Provinsi Maluku di era otonomi memiliki beberapa wilayah otonomnya kabupatenkota dengan otonomi yang luas maka sesegera mungkin melakukan
berbagai model perubahan arah dan strategi kebijakan dalam pengembangan wilayahnya. Berkaitan dengan hal tersebut Provinsi Maluku secara makro
memiliki kemampuan untuk mengembangkan wilayahnya dengan memanfaatkan peluang-peluang yang bersifat lokal, nasional maupun global. Peluang wilayah
lokal tersebut seperti kapasitas dan potensi lokal wilayah local spesific dengan berbasis pada keunggulan sektoral wilayahnya seperti sektor baharimaritim.
Pada umumnya penataan ruang wilayah diarahkan untuk dapat: 1. Menyusun arahan pengembangan wilayah.
2. Memanfaatkan pedoman pemanfaatan ruang secara terpadu dan menjadi acuan pembangunan.
3. Memadukan keserasian penataan ruang kabupaten, kota dan provinsi. 4. Melakukan revisi terhadap rencana-rencana tata ruang wilayah atau arah dan
strategi kebijakan pembangunan ekonomi wilayah yang tidak sesuai dengan kapasitas dan potensi lokal local spesific wilayah.
Sasaran yang dicapai dalam penataan ruang wilayah berfungsi untuk: 1. Merumuskan arahan pengelolaan kawasan seperti, kawasan lindung,
budidayasentra produksi. 2. Merumuskan arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan kawasan
tertentu. 3. Merumuskan arahan pengembangan kawasan-kawasan yang menjadi prioritas
pengembangan selama jangka waktu yang diperlukan.
4. Merumuskan arahan kebijakan penatagunaan lahantanah, air, udara, hutan, mineral dan sumber daya alam lainnya.
Keberhasilan pengembangan kawasan sentra produksi akan memfasilitasi pemerintah daerah provinsikabupatenkota untuk memacu dan menerapkan
prinsip-prinsip otonomi yang didasarkan pada kapasitas dan potensi lokal local spesific. Orientasi wilayah dengan menerapkan prinsip otonomi haruslah
didasarkan pada keunggulan spasial dan potensi lokal wilayah tersebut. Prinsip seperti ini didukung oleh karakteristik setiap wilayah yang heterogen dan
memiliki potensi atau keunggulan yang besar antarwilayah interregional linkages dengan wilayah lainnya serta intersectoral linkages. Keunggulan potensi
local local spesific tersebut seharusnya mampu menjadi modal dasar sebagai penggerak utama prime mover pembangunan ekonomi wilayah .
Penetapan 21 Kawasan Strategis Nasional KSN oleh Direktur Penataan Ruang Wilayah dari sudut kepentingan ekonomi nasional belum memperlihatkan
peran yang menonjol dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Kawasan Strategis Nasional dimaksud hanya memperhatikan berbagai kebijakan
pengembangan wilayah pada Kawasan Barat Indonesia dengan penetapan kawasan andalan darat dan laut di Kawasan ini. Dengan penetapan kawasan
strategis tanpa memperhatikan potensi jangka panjang wilayah maka sudah tentu akan menimbulkan kecemburuan di antara wilayah khususnya Kawasan Barat
Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia. Kawasan Strategis Nasional sebaiknya tidak diarahkan hanya pada salah
satu wilayah tetapi harus didasarkan pada kapasitas atau potensi wilayah yang saling berkaitan antara potensi wilayah andalan laut dengan wilayah darat, antara
wilayah timur dengan laut sebagai andalannya dan wilayah barat dengan potensi daratnya. Sehingga wilayah-wilayah ini akan berada pada suatu kawasan yang
saling membutuhkan dengan tidak merugikan wilayah lain atau saling menguntungkan.
Pengembangan seperti hal di atas biasanya lebih dikenal dengan istilah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu KAPET namun sampai saat ini
konsep-konsep yang bagus belum dan tidak mendapat respon karena banyak pengambil kebijakan di pusat maupun di daerah tidak memahami betapa
pentingnya suatu konsep dalam mengembangkan wilayahnya maupun wilayah di sekitarnya dengan lebih dulu menemukenali atau mengidentifikasi dan
menentukan potensi lokal wilayah local spesific berbasis karakteristik wilayah itu sendiri.
2.1.3. Konsep Pusat Pengembangan Wilayah
Richardson 1978, mengemukakan bahwa pusat pengembangan wilayah meliputi empat unsur yaitu :
1. Harus ada sekumpulan kegiatan atau industri pada suatu tempat atau lokasi tertentu.
2. Mampu menggerakkan atau merangsang pertumbuhan ekonomi yang dinamis. 3. Industri yang berada dalam satu kawasan dan saling terkait antara satu dengan
lainnya. 4. Harus ada industri induk.
Lokasi geografis seperti wilayah kepulauan dapat memberikan manfaat dan keuntungan antarwilayah interregional bila terjadi keuntungan agglomerasi
yang diperoleh dari lokasi sumberdaya, tenaga kerja dan fasilitas prasarana
lainnya. Menurut Perroux 1955, pusat pengembangan wilayah melalui pemanfaatan Agglomeration Economic yaitu :
1. Scale Economies
2. Localization Economies
3. Urbanization Economies
Scale Economies dimaksudkan semacam keuntungan yang dapat timbul dari pusat pengembangan dimana industri yang bergabung di dalamnya dapat
menjalankan kegiatan produksi dengan skala besar, karena terjaminnya kebutuhan terhadap bahan baku, maupun pemasaran hasil produksi. Localization Economies
yaitu adanya penekanan ongkos produksi, karena adanya saling keterkaitan antar industri, sehingga kebutuhan akan bahan baku dengan ongkos transportasi yang
minimum dapat diwujudkan. Sedangkan Urbanization Economies timbul karena adanya fasilitas-fasilitas pelayanan sosial, ekonomi dan lainnya yang dapat
dipergunakan secara bersama-sama sehingga ongkos dapat ditekankan. Menurut Wibisono 2005, pusat pengembangan wilayah regional di
Indonesia menjadi sangat penting karena beberapa alasan yaitu: 1. Alasan politik maksudnya dengan keragaman etnik yang begitu pural, tidak
ada isu yang lebih sensitif selain isu kedaerahan. 2. Alasan disparitas pendapatan regional maksudnya pembagian pendapatan
yang bersumber dari distribusi pendapatan sumber daya alam yang sangat tidak merata.
3. Alasan dinamika spasial maksudnya daerah harus memegang peran penting dalam kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan masyarakat daerah
tersebut.
4. Alasan desentralisasi maksudnya bagaimana hubungan antar daerah dapat dilakukan, seberapa besar desentralisasi harus diberikan kepada daerah agar
desentralisasi tetap dapat dilaksanakan secara konsisten dengan tujuan kesatuan dan persatuan nasional.
Sedangkan menurut Weber 1979, Hoover 1948, Mills 1972, dan Juoro 1989, dikatakan bahwa konsep pusat pengembangan ditujukan untuk
menjadikan suatu wilayah lebih terkonsentrasi agglomerasi dari seluruh aktivitas ekonomi, hal seperti ini terjadi karena:
1. Pendekatan keberagaman diversity sumberdaya, skala ekonomi scale of economies produksi dan aglomerasi konsumen.
2. Faktor-faktor unik yang dimiliki oleh wilayah tersebut. 3. Adanya kegiatan ekonomi berskala besar large-scale economies.
4. Adanya ekonomi lokalisasi localization economies. Model pusat pengembangan wilayah oleh Dixit 1977, lebih ditekankan
pada pengertian kota sebagai pusat aktivitas dan lebih bersifat umum. Tema utama dari penulisannya adalah ukuran pusat pengembangan optimum size, yang
ditentukan oleh keseimbangan antara skala ekonomi produksi economies of scale in production, dan disekonomi diseconomies transportasi.
Fujita dan Jacques 2002, melihat pusat pengembangan wilayah dari sisi eksternal terhadap suatu industri dimana ekonomi urbanisasi urbanization
economies sangat dipengaruhi oleh adanya ekonomi lokalisasi yaitu lokalisasi ini merupakan faktor eksternal terhadap aktivitas ekonomi perusahaan pada suatu
lokasi tertentu tetapi internal terhadap industrinya. Di sisi lain Warpani 1984, menyatakan bahwa ada tiga hubungan yang dapat diklasifikasikan dalam hal
keterkaitan atau ketergantungan antara suatu aktivitas ekonomi disuatu wilayah dengan aktivitas ekonomi lainnya dan wilayah diluar wilayah tersebut. Ketiga
macam hubungan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hubungan langsung yaitu; pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh
sektor yang menggunakan input dari output sektor yang bersangkutan. 2. Hubungan tidak langsung yaitu; pengaruh terhadap suatu sektor yang
outputnya tidak digunakan sebagai input bagi output sektor yang bersangkutan.
3. Hubungan sampingan yaitu; pengaruh tidak langsung yang jangkauannya lebih panjang daripada pengaruh langsung tersebut diatas.
Menurut Chen dan Mattoo 2004, mengatakan perkembangan perdagangan yang sangat cepat dan lebih bervariasi memberikan dampaknya
bagi pengembangan pembangunan perwilayahan. Pembangunan perwilayahan sudah tidak dibatasi lagi antara wilayah perbatasan atau wilayah pinggiran
periphery dengan wilayah pusat pengembangangrowth center. Hal inilah yang menurut Chen dampak dari adanya perdagangan antarwilayah baik dari dan ke
pusat wilayah maupun wilayah pinggiran secara signifikan memberikan dampak yang positif bagi perdagangan yang dilakukan oleh satu wilayah dengan wilayah
lain bahkan lebih dari beberapa wilayah disekitarnya. Untuk itu apa yang menjadi harapan Sun dan Cheol 2006, dikatakan
bahwa antara pemerintah pusat dan daerah dapat saling memperkuat daya saing antar daerah. Selanjutnya untuk menciptakan daya saing antar daerah diperlukan
peran pemerintah dalam melakukan intervensi dengan membuat reformasi kebijakan untuk meningkatkan efisiensi setidaknya untuk menciptakan iklim