Konsep Kutub Pengembangan kawasan sentra produksi dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan di Provinsi Maluku

Porter 1990, mengemukakan bahwa pengembangan ekonomi atau daya saing suatu wilayah biasanya ditentukan oleh faktor produksi, kondisi permintaan pasar dan peranan pemerintah role of goverment sebagai faktor penunjang. Menurutnya peran pemerintah diperlukan karena dapat menciptakan kompetensi inti sehingga suatu wilayah dapat dibedakan dari wilayah lainnya melalui daya saing wilayah yang tercipta. Menurut Douglas 1998, dikatakan bahwa pertumbuhan di beberapa wilayah inti core mampu mendatangkan atau memberikan keuntungan kepada perkembangan wilayah lainnya periphery. Pembangunan wilayah menurut Okali 2001, lebih ditujukan pada penerapan konsep pembangunan wilayah daratan. Okali dkk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi antara wilayah kota dengan perdesaan adalah arus spasial seperti tenaga kerja, produksi, komoditi, modal dan informasi. Aktivitas yang terciptanya antara kota dengan perdesaan akan menciptakan dinamika pembangunan wilayahnya. Selanjutnya menurut Okali perlunya peran atau intervesi pemerintah dalam meningkatkan aktivitas sektoral di wilayah perdesaan. Menurut Uphoff 1990, sektor yang berbasis potensi lokal seperti pertanian mampu mengatasi masalah krisisis pembangunan ekonomi di Indonesia. Uphoff melihat kinerja sektor pertanian di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia mampu menjadi negara yang berhasil mengimplementasi model pembangunan pertanian sebagai sektor yang berbasis potensi lokal wilayahnya.

2.1.5. Peran dan Fungsi Wilayah di Era Otonomi

Berbagai permasalahan otonomi daerah muncul dalam bingkai pembangunan wilayah. Adanya distorsi hubungan antara pusat dengan daerah dimana pusat terlalu mendominasi berbagai kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam, ekonomi, hukum maupun politik. Sehingga muncul penyesuaian kewenangan dan fungsi penyediaan pelayanan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupatenkota yang dikenal dengan istilah otonomi Widjaja, 2002. Otonomi daerah sebenarnya bukanlah hal yang baru, secara praktis pemerintahan Orde Baru sudah mengembangkan sistem ini dengan mengurangi wewenangnya, namun kerangka yang diharapkan dapat memacu perubahan pembangunan di daerah tidak sepenuhnya dilaksanakan bagi kepentingan daerah. Selama hampir 18 tahun berbagai diskusi tentang pelaksanaan Otonomi Daerah telah diteliti dan didiskusikan dalam berbagai seminar, undang-undang otonomi yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, diharapkan dapat mengembangkan prinsip-prinsip pembangunan di daerah berdasarkan pada kemampuan atau kapasitas atau potensi lokal suatu daerah untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerahnya. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepas pisahkan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan proses pembangunan atas kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan,