bagi
informan dalam memberikan pelayanan tersebut, dalam hal ini Ibu Erna Lase menyatakan :
“Tentu saja yang pelayanan yang kami berikan adalah pelayanan yang tulus dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh RSUD Gunungsitoli
sendiri. Selain motto dan slogan yang menjadi dasar bagi kami dalam memberikan pelayanan yang tulus tersebut, saya secara pribadi
menanamkannya bagi anggota diruangan saya, biasnya seusai apel pagi,
Universitas Sumatera Utara
97
kami melakukan briefing lagi didalam ruangan sebelum melayani pasien. Biasanya di kegiatan itu kita awali dengan doa terlebih dahulu,
memberikan dukungan moril bagi setiap perawat, dan juga mengingatkan bahwa melayani itu adalah ibadah, apalagi kita sebagai pelayan publik
akan lebih sering disorot. Apabila kita memberikan pelayanan yang tulus, maka sama halnya kita membawa berkat bagi orang lain, kita menjadi
berkat bagi orang lain”
Universitas Sumatera Utara
98
BAB V ANALISIS DATA
Pada bagian analisis data seluruh data yang telah disajikan dibab sebelumnya akan dianalisis dan disesuaikan dengan kajian penelitian. Data
tersebut diperoleh dengan melakukan studi pustaka, penyebarakan kuisioner, wawancara dan juga observasi terhadap fenomena-fenomena yang berkaitan
dengan Kualitas Pelayanan Publik di RSUD Gunungsitoli bagi Peserta PBI BPJS Kesehatan.
Dalam penelitian ini, untuk menganalisis kualitas pelayanan publik di RSUD Gunungsitoli bagi paserta PBI BPJS Kesehatan maka penulis
menggunakan indikator yang dikenal dengan SERQUAL Service Quality dari Zheithalm dalam Ariani, 2009 : 150 yang terdiri dari dari 5 dimensi berikut ini :
5.1 Analisis Dimensi Tangibles Bukti Fisik