Dasar-dasar Metode ElemenHingga b. Pengaruh Stiffener Pengaku Vertikal Pada Torsi

22

2.7.3 Gaya-gaya pada balokbersilang

Pada balok bersilang karena bebannya pada arah sumbu z maka gaya-gaya yangterjadi adalah momen akibat lentur murni, gaya geser serta torsi . Untuk momen dan geser sama seperti pada balok bajabiasa

2.8 Dasar-dasar Metode ElemenHingga

Struktur dalam istilah teknik sipil adalah rangkaian elemen-elemen yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Elemen adalah susunan materi yang mempunyai bentuk relatif teratur. Elemen ini akan mempunyai sifat-sifat tertentu yang tergantung kepada bentuk fisik dan materi penyusunnya. Bentuk fisik dan materi penyusun elemen tersebut akan menyebutkan totalitas element tersebut. Totalitas sifat elemen inilah disebut dengan kekakuan elemen. Jika diperinci maka sebuah struktur mempunyai Modulus elastis E, Modulus geser G, Luas penampang A, Panjang L dan Inersia I. Hal inilah yang salah satu yang perlu dipahami didalam pemahaman elemen hingga nantinya, bahwa kekakuan adalah fungsi dari E,G,A,L,I. Sebagaimana telah didefinisikan para pendahulu-pendahulu, bahwa energi itu adalah kekal dan jika aksi energi dilakukan terhadap suatu materi, maka materi akan melakukan suatu reaksi sebesar aksi tersebut. Reaksi dari materi ini akan disebut dengan gaya dalam.”GAYA DALAM“ yang ada dalam struktur didefinisikan yaitu, Gaya Normal, Gaya Lintang, dan Gaya Momen yang akan mempengaruhi bentuk fisik materi tersebut. Perubahan bentuk fisik materi ini disebut dengan peralihan displacement. Metode elemen hingga adalah suatu metode pemaparan bagaimana perjalanan aksi hingga timbul reaksi dalam materi, atau metode untuk meramal besar reaksi dan reaksi apa yang timbul dari materi tersebut. 23

2.9 Pengantar Torsi

Torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu jika seseorang memutar obeng, maka tangannya memberikan torsi ke obeng. Gambar 2.14. Kondisi struktur balok yang mengalami torsi Demikian pula halnya dengan komponen struktur suatu bangunan. Jika diperhatikan lebih seksama, sebenarnya balok-balok pada bangunan mengalami torsi akibat beban-beban pada pelat. Demikian pula halnya dengan kolom. Namun torsi pada kolom kebanyakan diakibatkan oleh gaya-gaya yang arahnya horizontal seperti gaya angin atau gempa. Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen puntir atau momen torsi. Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk kopel yang cenderung memuntir batang terhadap sumbu longitudinalnya. Seperti diketahui dari statika, momen kopel merupakan hasil kali dari gaya dan jarak tegak lurus antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah lb-ft dan lb-in, sedangkan untuk satuan SI adalah N.m. 24 Untuk mudahnya, momen kopel sering dinyatakan dengan vektor dalam bentuk panah berkepala ganda. Panah ini berarah tegak lurus bidang yang mengandung kopel, sehingga dalam hal ini kedua panah sejajar dengan sumbu batang. Arah momen ditunjukkan dengan kaidah tangan kanan untuk vektor momen yaitu dengan menggunakan tangan kanan, empat jari selain jempol dilipat untuk menunjukkan momen sehingga jempol akan menunjuk arah vektor. Representasi momen yang lain adalah dengan menggunakan panah lengkung yang mempunyai arah torsi. Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen puntir atau momen torsi. Batang yang menyalurkan daya melalui rotasi disebut poris atau as shaft. Dalam tugas akhir ini, shaft yang akan dibahas secara khusus adalah shaft yang dalam bidang teknik struktur bangunan banyak dijumpai yaitu pada balok dan kolom struktur beton bertulang. Tampang torsi secara umum dapat dibagi 3 yakni sebagai berikut: • Tampang tebal, seperti tampang lingkaran, persegi, atau segitiga • Tampang tipis terbuka, seperti profil IPB, profil WF, kanal, dan lain-lain 25 • Tampang tipis tertutup, seperti tampang hollow, box, dan lain-lain Gambar 2.15. Bentuk – bentuk tampang torsi

2.9.1 Perletakan Torsi

Berbagai perletakan torsi • Pada jenis perletakan tanpa torsi dikenal dengan rol ΔY=0 yang berarti pada perletakan tidak diperbolehkan bergerak kearah sumbu y sedangkan ke sumbu x boleh. Y X • Perletakan selanjutnya adalahsendi yang berlaku ΔX=0 dan ∆Z =0yang berarti pada perletakan tidak diperbolehkan bergerak ke arah sumbu x dan sumbu y Δx =0 Δy =0 • Perletakan jepit, berlaku Δ X =0, Δ Z=0 dan ϕ=0 yang berarti pada perletakan tidak diperbolehkan bergerak kearah sumbu x dan sumbu y, demikian juga perputaran sudut pada perletakan sama dengan nol. Δy =0 X Y X 26 Y Δx =0 Δy =0 θ =0 X • Perletakan jepit pada torsi berlaku sudut puntirυ= 0 • Kombinasi perletakan dengan adanya torsi Gambar 2.16. Berbagai bentuk perletakan torsi ∆� = 0 ∆� = 0 ∆� = 0 � = 0 ∆� = 0 ∆� = 0 � = 0 27

2.9.2. Penggambaran Bidang Torsi

Momen torsi dapat dituliskan dengan simbol seperti yang ada pada gambar dibawah ini :. Gambar 2.17 Torsi terbagi rata dan torsi terpusat Penggambaran bidang torsi dapat dilakukan seperti penggambaran bidang lintang. Gambar 2.18 Penggambaran bidang torsi 28 Penggambaran tanda bidang momen sama seperti menutup dan membuka sekrup. Kalau arah momen torsi ke arah menutup maka digambarkan negatif dan kalau ke arah membuka maka digambarkan positif.

2.9.3 Elastisitas

Elastisitas adalah sifat suatu bahan apabila gaya luar mengakibatkan perubahan bentuk deformation tidak melebihi batas tertentu, maka perubahan bentuk akan hilang setelah gaya dilepas. Hampir semua bahan teknik memiliki sifat elastisitas ini. Dalam pembahasan torsi dalam tugas akhir ini, bahan-bahan akan dianggap bersifat elastic sempurna yaitu benda akan kembali seperti semula secara utuh setelah gaya yang bekerja padanya dilepas.

2.9.4 Tegangan

Tegangan diidentifikasikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada gambar 2.19. Akibat kerja gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7, maka akan terjadi gaya dalam diantara benda. Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan dibagi menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O. 29 Gambar 2.19. Benda tampang sembarang yang dibebani oleh gaya-gaya luar. Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat dinyatakan dalam keadan setimbang akibat gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7 dan gaya dalam terbagi sepanjang penampang mm yang merupakan kerja bahan. Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diproleh dengan membagi gaya tarik total P dengan luas potongan A. Untuk memproleh besar gaya yang bekerja pada luasan kecil δA, miaslnya dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya yang bekerja pada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan B terhadap bagian A yang dapat diubah menjadi sebuah resultante δP. Apabila tekanan terus diberikan pada luas elemen δA, harga batas δP δA akan menghasilkan besar tegangan yang bekerja pada pada potongan mm pada titik O, arah batas resultante δP adalah arah tegangan. Umumnya arah tegangan ini miring tehadap luas δA tempat gaya bekerja sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu teganagn normal yang tegak lurus dan teganga n geser yang bekerja pada bidang luas δA 30 Tegangan normal dinotasikan dengan huruf σ dan tegangan geser dengan huruf τ. Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja, digunakan subskrip terhadap hutruf-huruf ini. Tegangan normal menggunakan sebuah subskip yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar arah sumbu kordinat tersebut, sedangkan tegangan geser menggunakan dua buah subskrip diaman huruf pertama menunjukan arah normal terhadap bidang yang ditinjau dan huruf kedua menunjukkan arah komponen tegangan. Gambar 2.20 menunjukkan arah komponen- komponen tegangan yang bekerja pada suatu elemen kubus kecil pada titik O pada gambar 2.20. Gambar 2.20. Komponen-komponen tegangan yang bekerja pada potongan kubus kecil. Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini diperlukan tiga symbol σ x, σ y, σ z untuk tegangan normal dan enam symbol τ xy , τ yx , τ xz, τ zx , τ yz , τ zy untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan elemen sederhana, maka jumlah symbol tegangan geser dapat dikurangi menjadi tiga. 31 Gambar 2.21 Potongan melintang kubus pada titik P Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang diperlihatkan pada gambar 2.21 yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan gaya permukaan berkurang sebesar ukuran linier kuadrat. Oleh karena itu, untuk elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan gaya permukaan sehingga dapat dihilangkan ketika menghitung momen. Dengan cara yang sama, orde momen akibat ketidak-merataan distribusi gaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan menjadi nol akibat limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada gambar 2.21 adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan kesetimbangan elemen ini adalah : ��� �� �� �� = ��� �� �� 2.1 32 Dua persamaan lain dapat diproleh dengan cara yang sama sehingga dapat didapatkan : τ xy = τ yx τ zx = τ xz τ zy = τ yz 2.2 Dengan demikian enam besaran σ x, σ y, σ z, τ xy = τ yx, τ zx = τ xz , τ zy = τ yz cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat melalui sebuah titik. Besaran-besaran ini disebut komponen tegangan pada suatu titik. Jika kubus pada gambar 2.21 diberikan komponen gaya persatuan volume sebesar X, Y, Z pada masing-masing sumbu x, y, z maka gambar komponen tegangan dalam gambar 2.21 akan menjadi seperti pada gambar 2.22 di bawah ini dan persamaan kesetimbangan akan dapat diproleh dengan menjumlahkan semua gaya-gaya pada elemen dalam arah x, yaitu : [σ x + �σ x – σ x ] � y � z + [ τ yx + � yx – τ yx ] � x � z + [ τ zx + � τ zx – τ zx ] � x � y + X � x � y � z = 0 [σ y + �σ y – σ y ] � x � z + [ τ xy + �τ xy – τ xy ] � y � z + [ τ zx + �τ zx – τ zx ] � x � y + Y � x � y � z = 0 [σ z + �σ z – σ z ] � x � y + [ τ xz + �τ xz – τ xz ] � y � z + [ τ yz + �τ yz – τ yz ] � x � z + Z � x � y � z = 0 Gambar 2.22. Komponen-komponen Tegangan yang bekerja pada kubus kecil dimana Gaya Luar per Satuan Volume yang Bekerja 33 Sesudah dibagi dengan � x, � y, � z dan seterusnya sehingga batas penyusutan elemen hingga titik x, y, z maka akan didapatkan : �σx �� + �tyx �� + �tzx �� + X = 0 2.3.a �σy �� + �txy �� + �tzy �� + Y = 0 2.3.b �σz �� + �txz �� + �tyz �� + Z = 0 2.3.c Persamaan diatas harus dipenuhi di semua titik diseluruh volume benda. Tegangan berubah diseluruh volume benda, dan apabila samlai pada permukaan tegangan-tegangan ini harus sedemikian rupa sehingga setimbang dengan gaya luar yang bekerja pada permukaan benda.

2.9.5 Regangan

Regangan didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung pada system satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan structural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil apabila dibebani. Dalam membahas perubahan bentuk benda elastic, selalu dianggap bahwa benda terkekang sepenuhnya sehingga tidak bias bergerak sebagai benda kaku sehingga tidak mungkin ada perpindahan paartikel benda tanpa perubahan bentuk benda tersebut. 34 Pada pembahasan ini yang ditinjau hanya perubahan bentuk yang kecil yang biasa terjadi pada struktur teknik. Perpindahan kecil partikel yang berubah bentuk ini diuraikan kedalam komponen u, v, w berturut-turut sejajar dengan sumbu koordinat. Besar komponen ini dianggap sangat kecil dan bervariasi diseluruh volume benda. Gambar 2.23. Elemen kecil berdimensi dx, dy, dan dz Tinjau elemen kecil dx, dy, dz dari sebuah benda elastic seperti terlihat pada gambar 2.23.Apabila benda mengalami perubahan bentuk dan u, v, w merupakan komponen perpindahan titik P, perpindahan titik di dekatnya, A, dalam arah x pada sumbu x adalah orde pertama dalam dx, yaitu u + ���� dx akibat pertambahan fungsi u sebesar ���� dx sesuai dengan pertambahan panjang elemen PA akibat perubahan bentuk adalah ���� dx. Sedangkan satuan perpanjangan unit elongation pada titk P dalam arah x adalah ����. Dengan cara yang sama, maka diproleh satuan perpanjangan dalam arah y dan z adalah ���� dan ����. dy dz P C B A dx O y z x 35 Gambar 2.24. Perpindahan titik-titik P, A, dan B Sekarang tinjaulah pelintingan sudut antara elemen PA dan PB dalam gambar 2.24. apabila u dan v adalah perpindahan titik P dalam arah x dan y, perpindahan titk A dalam arah y dan titik B dalam arah x berturut-turut adalah v + ���� dx dan u + ���� dy. Akibat perpindahan ini maka P’A’ merupakan arah baru elemen PA yang letaknya miring terhadap arah awal dengan sudut kecil yang ditunjukkan pada gambar, yaitu sama dengan ����. Dengan cara yang sama arah P’B’ miring terhadap PB dengan sudut kecil ����. Dari sini dapat dilihat bahwa sudut awal APB yaitu sudut antara kedua elemen PA dan PB berkurang sebesar ���� + ����. Sudut ini adalah regangan shearing strain antara bidang xz dan yz. Regangan geser antara bidang xz dan xz dan bidang yx dan yz dapat siproleh dengan cara yang sama. Selanjutnya k ita menggunakan huruf Є untuk satuan perpanjangan dan huruf � untuk regangan geser. Untuk menunjukkan arah regangan digunakan subskrip yang sama terhadap huruf ini sama seperti untuk komponen tegangan. u + �� ��dy v + ���� dx v u dy dx A A’ P B B’ y x O 36 Kemudian diproleh dari pembahasan diatas beberapa besaran berikut : Є x = �� �� Є y = �� �� Є z = �� �� � xy = � yx = �� �� + �� �� � xy = � yx = �� �� + �� �� � xy = � yx = �� �� + �� �� 2.4 Keenam besaran ini disebut sebagai komponen regangan geser.

2.9.6 Hukum Hooke

Hubungan linier antara komponen tegangan dan reganganumumnya dikenal sebagai hokum hooke. Satuan perpanjangan elemen hingga batas proporsional diberika oleh : Є x = σx � 2.5 Dimana E adalah modulus elastisitas dalam tarik modulus of elasticity in tension. Bahan yang digunakan dalam struktur biasanya memiliki modulus yang sangat besar dibandingkan dengan tegangan izin, dan besarnya perpanjangan sangat kecil. Perpanjangan elemen dalam arah x ini akan diikutu dengan pengecilan pada komponen melintang yaitu : Є x = - ϑ σx � Є x = - ϑ σx � 2.6 Dimana ϑ adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio poisson Poisson’s Ratio. Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan 0,25. Untuk baja struktur biasanya diambil 0,3. Apabila elemen diatas mengalami kerja tegangan normal σ x, σ y, σ z secara serempak, terbagi rata di sepanjang sisinya, komponen resultante regangan dapat diproleh dari persamaan 2.5 dan 2.6. 37 Є x = 1 � [ σ x – ϑ σ y + σ z ] 2.7.a Є y = 1 � [ σ y – ϑ σ x + σ z ] 2.7.b Є z = 1 � [ σ z – ϑ σ x + σ y ] 2.7.c Pada persamaan 2.7.a.b.chubungan antara perpanjangan dan tegangan sepenuhnya didefeisikan oleh konstanta fisik yaitu E dan ϑ. Konsatanta yang sama dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan tegangan geser. Gambar 2.25. Perubahan bentuk segi empat Paralellogram Tinjaulah kasus khusus yaitu perubahan bentuk segi empat parelelogram diaman σ z = σ, σ y = - σ, σ z = 0. Potonglah sebuah elemen abcd dengan bidang yang sejajar dengan sumbuk x dan terletak 45 derajat terhadap sumbu y dan z Gambar 38 2.25. Dengan menjumlah gaya sepanjang dan tegak lurus bc, bahwa tegangan normal pada sisi elemen ini nol dan tegangan geser pada sisi adalah : τ = 1 2 � σ z – σ y = σ 2.8 Kondisi tegangan seperti itu disebut geser murni pure shaer. Pertambahan panjang elemen tegak Ob dan Oc, dan dengan mengabaikan besaran kecil dari orde kedua, kita bias menyimpulkan bahwa panjang elemen ab dan bc berubah dan besarregangan geser yang bersangkutan � bisa diproleh dari segi tiga Obc. Sebuah perubahan bentuk akan didapatkan : �� �� = tan � � 4 − � 2 � = 1+ Єy 1+ Єz 2.9 Untuk � yang kecil, tan � 2 � ≈ � 2 � , maka : �� �� = tan � � 4 − � 2 � = tan � 4 − tan � 2 1+ tan � 4 tan � 2 = 1 − � 2 1+ � 2 = 1+ Єy 1+ Єz Maka diperoleh : Є y = - � 2 � dan Є z = � 2 � 2.10 Sedangkan jika nilai-nilai σ z = σ, σ y = - σ, dan σ z = 0 di substitusikan kedalam persamaan 2.7.a, 2.7.bdan 2.7.cmaka akan diproleh : Є y = 1 � - σ - ϑ σ = - 1+ ϑ σ � = - � 2 Є y = 1 � �σ – ϑ− σ � = - 1+ ϑ σ � = � 2 39 Maka diperoleh hubungan antara regangan dengan regangan geser : Є = � 2 2.11 Hubungan antara regangan dan tegangan geser didefinisikan oleh konstanta E dan v yaitu : � = 2 1+ �� � = 21+ � � � 2.12 Jika digunakan notasi : G = � 2 1+ � 2.13 Maka persamaan 2.12akan menjadi � = � � 2.14 Dimana konstanta G didefinisikan oleh 2.13 dan disebut modulus elastisitas dalam geser atau modulus kekakuan. Apabila tegangan geser bekerja ke semua sisi elemen, seperti terlihat pada gambar 2.25 pelintingan sudut antara dua sisi yang berpotongan hanya bergantung kepada komponen tegangan geser yang bersangkutan dan diproleh : � xy = � �� � � yz = � �� � � xz = � �� � 2.15 40

2.9.7 Teori Analogi Membrane Elastic oleh Prandtl Soap Film Analogy

Dalam pembahasan analogi membrane ini, dilakukan suatu percobaan denagn cara mengambil suatu potongan melintang dari elemen yang mengalami torsi untuk diteliti. Bukaan ini dianggap ditutupi oleh membran elastis yang homogen seperti selaput sabun, dan kerjakan suatu tekanan pada salah satu sisi membran. Gambar 2.26. Analogi selaput sabun Soap Film Analogy Kemudian ditinjau suatu elemen membrane elastis ABCD dengan dimensi dx, dy seperti ditunjuk pada gambar 2.26. dengan menggunakan z sebagai besaran perpindahan lateral dari membran elastis, p adalah tekanan lateral dalam gaya persatuan luas, dan S sebagai tegangan inisial dalam gaya per satuan panjang, maka gaya vertikal murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi O C D A B x z dy dx S S P α + �α �� dx α x z O 41 AD dan BC dari membran dengan mengasumsikan perpindahan yang terjadi adalah sangat kecil sehingga nilai sin ≈ tan α berturut-turut adalah : - S dy sin α ≈ - S dy tan α = -S dy �� �� - S dy sin α + �� �� dx ≈ S dy tan α + �� �� dx = S dy � �� z + �� �� dx Dengan cara yang sama akan diperoleh gaya vertikal murni yang diakibatkan oleh tegangan S yang bekerja sepanjang sisi AB dan DC berturut-turut adalah -S dx �� �� S dx � �� z + �� �� dy Jika keempat gaya vertikal diatas dijumlahkan maka akan diperoleh persamaan membrane untuk elemen dx, dy adalah sebagai berikut : -S dy �� �� + S dy � �� z + �� �� dx - S dx �� �� + S dx � �� z + �� �� dy + p dx dy = 0 S dy � �� z + �� �� dx + S dx � �� z + �� �� dy = - p dx dy S � 2 � �� 2 dx dy + S � 2 � �� 2 dx dy = - p dx dy � 2 � �� 2 + � 2 � �� 2 = - � � 2.16 Persamaan 2.16 ini dikenal sebagai persamaan Analogi Membran Prandtl. 42

2.10. Analisa Torsi pada Tampang Sembarang

2.10.1 Metode Semi-Invers Saint-Venant

Anggap suatu batang atau bahan mengalami torsi dengan suatu potongan melintang seragam dari tampang sembarang seperti terlihat pada gambar 2.26. tegangan yang didistribusukan pada ujung- ujung yaitu τ zx dan τ zy akan menghasilkan torsi sebesar T. Gambar 2.27. Elemen torsi dengan tampang sebarang Metode Saint-Venant dimulai dengan suatu perkiraan komponen perpindahan akibat torsi. Perkiraan ini didasarkan kepada perubahan gometri yang terjadi pada elemen torsi yang terdeformasi. Saint-Venant mengasumsikan tiap elemen torsi lurus dengan tampang tetap selalu memiliki suatu sumbu putar yang tegak lurus terhadap potongan melintangnya yang bertindak sebagai poros kaku pada pusatnya. Dalam hal ini, poros diambil sejajar sumbu z. Tinjau suatu titik P dengan koordinat x,y,x dari pusat O sebelum mengalami deformasi. Setelah mengalami deformasi akibat torsi, P bergerak ke P’. P akan 43 berpindah sejauh w sejajar sumbu z karena warping distorsi kearah luar bidang dari potongan melintang dan perpindahan sejauh u dan v sejajar sumbu x dan sumbu y karena rotasi dasar potongan melintang dimana P berasa dengan sudut puntir sebesar � ini bervariasi menurut jarak z dari poros. Dapat dituliskan bahwa d�dz sebagai suatu laju puntiran �. Maka pada jarak z dari pusat O, sudut puntir adalah sebesar � = ��. Gambar 2.28. Potongan melintang suatu elemen torsi Dengan mengacu pada gambar 2.28, diperoleh : u = x’ – x = OP [ � + � − ����] u = OP[ cos � cos � − sin � sin � − cos �] u = OP ���� cos � − 1 – OP sin � sin � u = x cos � − 1 – y sin � 2.17.a dan v = y’- y = OP [ ���� + � − ����] v = OP [ sin � cos � + cos � sin � − sin �] 44 v = OP cos � sin � + OP sin � cos � - 1 v = x sin � + y cos � - 1 2.17.b untuk perpindahan yang sangat kecil, maka nilai sin � = � dan cos � = 1, maka : u = −�� = −��� v = �� = ��� sedangkan untuk komponen w diambil : � = ���, � dimana ��, � adalah fungsi warping. Setelah komponen perpindahan ini diperoleh, maka kita akan mensubsitusikan nilai-nilai u, v, dan w ke dalam persamaan 2.4 dan diproleh : Є x = �� �� = �−��� �� = 0 Є y = �� �� = ���� �� = 0 Є z = �� �� = �[�� �,�] �� = 0 � xy = � yx = �� �� + �� �� = �−��� �� + ���� �� = −�� + ��= 0 � xz = � zx = �� �� + �� �� = �[�� �,�] �� + �−��� �� = � � ���,� �� − y� 2.18.a � yz = � zy = �� �� + �� �� = �[�� �,�] �� + ���� �� = � � ���,� �� + x � 2.18.b Tinjau kembali persamaan kesetimbangan. Untuk komponen yang mengalami torsi murni σ z = 0, σ y = 0, σ z = 0, � �� = 0, X = 0, Y = 0, Z = 0 sehingga dari persamaan kesetimbangan didapatkan : �τ zx �� = 0 2.19.a 45 �τ zy �� = 0 2.19.b �τ xz �� + �τ yz �� = 0 2.19.c Persamaan 2.19.a dan 2.19.b menunjukkan bahwa τ zx dan τ zy tidak tergantung pada z. dan komponen tegangan harus memenuhi persamaan 2.19.c oleh karena itu diambil persamaan tegangan geser ini menjadi : τ zx = �� �� τ zy = − �� �� 2.20 Kemudian kedua persamaan diatas disubsitusikan ke persamaan 2.19.c � �� � �� �� � − � �� � �� �� � = 0 Hasil dari ruas kiri dari persamaan ini juga memberikan nilai 0, hal ini menunjukkan bahwa persamaan 2.20 yang diambil memenuhi persamaan 2.19.c Tinjaulah kembali persamaan 2.18. Jika masing-masing � zx dan � zy dideferensi parsialkan terhadap y dan x, maka akan diproleh : ��zx �� = �� �� � ���,� �� − y� ��zy �� = �� �� � ���,� �� + x � ��zx �� = � � � 2 ��,� ���� − 1� 2.21.a ��zy �� = � � � 2 ��,� ���� + 1 � 2.21.b Jika persamaan 2.26.a dikurangakan dengan persamaan 2.26.b, maka akan diproleh : ��zx �� - ��zy �� = − 2� 2.22 Subsitusikan hubungan antara regangan geser dengan tegangan geser pada persamaan 2.4 kedalam persamaan 2.22 maka akan diperoleh : 46 � �� � � �� � � − � �� � � �� � � = − 2� �� �� �� − �� �� �� = − 2�� 2.23 Subsitusikan persamaan 2.20 ke dalam persamaan 2.23 untuk mendapatkan suatu persamaan yang kemudian akan kita kenal sebagai persamaan torsi : � �� � �� ��� − � �� � �� ��� = − 2�� � 2 � �� 2 - � 2 � �� 2 = − 2�� 2.24 Karena permukaan elemen torsi ini bebas dari gaya lateral, maka resultan dari gaya geser r pada potongan melintang daeri elemen torsi pada keliling dari elemen torsi pada keliling potongan ini harus berarah tegak lurus terhadap garis normalnya. Kedua komponen tegangan geser τ zx dan τ zy yang bekerja pada potongan melintang dengan sisi-sisi dx, dy dan ds dapat dinyatakan dengan: Τ zx = τ sin � τ zy = τ cos � Dengan mengacu pada gambar 2.25 maka : sin � = �� �� cos � = �� �� 2.25 Karena komponen tegangan geser pada arah n pada gambar pada keliling elemen harus bernilai nol, maka proyeksi τ zx dan τ zy dalam arah normal adalah : τ zx cos � - τ zy sin � = 0 2.26 47 Gambar 2.29. Potongan melintang elemen torsi Subsitusikan persamaan 2.20 dan2.25 kedalam persamaan 2.26 : �� �� �� �� + �� �� �� �� = �� �� = 0 Dari penyelesaian ini menunjukkan bahwa nilai � konstandi sepanjang keliling S. karena tegangan merupakan turunan parsial dari �, maka nilai konstan � ini dianggap nol. 48 Distribusi τ zx dan τ zy pada potongan melintang yang dibahas harus memenuhi ketiga persamaan berikut : ∑ � � = ∫ τ zx dx dy = ∫ �� �� dx dy = 0 2.27.a ∑ � � = ∫ τ zy dx dy = ∫ � dx dy = 0 2.27.b ∑ � � = T = ∫�x τ zy − y τ zy � dx dy = ∫ �x �� �� + y �� �� � dx dy 2.27.c

2.10.2 Hubungan Antara Momen Torsi dan Fungsi Torsi

Dengan menyelesaikan persamaan 2.27 maka akan diproleh hubungan antara momen torsi dan fungsi torsi dengan fungsi torsi. Ambillah suatu komponen integral dari persamaan 2.27. Karena fungsi tegangan tidak bervariasi dalam arah y untuk sebuah garis setebal dy seperti tampak pada gambar 2.24, tutunan parsial dapat digantikan dengan suatu turunan total sehingga diproleh : ∬ x �� �� dx dy = −dy ∫ x �� �� dx = −dy ∫ ��� = −dy �x � � − ∫ ��� x B x A A B � �� �� Mengingat nilai � pada tepi-tepi elemen � � = ϕ B = 0, maka diproleh : − � x �� �� dx dy = � ϕ dx dy Langkah yang sama dilakukan untuk komponen lain dari integral pada persamaan 2.19 sehingga diperoleh : − � y ∂ϕ ∂y dx dy = � ϕ dx dy Dengan menjumlahkan kedua komponen ini, maka diproleh hubungan antara torsi dengan fungsi torsi yaitu : T = − �∬ x ∂ϕ ∂y dx dy + ∬ y ∂ϕ ∂y dx dy � = 2 ∬ ϕ dx dy 2.28 49

2.10.3 Puntir Murni Pada Penampang Homogen

Sebelum meninjau profil struktural pada lokasi yang dikekang restrained terhadap pemilinan warping penampang lintang, kita perlu memahami tegangan geser akibat puntir murni dan kelakuan puntir. Gambar 2.30. Torsi pada batang prismatis Tinjaulah momen torsi T yang bekerja pada batang pejal solid prismatis dengan bahan homogen dalam Gambar 2.30. Anggaplah pemilinan keluar bidang tidak terjadi atau dapat diabaikan pengaruhnya pada sudut puntir �. Anggapan ini mendekati kenyataan bila ukuran penampang lintang sangat kecil dibanding panjang batang dan sudut lekukan penampang tidak besar. Juga, pada saat terpuntir penampang lintang dianggap tidak mengalami distorsi. Jadi, laju puntir puntir per satuan panjang dapat dinyatakan sebagai : � = ������ ������ = �� �� 2.29 50 yang dapat dipandang sebagai lengkungan torsi laju perubahan sudut puntir . Karena regangan diakibatkan oleh rotasi relatif antara penampang lintang di z dan z+dz , maka besarnya perpindahan di suatu titik sebanding dengan jarak r dari pusat puntir. Sudut regangan atau regangan geser � di suatu elemen sejarak r dari pusat adalah: ��� = �� � � = � � �� �� �. = r� 2.30 Bila G adalah modulus geser, maka berdasarkan hukum Hooke tegangan geser � menjadi : � = �� Jadi seperti yang ditunjukkan pada gambar , torsi elementer adalah : �� = �. �. �� = �. �. �. �� = � 2 . � �� ��� . �. �� Momen penahan keseimbangan total adalah : � = � � 2 � �� �� � �� Serta karena ���� dan G konstan di sembarang penampang : � = �� �� . � � � 2 � �� = �� �� �� dengan : J = = ∫ � 2 � �� = konstanta torsi, atau momen inersia polar untuk penampang lingkaran. G = Modulus Geser = � 21+ � 51 Persamaan 2.34 analog dengan persamaan untuk lentur, yakni momen lentur M sama dengan kekakuan EI kali lengkungan, � 2 ��� 2 . Disini momen torsi T sama dengan kekakuan puntir GJ kali kelengkungan puntir laju perubahan sudut puntir . Tegangan geser kemudian dapat dihitung dengan persamaan 2.30 dan 2.31, � = �� = �. �� �� . � dan �� �� = � �� sehingga � = �� � Dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa tegangan geser akibat torsi sebanding dengan jarak radial dari titik pusat torsi.

2.10.4 Puntir Murni Pada Penampang Segi Empat

Tampang I terdiri dari beberapa elemen segi empat, untuk itu akan dibahas juga puntir murni pada penampang segi empat, karena tegangan torsi pada penampang I ada berhubungan dengan tegangan torsi pada penampang segi empat. Analisa untuk penampang segi empat lebih kompleks karena tegangan geser dipengaruhi oleh pemilinan keluar bidang, walauun sesungguhnya sudut puntir tidak dipengaruhi . Sebagai pendekatan tinjaulah elemen ada gambar 2.31 yang mengalami tegangan geser. Untuk elemen ini : � = � �� �� 52 Gambar 2.31. Torsi pada penampang segi empat Dengan mengabaikan pengaruh ujung, tegangan geser pada segi empat yang tipis dapat dinyatakan sebagai : � = �� = �� �� �� Atau dengan menggunakan persamaan 2.34 � = �� � Dari teori elastisitas, tegangan geser maksimum � ���� , terjadi di tengah sisi panjang segi empat dan bekerja sejajar sisi tersebut. Besarnya merupakan fungsi dari rasio bt panjang lebar dan dapat dihitung sebagai : [ � ���� = � 1 � �� 2 Sedang konstanta puntir J dapat dituliskan sebagai � = � 2 �� 3 Harga � 1 dan � 2 untuk kedua persamaan ini ditunjukkan dalam Tabel 2.1 Tabel 2.1 Harga � 1 dan � 2 untuk persamaan 2.40 dan 2.41 53

2.10.5 Tegangan Geser Akibat Lentur pada Penampang Terbuka Berdinding Tipis

Sebelum membahas perhitungan tegangan akibat puntir pada penampang terbuka berdinding tipis yang dikekang terhadap pemilinan, tegangan geser akibat lentur umum akan dijabarkan secara ringkas. Pengertian tentang keadaan terpuntir lebih penting daripada perhitungan tegangan yang timbul. Pembahasan yang lengkap tentang batang berdinding tipis dengan penampang lintang terbuka diberikan oleh Thimoshenko. Gambar 2.32 memperlihatkan penampang berdinding tipis sembarang dengan sumbu pusat x dan y. Tinjaulah keseimbangan elemen � �� �� yang mengalami tegangan lentur � � dan tegangan geser �, yang keduanya diakibatkan oleh momen lentur. Perkalian tegangan geser � dan tebal � didefenisikan sebagai aliran geser ��. Syarat keseimbangan gaya dalam arah z ialah : ��� �� ���� + � �� � �� ���� = 0 2.42 atau ��� �� = −� �� � �� 2.43 54 a. b. Gambar 2.32 Tegangan pada penampang terbuka berdinding tipis akibat lentur 1. Anggaplah momen hanya bekerja pada bidang yz atau My = 0. Menurut persamaan lentur umum diambil dari persamaan lentur umum, Struktur Baja Halaman 374 : � = � � � � −� � � �� � � � � −� �� 2 . � + � � � � −� � � �� � � � � −� �� 2 . � 2.44 Maka tegangan lentur akibat momen ini My = 0 adalah : � � = � � � � � � −� �� 2 . � � � − � �� � 2.45 atau �� � �� = �� � �� ⁄ � � � � −� �� 2 . � � � − � �� � 2.46 Dengan menyadari bahwa � � = �� � �� ⁄ dan memasukkan Persamaan 2.46 ke persamaan 2.43 kita peroleh : ��� �� = −�� � � � � � −� �� 2 . � � � − � �� � 2.47 Aliran geser �� pada jarak s dari tepi bebas diperoleh dengan integrasi sebagai berikut : 55 �� = −� � � � � � − � �� 2 . �� � � �� � �� − � �� � �� � ��� 2. Anggaplah momen hanya bekerja pada bidang xz atau Mx = 0. Menurut persamaan lentur umum pada persamaan 2.44, tegangan lentur akibat momen adalah : � � = � � � � � � −� �� 2 . �−� �� � + � � �� 2.49 Dengan menghitung ����� dan menyadari � � = �� � �� ⁄ serta mengintegrasi untuk memperoleh aliran geser ��, kita mendapatkan persamaan yang serupa dengan persamaan 2.48 : �� = + � � � � � � − � �� 2 . �� �� � �� � �� − � � � �� � ��� 3. Momen yang bekerja pada bidang yz dan xz. Tegangan geser dapat dihitung dengan menjumlahkan hasil dari Persamaan 2.48 dan 2.50 Dari gambar 2.32.b terlihat bahwa keseimbangan mengharuskan gaya geser dalam arah � �� sama dengan jumlah komponen – komponen �� dalam arah y di seluruh penampang. Demikian pula, �� sama dengan jumlah komponen – komponen dalam arah �. Juga, keseimbangan rotasi harus dipenuhi; momen terhadap titik berat penampang adalah lihat Gambar 2.32.b � ����� � yang pada kasus tertentu akan sama dengan nol seperti pada penampang profil I dan Z . Jika keseimbangan rotasi dipenuhi secara otomatis yakni bila geser akibat lentur bekerja melalui titik berat , maka torsi tidak akan terjadi bersamaan dengan lentur. 56

2.10.6 Pusat Geser

Pusat geser adalah titik di penampang lintang yang tidak terpuntir bila geser lentur bekerja pada bidang yang melalui titik ini. Dengan kata lain, beban yang diberikan melalui pusat geser tidak akan menimbulkan tegangan puntir atau : � ����� � = 0 Karena pusat geser tidak selalu berimpit dengan titik berat penampang, letak pusat geser harus ditentukan agar te gangan puntir dapat dihitung. Pada penampang profil I dan Z pusat geser berhimpit dengan titik berat, sedang pusat geser siku dan kanal tidak berimpit dengan titik berat. Tinjaulah gaya geser Vx dan Vy yang masing – masing bekerja di sejarak yo dan xo dari titik berat lihat Gambar 2.31.b sedemikian rupa, hingga momen torsi terhadap titik berat sama dengan ∫ ����� � ; jadi � � � � − � � � � = � ����� � Dengan kata lain, Momen puntir sama dengan � � � � − � � � � bila beban bekerja pada bidang – bidang yang melalui titik berat dan sama dengan 0 jika beban berada pada bidang yang melalui pusat geser, yaitu titik yang koordinatnya � � , � �. Terlihat bahwa letak pusat geser tidak bergantung pada besar atau jenis pembebanan, tetapi hanya tergantung pada konfigurasi penampang lintang. Untuk menentukan letak pusat geser, dengan menyelesaikan Persamaan 2.51 dan 2.52 : 57 � ����� � = � � �� ��� ��̅ ��� �� � Karena : �̅ = �� + �� maka ��̅ = ��� + ��� �̅ ���̅ = �. �� − �. �� � Sehingga ∫ � �� ��� ��̅ �� � �� � = ∫ �� � �. �� − �. �� � � � � − � � � � = � �� � �. �� − �. �� pertama misalkan salah satu gaya geser nol, katakan � � = 0, maka persamaan 2.54 menjadi : [ � � = − 1 � � � �� � ⎝ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎛ �.��−�.�� ⎠ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎞ dengan menurut Persamaan 2.50 �� = + � � � � � � − � �� 2 . �� �� � �� � �� − � � � �� � ��� Maka dengan mensubtitusikan nilai Vx ke persamaan 2.50 diperoleh : � � = − 1 � � � � − � �� 2 � � � �� � �� � �� − � � � �� � ��� � �. �� − �. �� dan juga, dengan memasukkan � � = 0 pada persamaan 2.54 diperoleh : � � = 1 � � � �� � �. �� − �. �� dimana menurut Persamaan 2.49 �� = −� � � � � � − � �� 2 . �� � � �� � �� − � �� � �� � ��� Dengan mensubtitusikan nilai Vy pada persamaan 2.49 diperoleh : � � = − 1 � � � � − � �� 2 � � � � � �� � �� − � �� � �� � ��� �. �� − �. �� �

2.11 Torsi Pada Tampang I

2.11.1 Inertia Torsi pada Tampang Tipis Terbukadengan Berbagai Macam

58 Bentuk Suatu tampang tipis terbuka jika mengalami torsi, fungsi torsi seperti sebuah setengah silinder . Untuk menghitung inersia torsi J pada tampang tipis terbuka pada Gambar 2.33 : Gambar 2.33 Pembagian dimensi Inersia Torsi pada tampang tipis terbuka Dengan tampang tipis terbuka dengan berbagai macam bentuk seperti Gambar 2.33dapat digunakan persamaan : � = � 1 3 � � � � 3 � � dengan s dan t adalah dimensi terpanjang dan terpendek pada elemen segi empat.

2.11.2 Inertia Torsi pada TampangI

Untuk penampang berbentuk I maka perhitungan konstanta torsinya Inertia Torsi, J diambil dari penjumlahan konstanta torsi masing – masing komponennya yang berbentuk persegi, yaitu dengan menganggap flens dan web terpisah seperti Gambar 2.34 : 59 Gambar 2.34 Pembagian dimensi Inersia Torsi pada tampang I Inersia torsi pada tampang I adalah : � = � 1 3 � � � � 3 � �=1 = 1 3 � 1 � 1 3 + 1 3 � 2 � 2 3 + 1 3 � 3 � 3 3 Dengan a dan b adalah dimensi terpanjang dan terpendek dari masing – masing elemen segi empatnya lihat Gambar 2.34 .

2.12 Torsi pada penampang I

Torsi pada penampang I terdiri dari dua jenis: a. Torsi Murni Pure Torsion b. Torsi Terpilin Warping Torsion Gambar 2.35 Struktur yang mengalami torsi

2.12.1 Torsi Murni Saint – Venant’s Torsion

60 Terjadi jika penampang melintang yang rata tetap menjadi rata setelah torsi bekerja dan penampang hanya mengalami rotasi selama torsi bekerja.dengan kata laintorsi murni hanya mengakibatkan perputaran profil karena tidak adanya penahanprofil. Penampang bulat adalah satu – satunya keadaan torsi murni. Seperti lengkungan lentur perubahan kemiringan persatuan panjang yang dapat dinyatakan sebagai ��� = � 2 ��� 2 yakni momen dibagi kekakuan lentur sama dengan lengkungan lentur . Pada torsi murni, momen torsi dibagi kekakuan puntir GJ sama dengan lengkungan puntir perubahan sudut puntir per satuan panjang . � � � Gambar 2.36 Penampang yang mengalami torsimurni Bila persamaan 2.34 yang diturunkan untuk T momen torsi yang bekerja sekarang diganti untuk komponen Ms Momen Saint akibat puntir murni maka : �� = �� �� �� atau �� = �� �′ Dengan : Ms = momen torsi murni momen primer 61 G = modulus geser ; G = � 21+ � v = poison ratio, 0.3 J = konstanta torsi �’ = �� �� = sudut puntir turunan pertama

2.12.2 Torsi Terpilin warping

Jika suatu balok memikul torsi Mw seperti pada gambar 2.37, maka sayap tekan balok akan melengkung ke salah satu arah lateral dan sayap tariknya melengkung ke arah lateral lainnya. Bila penampang lintang berbentuk sedemikian rupa hingga dapat terpilin penampang menjadi tidak datar lagi jika tidak dikekang, maka sistem yang dikekang akan mengalami tegangan. Keadaan terpuntir pada gambar 2.37.a menunjukkan balok yang puntirannya dicegah di ujung – ujung tetapi sayap atasnya melendut ke arah samping lateral sebesar uf. Lenturan sayap ke samping, ini menimbulkan tegangan normal lentur tarik dan tekan serta tegangan geser sepanjang lebar sayap. Sehingga menimbulkan perubahan bentuk warping pada struktur Gambar 2.38 . M t U f Puntir dicegah di ujung ini Pusat Atas Sayap 62

a. b.

Gambar 2.37 penampang yang mengalami torsiterpilin Jadi puntir dapat dianggap terdiri dari dua bagian: 1 rotasi elemen, yakni akibat puntir murni, dan 2 tranlasi yang menimbulkan lenturan lateral, yakni akibat pemilinan.

a. b.

Gambar 2.38. Perubahan bentuk warping yang terjadi pada tampang I

2.13 Persamaan Differensial Untuk Torsi Pada Penampang I

2.13.1 Persamaan Differensial Momen Torsi murni Ms dan Momen Torsi Terpilin Mw dan Sudut Puntir

� Tinjaulah posisi sumbu pusat sayap yang melendut pada Gambar 2.39. �� adalah lendutan lateral satu sayap di penampang sejarak � dari ujung batang ; Puntir dicegah di ujung ini 63 � adalah sudut puntir di penampang yang sama, dan �� gambar ganti adalah gaya geser horisontal yang timbul di sayap penampang tersebut akibat lenturan lateral. Perhatikan bahwa anggapan yang penting ialah badan tetap datar selama rotasi, sehingga kedua sapa melendut ke samping dalam jarak yang sama. Jadi, badan dianggap cukup tebal relatif terhadap sayap sehingga badan tidak melentur selama terpuntir karena sayap memiliki penahan puntir yang besar. Dari geometri untuk harga � yang sangat kecil maka tan � ≈ � , maka persamaan berdasarkan gambar 2.39 menjadi : � � ℎ2 = � maka � � = � ℎ 2 Gambar 2.39. Gaya geser akibat pemilinan pada penampang profil I Persamaan 2.60 merupakan satu – satunya hubungan yang paling penting untuk memahami torsi pada penampang profil I. Sudut puntir berbanding langsung dengan lendutan. Syarat batas torsi analog dengan syarat batas lenturan lateral. Maka jika persamaan 2.60 diturunkan tiga kali terhadap z menjadikan : Type equation here . �� � �� = �� �� ℎ 2 64 � 2 � � �� 2 = � 2 � �� 2 ℎ 2 � 3 � � �� 3 = � 3 � �� 3 ℎ 2 Untuk satu sayap hubungan kelengkungan adalah : � 2 � � �� 2 = −� � �� � � � = � � 2 = Momen Inersia untuk satu sayap terhadap sumbu y balok � � = Momen lentur lateral pada satu sayap dan tanda negatif diakibatkan oleh lentur positif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.39 . Juga, karena � = ����, maka : � 3 � � �� 3 = − �� � �� . 1 �� � , menjadi � 3 � � �� 3 = −� � �� � dimana � 3 � � �� 3 = � 3 � �� 3 ℎ 2 , disubtitusikan ke persamaan 2.63 maka menghasilkan : Type equation here . � � = −�� � ℎ 2 � 3 � �� 3 Berdasarkan gambar 2.39, komponen momen puntir � � yang menimbulkan lenturan lateral pada sayap sama dengan gaya geser sayap kali lengan momen h � � . ℎ. Jadi , badan dianggap tidak memiliki daya tahan geser terhadap pemilinan . � � = � � . ℎ = −�� � ℎ 2 2 � 3 � �� 3 � � = −�� � � 3 � �� 3 65 Dengan � � = � � ℎ 2 2, yang sering disebut dengan konstanta puntir terpilin konstanta warping Momen puntir total � � merupakan jumlah dari bagian rotasi � � dan bagian lentur lateral � � ; jadi dari persamaan 2.59.a dan 2.65.b � � = � � + � � = �� �� �� − �� � � 3 � �� 3 yang merupakan persamaan differensial untuk puntir. Momen puntir � � bergantung pada pembebanan dan umumnya merupakan fungsi polinomial dalam z. Bila persamaan 2.66 dibagi dengan �� � , maka : � 3 � �� 3 − �� �� � �� �� = −� � �� � Dengan memisalkan � 2 = �� �� � , bentuk homogen dari persamaan 2.67 dapat dituliskan sebagai : � 3 � �� 3 − � 2 �� �� = −� � �� � Persamaan differensial tersebut adalah homogen maka ada dua jawaban yaitu PD homogen dan PD non homogen : Untuk PD Homogen dari persamaan � 3 � �� 3 − � 2 �� �� = 0 Misalkan � = �� �� �� �� = �. �. � �� � 2 � �� 2 = �. � 2 . � �� � 3 � �� 3 = �. � 3 . � �� 2.70.a 2.70.c 2.70.b 66 Subtitusi persamaan 2.70.a dan 2.70.c ke persamaan 2.69 menghasilkan : �. � 3 . � �� − � 2 �. �. � �� = 0 �. � �� � 3 − � 2 . � = 0 Sehingga syaratnya menjadi �� 2 − � 2 = 0 ; � = 0 , � = ±� Dengan demikian : Jadi � = � 1. � �� + � 2. � −�� + � 3 Bila penyelesaian ini dinyatakan dalam fungsi hiperbola dan konstantanya dikelompokkan, maka : � 1 = �. ���ℎ�� + �. ���ℎ�� + � dengan : � = 1 � = � �� �� � Untuk penyelesaian khusus, dari : � 3 � �� 3 − � 2 �� �� = −� � �� � � 2 = � 1 � dan � � = �� Maka persamaan 2.75 menjadi : � 3 � 1 � �� 3 − � 2 �� 1 � �� = − 1 �� � �� Dimana suku – suku pada ruas kiri harus dipadankan dengan suku – suku pada ruas kanan. Suku pada � 1 � umumnya tidak perlu berderajat lebih dari dua. Maka jawaban total � = � 1 + � 2 dengan � = ����� ����� Sekarang tinjau balok 2 perletakan dengan memakai profil I dimana ujung – ujung berupa sendi bertumpuan sederhana yaitu pada Gambar 2.40. 2.71.a 2.71.b 2.72 2.73 2.74 2.75 2.76 67 Gambar 2.40.Momen torsi terpusat ditengah bentang bertumpuan sederhana terhadap torsi Momen torsi bekerja di tengah bentang, maka akan ditentukan persamaan untuk sudut torsi � dan besar tegangan geser akibat torsi murni dan warping serta tegangan normal yang terjadi akibat lendutan arah lateral, disini langkah – langkahnya adalah sebagai berikut : Distribusi momen torsi total � � = � � + � � , yang menyebabkan geser pada flens. Distribusi momen torsi � � akibat torsi murni � � = �� �� �� , Distribusi momen torsi � � = −�� � � 3 � �� 3 . Karena � � bernilai konstan maka � dapat berbentuk � + � � . A adalah jawaban umum persamaan diferensial homogen sedangkan B jawaban khusus persamaan diferensial homogen. 68 Kembali ke persamaan diferensialnya : � 3 � �� 3 − �� �� � �� �� = � � �� � � = � + � � �� �� = � � 2 � �� 2 = 0 Maka : − � �� �� � = �2 �� � � = � 2 �� Jadi jawaban umum PD homogen adalah : � = �. ���ℎ�� + �. ���ℎ�� + � + � 2 �� � Sekarang tinjau syarat batas untuk tumpuan sederhana terhadap torsi . Berdasarkan lentur sayap ke samping karena � sebanding dengan � � , syarat tumpuan sederhana berarti momen dan lendutan di setiap ujung sama dengan nol, atau untuk torsi. Syarat batas : � = 0 pada z = 0 dan z = L � 2 � �� 2 = � = 0 di z = 0 dan z = L dalam masalah ini, persamaan differensial diskontinu di L2; jadi dengan menggunakan kemiringan sayap sama dengan nol di L2 yakni �′ = 0 serta � = 0 dan � = 0 di z =0, ketiga konstanta dalam persamaan 2.80 dapat ditentukan : 2.77 2.79.a 2.79.b 2.80 2.78 69 1. dari � = 0 pada z = 0 ; maka 0 = � + � 2. � 2 � �� 2 = � = 0 di z = 0 dan z = L , maka ∶ �� �� = �. �. ���ℎ�� + �. �. ���ℎ�� + � 2 �� � 2 � �� 2 = �. � 2 . ���ℎ�� + �. � 2 . ���ℎ�� 0 = 0 +B diperoleh B = 0 2.82 Harga 2.82 disubtitusikan ke Persamaan 2.81 diperoleh C = 0 Dengan memasukkan � ′ = �� �� = 0 di z = L2 Kemiringan flen di tengah bentang = 0 �� �� = �. �. ���ℎ�� + �. �. ���ℎ�� + � 2 �� 0 = �. �. ���ℎ. �� 2 + � 2 �� Type equation here . � = − � 2 ��� . 1 ���ℎ�. � 2 Dari harga A, B, dan C diperoleh persamaan untuk jawaban total, � = − � 2 �� . � 1 ���ℎ� � 2 � . ���ℎ�� + � 2 �� � Sehingga persamaan untuk sudut puntir � menjadi : � = � 2 ��� . ��� − ���ℎ�� ���ℎ� � 2 � Dan ; �′ = � 2 �� . �1 − ���ℎ�� ���ℎ� � 2 � 2.81 2.83 2.84 2.85 2.86 2.87.a 70 �′′ = �� 2 �� . � −���ℎ�� ���ℎ� � 2 � �′′′ = �� 2 2 �� . � −���ℎ�� ���ℎ� � 2 �

2.13.2 Tegangan Geser akibat Torsi Murni

Penampang I terdiri dari beberapa elemen segi empat, karena itu dasar persamaan untuk tegangan geser pada penampang I menggunakan persamaan tegangan geser pada segi empat yang tipis yaitu dari persamaan 2.39 yang didasarkan dari persamaan puntir murni pada penampang homogen. � = �� � Karena torsi hanya akibat torsi murni maka T = � � � � = � � � � dan dari persamaan 2.59.a � � = �� �� �� maka persamaannya menjadi : � � = �� �� �� Yang distribusi gambarnya diperlihatkan pada Gambar 2.41.a 2.87.b 2.87.c [2.39] 2.88 2.89 71 Gambar 2.41 Arah dan distribusi tegangan geser pada penampang profil I

2.13.3 Tegangan geser akibat pemilinan warping

Tegangan geser � � akibat pemilinan bervariasi secar parabolis sepanjang lebar sayap segi empat seperti pada gambar 2.41.b . Tegangan ini dapat dihitung sebagai dengan penurunan dari Momen terpilin Mw � � = � � . ℎ = −�� � ℎ 2 2 � 3 � �� 3 � � = −�� � � 3 � �� 3 Dari persamaan 2.65.a didapat : � = −�� � ℎ 2 2 � 3 � �� 3 . 1 ℎ Tegangan geser yang kecil pada badan diabaikan. Tegangan geser maksimum � � yang sebenarnya bekerja di muka badan dapat dianggap bekerja di tengah – tengah lebar sayap, sehingga � � menjadi lihat Gambar 2.42 : [2.65.a] Puntir Saint-Venant, Ms Puntir Terpilin, Mw b Lentur Mx c. 72 Gambar 2.42 Dimensi untuk perhitungan momen statis bidang, Qf � � = � = −�� � ℎ 2 � 3 � �� 3 . � � = ��̅ = �� � 2 � � 4 � = � 2 8 � � � � = � � � � � � � � Dengan � � = momen statis bidang terhadap sumbu y . � � = Gaya geser pada sayap profil � � = Inersia salah satu pelat sayap � � = tebal pelat sayap Subtitusi � � dan � � dari persamaan 2.90 dan 2.91 ke persamaan 2.92 menghasilkan harga absolut : � � = �−�� � ℎ 2 ⁄ � 3 � �� 3 ⁄ �. [� 2 8. ⁄ � � ] � � � � � � = � � 2 ℎ 16 � 3 � �� 3 2.91 2.90 2.92 2.93 73

2.13.4 Tegangan normal akibat lenturan sayap ke samping

Tegangan normal tekan dan tarik akibat lenturan sayap ke samping lateral yakni pemilinan penampang lintang seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.43 dapat diturunkan dengan memperhatikan Gambar 2.43

a. b.

Gambar 2.43. Pemilinan Penampang Lintang � �� = � � � = � � � � � � �� = � � � � � Tegangan ini bervariasi secara linear sepanjang sayap seperti gambar 2.43.b. Momen lentur � � momen lateral pada satu sayap dapat diperoleh dengan memasukkan persamaan 2.60 ke persamaan 2.62 � 2 � � �� 2 = −� � �� � ; � � = � ℎ 2 ℎ 2 � 2 � �� 2 = −� � �� � � � = �� � ℎ 2 � 2 � �� 2 2.93 [2.62] [2.60] 2.94 74 Tanda negatif dihilangkan karena tarikan terjadi pada satu sisi sedang tekanan terjadi pada satu sisi lainnya . Dengan memperhatikan bahwa � � = � � ℎ 2 2, maka persamaan 2.94 menjadi : � � = �� � ℎ � 2 � �� 2 Tegangan maksimum terjadi di � = �2, substitusi harga � dan persamaan 2.94 ke persamaan 2.93 � �� = � � � � � � �� = �� � � ℎ 2 � � 2 � �� 2 � � 2 � � � � �� = ��ℎ 4 � 2 � �� 2 Secara ringkas, pembebanan torsi pada sembarang penampang profil I atau kanal menimbulkan tiga jenis tegangan : 1. Tegangan geser � � pada badan dan sayap akibat rotasi elemen – elemen penampang lintang momen torsi murni Saint-Venant, � � � � = �� �� �� = ���′ � � = �� �� �� = ���′ 2. Tegangan geser � � pada sayap akibat lenturan lateral momen torsi terpilin, � � � � = −�� � � 3 � �� 3 = −�� � �′′′ 2.95 2.96 75 � � = � � 2 ℎ 16 � 3 � �� 3 = � � 2 . ℎ 16 �′′′ 3. Tegangan normal tarik dan tekan , � �� akibat lenturan sayap ke samping momen lentur lateral pada sayap, � � � � = �� � ℎ � 2 � �� 2 = �� � ℎ �′′ � �� = ��ℎ 4 � 2 � �� 2 = ��ℎ 4 �′′ dengan persamaan sudut puntir a. � = � 2 ��� . ��� − ���ℎ�� ���ℎ� � 2 � b. � ′ = � 2 �� . �1 − ���ℎ�� ���ℎ� � 2 � c. � ′′ = �� 2 �� . � −���ℎ�� ���ℎ� � 2 � d. � ′′′ = �� 2 2 �� . � −���ℎ�� ���ℎ� � 2 � 2.14. Persoalan UmumANSYS Banyak persoalan teknik yang tidak dapat diperoleh penyelesaiannya secara eksak. Ketidak mampuan mendapatkan penyelesaian secara eksak inidapat disebabkan oleh tingkat kerumitan persamaan diferensial alami yangdiperoleh atau kesulitan yang muncul ketika menentukan idealisasi kondisi batas danawal. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, maka dikenalkan suatu metodependekatan yang lebih baik dan akurat, yaitu metode numerik. Dengan metodeini dapat diketahui secara tepat perilaku sistim pada tiap titik dengan 76 membagidalam beberapa titik diskrit yang disebut node. Langkah awal penyelesaian padametode ini dikenal dengan prosesdiskritisasi. Terdapat dua metode numerik yang umum digunakan untukpenyelesaian teknik,yaitu: 1. Metode perbedaan difference hingga, dimana dalam metodeini persamaan differensial ditulis untuk masing-masing nodedan penurunannya digantikan dengan persamaan differensial.Pendekatan ini menghasilkan suatu set persamaan linier serentak. Tetapimetode ini mengalami kesulitan ketika digunakan untuk permasalahandengan geometri yang rumit atau pada kondisi batas yang rumit juga.Keadaan ini terjadi terutama untuk bahan-bahan anisotropik. 2. Metode elemen hingga, dimana dalam metode inimenggunakan formulasi integral untuk menciptakansuatusistim persamaanaljabar. Bahkan metode ini dapat dipakai untuk menganalisa danmendapatkan penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahanteknik engineering yang besar seperti analisa tegangan, perpindahanpanas, elektromagnetik, dan aliranfluida.

2.14.1 SejarahANSYS

ANSYS adalah suatu perangkat lunak simulasi teknik yang ditemukanoleh ahli perangkat luank yaitu John Swanson 1971. ANSYS mengembangkan tujuan umum dari analisa elemen hingga dan komputasi cairan dinamis. KetikaANSYS mengembangkan suatu produk penambahan komputer ilmu teknik CAE,perangkat lunak ini mungkin lebih dikenal dengan ANSYS mekanis dan ANSYSmultiphysic. Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifatnon- 77 linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur,elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, tekniklistrik, fisika dankimia. Dimana sebagaimana pengertian secara umum, metode elemenhingga adalah prosedur numerik yang dapat dipakai untuk memperoleh penyelesaianpada berbagaimasalahketeknikan.Aliransteady,masalahtransient,linier,ataunon linier dalam analisis tegangan, perpindahan panas, aliran fluida danmasalah elektromagnetik dapat dianalisa dengan metode elemen hingga. Keaslianmetode elemenhinggamoderndapatdirujukkembalipadaawaltahun1900-an,ketika beberapa orang peneliti memperkirakan dan memodelkan sebuahmedium continuum elastik menggunakan batang elastis yang didiskritisasi secaraekivalen. Tokoh yang dianggap pertama sekali menerapkan metode ini ialah Courant1943, berdasarkan publikasi papernya yang pada awal 1940-an menggunakaninterpolasi polynomial yang subregion segitiga untuk meneliti masalahtorsi. Boeing 1950 menggunakan elemen-elemen tegangan segitigauntuk memodelkan sayap pesawat terbang. Pada tahun 1960-an parapeneliti menggunakanmetodeelemenhingga,padasubbidanglaindiduniaketeknikan seperti kasus perpindahan panas dan aliran. Zienkiewicz dan Cheung1967 menulis buku pertama yang menjelaskan tentang metode elemen hingga.Tahun 1971, untuk pertama kali program ANSYSdiluncurkan.

2.14.2. Sistim Pemecahan dan KasusANSYS

78 Setelah kita menelaah teori diatas, kita bisa mengambil kesimpulanbahwa ANSYS secara umum mampu menyelesaikan kasus-kasus secara teknisdari pendekatan-pendekatan teoritis sesuai dengan kondisi batas yang telahditentukan, sebagai objek pengukuran pada softwaretersebut. Dalam dunia teknik sipil, banyak pemecahan pemecahan dasar daristruktur yang mampu diselesaikan oleh ANSYS, seperti lendutan, perpindahan posisi, stress dan strain, geser, torsi. Demikian juga jenis materi yangmampu diselesaikan oleh ansys antara lain Baja, beton, alumunium, dll.., dimanapada pemilihan material tidak disediakan nama bahan, tetapi perludimasukkan karakteristik dari bahannya saja. Dan juga bentuk materialnya bisa berupakolom profil,balokprofil,danharusjugamemilikibatasanberupatumpuandanbeban. Setelahitugejalanyabisakitalihatlangsung,baikdariperubahanposisi,bentuk dan kontour warna dari hasilanalisanya. DimanadalamANSYSjugaterdapatbeberapaMainMenuutamayang digunakan baik pengarahan meterial, mendesain dan analisa object. Menuini terbagi dalam 4 bagian utama,yaitu: 1. Preferences, berfungsi sebagai referensi analisis yangakan digunakan. Dimana disini kita akan memilih fungsibesar penggunaan ansys tersebut, misalnya untuk struktur,elektrikal, fluida, dll. 2. Preprocessor, berfungsi untuk mendisain object yangakan dianalisis. Dan pada bagian ini akan diperlukanpendefinisian sistim analisa kerja struktur, seperti titik, garis, luasan, dan volume. 79 3. Solution, bagian ini adalah menu yang berhubungandengan pendefinisian analisa dari komputer tersebut padasistim struktur sebagaimana Real loading nya kinerjanyata. 4. General Postproc, berfungsi untuk menampilkan hasilanalisa berdasarkan visual gravis, seperti kejadian pada stress,geser, maupun panas termal yang umumnya disajikan dalambentuk warna. Gambar 2.44. Hasil output dari Ansys yang menggambarkancontour warna.

2.15. Pengaruh Stiffener Pengaku Vertikal Pada Torsi

Peran pengaku vertikal pada balok baja berprofil I adalah untuk meningkatkan kemampuan geser. Jika pada balok baja berprofil I memiliki pengaku vertikal, maka kekakuan torsi pengaku vertikal yang pada umumnya kecil, akan mengganggu warping pada balok. Gangguan warping akan meningkatkan kekakuan torsi balok. Sehingga persamaan torsi yang ada harus mengakomodasi adanya torsi warping, Dengan demikian pengaku vertikal disamping meningkatkan kemampuan menahan gaya geser juga mempunyaiperan dalam peningkatan torsi. 80 Sesuai dengan rumus torsi warping bebas St. Venant, hubungan rotasi penampang dan torsi per satuan panjang elemen batang : � � = �� � 2 �� � Dengan adanya warping, kedua sayap akan mengalami rotasi yang berlawanan arah seperti dinyatakan pada gambar berikut : Gambar 2.45. Warping dan torsi di Pengaku Vertikal Titik – titik ujung sayap mengalami warping sebesar + ¼ bh � ′ dan - ¼ bh � ′ . Sayap mengalami rotasi terhadap keadaan semula sebesar � : � = 1 4 �ℎ� �� ′ 1 2 � = 1 2 ℎ� �� ′ 2.97 81 �′ = 2 � ℎ = ℎ � �� ′ ℎ = � �� ′ Dengan : � = sudut rotasi penampang yang berjarak z dari pusat kordinat �′ = rotasi penampang pada titik – titik batas seperti di pengaku vertikal di ujung batang Dengan rotasi persatuan panjang �′ , Pada pengaku vertikal bekerja torsi St. Venant sebesar Tv : �� = �. � �� . �′ = 1 3 . �. �� 3 . �. � �� ′ Dengan : �� = Torsi Murni pada pengaku vertikal � �� = Inertia Torsi Pengaku vertikal b = Lebar sayap �� = tebal pengaku vertikal G = Modulus Geser � �� ′ = rotasi penampang terhadap referensi penampang turunan Pertama Geser lentur pengaku vertikal akan menimbulkan torsi � � : � � = � � � . �. �� + �2 −�2 = � 2 � � ℎ . �. �� + �2 −�2 = � �, ℎ, �. � �� ′ Momen Lentur Pengaku Vertikal Mx, menimbulkan tegangan normal yang tegak lurus pelat sayap. Semua tegangan keluar bidang pelat diabaikan maka � � juga diabaikan. Keseimbangan momen elemen sayap disekitar pengaku vertikal seperti dalam Gambar 2.46 akan memberikan satu persamaan kondisi batas : 2 98 2 99 82 Gambar 2.46. Keseimbangan momen di pertemuan sayap dan pengakuvertikal � � − � � − �� = 0 atau � � = � � + �� = 0 atau �. ��. ℎ 2 . � ′′ ��.� = �. ��. ℎ 2 . � ′′ ��.� + � 3 . �� 3 . �. � ′ �� Karena � ′ ��.� = � ′ ��.� = � ′ , maka persamaannya menjadi : �. ��. ℎ 2 . � ′′ � = �. ��. ℎ 2 . � ′′ � + 1 3 . �� 3 . �. � ′ � Gambar 2.47. Batang dengan 1 pengaku vertikal menerimatorsi Suatu batang yang mengalami torsi dengan warping terganggu akan mempunyai persamaan seperti persamaan 2.77 � ′′′ − � 2 � ′ = � � �� � ; dengan solusi umum � ��. = � 1 + � 2 . ���ℎ�� + � 3 . ���ℎ�� + �� � 2 �� � 2.102 2 100 2 101 83 Adanya pengaku vertikal ditengah batang Gambar 2.47 akan membagi � menjadi dua yaitu � ��.� ��� � ��.� dimana : � ��.� = � 1 + � 2 . ���ℎ�� + � 3 . ���ℎ�� + �� � 2 �� � � ��.� = � 4 + � 5 . ���ℎ�� + � 6 . ���ℎ�� + �� � 2 �� � Dimana � = � �� �� � Dari kondisi batas : • Untuk z = 0 - � �� = 0 dan �′′ �� = 0 • Untuk z = L2 - � ��.� = � ��.� , �′ ��.� = �′ ��.� dan - �. ��. ℎ 2 . � ′′ ��.� = �. ��. ℎ 2 . � ′′ ��.� + � 3 . �� 3 . �. �′ ��.� • Untuk � = �, �′′ �� = 0 Diperoleh konstanta integrasi seperti berikut: � 3 = � � � �� � 2 �� � sinh �� � � �� ℎ 2 � 2 cosh � � 2 − � � �� � 2 sinh � � 2 � � 4 = − � � � �� � 2 �� � cosh � � 2 � � �� ℎ 2 � 2 cosh � � 2 − � � �� � 2 sinh � � 2 � � 5 = − � � � �� � 2 �� � � � �� ℎ 2 � 2 cosh � � 2 − � � �� � 2 sinh � � 2 � 2.103.a 2 103 b 84 � 6 = cosh �� � � � � �� � 2 �� � � sinh �� � � �� ℎ 2 � 2 cosh � � 2 − � � �� � 2 sinh � � 2 � • � 1 = � 4 • � 2 = � 5 Dengan memasukkan nilai konstanta ke salah satu persamaan ganti : � ��.� = − � � � �� � 2 �� � cosh � � 2 � � �� ℎ 2 � 2 cosh � � 2 − � � �� � 2 sinh � � 2 � − � � � �� � 2 �� � � � �� ℎ 2 � 2 cosh � � 2 − � � �� � 2 sinh � � 2 � . ���ℎ� + cosh �� � � � � �� � 2 �� � � sinh �� � � �� ℎ 2 � 2 cosh � � 2 − � � �� � 2 sinh � � 2 � . ���ℎ�� + �� � 2 �� � � ��.� = − � � � �� � 2 �� � cosh � � 2 � � �� ℎ 2 � 2 cosh � � 2 − � � �� � 2 sinh � � 2 � + �� � 2 �� � Dengan memasukkan z = L pada fungsi rotasi penampang yang sudah tertentu, didapat : � � = − � � � �� � 2 �� � cosh � � 2 � � �� ℎ 2 � 2 cosh � � 2 − � � �� � 2 sinh � � 2 � + �� � 2 �� � Jika dibandingkan dengan torsi warping bebas St. Venant pada persamaan 2.97, pengaku vertikal memperkecil rotasi penampang .

BAB III PERHITUNGAN ANALITIS TORSI TAMPANG TIPIS

TERBUKA 2 103 b